MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 222/PMK.010/2008

TENTANG

PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN
PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber pembiayaan merupakan salah satu kebijakan Pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan pendanaan dan memperlancar kegiatan dunia usaha guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

 

 

b.

bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber pembiayaan dapat dilakukan melalui peningkatan peran Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit;

 

 

c.

bahwa untuk meningkatkan peran Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, perlu disusun pengaturan pelaksanaan yang lengkap, dan memadai yang dapat mendukung kapasitas dan kelangsungan usaha Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (3), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Mang Kredit;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

4.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

5.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

6.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

7.

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1.

Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokok melakukan Penjaminan.

2.

Perusahaan Penjaminan Kredit, yang selanjutnya disebut Penjamin, adalah perusahaan penjaminan yang kegiatan usaha pokoknya melakukan Penjaminan Kredit.

3.

Perusahaan Penjaminan Ulang adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha melakukan penjaminan ulang.

4.

Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, yang selanjutnya disebut Penjamin Ulang, adalah perusahaan penjaminan yang kegiatan usaha pokoknya melakukan Penjaminan Ulang Kredit.

5.

Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Penerima Kredit dan/atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

6.

Penjaminan Kredit adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Penerima Kredit.

7.

Penjaminan Ulang adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan yang telah menjamin pemenuhan kewajiban finansial Penerima Kredit dan/atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

8.

Penjaminan Ulang Kredit adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial Perusahaan Penjaminan Kredit yang telah menjamin pemenuhan kewajiban finansial Penerima Kredit.

9.

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Lembaga Keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

10.

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut Pembiayaan, adalah pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh Lembaga Keuangan.

11.

Usaha Produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang dan/ atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi Terjamin.

12.

Gearing Ratio adalah batasan yang ditetapkan untuk mengukur kemampuan Penjamin dan Penjamin Ulang dalam melakukan kegiatan Penjaminan dan Penjaminan Ulang.

13.

Lembaga Keuangan adalah Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

14.

Kantor Cabang adalah kantor Penjamin dan Penjamin Ulang yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat penjamin yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana Kantor Cabang tersebut melakukan usahanya.

15.

Kantor Anak Cabang adalah kantor di bawah Kantor Cabang yang kegiatan usahanya membantu Kantor Cabang induknya.

16.

Penerima Jaminan adalah Lembaga Keuangan atau di luar Lembaga Keuangan yang telah memberikan kredit dan/ atau Pembiayaan kepada Terjamin.

17.

Terjamin adalah pihak yang telah memperoleh kredit dan/ atau Pembiayaan dari Lembaga Keuangan atau di luar Lembaga Keuangan yang dijamin oleh Penjamin baik perorangan, badan usaha, perseroan terbatas, unit usaha suatu yayasan, koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

18.

Sertifikat Penjaminan yang selanjutnya disebut SP adalah bukti persetujuan Penjaminan dari Penjamin kepada Terjamin.

19.

Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disebut IJP adalah sejumlah uang atau imbalan lainnya yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan usahanya yang ditetapkan dengan perjanjian.

20.

Imbal Jasa Penjaminan Mang yang selanjutnya disebut IJPU adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin Ulang dari Penjamin.

21.

Klaim adalah tuntutan pembayaran oleh Penerima Jaminan kepada Penjamin diakibatkan Terjamin tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian atau tuntutan pembayaran Penjamin kepada Penjamin Ulang, yang telah membayar kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan.

22.

Subrogasi adalah peralihan hak tagih dari Penerima Jaminan kepada Penjamin setelah Penerima Jaminan menerima pembayaran Klaim dari Penjamin.

23.

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah adalah kegiatan usaha Penjamin atau Penjamin Ulang yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah.

24.

Prinsip Syariah adalah prinsip yang didasarkan atas ajaran atau hukum Islam.

25.

Pengurus adalah anggota direksi dan dewan komisaris bagi Penjamin atau Penjamin Ulang yang berbentuk Perusahaan Perseroan dan Perseroan Terbatas, atau direksi dan dewan pengawas bagi Penjamin atau Penjamin Ulang yang berbentuk Perusahaan Umum dan Perusahaan Daerah atau pengurus dan badan pengawas bagi Penjamin dan Penjamin Ulang yang berbentuk Koperasi.

26.

Dewan Syariah Nasional yang selanjutnya disebut DSN adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.

27.

Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang direkomendasikan oleh DSN yang ditempatkan di Penjamin dan Penjamin Ulang yang bertugas melakukan pengawasan kegiatan usaha Penjamin dan Penjamin Ulang agar sesuai dengan prinsip, syariah yang difatwakan oleh DSN.

28.

Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencari, mengolah, dan mengevaluasi data dan informasi mengenai kegiatan usaha Penjamin dan Penjamin Ulang, yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran laporan periodik, kepatuhan terhadap, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang usaha lembaga penjaminan serta memastikan bahwa laporan periodik sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

29.

Pemeriksa adalah pegawai Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

30.

Surat Perintah Pemeriksaan adalah Surat yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan atas nama Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan oleh Pemeriksa sebagai dasar untuk melakukan Pemeriksaan.

31.

Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah Surat yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan atas nama Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang disampaikan kepada Penjamin dan Penjamin Ulang yang akan diperiksa.

32.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

  BAB II

KEGIATAN USAHA

Pasal 2

(1)

Kegiatan usaha Penjaminan Kredit dilakukan oleh Penjamin melalui pemberian jasa penjaminan dalam bentuk Penjaminan Kredit, yaitu Penjamin menanggung pembayaran atas kewajiban finansial dari Terjamin kepada Penerima Jaminan apabila Terjamin tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

(2)

Kegiatan usaha Penjaminan Ulang Kredit dilakukan oleh Penjamin Ulang melalui pemberian jasa penjaminan ulang dalam bentuk Penjaminan Ulang Kredit, yaitu Penjamin Ulang menanggung pembayaran atas kewajiban finansial Penjamin kepada Penerima Jaminan apabila Terjamin tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati dan Penjamin telah membayar pemenuhan kewajiban finansial Terjamin.

Pasal 3

(1)

Untuk mendukung kegiatan usaha Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Penjamin dapat melakukan usaha lain antara lain:

a.

Penjaminan kredit tunai di luar Lembaga Keuangan seperti penjaminan kredit yang disalurkan koperasi kepada anggotanya;

b.

Penjaminan kredit/pinjaman Program Kemitraan yang disalurkan badan usaha milik negara dalam rangka Program Kemitraan dan Bina  Lingkungan (PKBL);

c.

Penjaminan kredit non tunai di luar Lembaga Keuangan;

d.

Penjaminan atas Surat utang yang diterbitkan oleh UMKM;

e.

