PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 78 TAHUN 2010


TENTANG


PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM
PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka meningkatkan kelayakan kredit (credit worthiness) proyek infrastruktur sebagai upaya mendorong partisipasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur, proyek infrastruktur yang disediakan berdasarkan skema kerja sama antara Pemerintah dengan badan usaha di bidang infrastruktur sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, dapat diberikan Jaminan Pemerintah;

 

 

b.

bahwa Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

 

 

c.

bahwa Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui Badan Usaha Milik Negara yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan penjaminan infrastruktur yang merupakan bagian dari pelaksanaan prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan negara;

   

d.

bahwa berdasarkan Pasal 17C ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, ketentuan mengenai pemberian Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri;

   

e.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4285);

   

3.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

   

4.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

 

 

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 72);

 

 

7.

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Penjaminan.

 

 

2.

Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama adalah kewajiban untuk membayar kompensasi finansial kepada Badan Usaha atas terjadinya Risiko Infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pihak Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama sesuai dengan Alokasi Risiko sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

3.

Risiko Infrastruktur adalah peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi pada Proyek Kerja Sama selama berlakunya Perjanjian Kerja Sama yang dapat mempengaruhi secara negatif investasi Badan Usaha, yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga.

 

 

4.

Alokasi Risiko adalah distribusi Risiko Infrastruktur kepada pihak yang paling mampu mengelola, mengendalikan atau mencegah terjadinya Risiko Infrastruktur, atau menyerap Risiko Infrastruktur.

 

 

5.

Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam hal berdasarkan peraturan perundang-undangan, penyediaan infrastruktur diselenggarakan atau dilaksanakan oleh BUMN/BUMD.

 

 

6.

Badan Usaha adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

7.

Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Infrastruktur serta telah diberikan modal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.

 

 

8.

Penjamin adalah Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang melaksanakan tugas Penjaminan Infrastruktur.

 

 

9.

Penerima Jaminan adalah Badan Usaha yang menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

10.

Usulan Penjaminan adalah usulan tertulis Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama kepada Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur untuk melakukan Penjaminan Infrastruktur.

 

 

11.

Pernyataan Kesediaan adalah pernyataan tertulis Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur kepada Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama mengenai dapat dilakukannya Penjaminan Infrastruktur pada Proyek Kerja Sama yang akan dituangkan lebih lanjut dalam Perjanjian Penjaminan.

 

 

12.

Perjanjian Penjaminan adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Penjamin dan Penerima Jaminan dalam rangka Penjaminan Infrastruktur.

 

 

13.

Perjanjian Kerja Sama adalah kesepakatan tertulis yang berisi hak dan kewajiban antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dan Badan Usaha dalam rangka melaksanakan Proyek Kerja Sama.

 

 

14.

Proyek Kerja Sama adalah penyediaan infrastruktur yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

15.

Dukungan Pemerintah adalah Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

16.

Masa Persiapan Pelaksanaan Proyek Kerja Sama adalah masa sejak penandatanganan Perjanjian Kerja Sama hingga tercapainya perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

17.

Masa Konstruksi Proyek Kerja Sama adalah masa sejak tercapainya perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur hingga tanggal dimulainya operasi komersial sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

18.

Masa Operasional Proyek Kerja Sama adalah masa sejak tanggal dimulainya operasi komersial hingga tanggal berakhirnya Perjanjian Kerja Sama sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian Kerja Sama.

 

 

19.

Peraturan Perundang-undangan tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur adalah Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, termasuk peraturan-peraturan pelaksanaannya dan segala perubahan-perubahannya.

 

 

20.

Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama atas apa yang telah dibayarkannya kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut (time value of money).

 

 

BAB II

 

 

PRINSIP, RUANG LINGKUP, DAN PERSYARATAN UMUM

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Prinsip

 

 

Pasal 2

 

 

Penjaminan Infrastruktur dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

 

 

a.

Penjaminan Infrastruktur dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan negara guna menjaga kesinambungan APBN (fiscal sustainability).

 

 

b.

