MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 126 /PMK.02 / 2006


TENTANG

TATACARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN
SUBSIDI LISTRIK TAHUN ANGGARAN 2006

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006, telah dianggarkan belanja untuk subsidi listrik;

 

 

b.

bahwa untuk penyaluran subsidi listrik, diperlukan tata cara penghitungan dan pembayarannya;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2006;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4512) ;

 

 

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);

 

 

7.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

8.

Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara;

 

 

9.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

10.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.0l/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/ PMK.0l/ 2006;

 

 

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;

 

 

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;

 

 

13.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2006.

 

 

14.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2006;

 

 

15.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1116/K/36/MEM/2003 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATACARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI LISTRIK TAHUN ANGGARAN 2006.

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Golongan tarif adalah golongan tarif sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden yang mengatur mengenai Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) P'T. Perusahaan Listrik Negara.

 

 

2.

Biaya Pokok Penyediaan (Rp/kWh), yang selanjutnya disebut BPP adalah biaya penyediaan tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) untuk melaksanakan kegiatan operasi mulai dari pembangkitan, penyaluran (transmisi), sampai dengan pendistribusian tenaga listrik ke pelanggan dibagi dengan total kWh jual.

 

 

3.

Volume penjualan adalah hasil penjualan tenaga listrik (kWh) dari masing-masing golongan tarif.

 

Pasal 2

 

 

(1)

Subsidi listrik diberikan kepada pelanggan dengan golongan tarif yang harga jual tenaga listrik rata-rata-nya lebih rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut.

 

 

(2)

Pemberian subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui PT PLN (Persero).

 

Pasal 3

 

 

Subsidi listrik dihitung dari selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing golongan tarif dikurangi BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing golongan tarif tersebut dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap golongan tarif.

 

Pasal 4

 

 

(1)

BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.

 

 

(2)

Penetapan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga penetapan besaran perkiraan susut jaringan dalam 1 (satu) tahun.

 

 

(3)

Selain penetapan perkiraan susut jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi juga menetapkan besarnya realisasi susut jaringan secara triwulanan.

 

Pasal 5

 

 

Komponen BPP meliputi :

 

 

a.

Pembelian tenaga listrik termasuk sewa pembangkit.

 

 

b.

Biaya bahan bakar yang terdiri dari :

 

 

 

i.

Bahan Bakar Minyak

 

 

 

ii.

Gas Alam

 

 

 

iii.

Panas Bumi

 

 

 

iv.

Batubara

 

 

 

v.

Minyak Pelumas

 

 

 

vi.

Biaya Retribusi Air Permukaan

 

 

c.

Biaya pemeliharaan yang terdiri dari :

 

 

 

i.

Material

 

 

 

ii.

Jasa borongan

 

 

d.

Biaya Kepegawaian.

 

 

e.

Biaya Administrasi.

 

 

f.

Penyusutan atas Aktiva Tetap Operasional.

 

 

g.

Biaya Pinjaman yang digunakan untuk penyediaan tenaga listrik.

 

Pasal 6

 

 

Komponen BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tidak termasuk :

 

 

a.

Biaya-biaya penyediaan tenaga listrik untuk daerah-daerah yang tidak mengenakan Tarif Dasar Listrik (TDL).

 

 

b.

Beban usaha pada unit penunjang yaitu jasa teknik, jasa engineering, jasa bengkel serta jasa pendidikan dan latihan.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Menteri Keuangan menetapkan Direktur Jenderal Anggaran sebagai Kuasa Pengguna Anggaran atas Belanja Subsidi Listrik.

 

 

(2)

Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SP-SAPSK) atas belanja subsidi listrik yang besarnya mengacu pada jumlah pagu subsidi listrik yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006 atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2006.

 

 

(3)

Atas dasar SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Listrik.

 

 

(4)

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA.

 

 

(5)

DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), merupakan pagu tertinggi dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan subsidi listrik.

 

 

(6)

Dalam hal pagu DIPA atas belanja subsidi listrik dalam tahun anggaran berjalan tidak mencukupi dari yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2006 atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2006 , DIPA atas belanja subsidi listrik tersebut dapat direvisi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

 

Pasal 8

 

 

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk :

 

 

a.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku, yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja subsidi listrik.

 

 

b.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) subsidi listrik.

 

Pasal 9

 

 

(1)

Direksi PT PLN (Persero) mengajukan permintaan pembayaran subsidi listrik yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bulanan.

 

 

(2)

Permintaan pembayaran subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan data, sekurang-kurangnya terdiri dari :

 

 

 

a.

Data realisasi penjualan tenaga listrik yang memuat antara lain data realisasi penjualan per golongan tarif untuk periode yang ditagihkan;

 

 

 

b.

Data BPP sementara (Rp/kWh) per tegangan di masing-masing golongan tarif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

 

c.

Perhitungan jumlah subsidi berdasarkan data sebagaimana dimaksud pada butir a dan b.

 

 

(3)

Data BPP sementara (Rp/kWh) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan data BPP sementara (Rp/kWh) :

 

 

 

a.

yang digunakan dalam penetapan jumlah subsidi listrik dalam APBN Tahun Anggaran 2006 dan APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2006; atau

 

 

 

b.

berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

(4)

Data BPP sementara (Rp/kWh) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan data yang paling akhir diterbitkan yang digunakan dalam pembayaran subsidi.

 

 

(5)

Kebenaran data dan kelengkapan dokumen pendukung data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tanggung jawab PT PLN (Persero) yang dinyatakan dalam surat permintaan subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(6)

Dokumen pendukung tambahan selain dokumen/data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) wajib disampaikan oleh PT PLN (Persero) apabila diminta oleh Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam rangka verifikasi subsidi listrik.