Jasa Konsultasi Manajemen;

f.

Penyediaan informasi/ database Terjamin; dan

g.

Usaha lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan.

(2)

Untuk mendukung kegiatan usaha Penjamin Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Penjamin Ulang dapat melakukan usaha lain, yaitu menjamin ulang atas jenis usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g.

Pasal 4

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang wajib menjaga likuiditasnya.

(2)

Untuk menjaga likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjamin dan Penjamin Ulang dapat melakukan investasi dalam bentuk:

a.

Deposito berjangka; dan

b.

Investasi jangka pendek dalam Surat berharga yang diperdagangkan (trading securities).

 BAB III

PEMBATASAN

Pasal 5

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang dilarang:

a.

memberikan pinjaman;

b.

menerima pinjaman; atau

c.

melakukan penyertaan langsung.

(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi Penjamin dalam rangka melakukan restrukturisasi penjaminan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.

(3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan bagi Penjamin yang menerima pinjaman dalam bentuk Obligasi Wajib Konversi (mandatory convertible bonds).

(4)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikecualikan bagi Penjamin dalam rangka penyertaan pads Penjamin Ulang.

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu memberikan pinjaman, menerima pinjaman atau melakukan penyertaan langsung, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan mengenai Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB  IV

IZIN USAHA, PERMODALAN, DAN BENTUK BADAN HUKUM

Bagian Pertama

Izin Usaha

Pasal 6

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang hanya dapat melakukan kegiatan usaha dengan izin Menteri.

(2)

Penjamin dan Penjamin Ulang wajib secara jelas mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan usaha Penjaminan Kredit dan Penjaminan Ulang Kredit yang dilakukannya.

Pasal 7

Permohonan untuk mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diajukan kepada Menteri oleh direksi atau pengurus sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini dan wajib dilampiri dengan:

a.

akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang, yang sekurang-kurangnya memuat:

1.

nama, tempat kedudukan, dan lingkup wilayah operasional;

2.

kegiatan usaha sebagai Penjamin atau Penjamin Ulang;

3.

permodalan;

4.

kepemilikan; dan

5.

wewenang, tanggung jawab, masa jabatan Pengurus.

b.

data calon Pengurus meliputi:

1.

pas photo terbaru ukuran 4 x 6 cm;

2.

fotokopi tanda pengenal berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku;

3.

daftar riwayat hidup; dan

4.

Surat pernyataan:

a)

tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan;

b)

tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

c)

tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

d)

tidak merangkap jabatan pada Penjamin dan/atau Penjamin Ulang lain kecuali jabatan sebagai komisaris/dewan pengawas/badan pengawas Penjamin Ulang bagi direksi atau pengurus; dan

e)

tidak merangkap jabatan pads lebih dari 3 (tiga) Penjamin dan/atau Penjamin Ulang, dan/atau badan usaha lain bagi komisaris/dewan pengawas/badan pengawas.

5.

surat keterangan atau bukti tertulis berpengalaman di bidang Penjaminan atau perbankan atau lembaga keuangan lainnya selama 2 (dua) tahun bagi salah satu direksi atau pengurus.

c.

data pemegang saham/anggota dalam hal:

1.

perorangan, dokumen yang dilampirkan adalah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 serta surat pernyataan bahwa setokan modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering);

2.

badan hukum, dokumen yang dilampirkan adalah:

a)

akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang;

b)

laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; dan

c)

dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 bagi pemegang saham dan direksi atau pengurus badan hukum tersebut.

d.

struktur organisasi yang memiliki fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan, fungsi pelayanan dan pengembangan informasi/ database Terjamin;

e.

sistem dan prosedur kerja Penjamin atau Penjamin Ulang;

f.

rencana kerja (business plan) untuk tiga tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

1.

studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;

2.

rencana kegiatan, usaha Penjamin atau Penjamin Ulang dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan

3.

proyeksi neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Penjamin dan Penjamin Ulang melakukan kegiatan operasional.

g.

daftar sumber daya manusia yang memiliki pengalaman di bidang Penjaminan;

h.

fotokopi bukti pelunasan setoran modal minimum dalam bentuk deposito ber angka atas nama badan hukum Penjamin atau Penjamin Ulang pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha;

i.

bukti kesiapan operasional antara lain berupa:

1.

daftar aktiva tetap dan inventaris;

2.

bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa menyewa gedung kantor;

3.

contoh formulir, termasuk Sertifikat Penjaminan yang akan digunakan untuk operasional Penjamin atau Penjamin Ulang; dan

4.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Pasal 8

(1)

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberikan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;

(2)

Dalam rangka memberikan  persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan:

a.

penelitian atas kelengkapan dokumen, serta analisis kelayakan atas rencana kerja; dan

b.

wawancara terhadap pemilik dan/atau calon Pengurus apabila diperlukan.

Pasal 9

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang telah mendapat izin usaha dari Menteri wajib melakukan kegiatan usaha paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal izin usaha dikeluarkan.

(2)

Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.

(3)

Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penjamin atau Penjamin Ulang belum melakukan kegiatan usaha, Menteri membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan.

(4)

Jika direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu:

a.

tidak menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional; atau

b.

menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha kepada Menteri namun tidak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 10

(1)

Nama Penjamin dan Penjamin Ulang wajib dicantumkan secara jelas yang dimulai dengan bentuk badan hukum diikuti kata:

a.

Penjaminan Kredit atau Jaminan Kredit, bagi Penjamin; atau

b.

Penjaminan Ulang Kredit atau Jaminan Ulang Kredit, bagi Penjamin Ulang.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Mang tidak mencantumkan secara jelas nama Penjamin dan Penjamin Ulang yang dimulai dengan bentuk badan hukum diikuti kata:

a.

Penjaminan Kredit atau Jaminan Kredit, bagi Penjamin; atau

b.

Penjaminan Ulang Kredit atau Jaminan Ulang Kredit, bagi Penjamin Ulang,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Bagian Kedua

Permodalan

Pasal 11

(1)

Modal disetor atau simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah dalam rangka pendirian Penjamin dan Penjamin Ulang ditetapkan berdasarkan lingkup operasi yaitu nasional atau provinsi.

(2)

Jumlah modal disetor atau simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah Penjamin ditetapkan paling sedikit sebesar:

a.

Rp100 miliar, untuk lingkup nasional;

b.

Rp50 miliar, untuk lingkup provinsi.

(3)

Jumlah modal disetor atau simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah Penjamin Ulang ditetapkan paling sedikit sebesar Rp1 triliun.

