MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 170/PMK.05/2010

TENTANG

PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

 

 

b.

bahwa dalam rangka kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran perlu mengatur adanya kepastian waktu penyelesaian tagihan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Satuan Kerja;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Satuan Kerja;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

 

 

4.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

 

 

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan.

 

 

2.

Satuan Kerja, yang selanjutnya disebut Satker, adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu organisasi yang membebani dana APBN.

 

 

3.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat PA/KPA, adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

 

 

4.

Pejabat Pembuat Komitmen, yang selanjutnya disingkat PPK, adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara.

 

 

5.

Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat PP-SPM, adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran dan menerbitkan Surat Perintah Membayar.

 

 

6.

Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan belanja APBN pada Kementerian Negara/Lembaga dan/atau Satker.

 

 

7.

Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai, yang selanjutnya disingkat PPABP, adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan belanja pegawai.

 

 

8.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disingkat KPPN, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

9.

Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat UP, adalah sejumlah uang yang disediakan untuk Satker dalam melaksanakan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

 

 

10.

Tambahan Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat TUP, adalah uang yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan.

 

 

11.

Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk selaku pemberi kerja untuk selanjutnya diteruskan kepada PP-SPM berkenaan.

 

 

12.

Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPP-UP, adalah dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh PPK untuk permintaan pembayaran UP.

 

 

13.

Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPP-TUP, adalah dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh PPK untuk permintaan pembayaran TUP.

 

 

14.

Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPP-GUP, adalah dokumen permintaan pembayaran yang dibuat/diterbitkan oleh PPK yang digunakan sebagai pertanggungjawaban atas penggunaan UP.

 

 

15.

Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil, yang selanjutnya disebut SPP-GUP Nihil, adalah dokumen permintaan pembayaran yang dibuat/diterbitkan oleh PPK yang digunakan sebagai pertanggungjawaban atas penggunaan TUP dan UP pada tahun anggaran dan akhir tahun anggaran.

 

 

16.

Surat Permintaan Pembayaran Langsung, yang selanjutnya disingkat SPP-LS, adalah dokumen permintaan pembayaran yang dibuat/diterbitkan oleh PPK yang dibayarkan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/ Penerima Hak atas dasar kontrak kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya.

 

 

17.

Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.

 

 

18.

Surat Perintah Membayar Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPM-UP, adalah SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk, yang dananya dipergunakan sebagai UP untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari.

 

 

19.

Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPM-TUP, adalah SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk, karena kebutuhan dananya melebihi dari pagu UP yang ditetapkan.

 

 

20.

Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan, yang selanjutnya disingkat SPM-GUP, adalah SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk dengan membebani Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.

 

 

21.

Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil, yang selanjutnya disingkat SPM-GUP Nihil, adalah SPM penggantian UP Nihil yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk selanjutnya disahkan oleh KPPN.

 

 

22.

Surat Perintah Membayar Langsung, yang selanjutnya disingkat SPM-LS, adalah SPM langsung kepada Bendahara Pengeluaran/Penerima Hak yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk atas dasar kontrak kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya.

 

 

23.

Hak tagih adalah hak yang timbul akibat dari penerima hak telah memenuhi kewajibannya yang dinyatakan dalam berita acara atau dokumen lain yang dipersamakan.

 

 

24.

Penerima Hak adalah pejabat negara/pegawai negeri/pihak ketiga/pihak lain yang berhak menerima pembayaran atas pelaksanaan kegiatan/tugas yang membebani APBN.

 

 

25.

Arsip Data Komputer, yang selanjutnya disingkat ADK, adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.

 

 

BAB II

RUANG LINGKUP

 

 

Pasal 2

 

 

Lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur mengenai batas waktu penyelesaian tagihan mulai dari pengajuan tagihan yang lengkap dan benar dari Penerima Hak kepada KPA sampai dengan SPM diterbitkan dan disampaikan ke KPPN.

 

 

BAB III

WEWENANG PA/KPA

 

 

Pasal 3

 

 

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA dapat mendelegasikan kewenangan kepada KPA untuk menetapkan/menunjuk PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran.

   

BAB IV

TUGAS POKOK PPK DAN PP-SPM

   

Pasal 4

 

 

PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

 

 

a.

Menyusun rencana kegiatan dan penarikan dana;

 

 

b.

Membuat perikatan dengan pihak penyedia barang/jasa yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

 

 

c.

Menyiapkan, melaksanakan, dan mengendalikan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa; dan

 

 

d.

Menyiapkan dokumen pendukung yang lengkap dan benar, menerbitkan dan menyampaikan SPP kepada PP-SPM.

 

 

Pasal 5

 

 

PP-SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

 

 

a.