Penjaminan Infrastruktur diselenggarakan oleh Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Ruang Lingkup

 

 

Pasal 3

 

 

Ruang lingkup Peraturan Presiden ini adalah Penjaminan Infrastruktur dalam rangka Proyek Kerja Sama sesuai Peraturan Perundang-undangan di bidang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

 

 

Pasal 4

 

 

Penjaminan Infrastruktur diberikan terhadap Risiko Infrastruktur yang:

 

 

a.

lebih mampu dikendalikan, dikelola atau dicegah terjadinya, atau diserap oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama daripada Badan Usaha;

 

 

b.

bersumber (risk factor) dari Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama; dan/atau

 

 

c.

bersumber (risk factor) dari Pemerintah selain Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Persyaratan Umum

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Penjaminan Infrastruktur diberikan sepanjang Perjanjian Kerja Sama dalam rangka melaksanakan Proyek Kerja Sama memuat paling kurang ketentuan-ketentuan mengenai:

 

 

 

a.

pembagian Risiko Infrastruktur antara kedua belah pihak sesuai dengan Alokasi Risiko;

 

 

 

b.

upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya risiko dan mengurangi dampaknya apabila terjadi;

 

 

 

c.

jumlah Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dalam hal Risiko Infrastruktur yang menjadi tanggung jawab Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat Perjanjian Kerja Sama ditandatangani;

 

 

 

d.

jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama termasuk masa tenggang (grace period);

 

 

 

e.

prosedur yang wajar untuk menentukan kapan Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama telah berada dalam keadaan tidak sanggup untuk melaksanakan Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama;

 

 

 

f.

prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dan Badan Usaha sehubungan pelaksanaan Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase;

 

 

 

g.

hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.

 

 

(2)

Penjaminan Infrastruktur diberikan sepanjang Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama sanggup:

 

 

 

a.

menerbitkan surat pernyataan mengenai keabsahan Perjanjian Kerja Sama; dan

 

 

 

b.

memberikan komitmen tertulis kepada Penjamin untuk:

 

 

 

 

1.

melaksanakan usaha terbaiknya dalam mengendalikan, mengelola atau mencegah, dan mengurangi dampak terjadinya Risiko Infrastruktur yang menjadi tanggung jawabnya sesuai Alokasi Risiko sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama selama berlakunya Perjanjian Penjaminan;

 

 

 

 

2.

memenuhi Regres, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

(3)

Penjaminan Infrastruktur diberikan sesuai dengan kecukupan modal Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

BAB III

 

 

PENJAMINAN INFRASTRUKTUR

 

 

Bagian Kesatu

 

 

usulan Penjaminan

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Penjaminan Infrastruktur dilakukan berdasarkan Usulan Penjaminan yang disampaikan oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama kepada Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebelum dimulainya pelaksanaan pengadaan Badan Usaha.

 

 

(2)

Usulan Penjaminan berisi paling kurang:

 

 

 

a.

uraian lengkap mengenai rencana pembagian risiko berdasarkan Alokasi Risiko antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dan Badan Usaha yang akan dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama;

 

 

 

b.

uraian lengkap mengenai Dukungan Pemerintah yang akan diberikan pada Proyek Kerja Sama, jika ada;

 

 

 

c.

cakupan penjaminan yang diusulkan meliputi:

 

 

 

 

1.

jenis Risiko Infrastruktur yang diusulkan untuk dijamin;

 

 

 

 

2.

prosentase Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang diusulkan untuk dijamin; dan

 

 

 

 

3.

periode penjaminan yang diusulkan, yakni:

 

 

 

 

 

a)

sepanjang atau sebagian Masa Persiapan Pelaksanaan Proyek;

 

 

 

 

 

b)

sepanjang atau sebagian Masa Konstruksi Proyek; dan/atau

 

 

 

 

 

c)

sepanjang atau sebagian Masa Operasional Proyek.

 

 

(3)

Usulan Penjaminan dilampiri paling kurang:

 

 

 

a.

Matriks risiko pada Proyek Kerja Sama;

 

 

 

b.

rancangan Perjanjian Kerja Sama;

 

 

 

c.

proyeksi keuangan Proyek Kerja Sama.

 

 

Bagian Kedua
Evaluasi Usulan Penjaminan

   

Pasal 7

 

 

(1)

Untuk menerima atau menolak Usulan Penjaminan, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur wajib melakukan evaluasi terhadap Usulan Penjaminan.

   

(2)

Dalam rangka melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dapat meminta Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama untuk:

 

 

 

a.

melengkapi dokumen, data, dan keterangan lainnya yang berkaitan dengan Usulan Penjaminan;

 

 

 

b.

merevisi Usulan Penjaminan dan/atau ketentuan-ketentuan tertentu dalam rancangan Perjanjian Kerja Sama agar sesuai dengan cakupan penjaminan yang diusulkan oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c atau yang mampu diberikan oleh Penjamin; atau

 

 

 

c.

memperbaiki kelayakan teknis dan finansial Proyek Kerja Sama.

