MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 7/PMK.02/2014


TENTANG


TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2014


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (6), Pasal 27, Pasal 30 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 jo. Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2013 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014, dan Pasal 15 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014;

       

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

   

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

   

3.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5462);

   

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);

   

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);

   

6.

Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2013 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2014;

   

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2013;

   

8.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan Dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;

 

MEMUTUSKAN:

     

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2014.

 

Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

   

2.

Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2014 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2014.

   

3.

Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

   

4.

Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

   

5.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam Bagian Anggaran Kementerian/ Lembaga (BA K/L).

   

6.

Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

   

7.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

   

8.

Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2014.

   

9.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

   

10.

Satuan Kerja, yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.

   

11.

Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan program yang dirinci ke dalam Satker-Satker berdasarkan hasil penelaahan RKA-K/L.

   

12.

Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut program dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.

   

13.

Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai Hasil dengan indikator Kinerja yang terukur.

   

14.

Hasil (Outcome) adalah kinerja atau sasaran yang akan dicapai dari suatu pengerahan sumber daya dan anggaran pada suatu program.

   

15.

Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/Satuan Kerja atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator Kinerja yang terukur.

   

16.

Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program serta kebijakan.

   

17.

Kegiatan Prioritas Nasional adalah kegiatan yang ditetapkan di dalam Buku I Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 yang menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

   

18.

Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan adalah Program/Kegiatan/Keluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 ditetapkan dan/atau ditetapkan pada tahun anggaran berjalan.

   

19.

Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga adalah kegiatan-kegiatan selain kegiatan prioritas nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

   

20.

Biaya Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya meliputi pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang makan, dan pembayaran yang terkait dengan belanja pegawai (Komponen 001) dan kebutuhan sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan kantor, dan pembayaran yang terkait dengan pelaksanaan operasional kantor (Komponen 002), termasuk tunjangan profesi guru/dosen, tunjangan kehormatan profesor, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan dukungan operasional pertahanan dan keamanan (Komponen 003).

   

21.

Komponen Input, yang selanjutnya disebut Komponen adalah bagian atau tahapan Kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah Keluaran.

   

22.

Hasil Optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu pekerjaan yang target sasarannya telah dicapai.

   

23.

Sisa Anggaran Swakelola adalah hasil lebih atau sisa dana yang berasal dari pekerjaan swakelola yang tidak mengurangi volume Keluaran yang direncanakan.

   

24.

Penerusan Pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

   

25.

Perubahan Anggaran Belanja Yang Bersumber Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah perubahan pagu PNBP dari target yang direncanakan dalam APBN.

   

26.

Lanjutan Pinjaman Proyek/Hibah Luar Negeri (PHLN) atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri (PHDN) adalah penggunaan kembali sisa alokasi anggaran yang bersumber dari PHLN/PHDN yang tidak terserap, termasuk lanjutan dalam rangka pelaksanaan kegiatan penerusan hibah dan Penerusan Pinjaman.

   

27.

Percepatan Penarikan PHLN/PHDN adalah tambahan alokasi anggaran yang berasal dari sisa pagu PHLN/PHDN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan dalam rangka percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada tahun 2014, termasuk percepatan dalam rangka pelaksanaan kegiatan penerusan hibah dan Penerusan Pinjaman.

   

28.

Perubahan Prioritas Penggunaan Anggaran adalah perubahan atas rincian anggaran dan/atau volume Keluaran yang telah ditetapkan dalam DIPA karena adanya perubahan prioritas yang ditetapkn oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran.

   

29.

Perubahan Kebijakan Pemerintah adalah perubahan atas kebijakan yang sudah ada dan mengakibatkan perubahan rincian anggaran dan/atau volume Keluaran yang telah ditetapkan dalam DIPA.

   

30.

Keadaan Kahar adalah kondisi/keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, meliputi bencana alam, bencana non alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Menteri/ Pimpinan Lembaga teknis terkait.

   

31.

Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan Liquefied Gas for Vehicle/LGV), dan subsidi listrik.

   

32.

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah Eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga.

   

33.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/ Lembaga, yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah unit pada Kementerian/Lembaga yang mempunyai tugas fungsi melaksanakan pemeriksaan atau pengawasan.

   

34.

Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk, yang selanjutnya disingkat SBSN PBS adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mendanai sebuah proyek tertentu yang berbasis syariah.

   

35.

Inkracht adalah putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan bersifat final.

   

36.

Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan Program dan Kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan Program, Hasil (Outcome), Kegiatan, Keluaran (Output), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.

   

 

 

BAB II

RUANG LINGKUP DAN BATASAN REVISI ANGGARAN

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Revisi Anggaran

 

Pasal 2

   

(1)  

Ruang lingkup Revisi Anggaran meliputi perubahan rincian anggaran pada BA K/L dan BA BUN yang terdiri atas:

     

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran termasuk pergeseran rincian anggarannya;

     

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

     

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

 

 

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan alokasi anggaran dan/atau  perubahan  jenis belanja dan/atau volume Keluaran pada:

 

 

 

a.  

Kegiatan;

 

 

 

b.

Satker;

 

 

 

c.

Program;

 

 

 

d.

Kementerian/Lembaga; dan/atau

 

 

 

e.

APBN.

 

 

 

 

 

Pasal 3

 

 

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 juga dilakukan dalam hal terjadi:

 

 

a.

perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2014;

 

 

b.

Instruksi Presiden mengenai penghematan anggaran; dan/atau

 

 

c.

Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan lainnya.

 

 

 

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran termasuk pergeseran rincian anggarannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

a.  

perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP;

 

 

 

b.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

c.   

percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN;

 

 

 

d.  

penerimaan Hibah Luar Negeri (HLN)/Hibah Dalam Negeri (HDN) setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan;

 

 

 

e.   

penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang;

 

 

 

f.    

penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP  di atas pagu APBN untuk Satker BLU;

 

 

 

g. 

pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri;

 

 

 

h.  

perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi;

 

 

 

i.   

perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang;

 

 

 

j.    

lanjutan pelaksanaan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM);

 

 

 

k.  

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

 

 

 

l.    

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

 

 

 

m. 

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah;

 

 

 

n.  

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah;

     

o.   

percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS;

 

 

 

p.  

perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang;

 

 

 

q.   

perubahan pagu anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN);

 

 

 

r.  

perubahan pagu anggaran dalam rangka penyesuaian kurs;

 

 

 

s.  

pengurangan alokasi hibah luar negeri; dan/atau

 

 

 

t.

perubahan pagu anggaran transfer ke daerah.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan berupa:

 

 

 

a.   

penambahan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.  

penambahan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/ Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan volume Keluaran tetap; atau; atau

 

 

 

c.

pengurangan alokasi anggaran pada Keluaran/Kegiatan/ Program/Satker/Kementerian/Lembaga/APBN dan volume Keluaran tetap.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

a.  

