Bagian Kedelapan
Peraturan Daerah
Pasal 38
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan
Peraturan Daerah.
|
Pasal 39
(1). |
Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau Peraturan
Daerah yang lebih tinggi tingkatannya. |
(2). |
Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi
tingkatannya. |
(3). |
Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang termasuk urusan
rumah tangga Daerah tingkat bawahnya. |
|
Pasal 40
(1). |
Peraturan Daerah diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah
yang bersangkutan. |
(2). |
Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan
dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan. |
(3). |
Peraturan Daerah yang tidak memerlukan pengesahan mulai berlaku pada
tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan. |
(4). |
Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal
pengundangannya atau pada tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah
yang bersangkutan. |
(5). |
Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan
sebelum pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan
untuk pengesahannya berakhir. |
|
Pasal 41
(1). |
Peraturan Daerah Tingkat I dan Peraturan Daerah Tingkat II dapat memuat
ketentuan ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.50.000,- (limapuluh ribu rupiah) dengan atau tidak
dengan merampas barang tertentu untuk Negara, kecuali jika ditentukan lain
dalam peraturan perundang-undangan. |
(2). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang. |
(3). |
Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
|
|
Pasal 42
(1). |
Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar. |
(2). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang. |
|
Pasal 43
(1). |
Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
Peraturan Daerah, dilakukan oleh alat-alat penyidik dan penuntut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(2). |
Dengan Peraturan Daerah dapat ditunjuk Pegawai-pegawai Daerah yang
diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
Peraturan Daerah. |
|
Pasal 44
(1). |
Bentuk Peraturan Daerah ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri. |
(2). |
Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah dan ditandatangani
serta oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
|
Pasal 45
Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan
Peraturan Daerah atau urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan. Bagian
Kesembilan Badan Pertimbangan Daerah
|
Pasal 46
(1). |
Di Daerah dibentuk Badan Pertimbangan Daerah yang keanggotaannya terdiri
dari Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan unsur Fraksi-fraksi yang
belum terwakili dalam Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(2). |
Badan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini bertugas untuk memberikan
pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Daerah. |
(3). |
Pembentukan, jumlah Anggota dan tata kerja Badan yang dimaksud dalam
ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. |
|
Bagian Kesepuluh
Sekretariat Daerah
Pasal 47
(1). |
Sekretariat Daerah adalah unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintah Daerah. |
(2). |
Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Sekretariat Daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri. |
(3). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang, |
|
Pasal 48
(1). |
Sekretariat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretariat Daerah. |
(2). |
Sekretariat Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari
Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan atas usul Gubernur Kepala Daerah
setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
|
(3). |
Sekretaris Daerah Tingkat II diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah atas
nama Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan
atas usul Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(4). |
Persyaratan dan tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam
ayat-ayat (2) dan (3) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. |
(5). |
Apabila Sekretaris Daerah berhalangan menjalankan tugasnya, maka tugas
Sekretaris Daerah dijalankan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. |
|
Bagian Kesebelas
Dinas Daerah
Pasal 49
(1). |
Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah. |
(2). |
Pembentukan susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri. |
(3). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang. |
|
Bagian Keduabelas
Kepegawaian
Pasal 50
(1). |
Pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun,
uang tunggu, dan hal-hal lain mengenai kedudukan hukum Pegawai Daerah,
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman uang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri. |
(2). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang. |
|
Pasal 51
(1). |
Pegawai Negeri dari sesuatu Departemen dapat diperbantukan atau dipekerjakan
kepada Daerah, dengan Keputusan Menteri atas permintaan Kepala Daerah yang
bersangkutan. |
(2). |
Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat
dan hubungan kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan dengan perangkat Daerah
sepanjang diperlukan. |
|
Pasal 52
(1). |
Pegawai Daerah Tingkat I dapat diperbantukan atau dipekerjakan kepada
Daerah Tingkat II dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I, atas permintaan
Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. |
(2). |
Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat
dan hubungan kerja Pegawai Daerah yang bersangkutan dengan perangkat Daerah
Tingkat II sepanjang diperlukan. |
|
Pasal 53
Semua pegawai, baik Pegawai Negeri maupun Pegawai Daerah, yang diperbantukan
atau dipekerjakan kepada sesuatu Daerah berada di bawah pimpinan Kepala
Daerah yang bersangkutan.
