PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 72 TAHUN 2008

TENTANG

NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (8) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

 

 

2.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

 

 

3.

Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.

 

 

4.

Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.

 

 

5.

Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.

 

 

6.

Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.

 

 

7.

Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.

 

 

8.

Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan tempat penyimpanan.

 

 

9.

Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran barang kena cukai kepada konsumen akhir.

 

 

10.

Pengusaha Tempat Penjualan Eceran adalah orang yang mengusahakan tempat penjualan eceran.

 

 

11.

Tempat Usaha Penyalur adalah tempat, bangunan, halaman, dan/atau lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk menimbun barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya untuk disalurkan atau dijual yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.

 

 

12.

Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.

 

 

13.

Tempat Usaha Importir barang kena cukai yang selanjutnya disebut Tempat Usaha Importir adalah tempat, bangunan, halaman, dan/atau lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk menimbun barang kena cukai impor yang sudah dilunasi cukainya.

 

 

14.

Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 

15.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

 

 

16.

Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang.

 

 

BAB II
KEWAJIBAN MEMILIKI NPPBKC

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Setiap Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai:

 

 

 

a.

Pengusaha Pabrik;

 

 

 

b.

Pengusaha Tempat Penyimpanan;

 

 

 

c.

importir barang kena cukai;

 

 

 

d.

Penyalur; atau

 

 

 

e.

Pengusaha Tempat Penjualan Eceran,

 

 

 

wajib memiliki NPPBKC.

 

 

(2)

Kewajiban memiliki NPPBKC untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e hanya berlaku untuk Penyalur dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran barang kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol.

 

 

(3)

Kewajiban memiliki NPPBKC untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran selain etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 3

 

 

Dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada:

 

 

a.

Orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari daun tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim digunakan, apabila:

 

 

 

1.

dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau; dan/atau

 

 

 

2.

pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau yang sejenis dengan itu;

 

 

b.

Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, apabila:

 

 

 

1.

dibuat oleh rakyat Indonesia;

 

 

 

2.

pembuatannya dilakukan secara sederhana;

 

 

 

3.

produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari; dan

 

 

 

4.

tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran;

 

 

c.

Orang yang mengimpor barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f Undang-Undang;

 

 

d.

Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya paling banyak 30 (tiga puluh) liter setiap hari; dan

 

 

e.

Pengusaha Tempat Penjualan Eceran minuman mengandung etil alkohol dengan kadar paling tinggi 5% (lima persen).

 

 

BAB III
TATA CARA PEMBERIAN NPPBKC

 

 

Pasal 4

 

 

NPPBKC diberikan kepada setiap Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

 

 

a.

yang berkedudukan di Indonesia; atau

 

 

b.

yang secara sah mewakili orang pribadi atau badan hukum yang berkedudukan di luar Indonesia.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Dalam rangka mengajukan permohonan untuk memperoleh NPPBKC, Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala Kantor untuk dilakukan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha.

 

 

(2)

Atas pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai membuat Berita Acara Pemeriksaan dengan disertai gambar denah lokasi, bangunan, atau tempat usaha.

 

 

(3)

Setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri untuk memperoleh NPPBKC dengan melampirkan:

 

 

 

a.

Berita Acara Pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan

 

 

 

b.

salinan atau fotokopi surat atau izin yang dipersyaratkan dari instansi terkait yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

 

 

Pasal 6

 

 

Lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling sedikit harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

 

 

a.

untuk Pabrik:

 

 

 

1.

tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan izin;

 

 

 

2.

berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum; dan

 

 

 

3.

memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha dalam batas tertentu;

 

 

b.

untuk Tempat Penyimpanan:

 

 

 

1.

tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian Tempat Penyimpanan yang dimintakan izin;

 

 

 

2.

berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum;

 

 

 

3.

memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha dalam batas tertentu;

 

 

 

4.

memiliki tempat penimbunan permanen berupa tangki dengan kapasitas keseluruhan paling sedikit 200.000 (dua ratus ribu) liter etil alkohol dilengkapi dengan fasilitas penunjang berupa pompa, alat ukur volume dan suhu, dan tabel volume yang disahkan oleh dinas metrologi;

 

 

 

5.

memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan ketinggian paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas, kecuali diatur lain oleh pemerintah daerah; dan

 

 

 

6.

memiliki ruang laboratorium dan peralatannya;

c.

untuk Tempat Usaha Importir:

 

 

 

1.

tidak menggunakan tempat penimbunan barang kena cukai yang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian Tempat Usaha Importir yang dimintakan izin;

 

 

 

2.

barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dilarang menggunakan tempat penimbunan barang kena cukai yang berdekatan dengan tempat ibadah umum, sekolah, atau rumah sakit; dan

3.

berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum;

d.

untuk Tempat Usaha Penyalur:

 

 

 

1.

dilarang menggunakan tempat penimbunan barang kena. cukai yang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian Tempat Usaha Penyalur yang dimintakan izin;

 

 

 

2.

barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dilarang menggunakan tempat penimbunan barang kena cukai yang berdekatan dengan tempat ibadah umum, sekolah, atau rumah sakit; dan

 

 

 

3.

berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum kecuali yang berada di kawasan perdagangan;

 

 

e.

untuk Tempat Penjualan Eceran:

1.

dilarang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian Tempat Penjualan Eceran yang dimintakan izin, kecuali Yang berada di kawasan perdagangan, hotel, atau tempat hiburan;

2.

barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dilarang berdekatan dengan tempat ibadah umum, sekolah, atau rumah sakit; dan

3.

berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali yang berada di kawasan industri, kawasan perdagangan, hotel, atau tempat hiburan.