Hasil Optimalisasi;

 

 

 

b.  

Sisa Anggaran Swakelola;

 

 

 

c.   

kekurangan Biaya Operasional;

 

 

 

d.  

Perubahan Prioritas Penggunaan Anggaran;

 

 

 

e.   

Perubahan Kebijakan Pemerintah; dan/atau

 

 

 

f.

Keadaan Kahar.

 

 

(2)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1) huruf b dibedakan dalam:

 

 

 

a.  

pagu anggaran tetap pada level Program atau dalam 1 (satu) Program; dan

 

 

 

b.

pagu anggaran tetap pada level APBN atau antar Program.

 

 

(3)

Pagu anggaran tetap pada level Program atau dalam 1 (satu) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

 

 

 

a.   

pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

 

 

 

b.  

pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

 

 

 

c.   

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

d.  

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

e.  

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

f.   

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

g.  

pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

 

 

 

h. 

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

i.   

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

j.   

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA;

 

 

 

k.  

penambahan cara penarikan PHLN/PHDN;

 

 

 

l.   

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht;

 

 

 

m.

penggunaan dana Output Cadangan;

 

 

 

n. 

penambahan/perubahan rumusan kinerja;

 

 

 

o.  

perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang; dan/atau

     

p.

pergeseran anggaran dalam 1 (satu) subbagian anggaran BA BUN

 

 

(4)

Pagu anggaran tetap pada level APBN atau antar Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

 

 

 

a.  

pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L;

 

 

 

b.  

pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN);

 

 

 

c.  

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht; dan/atau

 

 

 

d.  

pergeseran anggaran dari BA K/L ke BA BUN.

 

 

(5)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan huruf i, terdiri atas:

     

a.

pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran;

 

 

 

b.

pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap;

 

 

 

c.  

pergeseran antarjenis belanja;

 

 

 

d.  

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan biaya operasional;

 

 

 

e.  

pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;

 

 

 

f.   

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu;

 

 

 

g.  

pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP;

 

 

 

h. 

pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau dalam satu  provinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi;

 

 

 

i.   

pergeseran anggaran dalam rangka pembukaan kantor baru;

 

 

 

j.   

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2013;

 

 

 

k.  

pergeseran anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana; dan/atau

 

 

 

l.

pergeseran anggaran dalam rangka percepatan pencapaian Keluaran prioritas nasional dan/atau prioritas K/L.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 6

 

 

Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c meliputi:

 

 

a.  

ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama;

   

b.    

ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

c.     

ralat kode KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

d.    

perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap;

 

 

e.     

ralat kode nomor register PHLN/PHDN;

 

 

f.      

ralat kode kewenangan; 

 

 

g.     

ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

h.    

ralat kode lokasi dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

i.      

ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

j

ralat kode Satker;

 

 

k.  

ralat cara penarikan PHLN/PHDN;

 

 

l.   

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah;

 

 

m.   

ralat rencana penarikan dana atau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA;

 

 

n. 

ralat pencantuman volume Keluaran dalam DIPA; dan/atau

 

 

o.

perubahan pejabat perbendaharaan.

 

 

 

 

 

 

 

Bagian Kedua

Batasan Revisi Anggaran

 

Pasal 7

 

 

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap:

   

a.   

kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sama;

 

 

b.    

 

alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor kecuali untuk memenuhi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor pada Satker lain;

 

 

c.

 

kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana pada Satker lain;

 

 

d.    

pembayaran berbagai tunggakan;

 

 

e. 

Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on-going); dan/atau

 

 

f.

paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 8

 

 

Revisi Anggaran dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai penyusunan dan penelaahan RKA-K/L sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 9

 

 

(1)   

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran yang telah ditetapkan dalam DIPA.

 

 

(2)   

Dalam hal terdapat Perubahan Prioritas Penggunaan Anggaran, Perubahan Kebijakan Pemerintah, atau Keadaan Kahar yang mengakibatkan volume Keluaran dalam DIPA berkurang, usul pengurangan volume Keluaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

 

dalam hal volume Keluaran yang berkurang merupakan volume Keluaran dari Kegiatan Prioritas Nasional, usul pengurangan volume Keluaran disampaikan kepada Kementerian Perencanaan/Bappenas sebagai acuan perubahan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan RKP 2014; dan/atau

     

b. 

dalam hal volume Keluaran yang berkurang merupakan volume Keluaran dari Kegiatan Prioritas Kementerian/Lembaga, usul pengurangan volume Keluaran disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran.

 

 

(3)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat  Eselon I Kementerian/Lembaga mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan/ Bappenas dan/atau Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Pergeseran anggaran antar Kegiatan dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran yang telah dietapkan dalam DIPA dan digunakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda.

 

 

(2)

Hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan-kegiatan Kementerian/Lembaga yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan/atau kebijakan pemerintah yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2014.

 

 

(3)

Pergeseran anggaran antar Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan surat persetujuan dari pejabat Eselon I sebagai penanggung jawab Program.

 

 

(4)

Format surat persetujuan dari pejabat Eselon I sebagai penanggung jawab Program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

 

 

 

 

 

Bagian Ketiga

Perubahan Rincian Anggaran Yang Disebabkan Penambahan Atau Pengurangan

Pagu Anggaran Termasuk Pergeseran Rincian Anggarannya

 

Pasal 11

 

 

(1)

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

(2)

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat

 

 

 

a.

kelebihan realisasi atas target yang direncanakan dalam APBN atau APBN Perubahan;

 

 

 

b.

adanya PNBP yang berasal dari kontrak/kerjasama/nota kesepahaman atau dokumen yang dipersamakan;

 

 

 

c.

adanya satuan kerja PNBP baru; 

 

 

 

d.

diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP; dan/atau 

 

 

 

e.

adanya pencabutan status pengelolaan keuangan BLU pada suatu satuan kerja.

             

Pasal 12

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date.

 

 

(3)

Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014 serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan optimalisasi pemanfaatan dana yang bersumber dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014.

 

Pasal 14

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d merupakan HLN/HDN yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rincian peruntukannya dituangkan dalam dokumen RKA-K/L dan diajukan oleh Kementerian/Lembaga.

 

 

(3)

Penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk HLN/HDN yang diterushibahkan dan pinjaman yang diterushibahkan.