Bagian Ketiga

Bentuk Badan Hukum

Pasal 12

(1)

Bentuk badan hukum Penjamin dan Penjamin Ulang adalah:

a.

Perusahaan Umum;

b.

Perusahaan Perseroan (Persero);

c.

Perusahaan Daerah;

d.

Perseroan Terbatas; atau

e.

Koperasi.

(2)

Penjamin yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, sahamnya hanya dapat dimiliki oleh:

a.

warga negara Indonesia;

b.

badan hukum Indonesia;

c.

Pemerintah Pusat; dan/atau

d.

Pemerintah Daerah.

(3)

Penjamin Ulang yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, sahamnya hanya dapat dimiliki oleh:

a.

paling sedikit oleh dua Penjamin;

b.

Pemerintah Pusat; dan/atau

c.

Pemerintah Daerah.

(4)

Penjamin Ulang yang berbentuk badan hukum Koperasi hanya dapat dimiliki oleh gabungan Penjamin yang berbentuk badan hukum Koperasi.

   BAB IV

KEPEMILIKAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 13

(1)

Bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum Indonesia, jumlah penyertaan modal pada Penjamin ditetapkan paling banyak sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.

(2)

Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:

a.

penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan langsung dan kerugian, bagi badan hukum Indonesia diluar badan hukum koperasi; atau

b.

penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Koperasi.

Pasal 14

(1)

Pemegang saham dan Pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan:

a.

tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan;

b.

tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

c.

setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering);

d.

salah satu direksi atau pengurus harus memiliki pengalaman operasional di bidang Penjaminan atau perbankan atau lembaga keuangan lainnya paling sedikit 2 (dua) tahun; dan

e.

tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2)

Dalam hal pemegang saham Penjamin atau Penjamin Ulang berbentuk hukum Perseroan Terbatas, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali huruf d berlaku bagi pemegang saham dan direksi dari Perseroan Terbatas tersebut.

(3)

Dalam hal pemegang saham Penjamin atau Penjamin Ulang berbentuk hukum Koperasi, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali huruf d berlaku bagi pengurus Koperasi tersebut.

Pasal 15

(1)

Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang wajib dilaporkan oleh Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif dan disertai dengan:

a.

surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pemimpin Kantor Cabang dari direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang; dan

b.

dokumen yang menyatakan identitas pemimpin Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b.

(2)

Pemimpin Kantor Cabang dan pemimpin Kantor Anak Cabang sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e.

(3)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a.

tidak melaporkan pengangkatan atau penggantian pemimpin kantor cabang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif; atau

b.

melaporkan kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif, namun tidak disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 16

(1)

Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, Pengurus wajib dilaporkan oleh direksi atau pengurus kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari setelah perubahan disetujui atau dicatat oleh instansi yang berwenang.

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, Lampiran IV atau Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini serta wajib dilampiri dengan:

a.

perubahan anggaran dasar yang telah disahkan atau dilaporkan kepada instansi berwenang dan/atau didaftarkan dalam Daftar Perusahaan; dan

b.

dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan/atau huruf c.

(3)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu tidak melaporkan perubahan anggaran dasar, pemegang saham, atau pengurus kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari setelah perubahan disetujui atau dicatat oleh instansi yang berwenang, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 17

(1)

Direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang tidak diperkenankan merangkap jabatan pada Penjamin atau Penjamin Ulang kecuali sebagai komisaris atau dewan pengawas atau badan pengawas Penjamin Ulang.

(2)

Komisaris atau dewan pengawas atau badan pengawas tidak diperkenankan merangkap jabatan pada lebih dari 3 (tiga) Penjamin dan/atau Penjamin Ulang, dan/atau badan usaha lain.

BAB V

PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

Pasal 18

(1)

Penjamin atau Penjamin Ulang dapat melakukan penggabungan dengan satu atau lebih Penjamin atau Penjamin Ulang dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Penjamin atau Penjamin Ulang dan membubarkan Penjamin atau Penjamin Ulang lainnya tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.

(2)

Penjamin atau Penjamin Ulang dapat melakukan peleburan dengan satu atau lebih Penjamin atau Penjamin Ulang dengan cara mendirikan satu Penjamin atau Penjamin Ulang baru dan membubarkan Penjamin atau Penjamin Ulang yang melakukan peleburan.

(3)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang akan melakukan penggabungan atau peleburan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pads ayat (3), yaitu melakukan penggabungan atau peleburan tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 19

(1)

Untuk memperoleh persetujuan penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), Penjamin atau Penjamin Ulang harus mengajukan permohonan kepada Menteri sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan ini;

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan rancangan penggabungan atau peleburan yang paling kurang memuat:

a.

Perjanjian dalam bahasa Indonesia, mengenai semua hak dan kewajiban dari Penjamin atau Penjamin Ulang yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dengan tidak mengurangi hak Penerima Jaminan atau hak Penjamin;

b.

laporan keuangan performa dari Penjamin atau Penjamin Ulang yang menerima penggabungan atau hasil peleburan dan memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio yang diperkenankan; dan

c.

rancangan perubahan anggaran dasar.

(3)

Perjanjian pengalihan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, antara lain harus mencantumkan bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari semua obyek Penjaminan yang dilakukan oleh Penjamin atau Penjamin Ulang setelah melakukan penggabungan atau peleburan, menjadi tanggung jawab Penjamin atau Penjamin Ulang baru hasil penggabungan atau peleburan.

Pasal 20

(1)

Penjamin atau Penjamin Ulang hasil penggabungan atau peleburan, wajib melaporkan hasil pelaksanaan penggabungan atau peleburan  kepada Menteri sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII dan wajib dilampiri dengan:

a.

fotocopy anggaran dasar Penjamin atau Penjamin Ulang yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

b.

susunan organisasi dan kepengurusan Penjamin atau Penjamin Ulang;

c.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, direksi/pengurus, dewan komisaris/pengawas, dan pemegang saham; dan

d.

alamat lengkap Penjamin atau Penjamin Ulang.

(2)

Laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan atau pengesahan anggaran dasar perusahaan dari instansi yang berwenang.

(3)

Setelah mendapatkan laporan hasil penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mencabut izin usaha yang sudah tidak digunakan lagi oleh Penjamin atau Penjamin Mang yang melakukan penggabungan, atau mencabut izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang yang melakukan peleburan dan menerbitkan izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan.

(4)

Izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak Peleburan disetujui oleh instansi yang berwenang.

(5)

Sebelum izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan, Penjamin hasil Peleburan dapat menjalankan kegiatan usaha.

(6)

Sebelum izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan, Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan dapat menjalankan kegiatan usaha.

