PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 1996

TENTANG

BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN

Presiden Republik Indonesia

Menimbang :
bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan serta penanganannya perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang  Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establising the World Trade Oragization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING
DAN BEA MASUK IMBALAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Barang Dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor.
2. Harga Ekpsor adalah harga yang sebenranya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke dalam  Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

3.

Nilai Normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk Barang Sejenis dalam perdagangan pada umumnya di paasr domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.

4.

Marjin Dumping adalah selisih antara Nilai Normal dengan Harga Ekspor dari Barang Dumping.

5.

Subsidi adalah :
a. setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan pemerintah baik langsung atau tidak langsung kepada Perusahaan industri, atau eksportir; atau
b.

setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan, yang dapat memberikan manfaat bagi penerimanya.

6.

Barang Mengandung Subsidi adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang mengandung Subsidi.

7. Subsidi Neto adalah selisih antara Subsidi dengan :
a.

biaya permohonan, tanggungan, atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh Subsidi ; dan/atau

b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti Subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.
8. Industri Dalam Negeri adalah :
a. keseluruhan produsen dalam negeri Barang Sejenis; atau
b. produsen dalam negeri Barang Sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar (lebih dari 50%) dari keseluruhan produksi barang yang bersangkutan.
9. Barang Sejenis adalah barang yang identik atau sama dalam segala hal dengan  barang impor dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.
10. Pihak yang Berkepentingan adalah :
a.

eksportir, produsen luar negeri, atau importir barang yang diselidiki, atau asosiasi yang mayoritas anggotanya memproduksi Barang Sejenis.

b. Pemerintah negara pengekspor; dan
c.

produsen Barang Sejenis di dalam negeri atau asosiasi produsen dalam negeri, yang mayoritas antaranya memproduksi Barang Sejenis.

11. Kerugian adalah :
a. kerugian Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis;
b. ancaman terjadinya Kerugian Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis; atau
c. terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam negeri.
12.

Tindakan Sementara adalah tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya Kerugian  dalam masa penyelidikan berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping sementara atau Bea Masuk Imbalan sementara.

13.

Tindakan Penyesuaian adalah penyesuaian harga atau penghentian ekspor Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi, atau penghapusan atau pembatasan subsidi, atau tindakan lain yang ditawarkan, oleh eksportir Barang Dumping, atau pemerintah negara pengekspor dan/atau eksportir Barang Mengandung Subsidi atau disarankan oleh Komite dengan tujuan untuk menghilangankan Kerugian.

14.

Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor untuk dipakai di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

15.

Bea Masuk Antidumping adalah pungutan negara  yang dikenakan terhadap Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian.

16.

Bea Masuk Imbalan adalah pungutan negara  yang dikenakan terhadap Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.

Pasal 2

Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat  dikenakan Bea Masuk Antidumping, dalam hal :
a. barang tersebut diberikan Subsidi di negara pengekspor; dan
b. impor barang tersebut menyebabkan Kerugian.

Pasal 3

Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk Imbalan, dalam hal :

a. barang tersebut diberikan Subsidi di negara pengekspor; dan
b. impor barang tersebut menyebabkan Kerugian.

Pasal 4

(1)

Besarnya Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setinggi-tingginya sama dengan Marjin Dumping.

(2)

Besarnya Bea Masuk Inmbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setinggi-tingginya sama dengan Subsidi Neto.

Pasal 5

Dalam hal Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dapat dikenakan secara bersamaan, terhadap importasi barang yang bersangkutan hanya dikenakan salah satu yang tertinggi diantara Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan.

BAB  II
KOMITE  ANTI DUMPING INDONESIA

Pasal  6

(1)

Untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan importasi Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi, Menteri Perindustrian dan Perdagangan membentuk Komite Anti Dumping Indonesia yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Komite.

(2) Komite dipimpin oleh seorang Ketua dan beranggotan unsur-unsur dari :
a. Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
b. Departemen Keuangan; dan
c. departemen atau lembaga non departemen terkait lainya.
Pasal 7

(1)

Komite bertugas :
a. melakukan penyelidikan terhadap Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi;
b. mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi;
c. mengusulkan pengenaan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan;
d.

melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan; dan

e. membuat laporan pelaksanaan tugas.