Pasal 15

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e merupakan HLN/HDN dalam bentuk uang yang diterima setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan dan dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Tata cara pencatatan dan pelaporan untuk penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pengelolaan hibah.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

 

 

 

a.

realisasi PNBP di atas target yang direncanakan; dan/atau

 

 

 

b.

penggunaan saldo BLU dari tahun sebelumnya.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran untuk penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

       

 

Pasal 17

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g bersifat mengurangi pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:

 

 

 

a.

paket Kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya telah tercapai dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi;

 

 

 

b.

terjadi perubahan penjadwalan pembiayaan (cost table) yang disetujui oleh pemberi pinjaman;

 

 

 

c.

adanya pembatalan alokasi pinjaman luar negeri; atau

 

 

 

d.

sudah dibebankan pada DIPA tahun sebelumnya.

 

 

(3)

Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat mengakibatkan berkurangnya volume Keluaran dalam DIPA.

 

 

(4)

Dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) yang telah dialokasikan untuk paket Kegiatan/proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada paket Kegiatan/proyek yang lain atau diubah menjadi Rupiah Murni untuk mendanai kegiatan prioritas lain dan menambah volume Keluaran.

 

Pasal 18

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h merupakan tambahan alokasi anggaran yang diberikan untuk memenuhi pembayaran Subsidi Energi dan bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Tambahan alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR RI dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

 

 

(3)

Tambahan alokasi anggaran yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

merupakan selisih antara alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dengan hasil perhitungan sesuai perubahan parameter;

 

 

 

b.

diberikan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan; dan

 

 

 

c.

tata cara pembayaran subsidi dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran subsidi di bidang energi.

 

Pasal 19

 

 

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka pembayaran bunga utang karena adanya tambahan kewajiban, perubahan kurs termasuk pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi lindung nilai.

 

Pasal 20

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j bersifat menambah pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

 

 

 

a.

PNPM Mandiri Perdesaan;

 

 

 

b.

PNPM Mandiri Perkotaan;

 

 

 

c.

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP); dan

 

 

 

d.

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW).

 

 

(3)

Pelaksanaan lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sampai dengan akhir April 2014.

 

 

(4)

Pengajuan usulan lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam bentuk Revisi Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.

 

 

(5)

Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Kuasa Pengguna Anggaran Satker melakukan rekonsiliasi sisa dana PNPM dengan KPPN yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi paling lambat tanggal 15 Januari 2014;

 

 

 

b.

KPPN menyampaikan Berita Acara Rekonsiliasi kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbedaharaan  paling lambat tanggal 22 Januari 2014; dan

 

 

 

c.

berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi, KPA mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbedaharaan paling lambat tanggal 31 Januari 2014.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan Penerusan Pinjaman yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k bersifat menambah pagu anggaran pembiayaan Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date.

 

 

(3)

Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman proyek baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014 serta pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.

 

 

(4)

Pengajuan usulan lanjutan Kegiatan Penerusan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dalam bentuk Revisi Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.

 

 

(5)

Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan Penerusan Pinjaman yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Kuasa Pengguna Anggaran Penerusan Pinjaman membuat Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran berdasarkan data realisasi per tanggal 10 Januari 2014 dan menyampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 15 Januari 2014 untuk dicocokkan dengan data realisasi pada KPPN;

 

 

 

b.

berdasarkan hasil pencocokan, KPPN menandatangani Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran dan disampaikan kepada PPA BUN Penerusan Pinjaman dan Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 22 Januari 2014; dan

 

 

 

c.

berdasarkan Daftar Rincian Kegiatan dan Realisasi Anggaran yang telah ditandatangani oleh KPPN, PPA BUN mengajukan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari 2014.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l merupakan optimalisasi pemanfaatan dana Penerusan Pinjaman dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran pembiayaan Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Penerusan Pinjaman yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan pelaksanaan Kegiatan penerusan hibah yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf m bersifat menambah pagu anggaran belanja hibah Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang PHLN/PHDN belum closing date.

 

 

(3)

Lanjutan pelaksanaan Kegiatan penerusan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk PHLN dan/atau PHDN yang bukan merupakan kelanjutan dari proyek tahun jamak.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n merupakan optimalisasi pemanfaatan dana penerusan hibah dari PHLN dan/atau PHDN dan bersifat menambah pagu anggaran belanja hibah Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pinjaman yang diterushibahkan yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2014.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf o merupakan tambahan pagu SBSN PBS Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat menambah pagu pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2014.

 

 

(3)

Pengajuan usulan Revisi Anggaran untuk perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Kementerian/Lembaga c.q unit eselon I mengajukan usulan percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Pengelolaan Utang;

 

 

 

b.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan penilaian atas usul percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS dengan memperhatikan kinerja proyek dan total defisit yang dituangkan dalam persetujuan; dan

 

 

 

c.

berdasarkan persetujuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, unit eselon I mengajukan usul Revisi anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

Pasal 26

 

 

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf p merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka pembayaran cicilan pokok utang karena adanya tambahan kewajiban, perubahan kurs termasuk pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi lindung nilai.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 27

 

 

Perubahan pagu anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf q merupakan tambahan alokasi anggaran dalam rangka  Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagai akibat selisih kurs.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Perubahan pagu anggaran dalam rangka penyesuaian kurs sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf r merupakan penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA terhadap Kegiatan yang sumber dananya berasal dari pinjaman luar negeri dan tata cara penarikannya dilakukan secara direct payment atau Letter of Credit (L/C).

 

 

(2)

Penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan nilai valas yang sama dan nilai kurs mengikuti tarif kurs yang digunakan saat transaksi dan dituangkan dalam withdrawal application (WA).

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Perubahan rincian anggaran yang disebabkan adanya pengurangan alokasi hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf s bersifat mengurangi pagu anggaran belanja Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Pengurangan alokasi hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:

 

 

 

a.   

paket Kegiatan/proyek yang didanai dari hibah luar negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya telah tercapai dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi; atau

 

 

 

b.

adanya pembatalan pemberian hibah luar negeri;

 

 

(3)

Pengurangan alokasi hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat mengakibatkan berkurangnya volume Keluaran dalam DIPA.

 

 

(4)

Dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) yang telah dialokasikan untuk paket Kegiatan/proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada paket Kegiatan/proyek yang lain atau diubah menjadi Rupiah Murni untuk mendanai kegiatan prioritas lain dan menambah volume Keluaran.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 30

 

 

(1)

Perubahan pagu anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf t merupakan tambahan/pengurangan pagu anggaran transfer ke daerah antara lain dana bagi hasil yang didistribusikan kepada masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai realisasi penerimaan dana bagi hasil pada Tahun Anggaran 2014.

 

 

(2)

Tata cara Revisi Anggaran untuk perubahan pagu anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah.