(7)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a.

tidak melaporkan hasil pelaksanaan penggabungan atau peleburan kepada Menteri, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini;

b.

melaporkan hasil pelaksanaan penggabungan atau peleburan kepada Menteri namun tidak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII dan tidak dilampiri dengan:

1)

fotocopy anggaran dasar Penjamin atau Penjamin Ulang yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

2)

susunan organisasi dan kepengurusan Penjamin atau Penjamin Ulang;

3)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, direksi/pengurus, dewan komisaris/pengawas, dan pemegang saham; dan

4)

alamat lengkap Penjamin atau Penjamin Ulang,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(8)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu melaporkan hasil pelaksanaan penggabungan atau peleburan kepada Menteri namun melebihi batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan atau pengesahan anggaran dasar perusahaan dari instansi yang berwenang, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 21

(1)

Kantor pusat dan Kantor Cabang dari Penjamin atau Penjamin Ulang yang menggabungkan diri dapat diberlakukan sebagai Kantor Cabang Penjamin atau Penjamin Ulang hasil penggabungan.

(2)

Salah satu kantor pusat dari Penjamin atau Penjamin Ulang yang meleburkan diri dapat diberlakukan sebagai kantor pusat Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan.

(3)

Kantor pusat dan Kantor Cabang dari Penjamin atau Penjamin Ulang yang meleburkan diri dapat diberlakukan sebagai Kantor Cabang Penjamin atau Penjamin Ulang hasil peleburan.

Pasal 22

(1)

Pengambilalihan dapat dilakukan Penjamin atau Penjamin Ulang dengan mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham Penjamin atau Penjamin Ulang lain sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perusahaan tersebut.

(2)

Pelaksanaan pengambilalihan terhadap Penjamin atau Penjamin Ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.

pelaksanaan pengambilalihan tersebut tidak mengakibatkan berkurangnya hak Penerima Jaminan atau hak Penjamin; dan

b.

pelaksanaan pengambilalihan tersebut harus memperhatikan ketentuan tingkat Gearing Ratio, Penjaminan Usaha Produktif dan tingkat Gearing Ratio Penjaminan bukan Usaha Produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dan ayat (4) sehingga tidak mengakibatkan perusahaan yang melakukan pengambilalihan menjadi tidak memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio yang diperkenankan.

(3)

Jika dalam pelaksanaan pengambilalihan Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio Penjaminan Usaha Produktif dan tingkat Gearing Ratio Penjaminan bukan Usaha Produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dan ayat (4) sehingga mengakibatkan berkurangnya hak Penerima Jaminan atau hak Penjamin, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 23

Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMBUKAAN KANTOR PENJAMIN DAN PENJAMIN ULANG

Bagian Pertama

Pembukaan Kantor Cabang

Pasal 24

(1)

Penjamin atau Penjamin Ulang dapat membuka Kantor Cabang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia sesuai lingkup wilayah operasionalnya.

(2)

Pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

(3)

Rencana pembukaan Kantor Cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Penjamin dan Penjamin Ulang.

(4)

Permohonan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan ini dan harus dilampiri dengan:

a.

hasil studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat potensi ekonomi, peluang pasar, dan proyeksi arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan serta dampak pembukaan kantor cabang terhadap kinerja Penjamin atau Penjamin Ulang;

b.

rencana kerja tahunan Penjamin atau Penjamin Ulang yang memuat rencana pembukaan Kantor Cabang dengan mencantumkan lokasi kantor cabang yang akan dibuka;

c.

bukti penguasaan gedung kantor; dan

d.

sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia termasuk nama calon kepala cabang serta jumlah karyawan.

(5)

Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.

(6)

Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen, serta analisis atas hasil studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d;

(7)

pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dikeluarkan izin Menteri.

(8)

Laporan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang wajib disampaikan oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukaan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan ini.

(9)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan pembukaan Kantor Cabang, Menteri membatalkan izin pembukaan Kantor Cabang yang telah dikeluarkan.

(10)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yaitu:

a.

tidak menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan kantor cabang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukuan; atau

b.

menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan kantor cabang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukuan, namun tidak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan ini, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Bagian Kedua

Pembukaan Kantor Anak Cabang

Pasal 25

(1)

Rencana pembukaan Kantor Anak Cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Penjamin dan Penjamin Ulang.

(2)

Pembukaan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan hanya dalam satu wilayah lingkup operasi Kantor Cabang induknya.

(3)

Laporan keuangan Kantor Anak Cabang wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang induknya.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak mencantumkan rencana pembukaan Kantor Anak Cabang dalam rencana kerja tahunan atau tidak menggabungkan laporan keuangan Kantor Anak Cabang dengan laporan keuangan Kantor Cabang induknya, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 26

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang wajib menyampaikan rencana pembukaan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pembukaan kantor, sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini disertai dengan:

a.

rencana kerja tahunan Penjamin atau Penjamin Ulang yang memuat rencana pembukaan Kantor Anak Cabang dengan mencantumkan lokasi kantor cabang yang akan dibuka;

b.

bukti penguasaan gedung kantor; dan

c.

sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia termasuk nama calon kepala anak cabang serta jumlah karyawan.

(2)

Pelaksanaan pembukaan Kantor Anak Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penegasan dari Menteri.

(3)

Pelaksanaan pembukaan Kantor Anak Cabang wajib dilaporkan oleh Penjamin dan Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembukaan.

(4)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a.

tidak menyampaikan rencana pembukaan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pembukaan kantor, sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini; atau

b.

menyampaikan rencana pembukaan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pembukaan kantor, namun tidak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini dan tidak disertai dokumen sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(5)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu tidak melaksanakan pembukaan Kantor Anak Cabang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penegasan dari Menteri, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(6)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu tidak melaporkan kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukaan Kantor Anak Cabang, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB VII

PENUTUPAN KANTOR

PENJAMIN DAN PENJAMIN ULANG

Pasal 27

(1)

Penutupan Kantor Cabang Penjamin atau Penjamin Ulang hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri.

(2)

Permohonan penutupan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Menteri sebelum pelaksanaan  penutupan kantor, sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Peraturan Menteri Keuangan ini dengan disertai:

a.

alasan penutupan; dan

b.

Surat pernyataan dari direksi atau pengurus bahwa seluruh kewajiban Kantor Cabang kepada Penerima Jaminan dan pihak lainnya telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab  direksi atau pengurus untuk dan atas nama Penjamin atau Penjamin Ulang.

(3)

Persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan penutupan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.

(4)

Pelaksanaan penutupan kantor yang telah mendapat persetujuan penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal persetujuan penutupan.

(5)

Pelaksanaan penutupan kantor yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan oleh Penjamin dan Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penutupan.