Pasal 7

(1)

Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Menteri mengabulkan atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pengajuan permohonan diterima secara lengkap.

(2)

Dalam hal permohonan dikabulkan, Menteri menerbitkan keputusan pemberian NPPBKC.

(3)

Dalam hal permohonan ditolak, Menteri memberikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 8

(1)

NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan atau importir barang kena cukai berlaku selama masih menjalankan usaha.

(2)

NPPBKC untuk Penyalur atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran berlaku selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan pemberian NPPBKC dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

BAB IV
PEMBEKUAN NPPBKC

Pasal 9

Menteri dapat membekukan NPPBKC dalam hal:

a.

adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai;

b.

adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi; atau

c.

pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya.

Pasal 10

Terhadap pembekuan NPPBKC berlaku ketentuan sebagai berikut:

a.

dalam hal adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang NPPBKC melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, NPPBKC dibekukan sampai dengan adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di bidang cukai atau paling lama 60 (enam puluh) hari sejak pembekuan apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran pidana di bidang cukai;

b.

dalam hal adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, NPPBKC dibekukan paling lama 1 (satu) tahun sejak pembekuan atau sampai dengan dipenuhi kembali persyaratan perizinan dalam waktu kurang dari 1 (satu) tahun; atau

c.

dalam hal pemegang NPPBKC berada dalam pengawasan kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, NPPBKC dibekukan sampai dengan adanya putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap sehubungan dengan kepailitan.

Pasal 11

(1)

Dalam hal NPPBKC dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran dilarang menjalankan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkan keputusan pemberlakuan kembali terhadap NPPBKC yang dibekukan, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.

(2)

Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang.

BAB V
PENCABUTAN NPPBKC

Pasal 12

(1)

Menteri dapat mencabut NPPBKC dalam hal:

a.

atas permohonan pemegang NPPBKC;

b.

pemegang NPPBKC tidak menjalankan kegiatan di bidang cukai selama 1 (satu) tahun;

c.

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dan Pasal 5 ayat (3) tidak lagi dipenuhi;

d.

pemegang NPPBKC tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;

e.

pemegang NPPBKC dinyatakan pailit;

f.

tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang;

g.

pemegang NPPBKC dipidana berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan Undang-Undang;

h.

pemegang NPPBKC melanggar ketentuan Pasal 30 Undang-Undang; atau

i.

NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan dengan orang lain/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.

(2)

Pencabutan NPPBKC karena tidak menjalankan kegiatan di bidang cukai selama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal:

a.

pemegang NPPBKC melakukan renovasi; atau

b.

pemegang NPPBKC mengalami bencana alam atau keadaan lain yang berada di luar kemampuan pemegang NPPBKC.

(3)

Pemegang NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kepada kepala Kantor dalam waktu paling lama:

a.

7 (tujuh) hari, sebelum kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan; atau

b.

14 (empat belas) hari, terhitung sejak peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

(4)

Jika pemegang NPPBKC tidak memenuhi kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka NPPBKC dicabut berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Pasal 13

(1)

Dalam hal NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan NPPBKC.

(2)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, terhadap:

a.

barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang yang masih berada di Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dimusnahkan oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai atau dalam keadaan tertentu dapat dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai;

b.

barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang, peruntukannya ditetapkan oleh Menteri.

(3)

Untuk mendapatkan kepastian jumlah barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan terhadap barang kena cukai yang masih berada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

(4)

Biaya yang timbul sebagai akibat dari pemusnahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebankan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan.

(5)

Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dinyatakan pailit, biaya yang timbul sebagai akibat dari pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada kurator.

Pasal 14

(1)

Dalam hal NPPBKC untuk Importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran dicabut:

a.

terhadap barang kena cukai tertentu yang telah dilunasi cukainya dan masih berada dalam Tempat Usaha Importir, Penyalur, atau Tempat Penjualan Eceran harus dipindahkan ke Tempat Usaha Importir lainnya, Penyalur lainnya, atau Tempat Penjualan Eceran lainnya, yang memiliki NPPBKC, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan  pencabutan  NPPBKC; atau

b.

terhadap, barang kena cukai selain barang kena cukai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dipindahkan ke peredaran bebas atau tetap disimpan di tempat usaha yang bersangkutan.

(2)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, terhadap barang kena cukai yang masih berada di Tempat Usaha Importir, Penyalur, atau Tempat Penjualan Eceran harus dimusnahkan oleh importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai atau dalam keadaan tertentu dapat dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

(3)

Biaya yang timbul sebagai akibat dari pemusnahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebankan kepada importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran.

(4)

Dalam hal importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran dinyatakan pailit, biaya yang timbul sebagai akibat dari pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada kurator.

Pasal 15

Dalam hal dilakukan pencabutan NPPBKC, terhadap pita cukai yang masih tersisa di Pabrik atau di Tempat Usaha Importir, dilakukan pencacahan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1.

NPPBKC yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1997 tentang Pengawasan Barang Kena Cukai dengan sisa masa berlaku 3 (tiga) tahun atau lebih terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diberlakukan, wajib diperbarui oleh pemegang NPPBKC dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diberlakukan.

2.

NPPBKC yang diterbitkan berdasarkan, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1997 tentang Pengawasan Barang Kena Cukai, dengan sisa masa berlaku kurang dari 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diberlakukan, masih berlaku sampai dengan masa berlaku  NPPBKC tersebut berakhir.

BAB VII

PENUTUP

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian NPPBKC, pembekuan NPPBKC, pencabutan NPPBKC, dan pemusnahan barang kena cukai sehubungan pencabutan NPPBKC, diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1997 tentang Pengawasan Barang Kena Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3669), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 19

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 November 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 November 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 168

Penjelasan...........................