Pasal 149
(1) | Dalam hal penutnutu umum keberatan terhadap surat penetapan pengadilan
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, maka : |
a. | Ia mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan
dalam waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima; |
||||
b. | tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya
perlawanan; |
||||
c. | perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera; |
||||
d. | dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan
tersebut kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan. |
(2) | Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah
menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan. |
(3) | Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka
dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut. |
(4) | Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan
tinggi mengirimkan berkas perkara pidaa itu kepada pengadilan negeri yang bersangkutan. |
(5) | Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada penuntut umum. |
Pasal 150
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi : |
a. | jika dua atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara
yang sama; |
b. | jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili
perkara yang sama. |
Pasal 151
(1) | Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan
negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya. |
(2) | Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang wewenang mengadili : |
a. | antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan
dari lingkungan peradilan yang lain; |
||||
b. | antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan; |
||||
c. | antara dua pengadilan tinggi atau lebih. |
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152
(1) | Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. |
(2) | Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagimana dimaksud dalam ayat (1)
memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. |
Pasal 153
(1) | Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang. |
(2) | a. | Hakim ketua memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi. |
b. | Ia wajib menjagasupaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan
yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas. |
|
(3) | Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. |
|
(4) | Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
batalnya putusan demi hukum. |
|
(5) | Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai
umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang. |
Pasal 154
(1) | Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan
jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. |
(2) | Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir
pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah diapnggil secar sah. |
(3) | Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda
persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. |
(4) | Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang
di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. |
(5) | Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak
semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. |
(6) | Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa
alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. |
(7) | Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang. |
Pasal 155
(1) | Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. |
(2) | a. | Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan; |
b. | Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia
sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan. |
Pasal 156
(1) | Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. |
(2) | Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu
tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. |
(3) | Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka
ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan. |
(4) | Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya
diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu. |
(5) | a. | Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding
oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang. |
b. | Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu. |
|
(6) | Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (%)
berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu. |
|
(7) | Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan,
setelah mendengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak berwenang. |
Pasal 157
(1) | Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu
apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera. |
(2) | Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib
mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum. |
(3) | Jika dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan
diri harus diganti dan apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain. |
Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang
tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa. |
Pasal 159
(1) | Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil
telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang. |
(2) | Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan
hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan. |
Pasal 160
(1) | a. | Saksi dipanggilke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan
yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum; |
b. | Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi; | |
c. | Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. |
|
(2) | Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat ke berapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya. |
|
(3) | Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji
menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. |
|
(4) | Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah
atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan. |
Pasal 161
(1) | Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah
atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari. |
(2) | Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi
atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. |
Pasal 162
(1) | Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia
atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. |
(2) | Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka
keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang. |
Pasal 163
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangan yang terdapat
dalam berita acara, hakimketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang. |
Pasal 164
(1) | Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua
sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut. |
(2) | Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa. |
(3) | Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan alasannya. |
Pasal 165
(1) | Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala
keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran. |
(2) | Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakimketua
sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi. |
(3) | Hakimketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya. |
(4) | Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing. |
Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi. |
Pasal 167
(1) | Setalah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali
hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya. |
(2) | Izin itu tidak diberikan jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat
hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang. |
(3) | Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap. |
Pasal 168
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi: |
a. | keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; |
b. | saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; |
c. | suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa. |
Pasal 169
(1) | Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya
dan penutnut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dan memberi keterangan di bawah sumpah. |
(2) | Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan
memberikan keterangan tanpa sumpah. |
Pasal 170
(1) | Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. |
(2) | Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. |
Pasal 171
Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah : |
a. | anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; |
b. | orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya
baik kembali. |
Pasal 172
(1) | Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum
atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut. |
(2) | Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya
saksi yang telah didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang lain. |
Pasal 173
Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu
tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidak hadir. |
Pasal 174
(1) | Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang
memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberi keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada nya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu. |
(2) | Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu. |
(3) | Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan
sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini. |
(4) | Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula
sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai. |
Pasal 175
jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan. |
Pasal 176
(1) | Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu
ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa. |
(2) | Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak
patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa. |
Pasal 177
(1) | Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua
sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. |
(2) | Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara ia
tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu. |
Pasal 178
(1) | Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis,
hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu. |
(2) | Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim
ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan. |
Pasal 179
(1) | Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. |
(2) | Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. |
Pasal 180
(1) | Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. |
(2) | Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. |
(3) | Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). |
(4) | Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. |
Pasal 181
(1) | Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti
dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini. |
(2) | Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada
saksi. |
(3) | Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan
atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. |
Pasal 182
(1) | a. | Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana; |
b. | selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya
yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir; |
|
c. | Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan. |
|
(2) | Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang
menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya. |
|
(3) | Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan
dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang. |
|
(4) | Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan
dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. |
|
(5) | Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan
dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. |
|
(6) | Pada dasarnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan
bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut; |
|
a. | putusan diambil dengan suara terbanyak; | |
b. | jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan
yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. |
|
(7) | Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6)
dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia. |
|
(8) | Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari
itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum. |
Bagian Keempat
Pembuktian dan Putusan
Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidan kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. |
Pasal 184
(1) | Alat bukti yang sah ialah : |
a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. |
|
(2) | Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. |
Pasal 185
(1) | Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan. |
(2) | Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. |
(4) | Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. |
(5) | Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukan merupakan keterangan saksi. |
(6) | Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi,hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan : |
a. | persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; | ||||
b. | persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; | ||||
c. | alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan
yang tertentu; |
||||
d. | cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. |
(7) | Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumoah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. |
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. |
Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : |
a. | berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; |
b. | surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; |
c. | surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; |
d. | surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain. |
Pasal 188
(1) | Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antarayang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. |
(2) | Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari : a. keterangna saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa. |
(3) | Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. |
Pasal 189
(1) | Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. |
(2) | Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. |
(3) | Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. |
(4) | Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. |
Pasal 190
a. | Selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan
dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu. |
b. | Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat
penetapannya untuk membebaskan terdakwa, jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan Pasal 30. |
Pasal 191
(1) | Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. |
(2) | Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. |
(3) | Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa
yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa perlu ditahan. |
Pasal 192
(1) | Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana damaksud dalam Pasal
191 ayat (3) segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan. |
(2) | Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri
surat penglepasan, disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam. |
Pasal 193
(1) | Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. |
(2) | a. | Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan,
dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu. |
b. | Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya,
dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu. |
Pasal 194
(1) | Dalam hal putusan pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan
hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. |
(2) | Kecuali apabila terdapat alasan yang sah, pengadilan menetapkan supaya
barang bukti diserahkan segera sesudah sidang selesai. |
(3) | Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat
apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap. |
Pasal 195
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan di sidang terbuka untuk umum. |
Pasal 196
(1) | Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal
undang-undang ini menentukan lain. |
(2) | Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara,
putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada. |
(3) | Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang
wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu : |
a. | hak segera menerima atau segera menolak putusan; | ||||
b. | hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan,
dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh yndang-undang ini; |
||||
c. | hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan; |
||||
d. | hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan; |
||||
e. | hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini. |
Pasal 197
(1) | Surat putusan pemidanaan memuat : |
a. | kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA'; |
||||
b. | nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa; |
||||
c. | dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; | ||||
d. | pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; |
||||
e. | tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; | ||||
f. | pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; |
||||
g. | hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal; |
||||
h. | pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; |
||||
i. | ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; |
||||
j. | keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana
letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu; |
||||
k. | perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; | ||||
l. | hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus
dan nama panitera; |
(2) | Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f,
h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. |
(3) | Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang
ini. |
Pasal 198
(1) | Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua
pengadilan atau pejabat kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang berhalangan tersebut. |
(2) | Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk penggantinya dan
apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga berhalangan , maka sidang berjalan terus. |
Pasal 199
(1) | Surat putusan bukan pemidanaan memuat : |
a. | ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf
e, f dan h; |
||||
b. | pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan; |
||||
c. | perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3)
berlaku juga bagi pasal ini. |
Pasal 200
Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah
putusan itu diucapkan. |
Pasal 201
(1) | Dalam hal terdapat surat palsu atau dipalsukan, maka panitera melekatkan
petikan putusan yang ditandatanganinya pada surat tersebut yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf j dan surat palsu atau yang dipalsukan tersebut diberi catatan dengan menunjuk pada petikan putusan itu. |
(2) | Tidak akan diberikan salinan pertama atau salinan dari surat asli palsu
atau yang dipalsukan kecuali panitera sudah membubuhi catatan pada catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan salinan petikan putusan. |
Pasal 202
(1) | Panitera membuat acara sidang dengan memperhatikan persyaratan yang
diperlukan dan memuat segala kejadian di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan itu. |
(2) | Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga
hal yang penting dari keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali jika hakim ketua sidang menyatakan bahwa untuk ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebut perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan yang lainnya. |
(3) | Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim
ketua sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus tentang suatu keadaan atau keterangan. |
(4) | Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera
kecuali apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut. |
Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203
(1) | Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan
atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. |
(2) | Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan. |
(3) | Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua
dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini : |
a. | 1. | penuntut umum dengam segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan; |
|||||
2. | pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan; |
||||||
b. | dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya
diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa; |
||||||
c. | guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa
dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari; |
||||||
d. | putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam
berita acara sidang; |
||||||
e. | hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut; | ||||||
f. | isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan dalam acara biasa. |
Pasal 204
Jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan
acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut. |
Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat
Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205
(1) | Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah
perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini. |
(2) | Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa
penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. |
(3) | Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan
mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. |
Pasal 206
Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. |
Pasal 207
(1) | a. | Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari,
tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. |
b. | Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima
harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. |
|
(2) | a. | Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku
register semua perkara yang diterimanya. |
b. | Dalam buku register dibuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya. |
Pasal 208
Saksi dalam acara pemeriksaan tondak pidana ringan tidak mengucapkan
sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. |
Pasal 209
(1) | Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya
oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera. |
(2) | Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan
tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. |
Pasal 210
Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini
tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini. |
Paragraf 2
Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas Jalan
Pasal 211
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. |
Pasal 212
Untuk Perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita
acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. |
Pasal 213
(1) | Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara
dilanjutkan. |
(2) | Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan
segera disampaikan kepada terpidana. |
(3) | Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada
terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register. |
(4) | Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan
itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan. |
(5) | Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada
terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu. |
(6) | Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur. |
(7) | Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan
itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu. |
(8) | Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan |
Pasal 215
Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling
berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi amar putusan. |
Pasal 216
Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak
bertentangan dengan Paragraf ini. |
Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan
Pasal 217
(1) | Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib
di persidangan. |
(2) | Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara
tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat. |
Pasal 218
(1) | Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan |
(2) | Siapapun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat
pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkannya dari sidang. |
(3) | Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya. |
Pasal 219
(1) | Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak
atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu. |
(2) | Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya
dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya. |
(3) | Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang sidang maka
petugas wajib menyerahkan kembali benda titipannya. |
(4) | Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan untuk
dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana. |
Pasal 220
(1) | Tidak seorng hakim pun diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia
sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung. |
(2) | Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim yang bersangkutan,
wajib mengundurkan diri baik atas kehendak sendiri maupun permintaan penuntut umum,terdakwa atau penasehat hukumnya. |
(3) | Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana
dimaksud dalam ayat(1),maka pejabat pengadilan yang berwenang yang menetapkannya. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam makna ayat tersebut di atas berlaku
juga bagi penuntut umum. |
Pasal 221
Bila dipandang perlu hakim di sidang atas kehendaknya sendirimauopun
atas permintaan terdakwa atau penasehat hukumnya dapat memberi penjelasan tentang hukum yang berlaku. |
Halaman berikutnya : |