Pasal 222

(1) Siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal bebas
dari segala tuntutan hukum,biaya perkara dibebankan pada negara.
(2) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasa dari
pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentudengan persetujuan
pengadialan, biaya perkara dibebankan pada negara.

Pasal 223

(1) Jika hikim bemberi perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau
janji di luar sidang, hakim dapat menunda pemeriksaan perkara sampai pada
hari sidang yang lain.
(2) Dalam hal sumpah atua janji dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1),hakim menunjuk panitera untuk menghadiri pengucapan sumpah atau janji
tersebut dan membuat berita acaranya.

Pasal 224

Semua surat putusan pengadilan disimpan dalam arsip pengadilan yang mengadili
perkara itu pada tingkat pertama dan tidak boleh dipindahkan kecuali
undang-undang menentukan lain.

Pasal 225

(1) Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara.
(2) Dalam buku daftar itu dicata nama dan indentitas terdakwa tindak pidana yang
didakwakan,tanggal penerimaan perkara,tanggal terdakwa mulai ditahan apabila
ia ada dalam tahanan dan isi putusan secara,tanggal penerimaan permintaan
dan putusan banding atau kasasi,tanggal pemohonan serta pemberian grasi,
amnesti, abolisi atau rehabilitasi,dan lain hal yang erat hubungannya dengan
proses perkara.

Pasal 226

(1) Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasehat
hukumnya segera setelah putusan diucapkan.
(2) Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umumdan
penyidik,sedangkan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan atas
permintann.
(3) Salina surat putusa pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain
dengan seizin pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari
permintaan tersebut.

Pasal 227

(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam
semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan
selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di
tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.
(2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri
dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa
panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal
serta tandatangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil dan apabila
yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya.
(3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan melalui
kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik
Indonesia di tempat di mana orang yang dipangil biasa berdiam dan apabila
masih belum juga berhasil disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di
tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut.

Pasal 228

Jangka atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada
hari berikutnya.

Pasal 229

(1) Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan
keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pejabat yang melakukan pemanggilan wajib memberitahukan kepada saksi atau
ahli tentang haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 230

(1) Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang.
(2) Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera
mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing.
(3) Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan
sebagai berikut:
a. tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut
umum, terdakwa, penasihat hukum dan pengunjung;
b. tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim ketua sidang;
c. tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat hakim;
d. tempat terdakwa dan penasihat hukum terletak di sisi kiri depan dari
tempat hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat penasihat hukum;
e. tempat kursi pemerisaan terdakwa dan saksi terletak di depan tempat hakim;
f. tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi
pemeriksaan;
g. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
h. bengera Nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji
Pengayoman ditempatkan di sebelah kiri meja hakim sedangkan lambang
Negara di tempatkan pada dinding bagian atas di belakang meja hakim;
i. tempat rohaniwan terletak di sebelah kiri tempat panitera;
j. tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda pengenal;
k. tempat petugas keamanan di bagian dalam pintu masuk utama ruang sidang
dan di tempat lain yang dianggap perlu.
(4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan di luar gedung pengadilan, maka tata
tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat (3) tersebut di atas.
(5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang-kurangnya
bendera Nasional harus ada.

Pasal 231

(1) Jenis bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan
dengan perangkat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
(2) Pengaturan lebih lanjut tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 217 detetapkan dengan keputusa Menteri Kehakiman.

Pasal 232

(1) Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum dan
pengunjung yang sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruang
sidang.
(2) Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir
berdiri untuk menghormat.
(3) Selama sidang berlangsung setiap orang yang ke luar masuk ruang sidang
diwajibkan memberi hormat.

BAB XVII
UPAYA HUKUM BIASA

Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Banding

Pasal 233

(1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke
pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau
penuntut umum;
(2) Hanya permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) boleh diterima
oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan
dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak
hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2).
(3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang
ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan
kepada pemohon yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera
dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam berkas perkara
serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana.
(5) Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan banding, baik yang diajukan
oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan
terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak
yang satu kepada pihak yang lain.

Pasal 234

(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) telah
lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka yang
bersangkutan dianggap menerima putusan.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera mencatat dan
membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas
perkara.

Pasal 235

(1) Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan
banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan
banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.
(2) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus sedangkan
sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani
membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga
saat pencabutannya.

Pasal 236

(1) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding
diajukan, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas
perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi.
(2) Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan
tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas
perkara tersebut di pengadilan negeri.
(3) Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulus bahwa
ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya
wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas
perkara diterima oleh pengadilan tinggi.
(4) Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu
meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi.

Pasal 237

Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat
banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan
memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

Pasal 238

(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima
dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari
penyidik, berita acara pemriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta semua
surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan
pengadilan negeri.
(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat
diajukannya permintaan banding.
(3) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan
negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah
terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya
maupun atas permintaan terdakwa.
(4) Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa
atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat
panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya.