(6)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yaitu tidak melaporkan penutupan kantor yang telah mendapat persetujuan, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 28

(1)

Rencana penutupan Kantor Anak Cabang wajib dilaporkan oleh Penjamin dan Penjamin Mang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan penutupan kantor dimaksud sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Menteri Keuangan ini disertai dengan:

a.

alasan penutupan; dan

b.

Surat pernyataan dari direksi atau pengurus bahwa seluruh kewajiban kantor kepada Penerima jaminan dan pihak lainnya telah diselesaikan, dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab direksi atau pengurus untuk dan atas nama Penjamin atau Penjamin Ulang.

(2)

Pelaksanaan penutupan Kantor Anak Cabang wajib dilaporkan oleh Penjamin dan Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penutupan.

(3)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a.

tidak melaporkan rencana penutupan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan penutupan kantor dimaksud sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Menteri Keuangan ini; atau

b.

melaporkan rencana penutupan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan penutupan kantor dimaksud namun tidak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam, Lampiran XII Peraturan Menteri Keuangan ini dan tidak disertai dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud, akan dikenakan sanksi adminstratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(4)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu tidak melaporkan pelaksanaan penutupan Kantor Anak Cabang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penutupan, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB VIII

PENINGKATAN DAN PENURUNAN STATUS KANTOR PENJAMIN DAN
PENJAMIN ULANG

Pasal 29

Peningkatan status dari Kantor Anak Cabang menjadi Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan cara menutup Kantor Anak Cabang dengan memenuhi ketentuan Pasal 28 dan diikuti dengan membuka Kantor Cabang dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Pasal 30

Penurunan status dari Kantor Cabang menjadi Kantor Anak Cabang hanya dapat dilakukan dengan cara menutup Kantor Cabang dengan memenuhi ketentuan Pasal 27 dan diikuti dengan membuka Kantor Anak Cabang dengan memenuhi ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26.

BAB IX

PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR

PENJAMIN DAN PENJAMIN ULANG

Pasal 31

(1)

Pemindahan alamat kantor wajib dilaporkan secara tertulis oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pemindahan sesuai dengan format dalam Lampiran XIII Peraturan Menteri Keuangan ini.

(2)

Pemindahan alamat kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:

a.

dalam satu wilayah provinsi yang sama; atau

b.

keluar wilayah provinsi yang bersangkutan.

(3)

Pemindahan alamat kantor yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus disertai dengan:

a.

alasan pemindahan alamat dan bukti kesiapan kantor termasuk sarananya; dan.

b.

Surat pernyataan dari direksi atau pengurus bahwa seluruh kewajiban kantor kepada Penerima Jaminan dan pihak lainnya  telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab direksi atau pengurus untuk dan atas nama Penjamin atau Penjamin Ulang.

(4)

Pelaksanaan pemindahan alamat kantor wajib dilaporkan kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan pemindahan sesuai dengan format dalam Lampiran XIV Peraturan Menteri Keuangan ini.

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a.

tidak melaporkan secara tertulis kepada Menteri perihal pemindahan alamat kantor paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pemindahan; atau

b.

melaporkan secara tertulis kepada Menteri perihal pemindahan alamat kantor namun melebihi batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pemindahan,

Penjamin atau Penjamin Ulang tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(6)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu

a.

tidak melaporkan secara tertulis kepada Menteri, perihal pelaksanaan pemindahan alamat kantor paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan pemindahan; atau

b.

melaporkan secara tertulis kepada Menteri perihal pelaksanaan pemindahan alamat kantor namun melebihi batas waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan pemindahan,

Penjamin atau Penjamin Ulang tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB X

PERUBAHAN NAMA DAN BENTUK BADAN HUKUM

Bagian Pertama

Perubahan Nama

Pasal 32

(1)

Perubahan nama Penjamin atau Penjamin Mang wajib dilaporkan secara tertulis oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak perubahan nama dilaksanakan sesuai dengan format dalam Lampiran XV Peraturan Menteri Keuangan ini dan harus dilampiri dengan:

a.

risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b.

perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; dan

c.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Penjamin atau Penjamin Ulang yang baru.

(2)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang yang bersangkutan.

(3)

Pelaksanaan perubahan nama Penjamin atau Penjamin Ulang wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan ketentuan pads ayat (1) yaitu tidak melaporkan perubahan Hama kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak perubahan nama dilaksanakan sehingga perubahan nama tersebut tidak mendapatkan penetapan Menteri, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Mang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (3) yaitu:

a.

tidak mengumumkan perubahan nama dalam surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri; atau

b.

mengumumkan perubahan nama dalam Surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang namun melebihi batas waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan  Menteri Keuangan ini.

Bagian Kedua

Perubahan Bentuk Badan Hukum

Pasal 33

(1)

Perubahan bentuk badan hukum Penjamin atau Penjamin Ulang wajib dilaporkan secara tertulis oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak perubahan bentuk badan hukum dilaksanakan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI Peraturan Menteri Keuangan ini dan harus dilampiri dengan:

a.

risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b.

perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

c.

berita acara pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; dan

d.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Penjamin atau Penjamin Ulang yang baru.

(2)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin usaha Penjamin atau Penjamin Ulang yang bersangkutan.

(3)

Pelaksanaan perubahan bentuk badan hukum Penjamin atau Penjamin Ulang wajib diumumkan dalam Surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (1) yaitu ndak melaporkan perubahan bentuk badan hukum kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak perubahan bentuk badan hukum dilaksanakan sehingga perubahan bentuk badan hukum tersebut tidak mendapatkan penetapan Menteri, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(5)

Jika  Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (3) yaitu:

a.

tidak mengumumkan perubahan bentuk badan hukum dalam Surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran  nasional di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri; atau

b.

mengumumkan perubahan bentuk badan hukum dalam Surat kabar berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional di tempat kedudukan Penjamin atau Penjamin Ulang namun melebihi batas waktu 10 (sepuluh) hari setelah tanggal penerbitan Keputusan Menteri,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB XI

PERSYARATAN PEMBERIAN JASA PENJAMINAN

Pasal 34

Pemberian jasa Penjaminan sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:

a.

Penjaminan langsung:

1.

telah dilakukan analisis kelayakan calon Terjamin yang dilakukan oleh calon Penerima Jaminan;

2.

terdapat permohonan Penjaminan dari calon Terjamin kepada Penjamin;

3.

terdapat Surat penegasan permintaan Penjaminan dari calon Penerima Jaminan kepada Penjamin;

4.

telah dilakukan analisis kelayakan calon Terjamin yang dilakukan oleh Penjamin;

5.

terdapat persetujuan prinsip Penjaminan;

6.

telah dilakukan pembayaran IJP kepada Penjamin; dan

7.

telah diterbitkan Sertifikat Penjaminan.

b.