 

 

(3)

Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur menerima Usulan Penjaminan setelah hasil evaluasi paling kurang menunjukkan bahwa:

 

 

 

a.

Usulan Penjaminan telah disampaikan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden ini;

 

 

 

b.

Proyek Kerja Sama telah memenuhi kelayakan baik secara teknis maupun finansial;

 

 

 

c.

rancangan Perjanjian Kerja Sama yang dilampirkan dalam Usulan Penjaminan telah memuat ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);

 

 

 

d.

nilai cakupan penjaminan yang diusulkan tidak mengakibatkan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur melampaui kecukupan modalnya.

 

 

(4)

Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan huruf a, huruf b, dan huruf c tidak terpenuhi, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur menolak Usulan Penjaminan.

 

 

(5)

Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan huruf a, huruf b, dan huruf c terpenuhi namun huruf d tidak terpenuhi, Menteri Keuangan dapat ikut serta melaksanakan penjaminan berdasarkan pembagian risiko.

 

 

(6)

Agar Menteri Keuangan dapat ikut serta melaksanakan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur terlebih dahulu harus:

 

 

 

a.

meneruskan Usulan Penjaminan;

 

 

 

b.

menyampaikan hasil evaluasi Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan

     

c.

menyampaikan usulan pembagian risiko.

 

 

(7)

Menteri Keuangan melakukan penelahaan terhadap dokumen-dokumen yang disampaikan oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

 

 

(8)

Berdasarkan hasil penelahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri Keuangan memutuskan menerima atau menolak Usulan Penjaminan.

 

 

(9)

Keputusan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur terhadap Usulan Penjaminan, mengikuti keputusan dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).

 

 

(10)

Pemberian penjaminan oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dengan keikutsertaan Menteri Keuangan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Penerbitan Pernyataan Kesediaan

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pernyataan Kesediaan dikeluarkan setelah Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur menerima Usulan Penjaminan.

 

 

(2)

Pernyataan Kesediaan memuat informasi mengenai cakupan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c.

 

 

Pasal 9

 

 

Pernyataan Kesediaan dicantumkan oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dalam dokumen pengadaan Badan Usaha dan tidak menimbulkan akibat hukum apapun kepada Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebelum ditandatanganinya Perjanjian Penjaminan.

 

 

Bagian Keempat

 

 

Penandatanganan Perjanjian Penjaminan

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Perjanjian Penjaminan ditandatangani Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebagai Penjamin dengan Badan Usaha sebagai Penerima Jaminan, pada saat yang bersamaan dengan atau setelah penandatanganan Perjanjian Kerja Sama.

 

 

(2)

Perjanjian Penjaminan paling kurang memuat ketentuan mengenai:

 

 

 

a.

cakupan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c yang disetujui oleh Penjamin dan Penerima Jaminan;

 

 

 

b.

tata cara pelaksanaan kewajiban Penjamin terhadap Penerima Jaminan;

 

 

 

c.

tata cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul antara Penjamin dan Penerima Jaminan yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau arbitrase;

 

 

 

d.

hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.

 

 

Bagian Kelima

 

 

Pengajuan dan Penyelesaian Klaim Jaminan

 

 

Pasal 11

 

 

Penerima Jaminan mengajukan klaim kepada Penjamin apabila:

 

 

a.

Penerima Jaminan telah menerima pemberitahuan dari Penjamin bahwa Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama telah mengakui ketidaksanggupannya untuk melaksanakan Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Kerja Sama; atau

 

 

b.

dalam jangka waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama berdasarkan Perjanjian Kerja Sama, Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama tidak membayar tagihan yang diajukan oleh Penerima Jaminan.

 

 

Pasal 12

 

 

Penjamin memeriksa klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan untuk memastikan:

 

 

a.

kesesuaian antara klaim tersebut dengan cakupan penjaminan yang telah disetujui berdasarkan Perjanjian Penjaminan; dan

 

 

b.

tidak ada perselisihan antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dan Penerima Jaminan mengenai tagihan yang diajukan oleh Penerima Jaminan kepada Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama.

 

 

Pasal 13

 

 

Penjamin melaksanakan kewajibannya kepada Penerima Jaminan setelah hasil verifikasi menunjukkan bahwa kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 telah terpenuhi.

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Dalam hal terjadi perselisihan antara Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama dan Penerima Jaminan sehubungan dengan tagihan yang diajukan oleh Penerima jaminan kepada Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama, penyelesaian perselisihan dilakukan dengan cara yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

 

 

(2)

Keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Penjamin untuk melaksanakan kewajiban penjaminan.