(2)

Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Belanja Departemen  Perindustrian dan Perdagangan

BAB  III
PENYELIDIKAN

Pasal 8

(1)

Industri Dalam Negeri dapat mengajukan permohonan kepada Komite untuk melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.

(2)

Dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berdasarkan hasil penelitian serta bukti yang diajukan, Komite memberikan keputusan

a. menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan; atau
b. menerima dan memulai penyelidikan, dalam hal permohonan memenuhi persyaratan.

Pasal 9

Komite dapat melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi tanpa adanya permohonan dari Industri Dalam Negeri.

Pasal 10

Keputusan Komite untuk memulai penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b atau Pasal 9 terlebih dahulu diumumkan dan diberitahukan kepada Pihak yang Berkepentingan.

Pasal 11
(1)

Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 harus diakhiri dalam waktu dua belas bulan sejak keputusan dimulainya penyelidikan.

(2)

Dalam hal tertentu, batas pengakhiran penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi selama-lamanya delapan belas bulan.

Pasal 12
(1)

Selambat-lambatnya dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Komite menyampaikan hasil akhir penyelidikan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan mengumumkan serta memberitahukan kepada Pihak yang Berkepentingan bahwa terbukti atau tidak terbukti adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian.

(2)

Dalam hal dari hasil akhir penyelidikan terbukti adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat 91), Komite menyampaikan besarnya Marjin Dumping daa Subsidi Neto dan mengusulakan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

(3)

Dalam hal dari hasil akhir penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping daa Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

BAB  IV
BUKTI DAN INFORMASI

Pasal  13

(1) Dalam rangka penyelidikan Barang Dumping daa Barang Mengandung Subsidi, Komite :
a.

dapat menerima informasi secara lisan, dengan syarat pemberi informasi selanjutnya menyampaikan informasi tersebut secara tertulis untuk diketahui oleh Pihak yang Berkepentingan lainnya;

b.

memberikan kesempatan kepada industri pengguna produk yang sedang dalam penyelidikan dan wakil organisasi konsumen dalam hal produk tersebut dijual secara eceran, untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan penyelidikan;

c.

dapat memberikan kesempatan  kepada Pihak yang Berkepentingan untuk mtlihat semua informasi yang berkaitan dan tidak bersifat rahasia yang digunakan dalam penyelidikan.

d.

tidak mengumumkan suatu informasi yang bersifat rahasia tanpa ijin dari Pihak yang menyerahkan dan dapat meminta kepada pihak yang memberikan informasi rahasia tersebut untuk membuat ringkasannya yang tidak bersifat rahasia;

e.

dapat mengabaikan su informasi yang bersifat rahasia, dalam hal Komite menganggap permintaan menjaga kerahasiaan informasi tersebut tidak beralasan dan pemberi informasi tidak bersedia mengubah status informasi tersebut menjadi tidak rahasia atau tidak membuat ringkasan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kecuali terdapat petunjuk bahwa informasi tersebut  adalah benar; dan

f.

memberitahukan kepada Pihak yang Berkepentingan tentang bukti penting yang digunakan sebagai dasar penyusunan hasil akhir penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

(2)

Dalam hal Pihak yang Berkepentingan menolak memberikan informasi atau menolak upaya pengumpulan informasi atau menghalangi penyelidikan, Komite dapat menyusun hasil penyelidikan berdasarkan bukti yang tersedia

Pasal 14

(1) Dalam rangka mengumpulkan dan memanfaatkan informasi, Komite :
a.

dapat menerima informasi secara lisan, dengan syarat pemberi informasi selanjutnya menyampaikan informasi tersebut secara tertulis untuk diketahui oleh Pihak yang Berkepentingan lainnya;

b.

memberikan kesempatan kepada industri pengguna produk yang sedang dalam penyelidikan dan wakil organisasi konsumen dalam hal produk tersebut dijual secara eceran, untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan penyelidikan;

c.

dapat memberikan kesempatan  kepada Pihak yang Berkepentingan untuk mtlihat semua informasi yang berkaitan dan tidak bersifat rahasia yang digunakan dalam penyelidikan.