 

 

 

 

 

 

 

Bagian Keempat

Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam Hal Pagu Anggaran Tetap

 

Pasal 31

 

 

(1)

Perubahan karena penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf j merupakan penghapusan/perubahan sebagian atau seluruh catatan dalam halaman IV DIPA pada alokasi yang ditetapkan untuk mendanai suatu Kegiatan.

 

 

(2)

Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

 

 

 

a.     

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih memerlukan persetujuan DPR RI;

 

 

 

b.

Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena harus dilengkapi dasar hukum pengalokasiannya dan/atau dokumen terkait;

 

 

 

c.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih harus dilengkapi loan agreement atau  nomor register;

 

 

 

d.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih harus didistribusikan ke masing-masing satker;

 

 

 

e.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih memerlukan penelaahan dan/atau persetujuan Kementerian Perencanaan/Bappenas;

 

 

 

f.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA karena masih memerlukan reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan/atau

 

 

 

g.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA yang dicantumkan oleh APIP K/L karena masih harus dilengkapi dokumen pendukung.

 

 

(3)

Penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah persyaratan dipenuhi dengan lengkap.

 

 

(4)

Dalam hal persetujuan DPR RI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a isinya berbeda dengan rincian yang dituangkan dalam RKA-K/L dan DIPA, penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA dapat dilakukan setelah dilakukan penelaahan antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan/Bappenas, dan Kementerian Keuangan.

 

 

(5)

Tata cara penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelahaan RKA-K/L.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 32

 

 

(1)

Dalam hal pelaksanaan Kegiatan/Keluaran yang dananya bersumber dari PHLN/PHDN yang membutuhkan penambahan cara penarikan PHLN/PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf k, Kuasa Pengguna Anggaran mengajukan usul Revisi Anggaran berupa penambahan cara penarikan PHLN kepada unit eselon I.

 

 

(2)

Usul penambahan cara penarikan PHLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penambahan KPPN Pembayarnya.

 

 

(3)

Berdasarkan usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit eselon I menyampaikan usul Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 33

 

 

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf l merupakan kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

 

(2)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Kementerian/Lembaga.

 

 

(3)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarjenis belanja dan/atau antarjenis Kegiatan dalam 1 (satu) program dan/atau antarprogram dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 34

 

 

(1)

Penggunaan dana output cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf m merupakan pemanfaatan kembali alokasi anggaran yang telah dialokasikan dalam RKA-K/L dan belum jelas peruntukannya.

 

 

(2)

Penggunaan dana output cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

mendanai kebutuhan Biaya Operasional Satker;

 

 

 

b.

mendanai prioritas nasional yang belum dialokasikan sebelumnya;

 

 

 

c.

menambah volume output prioritas nasional;

 

 

 

d.

percepatan pencapaian output prioritas nasional dan/atau prioritas Kementerian/Lembaga;

 

 

 

e.

mendanai kegiatan yg bersifat mendesak, kedaruratan atau yang tidak dapat ditunda; dan/atau

 

 

 

f.

mendanai kebutuhan prioritas Kementerian/Lembaga.

 

 

(3)

Pergeseran anggaran dalam rangka penggunaan output cadangan dapat dilakukan dalam Kegiatan yang sama dan/atau antar Kegiatan dalam satu Program.

             

Pasal 35

   

(1)

Penambahan/perubahan Rumusan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf n dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian/Lembaga dan/atau menindaklanjuti adanya perubahan tugas fungsi.

   

(2)

Penambahan/perubahan Rumusan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  terdiri atas:

     

a.     

penambahan/perubahan rumusan Keluaran; dan/atau

     

b.

penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran.

   

(3)

Penambahan/perubahan rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan:

     

a.

sebagai akibat adanya penyempurnaan rumusan nomenklatur, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan;

     

b.

sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan; dan

     

c.

sepanjang penambahan/perubahan rumusan Keluaran belum tersedia dalam database RKA-K/L/DIPA 2014.

   

(4)

Tata cara penambahan/perubahan rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

usulan penambahan/perubahan rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran;

     

b.

hasil penambahan/perubahan rumusan Keluaran digunakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-K/L/DIPA; dan

     

c.

perubahan database RKA-K/L/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L dan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran.

   

(5)

Penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan:

     

a.   

sebagai akibat adanya reorganisasi atau penyempurnaan perumusan nomenklatur antara lain nomenklatur program, indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan; dan

     

b.

sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.

   

(6)

Tata cara penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.   

usulan penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas;

     

b.

penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran dapat ditetapkan sepanjang telah disepakati dalam pertemuan tiga pihak antara Kementerian Perencanaan/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan;

     

c.   

hasil penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran digunakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-KL/DIPA; dan

     

d.

perubahan database RKA-KL/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L dan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

Pasal 36

   

(1)

Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf o dapat dilakukan dalam rangka efisiensi pendanaan dan/atau percepatan pencapaian kinerja sebuah Kegiatan.

   

(2)

Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:

     

a.   

sumber dana yang direncanakan sulit untuk dipenuhi;

     

b.  

terdapat sumber dana lain yang biayanya lebih murah;

     

c.

Kegiatan yang harus segera dilaksanakan; dan/atau

     

d.

adanya perubahan kebijakan Pemerintah.

   

(3)

Tata cara perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.   

usulan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan; dan

     

b.

berdasarkan persetujuan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L dan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran.

 

Pasal 37

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) subbagian anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf p dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja PPA BUN dan/atau memenuhi kewajiban Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal.

   

(2)

Pergeseran anggaran dalam 1 (satu)  subbagian anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

     

a.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan utang;

     

b.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan hibah;

     

c.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan Penerusan Pinjaman;

     

d.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan investasi pemerintah;

     

e.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan transfer ke daerah;

     

f. 

pergeseran anggaran dalam pengelolaan subsidi;

     

g.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan belanja lainnya; dan/atau

     

h.

pergeseran anggaran dalam pengelolaan transaksi khusus.

 

   

(3)

Pergeseran anggaran dalam 1 (satu)  subbagian anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume keluaran dalam DIPA.

             

Pasal 38

   

(1)

Pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a bersifat insidentil dan menambah pagu anggaran belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2014 namun tidak menjadi dasar perhitungan untuk penetapan alokasi anggaran tahun berikutnya.

   

(2)

Tata cara Revisi Anggaran untuk pergeseran anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pergeseran anggaran belanja dari bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan belanja lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran kementerian negara/lembaga.

             

Pasal 39

   

(1)

Pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b merupakan pergeseran anggaran yang dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban Pemerintah selaku pengelola fiskal.

   

(2)

Pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pergeseran antar BA BUN Pengelolaan Utang Pemerintah (BA 999.01), BA BUN Pengelolaan Hibah (BA 999.02), BA BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (BA 999.03), BA BUN Pengelolaan Penerusan Pinjaman (BA 999.04), BA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah (BA 999.05), BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07), BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08), dan BA BUN Pengelolaan Transaksi Khusus (BA 999.99).

 

Pasal 40

   

(1)

Pergeseran anggaran dari BA K/L ke BA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf d dapat dilakukan karena adanya kebijakan Pemerintah atau direktif Presiden.

   

(2)

Pergeseran anggaran dari BA K/L ke BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pergeseran anggaran untuk pelaksanaan kegiatan dalam rangka dekonsentrasi atau tugas pembantuan menjadi dana alokasi khusus.

 

Pasal 41

   

(1)

Pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA termasuk dalam rangka addendum kontrak sampai dengan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.   

dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu)  Kegiatan dan 1 (satu)  Satker;

     

b. 

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)  Satker;

     

c.    

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

d. 

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

e.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

f.   

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

     

g.   

antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

     

h.   

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

i.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

 

Pasal 42

   

(1)

Pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf b dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.   

dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)  Satker;

     

b.   

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

c.    

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

d.   

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

e.    

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

f.     

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

     

g.   

antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

     

h.   

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

i.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 43

   

(1)

Pergeseran antar jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf c dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.

dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)  Satker;

     

b.

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

c.   

alam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

d.  

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

e.  

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

f.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

 

Pasal 44

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.   

dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)  Satker;

     

b.   

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

c. 

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

d.   

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

e.  

antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

 

 

 

f.   

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

g.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 45

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf e, merupakan pergeseran anggaran rupiah karena adanya kekurangan alokasi anggaran untuk pembayaran Biaya Operasional Satker perwakilan di luar negeri atau pembayaran sebuah kontrak dalam valuta asing sebagai akibat adanya selisih kurs.

   

(2)

Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

merupakan selisih antara nilai kurs yang digunakan dalam APBN dengan nilai kurs pada saat transaksi dilakukan;

     

b.

selisih tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani;

     

c.

pergeseran alokasi anggaran yang dilakukan paling tinggi sebesar nilai kontrak dikalikan dengan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

 

 

 

d.

kebutuhan anggaran untuk memenuhi selisih kurs menggunakan alokasi anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

   

(3)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran :

     

a.  

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

b. 

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

c.  

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

d.   

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

e.  

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

f.     

antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

     

g.   

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

h.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 46

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf f dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Dalam hal jumlah seluruh tunggakan per DIPA per Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya:

     

a.     

sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), harus dilampiri SPTJM dari Kuasa Pengguna Anggaran;

     

b.  

di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi dari APIP K/L; dan

     

c.

di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi dari BPKP setempat.

   

(3)

Dalam hal tunggakan tahun lalu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan:

     

a.

belanja pegawai khusus gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;

     

b.  

uang makan;

     

c

belanja perjalanan dinas pindah;

     

d.

langganan daya dan jasa;

     

e.

tunjangan profesi guru/dosen;

     

f.

tunjangan kehormatan profesor;

     

g.

tunjangan tambahan penghasilan guru PNS;

     

h.

tunjangan kemahalan hakim;

     

i.

tunjangan hakim adhoc;

     

j.

imbalan jasa layanan Bank/Pos Persepsi;

     

k.

bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana; dan/atau

     

l.

pembayaran provisi benda meterai,

 

 

 

yang alokasi dananya tidak cukup tersedia atau belum dibayarkan pada tahun sebelumnya, dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berjalan tanpa melalui mekanisme revisi DIPA sepanjang alokasi anggaran untuk peruntukan yang sama sudah tersedia.

   

(4)

Untuk tunggakan lain dan/atau tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang alokasi anggarannya belum tersedia, dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berjalan, dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.   

merupakan tagihan atas pekerjaan/penugasan yang alokasi anggarannya cukup tersedia pada DIPA tahun lalu; dan

     

b.   

pekerjaan/penugasannya telah diselesaikan tetapi belum dibayarkan sampai dengan akhir tahun anggaran lalu.

   

(5)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.   

antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

b.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

c.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

d.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

e.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

     

f.

antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

     

g.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

h.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 47

   

(1)

Pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf g dapat dilakukan dalam rangka mempercepat pencapaian kinerja Satker BLU.

   

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran berupa pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

             

Pasal 48

   

(1)

Pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau dalam satu  provinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf h dapat dilakukan dalam hal terjadi perubahan prioritas atau kebijakan dari Kementerian/Lembaga.

   

(2)

Pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari unit eselon I Kementerian/Lembaga yang memberi penugasan atau pelimpahan.

             

Pasal 49

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka pembukaan kantor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf i dapat dilakukan dalam hal ketentuan mengenai pembentukan kantor baru telah mendapat persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pergeseran anggaran dari DIPA Petikan Satker Induk ke DIPA Petikan Satker baru.

   

(3)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

 

 

 

a.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

b.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

c.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

 

 

 

d.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

 

 

 

e.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

f.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 50

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2013 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf j dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendanaannya bersumber dari pagu anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan Tahun Anggaran 2014.

   

(3)

Pengajuan usulan pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dalam bentuk konsep Revisi Anggaran paling lambat pada tanggal 31 Januari 2014.

             

Pasal 51

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf k dapat digunakan untuk mendanai pelaksanaan mitigasi bencana, tanggap darurat, dan penanganan pasca bencana.

   

(2)

Pergeseran anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dengan dilengkapi alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

   

(3)

Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipenuhi melalui pergeseran:

     

a.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

b.

dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

c. 

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

d.

antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

e.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau

     

f.

antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.

             

Pasal 52

   

(1)

Pergeseran anggaran dalam rangka percepatan pencapaian Keluaran prioritas nasional dan/atau prioritas Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf l dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA.

   

(2)

Keluaran prioritas nasional dan/atau prioritas Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Keluaran yang tercantum dalam RPJMN dan/atau Renstra K/L.

             

BAB III

KEWENANGAN DAN TATA CARA REVISI ANGGARAN

Bagian Kesatu

Kewenangan Penyelesaian Revisi Anggaran

 

Pasal 53

   

Kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran dibagi dalam 5 (lima) kelompok yakni:

   

a.

Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran;

   

b.

Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

   

c.   

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/Lembaga;

   

d.

Revisi Anggaran pada Kuasa Pengguna Anggaran; dan

   

e.

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI.