|
Pasal 54
(1). |
Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Daerah di atur oleh Kepala Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(2). |
Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Negeri yang diperbantukan atau
dipekerjakan kepada Daerah di atur dengan peraturan perundang-undangan. |
|
Bagian Ketigabelas
Keuangan Daerah
Paragrap 1
Pendapatan Daerah
Pasal 55
Sumber pendapatan Daerah adalah :
a. |
Pendapatan asli Daerah sendiri, yang terdiri dari :
1. |
hasil pajak Daerah; |
2. |
hasil retribusi Daerah; |
3. |
hasil perusahaan Daerah; |
4. |
lain-lain hasil usaha Daerah yang sah. |
|
b. |
Pendapatan berasal dari pemberian Pemerintah yang terdiri dari :
1. |
sumbangan dari Pemerintah; |
2. |
sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan; |
|
c. |
Lain-lain pendapatan yang sah. |
|
Pasal 56
Dengan Undang-undang sesuatu pajak Negara dapat diserahkan kepada 6Daerah.
|
Pasal 57
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Daerah diatur dengan Undang-undang.
|
Pasal 58
(1). |
Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang pajak dan retribusi
Daerah. |
(2). |
Dengan Peraturan Daerah ditetapkan pungutan pajak dan retribusi Daerah. |
(3). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang, menurut cara yang diatur dalam Undang-undang
dan tidak boleh berlaku surut. |
(4). |
Pengembalian atau pembebasan pajak Daerah dan atau retribusi Daerah
hanya dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah. |
|
Pasal 59
(1). |
Pemerintah Daerah dapat mengadakan Perusahaan Daerah yang penyelenggaraan
dan pembinaannya dilakukan berdasarkan azas ekonomi perusahaan. |
(2). |
Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang Perusahaan
Daerah. |
|
Pasal 60
(1). |
Dengan Peraturan Daerah dapat diadakan usaha-usaha sebagai sumber pendapatan
Daerah. |
(2). |
Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang. |
|
Pasal 61
(1). |
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat
membuat Keputusan untuk mengadakan hutang-piutang atau menanggung pinjaman
bagi kepentingan dan atas beban Daerah. |
(2). |
Dalam Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,
ditetapkan juga sumber pembayaran bunga dan angsuran pinjaman itu serta
cara pembayarannya. |
(3). |
Keputusan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada
pengesahan Menteri Dalam Negeri. |
|
Paragrap 2
Pengurus, pertanggungjawaban,dan Pengawasan Keuangan
serta Barang-barang Milik Daerah
Pasal 62
(1). |
Kepala Daerah menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan Daerah berdasarkan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. |
(2). |
Uang Daerah disimpan pada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah. |
(3). |
Selama belum ada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah, atas permintaan
Pemerintah Daerah, Menteri Keuangan dapat menugaskan Kas Negara atau Bank
Pemerintah tertentu untuk melaksanakan pekerjaan mengenai penerimaan penyimpanan,
pembayaran atau penyerahan uang, surat bernilai uang dan atau barang untuk
kepentingan Daerah. |
|
Pasal 63
(1). |
Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum
tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan
atau digadaikan, kecuali dengan Keputusan Kepala Daerah dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(2). |
Penjualan dan penyerahan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hanya
dapat dilakukan dimuka umum, kecuali apabila ditentukan lain dalam Keputusan
Kepala Daerah yang dimaksud dalam dalam ayat (1) pasal ini. |
(3). |
Dengan persetujuan Dewan Perwakila Rakyat Daerah Kepala Daerah dapat
menetapkan Keputusan tentang :
a. |
penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya ; |
b. |
persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ; |
c. |
tindakan hukum lain, mengenai barang hak milik atau hak Daerah. |
|
(4). |
Keputusan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2), dan (3) pasal ini,
berlaku sesudah ada pengesahan Menteri Dalam Negeri. |
|
Pasal 64
(1). |
Tahun anggaran Daerah adalah sama dengan tahun anggaran Negara. |
(2). |
Dengan Peraturan Daerah, tiap tuhun, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran
tertentu, ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. |
(3). |
Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah ditetapkan Anggaran pendapatan dan Belanja Negara untuk taun anggaran
tertentu, ditetapkan perhitungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
tahun anggaran sebelumnya. |
(4). |
Apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada permulaan tahub
anggaran yang bersangkutan belum mendapat pengesahan dari pejabat yang
berwenang dan belum diundangkan, maka Pemerintah daerah menggunakan anggaran
tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan keuangannya. |
(5). |
Pemerintah Daerah wajib mencukupi anggaran belanja rutin dengan pendapatannya
sendiri. |
(6). |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perubahannya, sepanjang
tidak dikuasakan sendiri oleh Anggaran itu,dilaksanakan ada pengesahan
pejabat yang berwenang. |
(7). |
pengesahan atau penolakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh
pejabat yang berwenang dapat dilakukan pos demi pos atau secara keseluruhan. |