d.

tidak mengumumkan suatu informasi yang bersifat rahasia tanpa ijin dari Pihak yang menyerahkan dan dapat meminta kepada pihak yang memberikan informasi rahasia tersebut untuk membuat ringkasannya yang tidak bersifat rahasia

e.

dapat mengabaikan su informasi yang bersifat rahasia, dalam hal Komite menganggap permintaan menjaga kerahasiaan informasi tersebut tidak beralasan dan pemberi informasi tidak bersedia mengubah status informasi tersebut menjadi tidak rahasia atau tidak membuat ringkasan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kecuali terdapat petunjuk bahwa informasi tersebut  adalah benar; dan

f.

memberitahukan kepada Pihak yang Berkepentingan tentang bukti penting yang digunakan sebagai dasar penyusunan hasil akhir penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

(2)

Dalam hal Pihak yang Berkepentingan menolak memberikan informasi atau menolak upaya pengumpulan informasi atau menghalangi penyelidikan, Komite dapat menyusun hasil penyelidikan berdasarkan bukti yang tersedia

Pasal 15

Untuk kepentingan kebenaran informasi, Komite dapat melakukan penyelidikan di luar negeri, sepanjang mendapat persetujuan dari perusahaan yang akan diselidiki dan memberitahukan kepada perwakilan negara yang bersangkutan, kecuali negara yang bersangkutan menolak.

Pasal 16

(1) Dalam pelaksanaan penyelidikan, Komite mengumpulkan informasi dari masing-masing eksportir atau produsen yang mengekspor atau memproduksi barang yang diselidiki.
(2) Dalam hal jumlah eksportir, produsen, importir, atau tipe barang yang diselidiki menyangkut jumlah yang besar, Komite dapat membatasi pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan penyelidikan
(3) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara :
a.

memilih secara acak Pihak yang Berkepentingan  atau tipe barang yang diduga sebagai Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi dengan mempergunakan metode statistik berdasarkan informasi yang tersedia; atau

b.

menggunakan persentase terbasar dari volume ekspor barang yang sedang diselidiki di negara yang bersangkutan.

BAB  V
TINDAKAN SEMENTARA

Pasal 17

(1)

Apabila dalam masa penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditemukan bukti permulaan yang kuat adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, Komite memberitahukan kepada Pihak yang Berkepentingan dan memberikan kesempatan untuk menyampaikan informasi atau tanggapan dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak tanggal pemberitahuan.

(2)

Untuk mencegah terjadinya Kerugian selama dilakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite dapat mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk memberlakukan Tindakan Sementara dengan menyampaikan besarnya Marjin Dumping sementara dan/atau Subsidi Neto sementara

(3)

Atas dasar usulan Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Perindustrian dan Perdagangan memutuskan nilai tertentu untuk pengenaan Tindakan Sementara, yang besarnya sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping sementara dan/atau Subsidi Neto sementara.

Pasal 18

(1)

Pengenaan Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sepanjang barang yang diduga sebagai Barang Sejenis berupa :

a. pembayaran Bea Masuk Antidumping sementara; atau
b.

penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank  atau jaminan dari perusahaan asuraansi, sebesar Bea Masuk Antidumping sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2)

Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling cepat enam puluh hari sejak dimulainya penyelidikan dan berlaku paling lama empat bulan.

(3)

Atas permintaan eksportir yang mewakili sebagian besar eksportir yang mengekspor barang yang diselidiki, masa berlaku Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan paling lama enam bulan.

(4)

Dalam hal Bea Masuk Antidumping sementara ditetapkan lebih rendah dari Marjin Dumping sementara, masa berlaku Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan paling lama enam bulan.

(5)

Atas permintaan eksportir yang mewakili sebagian besar eksportir yang mengekspor barang yang diselidiki , masa berlaku Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat ditetapkan paling lama sembilan bulan.

Pasal 19

(1)

Pengenaan Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sepanjang barang yang diduga sebagai Barang Mengandung Subsidi berupa :

a. pembayaran Bea Masuk Imbalan sementara; atau
b.

penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi, sebesar Bea Masuk Imbalan sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2)

Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling cepat enam puluh hari sejak dimulainya penyelidikan dan berlaku paling lama empat bulan.

