UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 1995

TENTANG

CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian;
b. bahwa peraturan perundangan-undangan cukai yang selama ini dipergunakan sebagai dasar pemungutan cukai, sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan perekonomian nasional;
c. bahwa dasar hukum pemungutan cukai yang berlaku selama ini terdiri dari beberapa ordonasi yang memberi perlakuan berbeda-beda dalam pengenaan cukainya, sehingga kurang mencerminkan asas keadilan dan belum dapat memanfaatkan potensi objek cukai yang ada secara optimal serta kurang memperhatikan aspek perlindungan masyarakat;
d. bahwa oleh karena itu perlu dibentuk undang-undang tentang cukai yang berorientasi pada pembangunan nasional serta berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Meningat : 1. Pasal 5 ayat(1), Pasal 20 ayat(1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara TAhun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG CUKAI

BAB I

KETENTUAAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
2 . Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena Cukai dan/atau untuk mengemas Barang Kena Cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
3. Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan Pabrik.
4. Tempat penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor.
5. Pengusaha Tempat Pemnyimpanan adalah orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
6. Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran Barang Kena Cukai kepada konsumen akhir.
7. Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini, dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
8. Orang adalah badan hukum atau orang pribadi.
9. Kantor adalah Kantor Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
10. Direktorat Jendral Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
12. Direktur Jendral adalah Direktur Jendral Bea dan Cukai.
13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.
14. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau penguarannya.
15. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan /atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
16. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang tentang Kepabeanan.

Pasal 2

(1) Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakeristik yang ditetapkan dikenai cukai berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai Barang Kena Cukai.

Pasal 3

(1) Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang Kepabeanan.
(2) Tanggung jawab cukai untuk barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia berada pada Pengusaha Pabrik aatau Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan untuk barang Kena Cukai yang diimpor berada pada Importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentan kepabeanan.
(3) Pemenuhan ketentuan dalam undang-undang ini dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai.

BAB II

BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI,

DAN HARGA DASAR

Barang Kena Cukai

Pasal 4

(1) Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari :
a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar beberapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsetrat yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu pembuat dalam pembuatannya.
(2) Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cair diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Tarif Cukai

Pasal 5

(1) Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
a. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Pabrik; atau
b. lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
(2) Barang Kena Cukai yang diimpor dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
a. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau
b. lima puluh lima persen dari Harga Dasar aapabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
(3) Tarif cukai sebaagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari presentasi harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai atau sebaliknya aatau penggabungan dari keduanya.
(4) Ketentuan tentang besarnya tarif cukai untuk setiap jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Harga Dasar

Pasal 6

(1) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran.
(2) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau Harga Jual Eceran.
(3) Ketentuan tentang penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB III

PELUNASAN DAN FASILITAS

Bagian Pertama

Pelunasan Cukai

Pasal 7

(1) Cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2) Cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor dilunasi pada saat Barang Kena Cukai diimpor untuk dipakai.
(3) Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan cara :

a. pembayaran; atau

b. pelekatan pita cukai.

(4) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disediakan oleh Menteri.
(5) Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai, cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(6) Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dapat diberi penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita selama-lamanya tiga bulan sejak dilakukan pemesanan pita cukai
(7) Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang tidak melunasi utang cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, selain harus melunasi utang cukai dimaksud juga dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen setiap bulan dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(8) Ketentuan tentang pelunasan cukai diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Kedua ...