
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983
TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
| 1. |
Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materiil, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya. |
||||||
| 2. | Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijaksanaan Pemerintah. Selain itu harapan masyarakat terhadap adanya aparatur perpajakan yang makin mampu dan bersih, tetap diperhatikan dalam berbagai ketentuan yang bersifat pengawasan dalam Undang-undang ini. | ||||||
| 3. | Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar
Undang-undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem
dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan mekanisme tersebut menjadi ciri
dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia karena kedudukan
Undang-undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang-undangan
perpajakan yang lain.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: |
||||||
| a. | bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional; | ||||||
| b. | tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; | ||||||
| c. | anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. | ||||||
| Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan
penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak
sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang
telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi
yang terlalu membebani Wajib Pajak dan birokratis akan dapat dihindari.
Sejalan dengan harapan dalam upaya peningkatan pelayanan masyarakat tersebut
wewenang Direktur Jenderal Pajak yang bersifat teknis administratif dapat
dilimpahkan kepada aparat bawahannya.
Dalam Undang-undang ini digariskan bahwa administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. |
|||||||
| 4. | Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut : | ||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
|
||||||
|
|
menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku. | ||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Cukup jelas | ||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem "self assessment" wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. |
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Dengan demikian Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. |
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu,
Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak
selain yang ditentukan dalam ayat (1) dan ayat (2), sebagai tempat pendaftaran
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak
memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya
dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan
data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata
orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat
untuk memperoleh
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak dan kewajiban melaporkan usaha untuk memperoleh pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan
dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Permohonan
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
Pengaturan tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan tersebut, tata cara pemberian dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : | ||||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. | |||||||||||
| Bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : | ||||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. | |||||||||||
| Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah
mengisi formulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai
dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan yang dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak maupun penyelesaian
pembukuannya.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Untuk mencegah usaha penghindaran diri dan atau perpanjangan
waktu pembayaran pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak yang harus
dibayar sebelum batas waktu pemasukan Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu
ditetapkan persyaratan yang berakibat pengenaan sanksi administrasi berupa
bunga bagi Wajib Pajak yang ingin memperpanjang waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Mengingat fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana Wajib
Pajak antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah pajak dan pembayarannya, maka dalam rangka keseragaman dan mempermudah
pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sekurang-kurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta harta dan kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi. Untuk Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak. |
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Ayat (3) | ||||||||||||
| Angka 7 | ||||||||||||
| Pasal 7 | ||||||||||||
| Ayat (1) | ||||||||||||
| Untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan untuk menjaga disiplin Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang dalam batas waktu yang ditentukan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan. | ||||||||||||
| Ayat (2) | ||||||||||||
| Menteri Keuangan berwenang menetapkan Wajib Pajak tertentu untuk tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), misalnya Wajib Pajak Non Efektif dan Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya di bawah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. | ||||||||||||
| Angka 8 | ||||||||||||
| Pasal 8 | ||||||||||||
| Ayat (1) | ||||||||||||
| Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan
yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan
pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang
dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, atau wakil,
atau kuasa, atau pegawai, atau diterima oleh anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak.
Penetapan batas waktu pembetulan tersebut, di satu pihak dipandang cukup waktu bagi Wajib Pajak untuk meneliti dan membetulkan Surat Pemberitahuannya apabila terdapat kesalahan, di lain pihak masih tersedia cukup waktu bagi Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan terhadap pembetulan yang dilakukan Wajib Pajak sebelum batas waktu daluwarsa terlampaui. |
||||||||||||
| Ayat (2) | ||||||||||||
| Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal pembayaran karena adanya pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut. | ||||||||||||
| Ayat (3) | ||||||||||||
| Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali dari jumlah pajak yang kurang dibayar, maka terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan. Namun bilamana telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. | ||||||||||||
| Ayat (4) | ||||||||||||
| Walaupun jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib Pajak baik yang telah maupun yang belum membetulkan Surat Pemberitahuan masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Pemberitahuan Masa untuk tahun-tahun atau masa-masa sebelumnya. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut terbatas pada hal-hal sebagai berikut: | ||||||||||||
| a. | pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau | |||||||||||
| b. | rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau | |||||||||||
| c. | jumlah harta menjadi lebih besar; atau | |||||||||||
| d. | jumlah modal menjadi lebih besar. | |||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||