Pasal 20

(1)

Tindakan Sementara yang diberlakukan berdasarkan Pasal 18 dan Pasal 19, tidak diberlakukan lagi dalam hal penyelidikan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

(2)

Pengakhiran Tindakan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan berupa :

a.

pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, atau Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 3; atau

b.

pencabutan keputusan Tindakan Sementara dan pengembalian pembayaran Bea Masuk Antidumping sementara atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 19 ayat (1).

BAB VI
TINDAKAN PENYESUAIAN

Pasal 21

(1)

Selamaa masa penyelidikan, eksportir Barang Dumping atau pemerintah negara pengekspor dan/atau eksportir Barang Mengandung Subsidi dapat mengajukan tawaran untuk melakukan Tindakan Penyesuaian kepada Komite.

(2)

Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

a.

penyesuaian haraga atau penghentian ekspor Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi; atau

b.

penghapusan atau pembatasan Subsidi, atau tindakan lain yang dapat menghilangkan Kerugian akibat pemberian subsidi.

(3)

Tawaran Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan sepanjang :

a.

besarnya Marjin Dumping sementara dan/atau Subsidi Neto sementara serta Kerugian telah ditentukan; dan

b.

Tindakan Penyesuaian akan dapat menghilangkan Kerugian.

Pasal 22

(1)

Komite menilai tawaran Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan melaporkan hasil penilaian kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

(2)

Atas dasar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Perindustrian dan Perdagangan memutuskan untuk menerima atau menolak tawaran Tindakan Penyesuaian

(3)

Dalam hal tawaran Tindakan Penyesuaian diterima, penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tetap diselesaikan.

(4)

Apabila dari hasil akhir penyelidikan terbukti adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian dilanjutkan.

(5)

Apabila dari hasil penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, Tindakan Penyesuaian diakhiri, kecuali tidak adanya Kerugian tersebut disebabkan karena adanya Tindakan Penyesuaian

Pasal 23

Selama Tindakan Penyesuaian diberlakukan, eksportir dan/atau pemerintah negara pengekspor sebagaimana dimaksud pada ayat 21 ayat (1) menyampaikan secara berkala kepada Komite pelaksanaan Tindakan Penyesuaian, dan menyetujui untuk dilakukan verifikasi data.

Pasal 24

Dalam hal Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat 21 ayat (2) dilanggar :
a.

terhadap importasi Barang Dumping berikutnya setelah elanggaran, dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping sementara.

b.

terhadap importasi Barang Mengandung Subsidi berikutnya setelah pelanggaran, dapat dikenakan Bea Masuk Imbalan sementara.

c.

terhadap importasi Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi yang dilakukan tidak lebih dari sembilan puluh hari sebelum diberlakukannya Bea Masuk Antidumping sementara atau Bea Masuk Imbalan sementara sebagaimana dimaksud pada hutuf a atau huruf b, dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 3.

Pasal 25

Komite dapat menyarankan kepada eksportir atau negara pengekspor untuk melakukan Tindakan Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

BAB VII
PENETAPAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN

Pasal 26

(1)

Atas dasar hasil akhir dari penyelidikan Komite yang membuktikan adanya Barang Dumping dan/atau Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Menteri Perindustrian dan Perdagangan memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang besarnya sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping dan/atau Subsidi Neto.

(2)

Besarnya nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk barang yang diekspor oleh eksportir atau produsen yang tidak diperiksa dalam penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan setinggi-tingginya sama dengan

a.

rata-rata tertimbang Marjin Dumping yang ditetapkan berdasarkan bukti dan informasi dari eksportir atau produsen yang terpilih untuk diperiksa; atau

b.

selisih antara rata-rata tertimbang Nilai Normal barang yang diekspor oleh eksportir atau produsen yang diperiksa dengan Harga Ekspor dari barang yang diekspor oleh eksportir atau produsen yang tidak diperiksa.

(3)

Dalam menentukan besarnya nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Marjin Dumping yang nilainya nol atau sangat kecil (se minimis) tidak diperhitungkan.

Pasal 27

Atas dasar keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Menteri Keuangan menetapkan besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan.