 

Bagian Kedua

Revisi Anggaran Pada Direktorat Jenderal Anggaran

Pasal 54

   

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a meliputi:

     

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

     

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

     

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

   

(2)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai akibat adanya:

     

a.   

perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP;

     

b.   

percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN;

     

c.  

penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan;

     

d.   

pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri;

     

e.    

perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi;

     

f.     

perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang;

     

g.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

     

h.

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

     

i.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah;

     

j.

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah;

     

k.

percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS;

     

l.

perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang;

     

m. 

perubahan pagu anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN);

     

n.

perubahan pagu anggaran dalam rangka penyesuaian kurs;

     

o.

pengurangan alokasi hibah luar negeri; dan/atau 

     

p.

perubahan pagu anggaran transfer ke daerah.

   

(3)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

     

a.  

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

b.   

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

c.  

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

d.   

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA;

     

e.  

penambahan cara penarikan PHLN/PHDN;

     

f.   

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht;

     

g.  

penggunaan dana Output Cadangan;

     

h. 

penambahan/perubahan rumusan kinerja;

     

i.   

perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang;

     

j.   

pergeseran anggaran dalam satu subbagian anggaran BA BUN;

     

k.  

pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L;

     

l.   

pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN); dan/atau

     

m.

pergeseran anggaran dari BA K/L ke BA BUN.

   

(4)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

     

a.     

ralat kode KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

b.    

ralat kode kewenangan;

 

 

 

c.     

ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

 

 

 

d.  

ralat kode Satker; dan/atau

 

 

 

e.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 55

   

(1)

Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran yang memerlukan penelaahan meliputi:

     

a. 

perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP;

     

b.   

percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN;

     

c.    

penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan;

     

d.

pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri;

     

e.

perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi;

     

f.

perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang;

 

 

 

g. 

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

 

 

 

h.

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan Pinjaman;

 

 

 

q.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka Penerusan hibah;

 

 

 

i.

percepatan pelaksanaan Kegiatan dalam rangka penerusan hibah;

     

j.

percepatan realisasi pelaksanaan proyek yang dananya bersumber dari SBSN PBS;

     

k.

perubahan pagu anggaran pembayaran cicilan pokok utang;

      r. perubahan pagu anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN);
      s. perubahan pagu anggaran dalam rangka penyesuaian kurs;
     

l

pengurangan alokasi hibah luar negeri;

     

m.

perubahan pagu anggaran transfer ke daerah;

     

n.

pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht;

     

o.

penggunaan dana Output Cadangan;

     

p.

penambahan/perubahan rumusan kinerja;

      q. perubahan komposisi instrumen pembiayan utang;
     

r.

pergeseran anggaran dalam satu subbagian anggaran BA BUN.

     

s.

pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke BA K/L;

     

t.

pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN); dan/atau

     

u.

pergeseran anggaran dari BA K/L ke BA BUN.

             
   

(2)

Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran yang tidak memerlukan penelaahan meliputi:

     

a.

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

b.

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

c.

penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA;

     

d.   

ralat kode KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

e.    

ralat kode kewenangan;

     

f.

ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

     

g.

ralat kode Satker; dan/atau

     

h.

ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah.

             

Pasal 56

   

(1)

Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga yang dilampiri dokumen pendukung berupa:

       

1.  

Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi).

     

 

2.

SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran;

       

3.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi;

       

4.

RKA Satker;

       

5.

Copy DIPA terakhir; dan

       

6.

dokumen pendukung terkait.

     

b.

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran.

     

c.

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan revisi yang telah diteliti kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu.

     

d.

Berdasarkan hasil reviu, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:

       

1.

Surat Usulan Revisi Anggaran yang ditandatangani oleh Pejabat Eselon I dan dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);

       

2.

 SPTJM yang ditandatangani oleh pejabat Eselon I;

       

3.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi Satker; dan

       

4.

RKA Satker.

   

(2)

Direktorat Jenderal Anggaran menelaah usulan Revisi Anggaran serta kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.

   

(3)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktorat Jenderal Anggaran mengeluarkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran.

   

(4)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III menetapkan:

     

a.

Revisi DHP RKA-K/L; dan

     

b.

surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem.

   

(5)

Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

             

Pasal 57

   

(1)

Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:

       

1.

Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);

       

2.

SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran;

       

3.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi;

       

4.

RKA Satker;

       

5.

Copy DIPA terakhir;

       

6.

dokumen pendukung terkait dalam rangka penghapusan/perubahan catatan dalam halaman IV DIPA; dan

       

7.

dokumen pendukung terkait lainnya.

     

b.   

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung dari Kuasa Pengguna Anggaran.

     

c.

Dalam hal catatan dalam halaman IV DIPA dicantumkan oleh APIP K/L, usul Revisi Anggaran yang telah diteliti beserta dokumen pendukung disampaikan kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu.

     

d.

Berdasarkan hasil penelitian dan/atau hasil reviu atas usulan Revisi Anggaran, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran yang dilampiri dokumen pendukung berupa:

       

1.

Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);

       

2.  

SPTJM yang ditandatangani oleh pejabat Eselon I;

       

3.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi Satker;

       

4.

RKA Satker; dan

       

5.

dokumen pendukung terkait dalam rangka penghapusan/perubahan catatan dalam Halaman IV DIPA.

   

(2)

Direktorat Jenderal Anggaran meneliti usulan Revisi Anggaran serta kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.

   

(3)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktorat Jenderal Anggaran mengeluarkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran.

   

(4)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III menetapkan:

     

a.

Revisi DHP RKA-K/L; dan

     

b.

surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem. 

   

(5)

Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselesaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap dan notifikasi dari sistem telah tercetak.

             

Pasal 58

   

Mekanisme penyelesaian Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Pasal 59

   

(1)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang diajukan oleh Kementerian/Lembaga memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran memproses/menyelesaikan Revisi Anggaran yang diusulkan.

   

(2)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

             

Bagian Ketiga

Revisi Anggaran Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

 

Pasal 60

   

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b meliputi:

     

a.

perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

     

b.

perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau

     

c.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

   

(2)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

     

a.

lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber  dari PHLN dan/atau PHDN;

     

b.

penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang;

     

c.

lanjutan pelaksanaan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); dan/atau

     

d.

penggunaan anggaran belanja yang  bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU.

   

(3)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

     

a.

pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

b.

pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker;

     

c.

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

d.

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

e.

pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker; dan/atau

     

f.

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

   

(4)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

     

a.

ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama;

     

b.

ralat kode KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

c.

perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap;

     

d.

ralat kode nomor register PHLN/PHDN;

     

e.

ralat kode lokasi dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

f.

ralat kode lokasi dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

     

g.

ralat cara penarikan PHLN/PHDN;

     

h.

ralat rencana penarikan dana atau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA;

     

i.

perubahan Pejabat Perbendaharaan; dan/atau 

     

j.

Ralat pencantuman volume Keluaran dalam DIPA.

             

Pasal 61

   

(1)

Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilengkapi dokumen pendukung berupa:

     

a.

Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi);

     

b.

SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran;   

     

c.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi;

     

d.

Copy DIPA Petikan terakhir; dan

     

e.

dokumen pendukung terkait persetujuan unit eselon I.

   

(2)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti usulan Revisi Anggaran serta kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

   

(3)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengeluarkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran.

   

(4)

Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap dan notifikasi dari sistem telah tercetak.

   

(5)

Mekanisme penyelesaian Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Bagian Keempat

Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan Eselon I Kementerian/Lembaga

 

Pasal 62

   

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/Lembaga meliputi:

   

a.

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

   

b.

pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

   

c.  

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

   

d.  

pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;

   

e.  

pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker;

   

f.   

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

   

g.  

pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda; dan/atau

   

h.

penambahan cara penarikan PHLN/PHDN.

             

Pasal 63

   

(1)

Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Unit Eselon I Kementerian/Lembaga dilengkapi dokumen pendukung berupa:

     

a.  

Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi).

     

b.

SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran;

     

c.

ADK RKA-K/L DIPA Revisi;

     

d.

RKA Satker;

     

e.

Copy DIPA terakhir; dan

     

f.

dokumen pendukung terkait antara lain TOR dan RAB.

   

(2)

Unit Eselon I Kementerian/Lembaga meneliti usulan Revisi Anggaran dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen pendukung yang disampaikan.

   

(3)

Dalam hal kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran merupakan kewenangan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Eselon I Kementerian/Lembaga menetapkan surat persetujuan dan menyampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran Satker sebagai lampiran usul Revisi Anggaran ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

   

(4)

Dalam hal kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran, Eselon I Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapat pengesahan.

   

(5)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

   

(6)

Mekanisme penyelesaian Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Eselon I Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Bagian Kelima

Revisi Anggaran Pada Kuasa Pengguna Anggaran

 

Pasal 64

   

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kuasa Pengguna Anggaran merupakan Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran tetap meliputi:

     

a.

pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker; dan/atau

     

b.

pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu)  Satker.

   

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

dalam hal Revisi Anggaran mengakibatkan perubahan DIPA Petikan, Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usul Revisi Anggaran kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan

     

b.

dalam hal Revisi Anggaran tidak mengakibatkan perubahan DIPA Petikan, Kuasa Pengguna Anggaran mengubah ADK RKA Satker berkenaan melalui aplikasi RKA-K/L-DIPA, mencetak Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), dan Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan perubahan POK.

   

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.

   

(4)

Mekanisme penyelesaian Revisi Anggaran pada Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Bagian Keenam

Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan DPR-RI

 

Pasal 65

   

(1)

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI meliputi:

     

a.

tambahan Pinjaman Proyek Luar Negeri/Pinjaman Dalam Negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2014 ditetapkan;

     

b.

pergeseran anggaran antar Program selain untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dan penyelesaian inkracht;

     

c.

pergeseran anggaran yang mengakibatkan perubahan Hasil Program;

     

d.

penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR-RI terlebih dahulu;

     

e.

perubahan/penghapusan catatan dalam halaman IV DIPA yang digunakan tidak sesuai dengan rencana peruntukan; dan/atau

     

f.

pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau antarprovinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi.

   

(2)

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Pimpinan DPR-RI untuk mendapat persetujuan.

   

(3)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan persetujuan dari Pimpinan DPR-RI sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

   

(4)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

             

Pasal 66

   

Daftar rincian ruang lingkup, kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 serta persyaratan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 61 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Pasal 67

   

Format Surat Usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 61, dan Pasal 63 tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Pasal 68

   

Format SPTJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Pasal 46 ayat (2),  Pasal 56, Pasal 57, Pasal 61, dan Pasal 63 tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Pasal 69

   

Format surat pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 61 tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

             

Bagian Ketujuh

Batas Akhir Penerimaan Usul Revisi Anggaran

 

Pasal 70

   

(1)

Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk Tahun Anggaran 2014 ditetapkan sebagai berikut:

     

a.

tanggal 31 Oktober 2014, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran; dan

     

b.

tanggal 12 Desember 2014, untuk Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

   

(2)

Dalam hal Revisi Anggaran berkenaan dengan:

     

a.

Kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP, PLN, HLN, dan HDN serta Pinjaman Dalam Negeri;

     

b.

Kegiatan dalam lingkup BA BUN termasuk pergeseran anggaran dari BA 999.08 ke BA K/L, pergeseran antar subbagian anggaran dalam BA BUN, dan pergeseran dalam satu subbagian anggaran dalam BA BUN; dan/atau

     

c.

Kegiatan-Kegiatan yang membutuhkan data/dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal Kementerian/Lembaga seperti persetujuan DPR, persetujuan Menteri Keuangan, hasil audit eksternal, dan sejenisnya,

     

batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan paling lambat tanggal 19 Desember 2014.

   

(3)

Dalam hal Revisi Anggaran berkenaan dengan pembayaran Subsidi Energi, pembayaran bunga utang,  pembayaran cicilan pokok utang,  pergeseran anggaran untuk bencana alam, dan revisi dalam rangka pengesahan, batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan paling lambat tanggal 30 Desember 2014.

   

(4)

Pada saat penerimaan usul Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), seluruh dokumen telah diterima secara lengkap.

   

(5)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada  ayat (2) dan ayat (3).

 

BAB IV

PENYAMPAIAN PENGESAHAN REVISI ANGGARAN

 

Pasal 71

   

Penyampaian Pengesahan Revisi Anggaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

   

a.

Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57, disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Perbendaharaan dan tembusan kepada:

     

1.

Menteri/Pimpinan Lembaga;

     

2.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

     

3.

Gubernur;

     

4.

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Direktur Pelaksanaan Anggaran; dan

     

5.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait.

   

b.

Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan dan Kepala KPPN terkait dan tembusan kepada:

     

1.

Menteri/Pimpinan Lembaga;

     

2.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

     

3.

Gubernur;

     

4.

Direktur Jenderal Anggaran; dan

     

5.

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Direktur Pelaksanaan Anggaran.

             

BAB V

PELAPORAN REVISI ANGGARAN KEPADA DPR-RI

 

Pasal 72

   

(1)

Setiap Revisi Anggaran yang ditetapkan dalam perubahan DHP RKA-K/L dan DIPA Petikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 tembusannya disampaikan kepada DPR-RI oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.

   

(2)

Seluruh Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada DPR-RI dalam APBN-Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

   

(3)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Revisi Anggaran yang dilakukan sebelum APBN-Perubahan diajukan kepada DPR-RI.

   

(4)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan seluruh Revisi Anggaran yang dilakukan sepanjang Tahun Anggaran 2014.

             

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 73

   

(1)

Dalam hal terdapat alokasi anggaran yang dituangkan dalam Output Cadangan, usul penggunaan dana Output Cadangan diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 4 April 2014.

   

(2)

Usul penggunaan dana Output Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

   

(3)

Dalam hal Output Cadangan merupakan akibat dari penetapan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014, batas akhir pengajuan usul penggunaan dana Output Cadangan paling lambat tanggal 31 Oktober 2014.

   

(4)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

             

Pasal 74

   

(1)

Revisi Anggaran yang terjadi sebagai akibat dari ditetapkannya APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014, menjadi dasar penyelesaian revisi dokumen RKA-K/L DIPA Tahun Anggaran 2014.

   

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:

     

a.   

pergeseran anggaran antar Kegiatan yang mengakibatkan pengurangan volume keluaran;

     

b.

pergeseran anggaran antar Program; dan/atau

     

c.

realokasi anggaran termasuk pemanfaatan kembali alokasi anggaran Output cadangan.

   

(3)

Ketentuan mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

             

Pasal 75

   

(1)

Dalam hal penyelesaian Revisi Anggaran ditemukan kesalahan berupa:

     

a.

kesalahan pencantuman kantor bayar (KPPN);

     

b.  

kesalahan pencantuman kode lokasi;

     

c.

kesalahan pencantuman sumber dana;

     

d.

terlanjur memberikan approval/persetujuan revisi;

     

e.

tidak tercantumnya catatan pada halaman IV DIPA;

     

dan revisi DIPA Petikan yang telah disahkan belum direalisasikan, atas kesalahan tersebut dapat dilakukan revisi secara otomatis.

   

(2)

Revisi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan kewenangannya.

   

(3)

Mekanisme revisi otomatis dilaksanakan dengan ketentuan:

     

a.

Unit Eselon I/Kuasa Pengguna Anggaran Kementerian/Lembaga menyampaikan surat pemberitahuan kesalahan kepada  Direktur Jenderal Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilampiri ADK RKA-K/L; atau

     

b.

Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Anggaran/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditemukan adanya kesalahan;

     

c.

Berdasarkan surat pemberitahuan dan/atau hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, Direktur Jenderal Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengunggah kembali ADK RKA-K/L dan disahkan.

             

Pasal 76

   

(1)

Dalam hal terdapat Kegiatan/Keluaran yang dananya bersumber dari PHLN dan telah dilaksanakan pada tahun berjalan tetapi sampai berakhirnya tahun anggaran belum dapat disahkan pengeluarannya, pengesahan transaksi tersebut harus diselesaikan melalui mekanisme revisi DIPA.

   

(2)

Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan revisi dalam rangka pengesahan.

   

(3)

Mekanisme revisi DIPA dalam rangka pengesahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

unit eselon I mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran;

     

b.

pengeluaran yang akan disahkan dituangkan dalam RKA-K/L dalam Output tersendiri dan diberi catatan akun “dalam rangka pengesahan”; dan

     

c.

Direktur Jenderal Anggaran meneliti usulan revisi dan kelengkapan dokumen.

   

(4)

Ketentuan mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

             

Pasal 77

   

(1)

Dalam hal terdapat pagu minus terkait pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji untuk Tahun Anggaran 2014, pagu minus tersebut harus diselesaikan melalui mekanisme revisi DIPA.

   

(2)

Penyelesaian pagu minus melalui mekanisme revisi DIPA Tahun Anggaran 2014 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian administratif.

   

(3)

Penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran dari sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan dalam satu Program;

     

b.

dalam hal sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan tidak mencukupi, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program;

     

c.

dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran; dan/atau

     

d.

dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran, selisih minus dipenuhi melalui BA 999.08.

   

(4)

Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61.

   

(5)

Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.

   

(6)

Batas akhir penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 30 Desember 2014.

             

Pasal 78

   

Dalam rangka memperoleh data yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemutakhiran data anggaran (rekonsiliasi) berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan paling sedikit 2 (dua) bulan sekali.

             

Pasal 79

   

(1)

Dalam hal terdapat usul Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013 berkaitan dengan:

     

a.

pagu minus terkait pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;

     

b.

pagu minus terkait non belanja pegawai;

     

c.

pengesahan pendapatan dan belanja untuk Satker BLU;

     

d.

pengesahan belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang;

     

e.

pengesahan belanja yang dananya bersumber dari PHLN/PHDN; dan

     

f.

pengesahan pendapatan/belanja/pembiayaan anggaran untuk subbagian anggaran BA BUN;

     

yang diajukan setelah batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013, usul Revisi Anggaran dimaksud dapat diproses dan disahkan mengikuti batas akhir penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

   

(2)

Pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian administratif dan digunakan sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.

   

(3)

Kewenangan penyelesaian Revisi Anggaran dan mekanisme pengesahannya dilakukan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013.

   

(4)

Pengesahan atas Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari pelaksanaan anggaran Tahun Anggaran 2013.

         

 

Pasal 80

   

(1)

Penyelesaian sisa pekerjaan tahun 2013 yang dibebankan pada DIPA Tahun Anggaran 2014, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

penyediaan alokasi anggaran dilakukan melalui mekanisme Revisi Anggaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;

     

b.

batas akhir pengajuan usul Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan

     

c.

sisa pekerjaan yang dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2014 tidak termasuk pekerjaan kontrak tahun jamak (multiyears contract).

    (2)

Pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian sisa pekerjaan tahun 2013 yang dibebankan pada DIPA Tahun Anggaran 2014 mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran.

         

 

BAB VII

 KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 81

   

Ketentuan teknis  yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2014 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya.

             

Pasal 82

   

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.02/2013, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

             

Pasal  83

   

Ketentuan mengenai tata cara Revisi Anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku sebagai acuan tata cara Revisi Anggaran untuk Tahun Anggaran 2015, sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri ini.

             

Pasal 84

   

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

             
         

 

Ditetapkan di Jakarta

         

 

pada tanggal 13 Januari 2014

           

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

         

 

 
           

                                  ttd.

             
           

                 MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakarta 

pada tanggal 13 Januari 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                 REPUBLIK INDONESIA,

 

                              ttd.

 

                  AMIR SYAMSUDIN

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 40

Lampiran.........................