Melakukan pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya yang lengkap dan benar;

 

 

b.

Melakukan pembebanan tagihan kepada Negara; dan

 

 

c.

Membuat dan menandatangani SPM.

 

 

BAB V

BATAS WAKTU PENYELESAIAN TAGIHAN

 

 

Bagian Kesatu

Pengajuan Tagihan

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Tagihan atas pengadaan barang/jasa yang membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh Penerima Hak kepada KPA/PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara.

 

 

(2)

Apabila 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara Penerima Hak belum mengajukan surat tagihan, maka KPA/PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada Penerima Hak untuk mengajukan tagihan.

 

 

(3)

Dalam hal setelah 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penerima Hak belum mengajukan tagihan, maka Penerima Hak pada saat mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada KPA/PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.

 

 

(4)

Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:

 

 

 

a.

Kontrak/Surat Perintah Kerja/ Surat Tugas/ Surat Perjanjian/ Surat Keputusan;

 

 

 

b.

Berita Acara Kemajuan Pekerjaan;

 

 

 

c.

Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;

 

 

 

d.

Berita Acara Serah Terima barang/pekerjaan; dan/atau

 

 

 

e.

Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan.

   

Bagian Kedua

Penyelesaian SPP

   

Pasal 7

 

 

(1)

SPP-UP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran.

 

 

(2)

SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat persetujuan TUP dari Kepala KPPN/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(3)

SPP-GUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar.

 

 

(4)

SPP-GUP Nihil atas TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP.

 

 

(5)

SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah dokumen pendukung SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterima secara lengkap dan benar dari PPABP.

 

 

(6)

SPP-LS untuk non-belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PP-SPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung SPP-LS diterima secara lengkap dan benar dari Penerima Hak.

 

 

(7)

Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.

 

 

Bagian Ketiga

Pengujian SPP dan Penerbitan SPM

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pengujian SPP-UP/TUP sampai dengan penerbitan SPM-UP/TUP oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPP-UP/TUP beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari PPK.

 

 

(2)

Pengujian SPP-GUP sampai dengan penerbitan SPM-GUP oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah SPP-GUP beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari PPK.

 

 

(3)

Pengujian SPP-GUP Nihil atas TUP sampai dengan penerbitan SPM-GUP Nihil atas TUP oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah SPP-GUP Nihil atas TUP beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari PPK.

 

 

(4)

Pengujian SPP-LS sampai dengan penerbitan SPM–LS oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah SPP-LS beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari PPK.

 

 

(5)

Dalam hal PP-SPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung SPP tidak lengkap dan benar, maka PP-SPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP.

 

 

BAB VI

PENYAMPAIAN SPM

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

SPM beserta dokumen pendukung yang dilengkapi dengan ADK SPM disampaikan kepada KPPN oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan.

 

 

(2)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Satker yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

TANGGUNG JAWAB KPA TERHADAP

BATAS WAKTU PENYELESAIAN TAGIHAN

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

KPA melakukan pengawasan terhadap proses penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker-nya masing-masing.

 

 

(2)

KPA bertanggungjawab atas ketepatan waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker-nya masing-masing.

 

 

BAB VIII

SANKSI

 

 

Pasal 11

   

KPA, PPK, dan PP-SPM yang tindakannya mengakibatkan keterlambatan penyelesaian tagihan dari ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dikenakan sanksi disiplin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.

 

 

BAB IX

PENGAWASAN TERHADAP BATAS WAKTU

PENYELESAIAN TAGIHAN

 

 

Pasal 12

   

Inspektorat Jenderal/Aparat Pengawas Internal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker Kementerian Negara/Lembaga masing-masing.

   

BAB X

KETENTUAN LAIN-LAIN

   

Pasal 13

   

(1)

Batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN pada akhir tahun anggaran menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran dan peraturan pelaksanaannya.

   

(2)

Pengaturan mengenai penyelesaian SPP dan SPM pada Satker Perwakilan/Atase di luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

   

(3)

Dokumen pendukung sebagai lampiran pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan dokumen pendukung sebagai lampiran pengajuan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedoman pembayaran dalam pelaksanaan APBN.

   

(4)

Proses batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN dituangkan dalam routing slip atau dokumen lain yang merupakan alur proses penyelesaian tagihan pada Satker.

   

(5)

Alur proses penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

   

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

   

Pasal 14

   

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

   

Pasal 15

   

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2010.

             

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

             
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 20 September 2010

           

MENTERI KEUANGAN,

             
             
           

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

             

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 20 September 2010

 

MENTERI HUKUM DAN HAM

 
             
             

PATRIALIS AKBAR

 
             
             

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 452

Lampiran.................