MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77/PMK.08/2012

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 170/PMK.08/2008 TENTANG TRANSAKSI SURAT UTANG NEGARA

SECARA LANGSUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka mengoptimalkan transaksi Surat Utang Negara secara langsung dalam rangka pengelolaan portofolio Surat Utang Negara dan melaksanakan stabilisasi pasar Surat Utang Negara, dipandang perlu melakukan perubahan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.08/2011;

   

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 Tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);

   

2.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

   

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.08/2011;

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.08/2008 TENTANG TRANSAKSI SURAT UTANG NEGARA SECARA LANGSUNG.

 

Pasal I

   

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.08/2011 diubah sebagai berikut:

   

1.

Ketentuan Pasal 1 angka 12 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 1

     

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

     

1.

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.

     

2.

Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

     

3.

Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.

     

4.

Surat Utang Negara Seri Benchmark adalah seri Surat Utang Negara yang menjadi acuan untuk pemenuhan kewajiban kuotasi dari Dealer Utama.

     

5.

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung adalah penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana, penjualan Surat Utang Negara di Pasar Sekunder atau Pembelian Surat Utang Negara di Pasar Sekunder, yang dilakukan Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan secara langsung melalui fasilitas Dealing Room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.

     

6.

Pembelian Surat Utang Negara di Pasar Sekunder adalah pembelian Surat Utang Negara di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai.

     

7.

Dealing Room adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk melakukan Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung, yang dilengkapi dengan alat komunikasi, perekam dan perangkat pendukung lainnya.

     

8.

Dealer Utama adalah Bank atau Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Dealer Utama.

     

9.

Pihak adalah orang perorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan.

     

10.

Harga Setelmen adalah:

       

a.

harga yang dibayarkan oleh Dealer Utama, atau Lembaga Penjamin Simpanan kepada Pemerintah atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price) dengan memperhitungkan bunga berjalan (accrued interest), dalam hal penjualan Surat Utang Negara dengan kupon;

       

b.

harga yang dibayarkan oleh Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan kepada Pemerintah atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price), dalam hal penjualan Surat Utang Negara dengan pembayaran bunga secara diskonto;

       

c.

harga yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price) dengan memperhitungkan bunga berjalan (accrued interest), dalam hal Pembelian Surat Utang Negara dengan kupon; atau

       

d.

harga yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan atas Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang telah disepakati (clean price), dalam hal Pembelian Surat Utang Negara dengan pembayaran bunga secara diskonto.

     

11.

Setelmen adalah penyelesaian Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan Surat Utang Negara.

     

12.

Seri Surat Utang Negara Yang Kurang Likuid adalah seri-seri Surat Utang Negara yang dapat diperdagangkan yang memiliki rata-rata volume perdagangan harian di bawah atau kurang dari rata-rata tertimbang (weighted average) volume perdagangan harian seluruh seri Surat Utang Negara yang dapat diperdagangkan untuk periode 3 (tiga) bulan sebelumnya.

     

13.

Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

     

14.

Komite Risiko adalah komite yang dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.

   

2.

Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 5

     

(1)

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan dalam hal terjadi kondisi adanya indikasi peningkatan yield yang signifikan pada Surat Utang Negara seri benchmark.

     

(2)

Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

       

a.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang secara langsung; atau

       

b.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang atas permintaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Pusat Investasi Pemerintah dalam hal ditugaskan Menteri Keuangan untuk membeli Surat Utang Negara di pasar sekunder dalam rangka stabilisasi pasar Surat Berharga Negara.

   

3.

Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 6

     

(1)

Besaran peningkatan yield sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditentukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang setelah mempertimbangkan masukan dari Komite Risiko.

     

(2)

Besaran peningkatan yield sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang kepada Menteri Keuangan.

   

4.

Diantara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 7A sehingga berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 7A

     

Kriteria untuk menentukan seri Surat Utang Negara Yang Kurang Likuid sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, ditentukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang setelah mempertimbangkan masukan dari Komite Risiko.

 

Pasal II

   

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

             
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 22 Mei 2012

           

MENTERI KEUANGAN,

             
            ttd.
             
            AGUS D.W. MARTOWARDOJO
             

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 22 Mei 2012

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

 
   
ttd.  
   
AMIR SYAMSUDIN  
   
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 541