Penjaminan tidak langsung:

1.

telah dilakukan analisis kelayakan calon Terjamin yang dilakukan oleh calon Penerima Jaminan;

2.

terdapat permohonan Penjaminan dari calon Terjamin melalui Penerima Jaminan;

3.

terdapat perjanjian kerja sama atau persetujuan prinsip Penjaminan;

4.

telah dilakukan pembayaran IJP kepada Penjamin; dan

5.

telah diterbitkan Sertifikat Penjaminan.

Pasal 35

(1)

Untuk Penjaminan langsung, persetujuan prinsip Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a angka 5 sekurang-kurangnya memuat:

a.

Nama dan alamat Penjamin, Penerima Jaminan, dan Terjamin;

b.

Jumlah nilai Penjaminan;

c.

Persyaratan pemberian jasa Penjaminan, antara lain:

1.

hak dan kewajiban Penjamin, Penerima Jaminan, dan Terjamin;

2.

jumlah, jangka waktu, dan Klaim Penjaminan;

3.

tata cara pengajuan dan perhitungan jumlah Klaim Penjaminan; dan

4.

tanggal kadaluwarsa persetujuan prinsip Penjaminan.

(2)

Untuk Penjaminan tidak langsung, persetujuan prinsip, Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b angka 3 paling kurang memuat unsur-unsur sebagaimana dimaksud avat (1) huruf c.

Pasal 36

(1)

Penjaminan dapat dibatalkan, apabila:

a.

Penerima Jaminan terbukti memberikan informasi, data, atau dokumen palsu;

b.

Penerima Jaminan secara nyata menyembunyikan informasi, data atau dokumen yang tidak sesuai dengan ketentuan Penjaminan; atau

c.

Penerima Jaminan terbukti melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerjasama  Penjaminan antara Penjamin dengan Penerima Jaminan atau dasar pelaksanaan lainnya.

(2)

Penjaminan Ulang dapat dibatalkan dalam hal terjadi pembatalan Penjaminan yang disebabkan terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB XII

PERSYARATAN CALON TERJAMIN

Pasal 37

(1)

Penjaminan atau Penjaminan Ulang tidak dapat diberikan, apabila calon Terjamin tercatat dalam daftar Kredit/Pembiayaan macet perbankan atau lembaga keuangan bukan bank.

(2)

Penjaminan bagi Usaha Produktif hanya dapat diberikan, apabila calon Terjarnin rnemenuhi persyaratan:

a.

usaha perseorangan warga negara Indonesia, badan hukum

b.

Indonesia atau bentuk usaha lain yang diakui oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dimiliki warga negara Indonesia;

c.

memiliki lokasi usaha atau domisili usaha yang tetap di wilayah Republik Indonesia;

d.

penggunaan kredit dan/atau Pembiayaan yang akan dijamin untuk kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia.

BAB XIII

IMBAL JASA PENJAMINAN

Pasal 38

(1)

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Penjamin menerima IJP dan Penjamin Ulang menerima IJPU,

(2)

Besarnya tarif IJP dan IJPU ditetapkan dengan pertimbangan, antara lain:

a.

jenis kredit atau Pembiayaan;

b.

hasil analisis risiko kredit atau Pembiayaan;

c.

coverage penjaminan kredit atau Pembiayaan; dan

d.

jangka waktu penjaminan kredit atau Pembiayaan.

(3)

Besarnya IJP dihitung berdasarkan tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikalikan plafond kredit atau Pembiayaan.

(4)

Dalam hal Penjamin melaksanakan penjaminan yang merupakan program Pemerintah maka ketentuan mengenai IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak berlaku bagi pejamin dimaksud dan kriteria penetapan IJP bagi penjamin tersebut diatur dalam peraturan tersendiri.

BAB XIV

KLAIM DAN PERALIHAN HAK TAGIH

Bagian Pertama

Klaim

Pasal 39

(1)

Pengajuan Klaim oleh Penerima Jaminan kepada Penjamin dapat dilakukan, apabila Terjamin gagal memenuhi kewajibannya.

(2)

Pengajuan Klaim oleh Penjamin kepada Penjamin Ulang dilakukan setelah Penjamin membayar kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan.

Bagian Kedua

Peralihan Hak Tagih

Pasal 40

(1)

Sejak Klaim dibayar oleh Penjamin, hak tagih Penerima Jaminan kepada Terjamin beralih menjadi hak tagih Penjamin (Subrogasi).

(2)

Penjamin dan Penerima Jaminan dapat melakukan upaya penagihan atas hak tagih Penjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

(3)

Penjamin dan Penjamin Ulang memperoleh hasil penagihan secara proporsional.

BAB XV

BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN PENJAMINAN

Pasal 41

(1)

Batas maksimum pemberian penjaminan yang dapat diberikan oleh Penjamin kepada setiap Terjamin ditetapkan sebagai berikut:

a.

paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari modal sendiri bersih Penjamin untuk Terjamin kelompok dan koperasi.

b.

paling banyak sebesar 5% (lima per seratus) dari modal sendiri bersih Penjamin untuk Terjamin perorangan, badan usaha, Perseroan Terbatas, dan unit usaha milik Yayasan.

(2)

Jika Penjamin memberikan penjaminan melebihi batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

BAB XVI

KETENTUAN GEARING RATIO

Pasal 42

(1)

Gearing Ratio penjaminan Usaha Produktif dihitung berdasarkan perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan Usaha Produktif yang dijamin dan modal sendiri bersih Penjamin atau perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan Usaha Produktif yang merupakan beban risiko Penjamin Ulang dan modal sendiri bersih Penjamin Ulang, pada waktu tertentu.

(2)

Gearing Ratio penjaminan bukan Usaha Produktif dihitung berdasarkan perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan bukan Usaha Produktif yang dijamin dan modal sendiri bersih Penjamin atau perbandingan antara outstanding kredit dan/ atau Pembiayaan bukan Usaha Produktif yang merupakan beban risiko Penjamin Ulang dan modal sendiri bersih Penjamin Ulang, pada waktu tertentu.

(3)

Gearing Ratio Penjaminan Usaha Produktif paling tinggi Penjamin dan Penjamin Ulang ditetapkan sebesar 10 (sepuluh) kali.

(4)

Gearing Ratio penjaminan bukan Usaha Produktif Penjamin dan Penjamin Ulang paling tinggi ditetapkan 50 (lima puluh) kali.

(5)

Gearing Ratio Penjaminan Usaha Produktif paling rendah Penjamin ditetapkan sebesar 5 (lima) kali.