(8). |
Dengan Peraturan Pemerintah diatur ketentuan-ketentuan tentang cara
:
a. |
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; |
b. |
pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan Daerah; |
c. |
penyusunan perhitungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
. |
|
(9). |
Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur lebih lanjut cara melaksanakan
ketetuan yang dimaksud dalam ayat (8) pasal ini. |
|
Bagian Keempatbelas
Kerjasama dan Perselisihan
Antar Daerah
Pasal 65
(1). |
Beberapa Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bersama untuk
mengatur kepentingan Daerahnya secara bersama-sama. |
(2). |
Peraturan Bersama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, demikian
pula mengenai perubahan dan pencabutannya, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang. |
(3). |
Dalam hal tidak tercapai kata sepakat mengenai perubahan dan atau pencabutanyang
dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka pejabat yang berwenang mengambil
keputusan. |
(4). |
Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan untuk melancarkan pelaksanaan
kerjasama antar Pemerintah Daerah. |
|
Pasal 66
(1). |
Perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat I dan antara Pemerintah
Daerah Tingkat II dan perselisihan antar Pemerintah daerah Tingkat II yang
tidak terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama diselesaikan oleh Menteri
Dalam Negeri. |
(2). |
Perselisihan antar Pemerintah daerah Tingkat II yang terletak dalam
Daerah TIngkat I yang sama, diselesaikan oleh Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan. |
|
Bagian Kelimabelas
Pembinaan
Pasal 67
Menteri Dalam Negeri melaksanakan pembinaan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan Daerah untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya,
baik mengenai urusan rumah tangga Daerah maupun mengenai urusan tugas pembantuan.
|
Bagian Keenambelas
Pengawasan
Paragrap 1
Pengawasan Prepentip
Pasal 68
Dengan peraturan Pemerintah dapat ditentukan bahwa Peraturan Daerah
dan Keputusan Kepala Daerah mengenai hal-hal tertentu, baru berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang.
|
Pasal 69
(1). |
Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan,
dapat dijalankan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, atau apabila
setelah 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dan atau Keputusan
Kepala Daerah tersebut,pejabat yang berwenang tidak mengambil sesuatu keputusan. |
(2). |
angka waktu 3 (tiga) bulan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,
oleh pejabat yang berwenang dapat diperpanjang 3 (tiga) bulan lagi, dengan
memberitahukannya kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan sebelum jangka
waktu yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berakhir. |
(3). |
Penolakan pengesahan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang diberitahukan
kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai alasan-alasannya. |
(4). |
Terhadap penolakan pengesahan yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini,
Daerah yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai saat
pemberitahuan penolakan pengesahan itu diterima, dapat mengajukan keberatan
kepada pejabat setingkat lebih atas dari pejabat yang menolak. |
|
Paragrap 2
Pengawasan Represip
Pasal 70
(1). |
Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah
tingkat atasnya ditangguhkan berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang
berwenang. |
(2). |
Apabila Gubernur Kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menangguhkan
atau membatalkan Peraturan Daerah Tingkat II dan atau Keputusan Kepala
Daerah Tingkat II sesuai dengan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,maka
penangguhannya dan atau pembatalannya dapat dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri. |
(3). |
Pembatalan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud
dalam ayat-ayat (1) dab (2) pasal ini,karena bertentangan dengan kepentingan
umum,peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah Tingkat atasnya,
mengakibatkan batalnya semua akibat dari Peraturan Daerah dan atau Keputusan
Kepala Daerah yang dimaksud, sepanjang masih dapat dibatalkan. |
(4). |
Keputusan penangguhan atau pembatalan yang dimaksud dalam ayat-ayat
(1) dan (2) pasal ini, disertai alasannya diberitahukan kepada Kepala Daerah
yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sesudah tanggal keputusan
itu. |
(5). |
Lamanya penangguhan yang dinyatakan dalam Keputusan yang dimaksud dalam
ayat (4) pasal ini, tidak boleh melebihi 6 (enam) bulan dan sejak saat
penangguhannya, Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang
bersangkutan kehilangan kekuatan berlakunya. |
(6). |
Jika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah penangguhan itu tidak
disusul dengan keputusan pembatalannya, maka Peraturan Daerah dan atau
Keputusan Kepala Daerah itu memperoleh kembali kekuatan berlakunya. |
(7). |
Keputusan mengenai pembatalan yang dimaksud dalam ayat-ayat (4) dan
(6) pasal ini, diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan atau
Lembaran Daerah yang bersangkutan. |
|