Pasal 239

(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pemeriksaan dalam tingkat banding.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga
antara hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan hakim atau panitera
tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian telah
menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa
perkara yang sama dalam tingkat banding.

Pasal 240

(1) Jika pengadilan tinggai berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama
ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada
yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat
memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan
tinggi melakukannya sendiri.
(2) Jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusan dapat membatalkan penetapan
dari pengadilan negeri sebelum putusan pengadilan tinggi dijatuhkan.

Pasal 241

(1) Setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas
dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan, menguatkan
atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri,
pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri.
(2) Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas putusan pengadilan negeri karena
ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan tersebut
pada Pasal 148.

Pasal 242

Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu ada dalam
tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa
perlu tetap ditahan atau dibebaskan.

Pasal 243

(1) Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta bekas perkara dalam waktu
tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan
negeri yang memutus pada tingkat pertama.
(2) Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan
kepada terdakwa dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan
selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan
pengadilan tinggi.
(3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan tinggi negeri sebagaimana dimaksud
Pasal 226 berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri
tersebut panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam
daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat
putusan itu kepadanya.
(5) Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal
di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan
Republik Indonesia, dimana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum
juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut
melalui dua buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan
negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu.

Bagian Kedua
Pemeriksaan Untuk Kasasi

Pasal 244

Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir
oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum
dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas.

Pasal 245

(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang
telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas
hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan
kepada terdakwa.
(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang
ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang
dilampirkan pada berkas perkara.
(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan
oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan
terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak
yang satu kepada pihak yang lain.

Pasal 246

(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat(1) telah
lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang
bersangkutan dianggap menerima putusan .
(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon
terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera
mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut
pada berkas perkara .

Pasal 247

(1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung,
permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut,
permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi.
(2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung,
berkas tersebut tidak jadi dikirimkan.
(3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedang
sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani
membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga
saat pencabutannya.
(4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.

Pasal 248

(1) Permohonan kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan
permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan
permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk
itu ia memberikan surat tanda terima.
(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,
panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan alasan ia
mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori
kasasinya.
(3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 253 ayat (1) undang-undang ini.
(4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon
terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan
kasasi gugur.
(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk
ayat 4 Pasal ini.
(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera
disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra
memori kasasi.
(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera
menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula
mengajukan memori kasasi.

Pasal 249

(1) Dalam hal salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu
ditambahkan dalam memori kasasi atau kontra memori kasasi, kepadanya
diberikan kesempatan untuk mengajukan tambahan itu dalam tenggang waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1).
(2) Tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diserahkan kepada
panitera pengadilan.
(3) Selambat-lambatnya dalam tenggang waktu empat belas hari setelah tenggang
waktu tersebut dalam ayat (1), permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh
panitera pengadilan segera disampaikan kepada Mahkamah agung.

Pasal 250

(1) Setelah panitera pengadilan negeri menerima memori dan atau kontra memori
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1) dan ayat (4), ia wajib segera
mengirim berkas perkara kepada Mahkamah Agung.
(2) Setelah panitera Mahkamah agung menerima berkas perkara tersebut ia seketika
mencatatnya dalam buku agenda surat, buku register perkara dan pada kartu
penunjuk.
(3) Buku register perkara tersebut pada ayat (2) wajib dikerjakan, ditutup dan
ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui
ditandatangani juga karena jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(4) Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan
oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung dan jika keduanya berhalangan maka dengan
surat keputusan Ketua Mahkamah Agung ditunjuk hakim anggota yang tertua
dalam jabatan.
(5) Selanjutnya panitera Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang
aslinya dikirimkan kepada panitera pengadilan negeri yang bersangkutan,
sedangkan kepada para pihak dikirimkan tembusannya.

Pasal 251

(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 berlaku juga bagi pemeriksaan
perkara dalam tingkat kasasi.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga
antara hakim dan atau panitera tingkat kasasi dengan hakim dan atau panitera
tingkat banding serta tingkat pertama, yang telah mengadili perkara yang
sama.
(3) Jika seorang hakim yang mengadili perkara dalam tingkat pertama atau tingkat
banding, kemudian telah menjadi hakimatau panitera pada Mahkamah Agung,
mereka dilarang bertindak sebagai hakim atau panitera untuk perkara yang
sama dalam tingkat kasasi.

Pasal 252

(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2) berlaku
juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi.
(2) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana
tersebut pada ayat (1), maka dalam tingkat kasasi :
a. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang
berwenang menetapkan;
b. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang
menetapkannya adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang
dipilih oleh dan antar hakim anggota yang seorang diantaranya harus hakim
anggota yang tertua dalam jabatan.

Pasal 253

(1) Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas
permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248
guna menentukan :
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
(2) Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima
dari pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara
pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat
yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan
pengadilan tingkat pertama dan atau yang terakhir.
(3) Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada
ayat (1), Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau
saksi atau penuntut umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat
panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah
Agung dapat pula memerintahkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.
(4) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak
diajukannya permohonan kasasi.
(5) a. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) Mahkamah Agung wajib mempelajarinya untuk
menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena
wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.
b. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu empat belas hari,
sejak penetapan penahanan Mahkamah Agung wajib memeriksa perkara
tersebut.