(6)

Ketentuan Gearing Ratio paling rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan untuk Penjamin Ulang.

Pasal 43

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang tidak memenuhi ketentuan Gearing Ratio Usaha Produktif paling tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) atau Gearing Ratio bukan Usaha Produktif paling tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4), diberikan kesempatan melakukan penyesuaian paling lama 3 (tiga) bulan untuk memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio tersebut.

(2)

Pemenuhan Ketentuan Tingkat Gearing Ratio

a.

Penjamin dan Penjamin Ulang yang tidak memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Menteri mengenai rencana pemenuhan Gearing Ratio yang telah disetujui oleh dewan komisaris/dewan pengawas/badan pengawas.

b.

Rencana pemenuhan Gearing Ratio memuat langkah-langkah antara lain:

1.

melakukan koordinasi dengan Penerima jaminan dalam hal restrukturisasi outstanding kredit dan/atau Pembiayaan yang dijamin oleh Penjamin;

2.

menghentikan pemberian penjaminan. baru;

3.

penambahan modal atau simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah oleh Pemegang Sahara;

4.

melakukan penggabungan badan usaha.

c.

Rencana pemenuhan tingkat Gearing Ratio sebagaimana dimaksud huruf a disampaikan paling lama 2 (dua) bulan setelah tanggal surat peringatan berupa teguran tertulis dari Menteri.

(3)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak dapat memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha.

Pasal 44

(1)

Penjamin yang tidak memenuhi ketentuan Gearing Ratio Usaha Produktif paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5), diberikan kesempatan paling lama 3 (tiga) bulan untuk memenuhi ketentuan tingkat Gearing Ratio tersebut.

(2)

Penjamin yang tidak memenuhi ketentuan Gearing Ratio dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjamin dimaksud dikenakan sanksi adminstratif berupa teguran tertulis.

BAB XVII

PENJAMINAN TERHADAP PEMBIAYAAN

BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

Bagian Pertama
Pembukaan Kantor Cabang Syariah dan Penugasan Otoritas Kesyariahan

Pasal  45

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan cara:

a.

membuka Kantor Cabang Syariah yang baru;

b.

mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah; atau

c.

meningkatkan status Kantor Anak Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah.

(2)

Penjamin dan Penjamin Ulang hanya dapat membuka Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dengan izin dari Menteri.

(3)

Permohonan untuk mendapatkan izin pembukaan Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Mang kepada Menteri sesuai dengan format sebagaimana tercantum Lampiran XVII Peraturan Menteri Keuangan ini.

(4)

Rencana pembukaan Kantor Cabang Syariah sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Penjamin atau Penjamin Ulang.

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu membuka Kantor Cabang Syariah tanpa izin dari Menteri, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 46

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan cara menugaskan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling).

(2)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang menugaskan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melapor kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sebelum pelaksanaan  penugasan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sesuai dengan format sebagaimana tercantum Lampiran XVIII Peraturan Menteri Keuangan ini.

(3)

Rencana penugasan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Penjamin atau Penjamin Ulang.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang yang menugaskan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melaporkan kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sebelum pelaksanaan penugasan, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 47

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang akan membuka Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a atau menugaskan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), wajib membentuk Unit Usaha Syariah di kantor pusat Penjamin dan Penjamin Ulang.

(2)

Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit kerja di kantor pusat Penjamin dan Penjamin Ulang yang berfungsi sebagai kantor induk dari Kantor Cabang Syariah dan/ atau sharia authority channeling, yang mempunyai tugas:

a.

mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Kantor Cabang Syariah dan/atau sharia authority channeling;

b.

mengarahkan kegiatan usaha dari Kantor Cabang Syariah dan/ atau sharia authority channeling;

c.

menerima dan menatausahakan laporan keuangan dan laporan operasional dari Kantor Cabang Syariah; dan

d.

menetapkan kebijakan dan melakukan kegiatan lain dalam rangka mendukung pengembangan kegiatan usaha Kantor Cabang Syariah dan/atau sharia authority channeling.

(3)

Pada Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditempatkan Dewan Pengawas Syariah yang telah direkomendasikan oleh DSN.

(4)

Pemimpin Unit Usaha Syariah harus memenuhi persyaratan:

a.

berpengalaman dalam kegiatan usaha syariah; atau,

b.

mempunyai sertifikasi di bidang Penjaminan Pembiayaan.

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (1) yaitu Penjamin atau Penjamin Ulang yang akan membuka Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a atau menugaskan kantor cabang konvensional dengan memberikan otoritas kesyariahan (sharia authority channeling) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), tidak membentuk Unit Usaha Syariah di kantor pusat Penjamin dan Penjamin Ulang, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(6)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (3) yaitu Penjamin atau Penjamin Ulang tidak menempatkan Dewan Pengawas Syariah yang telah direkomendasikan oleh DSN pada Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 48

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang membuka Unit Usaha Syariah wajib menyediakan dana awal paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang yang membuka Unit Usaha Syariah tidak menyediakan dana awal paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 49

(1)

Kantor Penjamin dan Penjamin Ulang yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah wajib mencantumkan kata "Kantor Cabang Syariah" pada setiap penulisan nama kantornya.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah tidak mencantumkan kata "Kantor Cabang Syariah" pada setiap penulisan nama kantornya, maka Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenanaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 50

(1)

Kantor Penjamin dan Penjamin Ulang yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah dilarang untuk mengubah kegiatan Kantor Cabang Syariah menjadi Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang yang telah mendapatkan izin untuk membuka Kantor Cabang Syariah namun mengubah kegiatan Kantor Cabang Syairiah menjadi Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Bagian Kedua

Perizinan Pembukaan Kantor Cabang Syariah

Pasal 51

Permohonan untuk mendapatkan izin pembukaan Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) diajukan oleh direksi atau pengurus Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri dan wajib disertai dengan:

a.

perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang, yang secara tegas mencantumkan bahwa Penjamin dan Penjamin Ulang melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;

b.

rekomendasi dari DSN;

c.

dokumen dan identitas talon pemimpin Kantor Cabang Syariah berupa:

1.

pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;

2.

fotokopi tanda pengenal berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor;

3.

daftar riwayat hidup;

4.

Surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, dan tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan.

5.

Surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pemegang saham/Pengurus yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; dan

6.

surat keterangan atau bukti tertulis berpengalaman di bidang Penjaminan Pembiayaan; dan atau

7.

surat keterangan dari lembaga pelatihan mengenai pelatihan Penjaminan Pembiayaan;

d.

daftar Dewan Pengawas Syariah yang direkomendasikan DSN dengan disertal dokumen sebagaimana butir c;

e.

dokumen dan identitas pemimpin Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 s.d. 7;

f.

bukti pemisahan dana awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48;

g.

bukti kesiapan operasional berupa:

1.

daftar sarana dan prasarana pendukung;

2.

contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional; dan

3.