 

Pasal 10

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitan dan verifikasi atas permintaan PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam rangka pembayaran subsidi listrik.

 

 

(2)

Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh PT PLN (Persero) dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu anggaran subsidi listrik.

 

 

(3)

Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi yang ditandatangani oleh pihak yang melakukan verifikasi dan pihak yang diverifikasi.

 

 

(4)

Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM), menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

 

 

(5)

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam rangka pelaksanaan pembayaran subsidi listrik.

 

Pasal 11

 

 

(1)

Pembayaran subsidi listrik kepada PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan secara bulanan.

 

 

(2)

Jumlah subsidi listrik secara bulanan yang dapat dibayarkan adalah sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil perhitungan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Pada bulan Desember 2006, sisa anggaran subsidi listrik yang belum ditagihkan/diproses pembayarannya akan ditempatkan ke dalam Rekening Cadangan Dana Subsidi/PSO.

 

 

(2)

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) subsidi listrik, menyampaikan SPM penempatan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q Direktur Pengelolaan Kas Negara.

 

 

(3)

Penyampaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Menyelesaikan Pekerjaan (SPKMP) yang ditandatangani oleh Direksi PT PLN (Persero) dan disetujui oleh Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku, yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja subsidi listrik.

 

 

(4)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk rekening Cadangan Dana Subsidi/PSO.

 

Pasal 13

 

 

(1)

Untuk Pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO atas bulan yang belum ditagihkan oleh PT PLN (Persero), Direksi PT PLN (Persero) menyampaikan permintaan pembayaran subsidi listrik kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Permintaan subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan realisasi penjualan tenaga listrik per golongan tarif untuk periode bulan ditagihkan dan perhitungan BPP sementara.

 

 

(3)

Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat pada tanggal 15 Januari 2007.

 

 

(4)

Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi atas permintaan PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(5)

Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh PT PLN (Persero) dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu anggaran subsidi listrik.

 

 

(6)

Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi.

 

 

(7)

Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan Surat Permintaan Pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(8)

Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada PT PLN (Persero) berdasarkan Surat Permintaan Pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

 

 

(9)

Dalam hal jumlah yang diminta untuk dicairkan lebih kecil dari dana yang tersedia dalam Rekening Cadangan Dana Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, maka dana yang tersisa pada Rekening Cadangan Dana Subsidi/PSO segera disetorkan ke Rekening Bendahara Umum Negara Nomor 502.000000 sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

Pasal 14

 

 

(1)

Terhadap pembayaran bulanan subsidi listrik kepada PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat dilakukan koreksi.

 

 

(2)

Untuk usulan koreksi terhadap jumlah subsidi listrik yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, PT PLN (Persero) wajib menyampaikan surat pemberitahuan perhitungan koreksi yang dilengkapi dengan perhitungan realisasi subsidi.

 

 

(3)

Surat pemberitahuan perhitungan koreksi dimaksud dilengkapi dengan laporan tertulis mengenai realisasi penjualan tenaga listrik per golongan tarif, realisasi BPP per tegangan untuk pelanggan semua golongan tarif yang disubsidi dan disampaikan kepada Direktur Jendcral Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak secara triwulanan.

 

 

(4)

Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan verifikasi terhadap realisasi penjualan tenaga listrik per golongan tarif dan realisasi BPP per tegangan untuk pelanggan semua golongan tarif yang disubsidi.

 

 

(5)

Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi dan digunakan sebagai dasar koreksi pembayaran subsidi listrik.

 

 

(6)

Pembayaran koreksi subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.

 

 

(7)

Pembayaran subsidi listrik berdasarkan perhitungan subsidi listrik yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan pembayaran 100% (seratus persen).

 

 

(8)

Pembayaran koreksi subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diperhitungkan pada pembayaran subsidi listrik berikutnya.

 

 

(9)

Pembayaran koreksi subsidi listrik yang diperhitungkan dengan pembayaran subsidi listrik berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan dengan mekanisme pembayaran subsidi listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

 

Pasal 15

 

 

(1)

Pembayaran subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 14 ayat (7) bersifat sementara.

 

 

(2)

Besarnya subsidi listrik dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan hasil audit atas ketaatan penggunaan subsidi listrik yang dilakukan oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

(3)

Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 16

 

 

(1)

Apabila terdapat selisih kurang pembayaran subsidi listrik antara yang telah dibayar kepada PT PLN (Persero) dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), jumlah selisih kurang dimaksud setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikut atau APBN-P tahun anggaran berikut.

 

 

(2)

Apabila terdapat selisih lebih pembayaran subsidi listrik antara yang telah dibayar kepada masing-masing PT PLN (Persero) dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), PT PLN (Persero) harus segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Rekening Bendahara Umum Negara Nomor 502.000000 sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya surat pemberitahuan kelebihan pembayaran dari Direktur Jenderal Anggaran.

 

Pasal 17

 

 

(1)

Pembayaran sementara subsidi listrik yang telah dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2006 yang belum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dilakukan koreksi/penyesuaian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(2)

Apabila dalam Tahun Anggaran 2007 masih dianggarkan subsidi listrik, Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan dalam pembayaran subsidi listrik Tahun Anggaran 2007 sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(3)

Apabila dalam Tahun Anggaran 2006 dan/atau Tahun Anggaran 2007, terdapat perubahan ketetapan mengenai formula penghitungan BPP Tenaga Listrik dan target susut jaringan oleh instansi yang berwenang, maka perubahan keputusan tersebut akan digunakan untuk menghitung kembali dalam rangka pembayaran subsidi listrik pada Tahun Anggaran 2006 dan/atau Tahun Anggaran 2007.

 

Pasal 18

 

 

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 19

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak 1 Januari 2006.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006
MENTERI KEUANGAN
           

 

SRI MULYANI INDRAWATI