Pasal 28

(1)

Besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ditetapkan untuk importasi dari masing-masing eksportir atau produsen, atau beberapa eksportir atau produsen Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi.

(2)

Dalam hal eksportir atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari negara yang sama menyangkut jumlah yang besar, pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan dapat ditetapkan untuk setiap importasi dari negara pengekspor.

(3)

Dalam hal beberapa eksportir atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal lebih dari satu negara, pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan dapat ditetapkan untuk setiap importasi dari beberapa eksportir atau produsen atau negara pengekspor yang bersangkutan.

Pasal 29

(1)

Atas dasar keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, importir Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi dapat meminta kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk menetapkan dan mengembalikan kelebihan pembayaran Bea Masuk Antidumping sementara atau Bea Masuk Imbalan sementara atas barang yang telah diimpor sebelum ditetapkan keputusan Menteri Keuangan.

(2)

Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya sembilan puluh hari terhitung sejak penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 30

(1)

Importir dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan atas barang yang diimpor setelah ditetapkan keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(2)

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disetujui dalam hal :

a.

terdapat bukti yang disetujui oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan bahwa Marjin Dumping atau Subsidi Neto yang sebenarnya lebih kecil dari Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang dimaksud; dan

b.

importir telah membayar Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

(3)

Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya sembilan puluh hari terhitung sejak penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 31

(1)

Pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan berlaku sejak ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan berlaku paling lama lima tahun sejak keputusan pengenaan atau peninjauan kembaliyg terakhir.

(2)

Dalam hal Tindakan Sementara sudah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan surut terhitung sejak saat pengenaan Tindakan Sementara.

(3)

Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang pengenaannya didasarkan pada adanya Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 huruf a, dan huruf b sepanjang ancaman Kerugian akan menjadi Kerugian tanpa adanya Tindakan Sementara.

(4) Dalam hal diketahui  bahwa :
a.

barang yang bersangkutan pernah diimpoe sebagai Barang Dumping atau importir mengetahui bahwa selama ini eksportir telah mengekspor Barang Dumping, yang dapat menyebabkan Kerugian; dan

b.

Kerugian tersebut disebabkan oleh Barang Dumping yang diimpor dalam waktu singkat dengan jumlah yang sangat besar yang mempengaruhi efektifitas pengenaan Bea Masuk Antidumping untuk mengehilangkan Kerugian;

pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dimundurkan saat berlakuknya paling lama sembilan puluh hari sebelum saat pengenaan Tindakan Sementara.

(5)

Dalam hal diketahui bahwa Kerugian disebabkan oleh Barang Mengandung Subsidi yang diimpor dalam waktu singkat dengan jumlah yang sangat besar yang mempengaruhi efektifitas pengenaan bmii untuk menghilangkan Kerugian, pemberlakuan surut pengenaan Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dimundurkan saat berlakuknya paling lama sembilan puluh hari sebelum saat pengenaan Tindakan Sementara.

(6)

Pemberlakuan surut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak dapat diberlakukan terhadap pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang pengenaannya  didasarkan kepada adanya Kerugian sebatas dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 huruf b dan huruf c.

Pasal 32

Atas prakarsa Komite atau pemohonan Pihak yang Berkepentingan, pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapat ditinjau kembali paling cepat dua belas setelah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 33

Berdasarkan hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Komite mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk :

a.

menghentikan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan, dalam hal adanya bukti bahwa Kerugian yang disebabkan oleh Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi sudah dapat dihilangkan; atau

b.

melanjutkan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan, dalam hal adanya bukti bahwa Kerugian yang disebabkan oleh Barang Dumping atau Barang Mengandung Subsidi belum dapat dihilangkan.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

 Pasal 34

Penyelidikan yang dilakukan berkaitan dengan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan tidak menghambat penyelesaian kewajiban kepabeanan atas impor barang yang bersangkutan.

Pasal 35

Keberatan terhadap penetapan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan dapat diajukan kepada lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

BAB IX
PENUTUP

 Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Keuangan sesuai bidang tugas masing-masing.

Pasal 37

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 1996

PRESIDEN Republik Indonesia

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
Republik Indonesia


M O E R D I O N O

Penjelasan .......................