Padal 254

Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247,
mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus, menolak atau mengabulkan
permohonan kasasi.

Pasal 255

(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri
perkara tersebut.
(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk
agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi
mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah
Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat
yang lain.
(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang
bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung
menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.
Pasal 256 Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang
dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.

Pasal 257

Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi
putusan kasasi Mahkamah Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan
putusan beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat
pertama dalam waktu tujuh hari.

Pasal 258

Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 244 sampai dengan Pasal 257 berlaku
bagi acara permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.

BAB XVIII
UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pasal 259

(1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat
diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
(2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.

Pasal 260

(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh
Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah
memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan
permintaan itu.
(2) Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera segera
disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada
Mahkamah Agung.

Pasal 261

(1) Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung
disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan
dengan disertai berkas perkara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2) dan ayat (4) berlaku
juga dalam hal ini.

Bagian Kedua
Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan
Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Pasal 263

(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau
ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung.
(2) Permintaan peninjauan kemabli dilakukan atas dasar :
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya
akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum
atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara
itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat penyataan bahwa sesuatu telah
terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan
yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu
dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap
suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu
perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak
diikuti oleh suatu pemidanaan.

Pasal 264

(1) Permintaan peninajuan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal
263 ayat (1) diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus
perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 ayat (2) berlaku juga bagi
permintaan peninjauan kembali.
(3) Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu.
(4) Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami
hukum, panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib
menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu
panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali.
(5) Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali
beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung, disertai suatu catatan
penjelasan.

Pasal 265

(1) Ketua pengadilan setelah menerima permintaan peninjauan kembali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) menunjuk hakim yang tidak memeriksa
perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali itu untuk memeriksa apakah
permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 263 ayat (2).
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut
hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
(3) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan
berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim
dan panitera.
(4) Ketua pengadilan segera melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang
dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara
pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan
kepada pemohon dan jaksa.
(5) Dalam hal suatu perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan
pengadilan banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri
tembusan berita acara pemeriksaan serta berita acara pendapat dan
disampaikan kepada pengadilan banding yang bersangkutan.

Pasal 266

(1) Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tersebut pada Pasal 263 ayat (2), Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan
peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya.
(2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali
dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung
menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan
yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar
pertimbangannya;
b. apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung
membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan
menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
1. putusan bebas;
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
(3) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi
pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Pasal 267

(1) Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas
perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan,
dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan ayat (5) berlaku juga bagi putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan
kembali.

Pasal 268

(1) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
(2) Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah
Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau
tidaknya peninjauan kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli
warisnya.
(3) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakuka n satu
kali saja.

Pasal 269

Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 sampai dengan Pasal 268 berlaku
bagi acara permintaan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.

BAB XIX
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 270

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan
kepadanya.

Pasal 271

Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak di muka umum dan menurut
ketentuan undang-undang.

Pasal 272

Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang
sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu
dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.

Pasal 273

(1) Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan
jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan
acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.
(2) Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat
(1) dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
(3) Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk
negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa
menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga
bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan
atas nama jaksa.
(4) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3) dapat diperpanjang untuk
paling lama satu bulan.

Pasal 274

Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara putusan
perdata.

Pasal 275

Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara
dan atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada
mereka bersama-sama secara berimbang.

Pasal 276

Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan
dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan
undang-undang.

BAB XX
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN
PUTUSAN PENGADILAN


Pasal 277

(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk
membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan
pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.
(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan
pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.

Pasal 278

Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang
ditandatangani olehnya, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana kepada
pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya
dalam register pengawasan dan pengamatan.

Pasal 279

Register pengawasan dan pengamatan sebagimana tersebut pada Pasal 278 wajib
dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja
dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 277.

Pasal 280

(1) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian
bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(2) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian
demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku
narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik
terhadap narapidana selama menjalani pidananya.
(3) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap dilaksanakan setelah
terpidana selesai menjalani pidananya.
(4) Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula
bagi pemidanaan bersyarat.

Pasal 281

Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat kepala lembaga pemasyarakatan
menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku
narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut.

Pasal 282

Jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat
dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan
narapidana tertentu.

Pasal 283

Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat
kepada ketua pengadilan secara berkala.

BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 284

(1) Terhadap perkara yang ada sebelum undang-undang ini diundangkan, sejauh
mungkin diberlakukan ketentuan undang-undang ini.
(2) Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap
semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian
untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut
pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak
berlaku lagi.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 285

Undang-undang ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Pasal 286

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1981
MENTERI SEKRETARIS NEGARA,
REPUBLIK INDONESIA

SUDHARMONO, SH.

Halaman berikutnya :