 

 

Bagian Keenam

 

 

Regres

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Dalam hal Penjamin telah melaksanakan kewajibannya kepada Penerima Jaminan berdasarkan Perjanjian Penjaminan, maka Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama berkewajiban untuk memenuhi Regres.

 

 

(2)

Dalam hal Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama adalah Menteri/Kepala Lembaga, pemenuhan Regres dilakukan dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

 

(3)

Dalam hal Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama adalah Kepala Daerah, pemenuhan Regres dilakukan dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

 

 

(4)

Dalam hal Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama adalah BUMN/BUMD, pemenuhan Regres dilakukan dengan mekanisme korporasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

 

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Bagian Ketujuh

 

 

Imbal Jasa Penjaminan

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Atas Penjaminan Infrastruktur yang diberikan, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dapat mengenakan imbal jasa penjaminan.

 

 

(2)

Dalam menentukan nilai imbal jasa penjaminan yang akan dikenakan, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dapat mempertimbangkan:

 

 

 

a.

nilai kompensasi finansial dari jenis Risiko Infrastruktur yang akan dijamin;

 

 

 

b.

biaya yang dikeluarkan untuk memberikan jaminan;

 

 

 

c.

margin keuntungan yang wajar.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai imbal jasa penjaminan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

BAB IV

 

 

BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR

 

 

Bagian Pertama

 

 

Pelaksana Penjaminan Infrastruktur

 

 

Pasal 17

 

 

Dalam rangka melaksanakan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Infrastruktur, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur harus memiliki kecukupan modal, independensi, solvabilitas, dan manajemen yang kredibel sehingga memungkinkan untuk memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat pemerintah (sovereign rating) atau sama dengan peringkat investasi (investment grade).

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Dalam rangka meningkatkan kredibilitas Penjaminan Infrastruktur, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur:

 

 

 

a.

wajib melaksanakan kepengurusan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

 

 

 

b.

melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sejenis.

 

 

(2)

Dalam hal kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memerlukan jaminan pemerintah, Menteri Keuangan dapat memberikan counter-guarantee kepada lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sejenis.

 

 

(3)

Dalam hal Menteri Keuangan memberikan counter guarantee sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kewajiban kontijensi yang timbul harus dilaporkan dalam APBN.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian counter guarantee diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Kekayaan

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Dana Penjaminan Infrastruktur bersumber dari seluruh kekayaan yang dimiliki oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

(2)

Kekayaan yang dimiliki oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur bersumber dari penyertaan modal Negara Republik Indonesia.

 

 

(3)

Menteri Keuangan mencukupi kekayaan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur melalui mekanisme APBN.

 

 

(4)

Dalam melakukan kegiatannya, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dapat mengupayakan pendannan yang berasal dari:

 

 

 

a.

hasil usaha;

 

 

 

b.

hibah;

 

 

 

c.

pinjaman; dan

 

 

 

d.

penyertaan modal pihak ketiga.

   

Pasal 20

   

Penempatan sejumlah tertentu kekayaan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam bentuk instrumen keuangan, berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

   

Pasal 21

   

Menteri Keuangan menetapkan ketentuan mengenai kecukupan modal dari Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dan meninjau kembali rasio kecukupan modal tersebut selambat-lambatnya setiap 2 (dua) tahun, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan program nasional percepatan penyediaan infrastruktur atau usulan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

   

Bagian Ketiga

 

 

Pembinaan dan Pengawasan

 

 

Pasal 22

   

Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam melaksanakan Penjaminan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 23

   

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur wajib menyampaikan:

 

 

a.

laporan pengelolaan pengendalian kewajiban kontijensi triwulanan;

 

 

b.

laporan keuangan triwulanan;

 

 

c.

laporan kegiatan usaha semesteran; dan

   

d.

laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

 

 

BAB V

 

 

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 24

 

 

Terhadap Usulan Penjaminan dari Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang telah disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk Proyek Kerja Sama yang telah dimulai pengadaannya sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden ini, Usulan Penjaminan dimaksud dapat dialihkan prosesnya oleh Menteri Keuangan kepada Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur agar dapat ditindaklanjuti dan diupayakan pelaksanaannya oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan tugasnya berdasarkan Peraturan Presiden ini.

 

 

Pasal 25

 

 

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24, namun modal Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur belum mencukupi, Menteri Keuangan dapat memberikan penjaminan bersama dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

 

 

BAB VI

 

 

PENUTUP

   

Pasal 26

   

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

               
             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 21 Desember 2010

             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             

                        ttd.

             

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO