DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


LEMBARAN-NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

______________________________________________________________________
No. 76, 1971. MINJAK DAN GAS BUMI NEGARA. PERUSAHAAN PERTAMBANGAN. PENDIRIAN.
Undang-undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Negara. (Pendjelasan dalam Tambahan
Lembaran-Negara No.2971).



DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang: a. bahwa minjak dan gas bumi adalah bahan galian strategis, baik untuk perekonomian negara maupun untuk kepentingan pertahanan dan keamanan Nasional;
b. bahwa berhubung dengan tingkat perkembangan dan kemadjuan usaha jang telah ditjapai oleh Perusahaan Negara Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional (P.N. PERTAMINA) jang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1968 (Lembaran-Negara Republik Indonesia tahun 1968 No. 44), maka dipandang perlu untuk memberikan landasan kerdja baru guna meningkatkan kemampuan dan mendjamin usaha-usaha lebih landjut;
c. bahwa guna kelantjaran dan terdjaminnja pelaksanaan pengusahaan minjak dan gas bumi setjara ekonomis disatu fihak dan agar diperoleh manfaat jang sebesar-besarnja dari pengusahaan tersebut untuk rakyat, bangsa dan negara dilain fihak, maka dianggap perlu untuk mengatur kembali perusahaan milik negara jang ditugaskan untuk menjelenggarakan perusahaan pertambangan minjak dan gas bumi dengan Undang-undang.
Mengingat :
1. Pasal 5 ajat (1), pasal 20 ajat (1) dan pasal 33 ajat (2) dan ajat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3. Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 133. Tambahan Lembaran-negara No. 2070);
4. Undang-undang No. 11 tahun 1967 (Tambahan Lembaran-Negara tahun 1967 No.22,Tambahan Lembaran-Negara No.2831);
5. Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1969 (Lembaran-Negara Republik Indonesia tahun 1969 No. 40, Tambahan-Negara Republik Indonesia No. 2904).
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong.

M e m u t u s k a n :

Menetapkan: Undang-undang tentang Perusahaan Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Negara.

B A B I.
KETENTUAN UMUM.

Pasal 1.

(1) Dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang Departemen-departemen dalam bidangnja masing-masing, maka tatausaha, pengawasan pekerdjaan dan pelaksanaan pengusahaan pertambangan minjak dan gas bumi serta pengawasan hasil pertambangannja dipusatkan pada Departemen jang lapangan tugasnja meliputi pertambangn minjak dan gas bumi.
(2) Pengawasan termaksud pada ajat (1) pasal ini meliputi pengawasan produksi, pengawasan keselamatan kerdja dan kegiatan-kegiatan lainnja dalam pertambangan minjak dan gas bumi jang menjangkut kepentingan umum.
(3) Tjara pengawasan dan pengaturan keselamatan kerdja jang ditudjukan untuk keamanan, keselamatan kerdja dan effisiensi pekerdjaan dari pada pelaksanaan usaha pertambangan minjak dan gas bumi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B A B II.

KETENTUAN PENDIRIAN.

Pasal 2.

(1) Dengan nama Perusahaan Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Negara, disingkat PERTAMINA, selandjutnja dalam Undang-undang ini disebut Perusahaan, didirikan suatu perusahaan pertambangan minjak dan gas bumi, jang dimiliki Negara Republik Indonesia.
(2) Perusahaan termaksud pada ajat (1) pasal ini adalah badan hukum jang berhak melakukan usaha-usahanja berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Definisi Perusahaan Negara jang tertjantum dalam Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 pasal 1 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 133, Tambahan Lembaran-Negara No. 2070) harus dibatja Perusahaan dalam pengertian Undang-undang ini.

Pasal 3.

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini terhadap Perusahaan berlaku hukum Indonesia.

Pasal 4.


Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Djakarta.

B A B III.
TUDJUAN DAN LAPANGAN USAHA.

Pasal 5.

Tudjuan Perusahaan adalah membangun dang melaksanakan pengusahaan minjak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnja untuk sebesar-besar kemakmuran Rakjat dan Negara serta mentjiptakan Ketahanan Nasional.

Pasal 6

(1) Perusahaan bergerak dibidang pengusahaan minjak dan gas bumi jang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan dan pendjualan.
(2) Dengan persetudjuan Presiden dapat dilakukan perluasan bidang-bidang usaha, sepandjang masih ada hubungan dengan perusahaan minjak dan gas bumi termaksud pada ajat (1) pasal ini, serta didasarkan pada anggaran perusahaan, rentjana kerdja tahunan dan rentjana investasi perusahaan.

B A B IV.
MODAL.

Pasal 7.

(1) Modal Perusahaan adalah kekajaan Negara jang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belandja Negara sebesar jang ditanam dalam P.N. PERTAMINA sampai saat pembubarannja, jang djumlahnja tertjantum dalam Neratja Pembukaan jang akan disahkan oleh Menteri Keuangan.
(2) Penambahan modal termaksud pada ajat (1) pasal ini ditetapkan dengan Undang-undang.
(3) Modal Perusahaan tidak terbagi atas saham-saham.

Pasal 8.

(1) Perusahaan mempunjai tjadangan umum jang dipergunakan untuk menutupi kerugian jang mungkin timbul atas modal Perusahaan.
(2) Perusahaan membentuk tjadangan tudjuan.
(3) Tjadangan-tjadangan jang diadakan oleh Perusahaan dinjatakan dengan djelas dalam pembukaan Perusahaan.
(4) Perusahaan tidak mengadakan tjadangan diam dan tjadangan rahasia.

Pasal 9.

(1) Tjara mengurus dan menggunakan tjadangan umum ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Tjara mengurus dana penjusutan dan tjadangan tudjuan ditetukan oleh Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 10.

(1) Perusahaan dapat memperoleh dan menggunakan dana-dana jang diperlukan untuk mengembangkan usahanja melalui pengeluaran obligasi.
(2) Keputusan untuk mengeluarkan obligasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B A B V.
KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 11.

(1) Kepada Perusahaan disediakan seluruh wilajah hukum pertambangan Indonesia, sepandjang mengenai pertambangan minjak dan gas bumi.
(2) Kepada Perusahaan diberikan Kuasa Pertambangan jang batas-batas wilajahnja serta sjarat-sjaratnja ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

Pasal 12.

(1) Perusahaan dapat mengadakan kerdjasama dengan pihak lain dalam bentuk Kontrak Production Sharing.
(2) Sjarat-sjarat kerdjasama termaksud pada ajat (1) pasal ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Perdjandjian termaksud pada ajat (1) pasal ini mulai berlaku setelah disetudjui oleh Presiden.

B A B VI.
TUGAS DAN KEWADJIBAN PERUSAHAAN.

Pasal 13.

Tugas Perusahaan adalah:
a. melaksanakan pengusahaan minjak dan gas bumi dengan memperoleh hasil jang sebesar-besarnja bagi kemakmuran Rakjat dan Negara;
b. menjediakan dan melajani kebutuhan bahan bakar minjak dan gas bumi untuk dalam negeri jang pelaksanaannja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14.

(1) Dalam melaksanakan pengusahaan pertambangan minjak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan jang tertjantum dalam Undang-undang ini Perusahaan wadjib menjetor kepada Kas Negara, djumlah-djumlah sebagai berikut:


a. enam puluh persen dari penerimaan bersih usaha (net operating income) atas hasil operasi Perusahaan sendiri;
b. enam puluh persen dari penerimaan bersih usaha (net operating income) atas hasil Kontrak Production Sharing sebelum dibagi antara Perusahaan dan Kontraktor;
c. seluruh hasil jang diperoleh dari Perdjandjian Karya termaksud dalam Undang-undang No. 14 tahun 1963;
d. enam puluh persen dari penerimaan-penerimaan bonus Perusahaan jang diperoleh dari hasil Kontrak Production Sharing.


(2) Untuk memudahkan pelaksanaan ajat (1) sub a dan b pasal ini dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan suatu persentase tertentu dari nilai pendjualan atau suatu djumlah pungutan tertentu untuk setiap satuan volume dari seluruh produksi.
(3) Pada setiap achir tahun diadakan penjesuaian agar djumlah jang disetorkan menurut ajat (2) pasal ini sama dengan djumlah jang diperhitungkan menurut ajat (1) sub a dan b pasal ini.

Pasal 15.

Penjetoran kepada Kas Negara sebagaimana tertjantum pada ajat (1) sub a dan b pasal 14 Undang-undang ini, membebaskan Perusahaan dan Kontraktor, serta merupakan pembajaran dari:
a. Padjak Perseroan termaksud dalam Ordonantie Padjak Perseroan (Staatsblad 1925 No. 319) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
b. Iuran pasti, iuran eksplorasi, iuran eksploitasi dan pembajaran-pembajaran lainnja jang berhubungan dengan pemberian Kuasa Pertambangan termaksud dalam Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960;
c. Pungutan atas ekspor minjak dan gas bumi serta hasil-hasil pemurnian dan pengolahan;
d. Bea masuk termaksud dalam Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad 1878 No. 35) sebagaimana telah ditambah dan dirobah dan Padjak Pendjualan atas impor termaksud dalam Undang-undang No. 19 Drt. tahun 1951 (Lembaran-Negara tahun 1951 No. 94, Tambahan Lembaran-Negara no. 157) jo. Undang-undang No. 2 tahun 1968 (Lembaran-Negara tahun 1968 No. 14, Tambahan Lembaran-Negara No. 2847) sebagaimana telah dirobah dan ditambah dari pada semua barang-barang jang dipergunakan dalam operasi Perusahaan, jang pelaksanaannja akan diatur dengan Peraturan Pemerintah;
e. Iuran Pembangunan Daerah.

B A B VII.
DEWAN KOMISARIS PEMERINTAH.

Pasal 16.

(1) Dewan Komisaris Pemerintah menetapkan kebidjaksanaan umum Perusahaan, mengawasi pengurusan Perusahaan dan mengusulkan kepada Pemerintah langkah jang perlu diambil dalam rangka menjempurnakan pengurusan Perusahaan, termasuk susunan Direksi Perusahaan.
(2) Dewan Komisaris Pemerintah bertanggung-djawab kepada Presiden.
(3) Dewan Komisaris Pemerintah terdiri atas 3 (tiga) orang anggota, jaitu Menteri dalam bidang pertambangan sebagai Ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan sebagai wakil Ketua merangkap anggota serta Ketua Badan Perentjanaan Pembangunan Nasional sebagai anggota.
(4) Apabila dipandang perlu, Presiden dapat menambah sebanjak-banjaknja 2 (dua) orang Menteri dalam bidang lainnja sebagai anggota.
(5) Dewan Komisaris Pemerintah berhak meminta segala keterangan jang diperlukan Kepada Direksi.
(6) Dewan Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(7) Tata-tertib dan tjara mendjalankan tugas Dewan Komisaris Pemerintah diatur dalam suatu peraturan jang ditetapkan olehnja.

Pasal 17.

(1) Dewan Komisaris Pemerintah mengadakan sidang setiap waktu diperlukan dengan sekurang-kurangnja 1 (satu) kali dalam sebulan.
(2) Keputusan-keputusan Dewan Komisaris Pemerintah diambil atas dasar musjawarah untuk mufakat.
(3) Dalam hal tidak tertjapai kesepakatan pendapat terhadap masalah-masalah jang dibitjarakan dalam Dewan Komisaris Pemerintah maka masalahnja diadjukan kepada Presiden untuk mendapat keputusan lebih landjut.

Pasal 18.

(1) Untuk memperlantjar tugas administrasi dari Dewan Komisaris Pemerintah dibentuk suatu Sekretariat Dewan Komisaris Pemerintah jang dipimpin oleh seorang Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah.
(2) Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Komisaris Pemerintah.
(3) Untuk memperlantjar pelaksanaan tugasnja Dewan Komisaris Pemerintah dapat menundjuk tenaga-tenaga ahli dan atau badan jang diperlukannja.
(4) Uang djasa Anggota Dewan Komisaris Pemerintah dan Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Segala biaja jang diperlukan Dewan Komisaris Pemerintah dalam pelaksanaan tugasnja dibebankan kepada Perusahaan.

B A B VIII.
DIREKSI.

Pasal 19.

(1) Perusahaan dipimpin dan diurus oleh suatu Direksi jang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanjak-banjaknja 5 (lima) orang Direktur.
(2) Direksi bertanggung-djawab kepada Dewan Komisaris Pemerintahan dan Direktur Utama Perusahaan mewakili Direksi dalam pertanggungan-djawab tersebut.
(3) Berdasarkan pasal 1 Bab I Undang-undang ini Direksi bertanggung-djawab kepada Menteri Pertambangan sedjauh menjangkut segi-segi pengusahaan.
(4) Tata-tertib dan tjara mendjalankan pekerdjaan Direksi diatur dalam suatu peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah.
(5) Gadji dan penghasilan lain daripada Anggota Direksi ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah sesuai dengan ketentuan-ketentuan jang berlaku.
(6) Keputusan-keputusan Direksi diambil atas dasar musjawarah untuk mufakat.
(7) Dalam hal tidak tertjapai kesepakatan pendapat terhadap masalah-masalah jang dibitjarakan dalam Direksi, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara.
(8) Dalam hal pemungutan suara tidak menghasilkan keputusan, maka Direktur Utama Perusahaan mengambil keputusan.

Pasal 20

(1) Tugas Direksi adalah :
a. memimpin dan mengurus serta mengendalikan Perusahaan sesuai dengan tudjuan Perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini;
b. melaksanakan kebidjaksanaan umum dalam mengurus perusahaan jang telah ditentukan oleh Dewan Komisaris Pemerintah;
c. menjiapkan rentjana kerdja tahunan Perusahaan;
d. menjiapkan anggaran Perusahaan berdasarkan rentjana kerdja tahunan Perusahaan;
e. mengurus dan memelihara kekajaan Perusahaan;
f. menjiapkan susunan organisasi Perusahaan serta anak-anak dan atau
tjabang-tjabang Perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan
jang berlaku;
g. memberikan segala keterangan jang diperlukan Dewan Komisaris Pemerintah dan Departemen Pertambangan;
h. mengangkat dan memberhentikan Pegawai Perusahaan menurut peraturan kepegawaian Perusahaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan jang berlaku;
i. menetapkan gadji, pensiun dan atau penghasilan lain dari pada pegawai Perusahaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan jang berlaku.
(2) Dalam menetapkan peraturan gadji dan penghasilan lain dari pada pegawai Perusahaan termaksud pada ajat (1) huruf i pasal ini Direksi harus mendapat persetudjuan Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 21.

(1) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden untuk djangka waktu selama-lamanja 5 (lima) tahun. Setelah masa djabatan tersebut berachir jang bersangkutan dapat diangkat kembali.
Sjarat-sjarat untuk pengangkatan Anggota Direksi termaksud pada ajat (1) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Presiden dapat memberhentikan Anggota Direksi setelah mendengar Dewan Komisaris Pemerintah, meskipun masa djabatan jang bersangkutan belum berachir dalam hal-hal tersebut dibawah ini:
a. atas permintaan sendiri;
b. karena melakukan tindakan atau menundjukkan sikap jang merugikan Perusahaan atau bertentangan dengan kepentingan Negara;
c. karena mendjadi anggota sesuatu organisasi terlarang;
d. karena sesuatu hal jang menjebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnja dengan baik;
e. karena meninggal dunia.
(4) Dalam hal terdapat tuduhan termaksud pada ajat (3) huruf-huruf b dan c ini, maka Anggota Direksi jang bersangkutan dapat diberhentikan untuk sementara dari tugasnja oleh Dewan Komisaris Pemerintah. Pemberhentian sementara tersebut diberitahukan setjara tertulis kepada jang bersangkutan disertai alasan-alasan jang nenjebabkan tindakan tersebut.
(5) Kepada Anggota Direksi jang dikenakan pemberhentian sementara diberikan kesempatan untuk membela diri setjara tertulis kepada Presiden dalam djangka waktu 2 (dua) minggu setelah jang bersangkutan diberitahukan tentang keputusan tersebut.
(6) Apabila dalam djangka waktu 2 (dua) bulan sedjak tanggal pemberhentian sementara tidak ada pengesahan atau keputusan Presiden tentang hal tersebut, maka pemberhentian sementara tersebut mendjadi batal.
(7) Apabila pelanggaran sebagaimana tersebut pada ajat (3) huruf-huruf b dan c pasal ini merupakan suatu pelanggaran hukum pidana, maka pemberhentian tersebut merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.

Pasal 22.

(1) Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia.
(2) Antara para Anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai deradjat ketiga, baik menurut garis lurus maupun menurut garis kesamping termasuk menantu dan ipar. Djadi sesudah pengangkatannja mereka masuk hubungan keluarga jang terlarang itu, maka salah seorang diantara mereka tidak boleh melandjutkan djabatannja, ketjuali diidjinkan oleh Presiden.
(3) Anggota Direksi tidak boleh merangkap djabatan lain ketjuali dengan idjin Dewan Komisaris atau untuk djabatan jang dipikulkan oleh Pemerintah kepadanja.
(4) Anggota Direksi tidak boleh mempunjai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung dalam perkumpulan/perusahaan lain jang betudjuan mentjari laba, ketjuali dengan idjin Presiden.

Pasal 23.

(1) Direktur Utama mewakili Perusahaan didalam dan diluar pengadilan.
(2) Direktur Utama dapat menjerahkan kekuasaan termaksud pada ajat (1) Pasal ini kepada seorang atau beberapa orang Direktur jang chusus ditundjuk untuk hal tersebut atau seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan, baik sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang/badan lain.

Pasal 24.

Peraturan-peraturan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan Bendaharawan berlaku djuga terhadap Anggota Direksi dan Pegawai Perusahaan.

B A B IX.
TAHUN BUKU.

Pasal 25.

Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwin, ketjuali djika ditetapkan lain oleh Pemerintah.

B A B X.
ANGGARAN PERUSAHAAN.

Pasal 26.

(1) Selambat-lambatnja dalam djangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku, Direksi diwadjibkan menjampaikan kepada Dewan Komisaris Pemerintah anggaran Perusahaan jang disusun sedemikian rupa, sehingga:


a. menggambarkan dengan djelas kegiatan Perusahaan serta kegiatan anak-anak Perusahaan dan penjertaan-penjertaannja;
b. mentjakup rentjana kerdja kegiatan operasi dan rentjana investasi Perusahaan;
c. dalam rangka kerdjasama dengan kontraktor-kontraktor Kontrak Production Sharing, maka Perusahaan diwadjibkan untuk mengadjukan anggaran tersendiri mengenai hal tersebut.
(2) Anggaran Perusahaan termaksud pada ajat (1) pasal ini baru mulai berlaku setelah mendapat persetudjuan Dewan Komisaris Pemerintah.
(3) Apabila sampai permulaan tahun buku Dewan Komisaris Pemerintah tidak mengemukakan keberatannja, maka anggaran Perusahaan dan rentjana kerdja Perusahaan berlaku sepenuhnja.
(4) Tiap perobahan atas anggaran Perusahaan dan rentjana kerdja perusahaan jang terdjadi dalam tahun buku jang bersangkutan harus mendapat persetudjuan dari Dewan Komisaris Pemerintah.
(5) Setiap 3 (tiga) bulan sekali Direksi menjampaikan laporan mengenai pelaksanaan dari pada anggaran Perusahaan dan laporan kegiatan lainnja kepada Dewan Komisaris Pemerintah dan Departemen Pertambangan.

Pasal 27.

Untuk hal-hal tersebut dibawah ini Direksi diwadjibkan meminta persetudjuan lebih dahulu dari Dewan Komisaris Pemerintah:
a. Tindakan-tindakan jang mengikat kekajaan Perusahaan sebagai djaminan;
b. Melakukan pindjaman jang melebihi sesuatu djumlah jang akan ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah;
c. Mendirikan anak-anak Perusahaan atau mengadakan penjertaan;
d. Mengadakan perdjandjian/kontrak pembelian dan pedjualan jang sifat dan besarnja akan ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 28.

Semua alat liquide pada dasarnja disimpan dalam Bank milik Negara, tetapi untuk kelantjaran djalannja Perusahaan dapat pula disimpan pada Bank-bank lain dengan persetudjuan Dewan Komisaris Pemerintah.

B A B XI.
LAPORAN PERHITUNGAN TAHUNAN.

Pasal 29.

(1) Selambat-lambatnja dalam djangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku berachir Direksi diwadjibkan penjampaikan laporan perhitungan tahunan jang terdiri dari neratja dan perhitungan laba dan rugi Perusahaan kepada Dewan Komisaris Pemerintah untuk disahkan. Perhitungan tahunan jang telah disahkan tersebut disampaikan oleh Direksi kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri dalam bidang Pertambangan dan Menteri Keuangan.
(2) Apabila dalam djangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima perhitungan tahunan Dewan Komisaris Pemerintah tidak mengemukakan keberatannja, maka perhitungan tahunan tersebut dianggap telah disahkan.
(3) Pengesahan tersebut pada ajat (2) pasal ini memberikan pembebasan tanggung-djawab kepada Direksi terhadap segala sesuatu jang termuat dalam perhitungan tahunan tersebut.
(4) Direktorat Akuntan Negara bertugas mengadakan pemeriksaan (audit) terhadap perhitungan tahunan.
(5) Neratja dan perhitungan laba-rugi Perusahaan jang telah disahkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah diumumkan setjara luas. Tjara pengumuman tersebut ditentukan oleh Dewan Komisaris Pemerintah.
(6) Penggunaan dan penetapan laba Perusahaan diatur lebih landjut dengan Peraturan Pemerintah.

B A B XII.
PEMBUBARAN.

Pasal 30.

(1) Pembubaran Perusahaan dan penundjukkan likwidaturnja ditetapkan dengan Undang-undang.
(2) Semua kekajaan Perusahaan setelah diadakan likwidasi mendjadi milik negara.
(3) Likwidaturnja bertanggung-djawab kepada Pemerintah atas pelaksanaan likwidasi Perusahaan.

B A B XIII.
KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 31.

(1) Pada saat mulai berlakunja Undang-undang ini Perusahaan Negara Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional (P.N. PERTAMINA) jang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968 (Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) dinjatakan bubar dan semua hak, kewadjiban, kekajaan termasuk tjadangan-tjadangan, perlengkapan termasuk para pegawai dan usaha-usaha P.N. PERTAMINA beralih kepada Perusahaan.
(2) Segala hak dan kewadjiban serta akibat-akibat jang timbul dari suatu perdjandjian/kontrak antara P.N. PERTAMINA dengan fihak lain beralih mendjadi hak dan kewadjiban Perusahaan.

Pasal 32.

(1) Sebelum diangkat Direksi sebagaimana termaksud dalam pasal 21 Undang-undang ini, maka Direksi P.N. PERTAMINA jang ada pada saat mulai berlakunja Undang-undang ini bertindak sebagai Direksi Perusahaan.
(2) Dalam djangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunja Undang-undang ini, Pemerintah menetapkan Direksi dan Dewan Komisaris Pemerintah, sesuai dengan Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

B A B XIV.
KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 33.

(1) Hal-hal jang belum tjukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan lebih landjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dengan berlakunja Undang-undang ini, maka Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968 (Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) dinjatakan tidak berlaku.

Pasal 34.

(1) Undang-undang ini disebut "Undang-undang PERTAMINA".
(2) Undang-unang ini mulai berlaku pada hari tanggal diundangkan.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannja dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Djakarta
pada tanggal 15 Desember 1971.
Presiden Republik Indonesia,

SOEHARTO.
Djenderal T.N.I.



Diundangkan di Djakarta

pada tanggal 15 Desember 1971.

Sekretaris Negara Republik

Indonesia,

ALAMSJAH.
Letnan Djenderal T.N.I.


TAMBAHAN
LEMBARAN-NEGARA R.I.

______________________________________________________________________


No. 2971. MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA. PERUSAHAAN PERTAMBANGAN. PENDIRIAN.
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1971 tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1971
tentang
PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN
GAS BUMI NEGARA.

I. PENJELASAN UMUM.

Minyak dan gas bumi merupakan bahan galian yang strategis dan merupakan kekayaan Nasional yang terbesar dewasa ini.
Kekayaan ini sekali ditambang dari perut bumi tidak dapat diperbaharui lagi, karena itu dalam menetapkan kebijaksanaan perminyakan dan pelaksanan kebijaksanaan tersebut selalu harus berpedoman kepada jiwa pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.
Sudah semestinyalah, bahwa kekayaan Nasional yang besar tersebut harus dimanfaatkan untuk pembangunan perekonomian negara yang dapat membawa kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pada itu, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi harus dilakukan secara ekonomis, sehingga merupakan sumber pembiayaan yang penting bagi Pembangunan ekonomi Negara.
Berhubung dengan pentingnya bahan galian minyak dan gas bumi, baik bagi kesejahteraan rakyat maupun untuk pertahanan dan keamanan Nasional, maka dalam Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 telah ditentukan bahwa pengusahaan minyak dan gas bumi hanya dapat diselenggarakan oleh negara dan pelaksanaan pengusahaannya hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Negara.
Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (P.N. PERTAMINA)
yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968 (Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) sampai pada saat berlakunya Undang-undang ini adalah satu-satunya Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untuk menampung dan melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia, yang pada waktu ini telah berkembang dan telah mencapai suatu tingkat kesatuan usaha yang meliputi berbagai-bagai cabang pengusahaan minyak dan gas bumi (suatu Intergrated State Oil Company) di Indonesia.
Memperhatikan pengalamam serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh P.N. PERTAMINA hingga saat ini, serta pula untuk menjamin kelancaran perkembangan usaha selanjutnya bagi suatu perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara yang sanggup dan mampu mengadakan kompetisi secara internasional, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara, maka perlu disiapkan dasar-dasar dan landasan kerja yang memadai, yang tidak cukup diatur dengan perundang-undangan yang telah ada.
Berdasarkan petimbangan-pertimbangan tersebut diatas itulah, maka dengan Undang-undang ini didirikan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat Undang-undang PERTAMINA, yang diharapkan akan dapat merupakan sarana (hukum) untuk meningkatkan dan lebih menjamin suksesnya pengusahaan minyak dan gas bumi, yang selama ini dilaksanakan oleh P.N PERTAMINA.
Di samping itu dalam Undang-undang PERTAMINA ini diatur lebih jelas dan terperinci cara-cara pengurusan perusahaan khusus mengenai minyak dan gas bumi yang strategis itu, serta diatur dengan jelas pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan, sehingga dapat diharapkan akan lebih terjamin kelacaran pelaksanaan usaha, sedangkan pemberian bimbingan dan pengawasan akan dapat dilaksanakan pula oleh Pemerintah dengan lebih teratur dan terarah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.

Ayat (1).
Dalam pasal 16 Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 ditegaskan bahwa tata-usaha dan pengawasan pekerjaan-pekerjaan pertambangan dan pelaksanaan pengusahan
minyak dan gas bumi dilakukan oleh Departemen/Instansi Pemerintah yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi.
Oleh karena itu tidak mengurangi tugas dan wewenang Menteri-menteri dalam bidangnya masing-masing, maka pengusaha minyak dan gas bumi di Indonesia diatur,dibina dan diawasi oleh Menteri tersebut diatas. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan pertambangan minyak dan gas bumi tersebut dilakukan dalam rangka kewenangan Menteri tersebut di atas dalam bidang hukum publik.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3).
Bahwa pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi itu merupakan proses yang terus-menerus dan memerlukan peralatan yang khusus dan menghadapi kemungkinan bahaya yang mempunyai frequency yang begitu besar maka perlu diadakan penyelenggaraan keselamatan kerja yang lebih effisien dan effektif. Oleh karena pada Departemen Pertambangan tersedia personil peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan keselamatan kerja tersebut maka perlu wewenang untuk menyelenggarakan keselamatan kerja di bidang pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dilimpahkan kepada Departemen Pertambangan.

Pasal 2.

Cukup jelas.

Pasal 3.

Cukup jelas.

Pasal 4.

Cukup jelas.

Pasal 5.

Kemakmuran rakyat dan Negara dapat dicapai dengan melaksanakan pembangunan perekonomian Negara; dengan demikian aktivitas perusahaan akan selalu memperhatikan dan bahkan berpedoman kepada pembangunan perekonomian tersebut.

Pasal 6.

Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2).
Sebagaimana pelaksana pengusahaan minyak dan gas bumi yang bidang usahanya bersifat khusus, Perusahaan memerlukan ruang gerak yang cukup yang meliputi usaha-usaha lain yang bersangkutan dengan itu, sehingga usahanya dapat berjalan seefisien mungkin dan dapat terjamin kelancaran masing-masing bidang usahanya.
Perluasan usaha selalu harus didasarkan kepada perhitungan ekonomis.
Walaupun demikian tidak dapat dianggap wajar andaikata perusahaan mengadakan perluasan usaha dalam bidang yang tidak ada hubungan langsung dengan usaha pokoknya. Semua daya dan dana seharusnya pertama-tama dipergunakan untuk usaha pokok; setelah usaha pokok ini terlaksana dan menurut perhitungan ekonomis memberikan atau menyebabkan keuntungan yang lebih besar dalam usaha Perusahaan barulah perluasan usaha dapat dilaksanakan dengan saijin Presiden. Dengan sendirinya Presiden hanya akan menyetujuinya setelah Dewan Komisaris Pemerintah
mengijinkan Perusahaan untuk mengadakan usaha baru tersebut.

Pasal 7.

Ayat (1).
Yang dimaksud dengan modal Perusahaan sebesar yang ditanam dalam P.N. PERTAMINA adalah modal yang terdiri dari seluruh kekayaan P.N. PERTAMINA yang ada semenjak didirikan hingga saat pembubarannya dan yang telah dinyatakan dalam Neraca Penutupan dan Neraca Pembukaan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3).
Sebagai badan hukum berdasarkan Undang-undang ini, maka Perusahaan mempunyai modal yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan modal tersebut tidak terbagi atas saham-saham.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kedudukan modal Perusahaan, sehingga tidak memungkinkan adanya Partisipasi modal dari luar dalam Perusahaan (partisipasi pasif). Penyertaan modal dari Perusahaan untuk perluasan usaha (partisipasi aktif) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang ini.

Pasal 8.

Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2).
Cadangan tujuan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pembiayaan tujuan-tujuan tertentu, seperti pembaharuan, perluasan dan sebagainya.
Tiap-tiap cadangan tujuan tersebut harus dijelaskan dalam pembukuan untuk tujuan-tujuan apa.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 9.

Pengurusan dan penggunaan dana-dana dari pada penyusutan dan cadangan-cadangan perlu diatur lebih lanjut, terutama untuk mencegah penggunaan dana-dana tersebut untuk: tujuan-tujuan yang menyimpang dari pada semula. Demikian pula dapat diatur untuk memanfaatkan dana-dana tersebut selama tidak dipakai.
Karena cadangan umum dimaksudkan untuk melindungi modal Perusahaan, sedang modal Perusahaan adalah milik Negara, maka sewajarnyalah bahwa pengurusan dana termaksud diatur oleh Peraturan Pemerintah. Lain halnya dengan pengurusan dana penyusutan dan cadangan tujuan yang dapat diatur oleh Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 10.

Pengeluaran obligasi oleh Perusahaan memerlukan pemikiran yang teliti apakah rentabilitas dari investasi yang dilakukan dengan hasil penjualan obligasi cukup tinggi sehingga dapat menutup bunga obligasi yang harus dibayar setiap tahunnya.
Demikian juga apakah akan tersedia dana pada waktu dibutuhkan untuk pelunasan.
Karena itu keputusan untuk mengeluarkan obligasi harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11.

Dengan pasal ini tidak berarti bahwa semua wilayah hukum pertambangan telah diberikan kepada perusahaan.

Pasal 12.

Dalam mengadakan kerja sama ini harus diusahakan syarat-syarat yang paling menguntungkan bagi Negara.
Dengan sendirinya Pemerintah hanya akan menyetujui kerja sama ini setelah Dewan Komisaris Pemerintah mengijinkan Perusahaan mengadakan kerja sama.
Setiap Kontrak Production Sharing yang telah disetujui oleh Presiden diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 13.

Dalam melaksanakan tugas untuk menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi kebutuhan dalam negeri, terutama minyak tanah sebagai salah satu bahan pokok, Perusahaan mentaati ketentuan-ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Pemerintah.

Pasal 14.

Ayat (1).
a.
Yang dimaksud dengan net operating income di sini 

ialah hasil(revenue)dikurangi dengan biaya-biaya

(general cost).Untuk ini dipergunakan cara-cara

perhitungan seperti yang dimuat dalam 

Undang-undang No. 14 tahun 1963.

b.
Pembagian dari hasil Production Sharing adalah 

sebagai berikut :

misalkan suatu Production Sharing operation

menghasilkan                          :100X

Biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor: 40X(maks.)

                                      -----

Net operating income                    60X

yang harus disetor ke Kas Negara:60%dari60X=36X.

Jika biaya yang dikeluarkan kontraktor lebih

kecil,maka pembagiannya akan menjadi sebagai

berikut :

Misalkan suatu Production Sharing operation

menghasilkan                          :100X

Biaya yang dikeluarkan kontraktor     : 20X

                                      -----        

                                        80X                   

yang harus disetor ke Kas Negara:60%dari80X=48X.



Dari pembagian ini terlihat bahwa makin baik 

syarat-syarat kontrak untuk fihak Indonesia

makin besar bagian untuk Perusahaan.

Sewajarnyalah Perusahaan mendapatkan fee yang

lebih besar dari usahanya yang lebih baik.

Dengan pembagian ini Perusahaan harus dapat

menutup biaya-biaya pelaksanaan Production 

Sharing yang dikeluarkan sendiri.
c.
Cukup jelas.
d.
Yang dimaksud bonus Perusahaan adalah bonus 

produksi yang harus dibayar oleh kontraktor 

kepada PERTAMINA dalam rangka kontrak-kontrak

Production Sharing dan mulai berlaku pada 

saat berlakunya Undang-undang ini.



Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 15.

Khusus mengenai Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA), oleh karena hal ini menyangkut
kepentingan Daerah, maka pelaksanaannya dibayar oleh Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah dari hasil yang harus disetorkan Perusahaan kepada Kas Negara.
Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) dengan demikian tetap ada dan tidak dihapuskan.

Pasal 16.

Ayat (1).
Kebijaksanaan umum yang dimaksud dalam ayat ini adalah garis-garis kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan
kerja dari Direksi Perusahaan yakni antara lain seperti menetapkan Anggaran
Belanja, rencana kerja, rencana investasi, pedoman-pedoman dalam mengurus dan
memelihara kekayaan perusahaan dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh
Dewan tersebut.
Adapun pengawasan yang dimaksud di sini dilaksanakan oleh Dewan antara lain
dengan cara penetapan pedoman dan cara-cara tertentu di dalam melakukan
pengelolaan atas kekayaan Perusahaan yang harus diindahkan oleh Direksi, baik
secara aktif Dewan tersebut melakukan pemerikasaan maupun secara pasif dengan
menerima laporan-laporan secara berkala, dan lain sebagainya yang dipandang
perlu oleh Dewan tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5).
Dengan sendirinya Dewan Komisaris Pemerintah berhak untuk memeriksa segenap Buku, surat-surat dan bukti-bukti, serta dapat pula meminta bantuan akhli untuk memeriksa Buku, surat-surat dan bukti-bukti tersebut.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7).
Di dalam peraturan tata-tertib dan cara menjalan tugas Dewan dicantumkan segala hak-hak, kewajiban dan prosedure kerja yang dipandang perlu oleh Dewan agar ia dapat bekerja secara effisien dan effectif.

Pasal 17.

Cukup jelas.

Pasal 18.

Cukup jelas.

Pasal 19.

Ayat (1).
"Dipimpin dan diurus" yang dimaksud dalam ayat ini ialah semua fungsi management yang ada dalam surat Perusahaan Modern.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4).
Di dalam peraturan tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi dicantumkan tentang pembagian tugas antara Direksi, prosedure kerja dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh Dewan Komisaris Pemerintah.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas.

Pasal 20.

Cukup jelas.

Pasal 21.

Pada pasal 16 ayat (1) Undang-undang ini antara lain ditentukan bahwa dalam rangka penyempurnaan pengurusan Perusahaan Dewan Komisaris Pemerintah mengusulkan susunan keanggotaan Direksi Perusahaan kepada Presiden.
Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut, maka sebelum Direksi tersebut diangkat dan diberhentikan, Presiden dapat mendengar pertimbangan/pendapat Menteri Pertambangan sebagai pembantu Presiden yang disertai tanggung-jawab dalam pengusahaan minyak dan gas bumi.
Ayat (2).
Syarat-syarat untuk pengangkatan anggota Direksi selain dari yang telah ditetapkan dalam Undang-undang ini (pasal 22) akan ditambah dengan ketentuan-ketentuan persyaratan lain yang umum berlaku seperti mempunyai kecakapan/keahlian yang dibutuhkan, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, mempunyai moral yang baik, berwibawa, jujur, adil serta tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan G.30.S./P.K.I. dan atau organisasi-organisasi terlarang lainnya.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.

Pasal 22.

    Ayat (1) Cukup jelas.
    Ayat (2).

Kecuali ada ijin Presiden maka apabila antara anggota-anggota Direksi tersebut terjadi hubungan keluarga, maka salah seorang di antaranya tidak boleh melanjutkan jabatan lagi.
Untuk pemilihannya didasarkan atas pertimbangan obyektif sesuai dengan kepentingan Perusahaan.

    Ayat (3).
Jabatan ini demikian pentingnya, sehingga haruslah dibatasi adanya jabatan rangkap.
Ayat (4).
Larangan ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya pertentangan kepentingan dan terjaminnya obyektivitas dari Keputusan Direksi.

Pasal 23.

Cukup jelas.

Pasal 24.

Cukup jelas.

Pasal 25.

Cukup jelas.

Pasal 26.

Ayat (1)
Untuk menyelenggarakan pekerjaan Pengurusan Perusahaan dengan baik diperlukan adanya anggaran Perusahaan.
Dari Anggaran Perusahaan tersebut harus jelas digambarkan kegiatan Perusahaan sendiri, hasil dari kegiatan anak-anak Perusahaan dan penyertaan-penyertaan lainnya, rencana investasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu.
Di samping itu harus pula dijelaskan sumber-sumber yang diharapkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Kegiatan dalam rangka Production Sharing diajukan dalam anggaran tersendiri.
Dalam pengolahan Anggaran Perusahaan oleh Dewan Komisaris Pemerintah, semua aparatur Departemen Pertambangan harus dipergunakan seeffectif-effectifnya.
Ayat (2).
Persetujuan Dewan Komisaris Pemerintah terhadap Anggaran tersebut di atas tidak mengurangi kewajiban Direksi untuk memenuhi ketentuan Pasal 27 Undang-undang ini.

    Ayat (3) Cukup jelas.
    Ayat (4) Cukup jelas.
    Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 27.

    Cukup jelas.

Pasal 28.

Sesuai dengan sifat-sifat khusus Perusahaan di mana antara lain karena banyaknya transaksi yang harus dilakukan dengan fihak asing, maka untuk kelancaran usahanya, Perusahaan menggunakan bank milik Negara dan apabila diperlukan dapat juga menggunakan bank-bank lain dengan persetujuan Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 29.

Ayat (1).
Perhitungan tahunan digunakan sebagai dasar dari Dewan Komisaris Pemerintah untuk memberikan pengesahannya terhadap tindakan pengurusan Perusahaan oleh Direksi.

    Ayat (2) Cukup jelas.
    Ayat (3) Cukup jelas.
    Ayat (4) Cukup jelas.
    Ayat (5) Cukup jelas.

    Ayat (6).

Dalam menetapkan penggunaan laba Perusahaan, harus diperhatikan pula pembentukan cadangan umum dan cadangan tujuan.

Pasal 30.

    Ayat (1) Cukup jelas.
    Ayat (2) Cukup jelas.
    Ayat (3).

Dengan pengesahan pertanggungan-jawab likwidasi yang dilakukan oleh likwidatur
kepada Pemerintah sekaligus memberikan pembebasan tanggung-jawab mengenai
pekerjaan yang telah dilakukan oleh likwidatur.

Pasal 31.

    Cukup jelas.

Pasal 32.

    Cukup jelas.

Pasal 33.

    Cukup jelas.

Pasal 34.

    Ayat (1). Cukup jelas.

    Ayat (2).

Pelaksanaan dari Undang-undang ini secara effectif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

(Termasuk Lembaran-Negara Republik Indonesia
tahun 1971 No.76).