Nomor Pokok Wajib Pajak dan Tanda Daftar Perusahaan.

h.

rencana susunan dan struktur organisasi serta personalia;

i.

daftar sumber daya manusia yang memiliki pengalaman di bidang Penjaminan pembiayaan syariah dan atau pernah mengikuti pelatihan Penjaminan Pembiayaan;

j.

rencana kerja (business plan) tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:

1.

studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi yang berkaitan dengan Penjaminan pembiayaan syariah;

2.

rencana kegiatan usaha serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; dan

3.

proyeksi neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas bulanan selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Penjamin dan Penjamin Ulang akan melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

k.

pedoman manajemen risiko, rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi informasi yang digunakan, dan skala kewenangan;

l.

sistem dan prosedur kerja mengenai Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;

m.

laporan realisasi penyelesaian seluruh hak dan kewajiban kantor Penjamin atau Penjamin Ulang terhadap Penerima Jaminan yang tidak bersedia menjadi nasabah Kantor Cabang Syariah.

Pasal 52

(1)

Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Menteri melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen.

(2)

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin pembukaan sebagaimana maksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.

(3)

Penjamin atau Penjamin Ulang dan atau kantor Penjamin atau Penjamin Ulang yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud pads ayat (2), wajib melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal izin pembukaan dikeluarkan.

(4)

Pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang Syariah sebagaimana dimaksud pads ayat (3) wajib dilaporkan oleh Penjamin atau Penjamin Ulang kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukaan.

(5)

Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kantor Cabang Syariah belum melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Menteri membatalkan izin pembukaan Kantor Cabang Syariah yang telah dikeluarkan.

(6)

Pembukaan Kantor Cabang Syariah dengan melalui cars sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b dan huruf c wajib menyelesaikan seluruh hak Penerima Jaminan dari kegiatan usaha secara konvensional paling lama 360 (tiga ratus enam puluh) hari sejak tanggal izin pembukaan dikeluarkan.

(7)

Kantor Cabang Syariah dilarang melakukan kegiatan usaha Penjaminan Kredit atau Penjaminan Ulang Kredit secara konvensional, kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi-transaksi sebagaimana dimaksud pads ayat (6).

(8)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu tidak melaporkan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang Syariah kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pembukaan, Penjamin atau Pejamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

Bagian Ketiga

Pembukaan Kantor Cabang Syariah Berikutnya

Pasal 53

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan telah memiliki Kantor Cabang Syariah hanya dapat membuka Kantor Cabang Syariah berikutnya dengan izin Menteri.

(2)

Rencana pembukaan Kantor Cabang Syariah berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat ,(1) harus dicantumkan dalam rencana kerja tahunan Penjamin dan  Penjamin Ulang.

(3)

Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Penjamin dan Penjamin Ulang kepada Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

untuk pembukaan Kantor Cabang Syariah berikutnya yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a, wajib disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf 1, dan huruf m dan memenuhi Pasal 52 ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) serta Pasal 50.

b.

untuk pembukaan Kantor Cabang Syariah berikutnya yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b dan huruf c, wajib disertai dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf 1, dan huruf m dan memenuhi Pasal 52 ayat (3), ayat (4), ayat (6) dan ayat (7), serta Pasal 50.

Bagian Keempat

Perubahan Dewan Pengawas Syariah dan
Pemimpin Kantor Cabang Syariah

Pasal 54

(1)

Perubahan Dewan Pengawas Syariah wajib dilaporkan secara tertulis kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif dan disertai dengan dokumen, identitas dan rekomendasi DSN.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a.

tidak melaporkan perubahan Dewan Pengawas Syariah secara tertulis kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif, atau

b.

melaporkan perubahan Dewan Pengawas Syariah secara tertulis kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif namun tidak disertai dengan dokumen, identitas dan rekomendasi DSN,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peratiran Menteri Keuangan ini.

Pasal 55

(1)

Pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang Syariah wajib dilaporkan oleh Penjamin atau Penjamin Mang kepada Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif dan wajib disertai dengan dokumen dan identitas.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Mang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a.

tidak melaporkan pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang Syariah secara tertulis kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif; atau

b.

melaporkan pengangkatan atau penggantian pemimpin Kantor Cabang Syariah secara tertulis kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif namun tidak disertai dengan dokumen, identitas dan rekomendasi DSN,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha kantor cabang yang bersangkutan.

Bagian Kelima

Pencabutan Izin Pembukaan Kantor Cabang Syariah

Pasal 56

Menteri mencabut izin pembukaan Kantor Cabang Syariah atas rekomendasi Dewan Syariah Nasional bagi Kantor Cabang Syariah yang terbukti melakukan kegiatan usaha secara konvensional.

Bagian Keenam

Akuntansi Kantor Cabang Syariah

Pasal 57

(1)

Sistem akuntansi Kantor Cabang Syariah mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku, sepanjang standar akuntansi tersebut memenuhi Prinsip Syariah dan/atau telah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah.

(2)

Penjamin atau Penjamin Mang yang memiliki Kantor Cabang Syariah wajib:

a.

memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;

b.

menyusun laporan keuangan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan

c.

memasukkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b ke dalam laporan keuangan konsolidasi.

(3)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu Penjamin atau Penjamin Ulang yang memiliki Kantor Cabang Syariah tidak:

a.

memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;

b.

menyusun laporan keuangan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan

c.

memasukkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b ke dalam laporan keuangan konsolidasi,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB XVIII

PELAPORAN

Pasal 58

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang wajib menyampaikan kepada Menteri:

a.

Laporan rutin:

1.

Laporan Kegiatan Usaha Bulanan;

2.

Laporan Keuangan Bulanan; dan

3.

Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

b.

Laporan non rutin, yang memuat hal-hal yang dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan likuiditas dan atau solvabilitas yang berpotensi membahayakan kelangsungan usaha perusahaan, antara lain:

1.

besarnya jumlah potensi Klaim; dan

2.

pengaruh Maim terhadap likuiditas, dan. atau solvabilitas perusahaan.

(2)

Penjamin dan Penjamin Ulang wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi singkat paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran luas di lingkup wilayah operasionalnya, paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

(3)

Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi singkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib dilaporkan kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan pengumuman.

(4)

Jika Penjamin atau Penjamin Mang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:

a.

tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi singkat paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran luas di lingkup wilayah operasionalnya, paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir; atau

b.

mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi singkat paling sedikit dalam 1 (satu) Surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran luas di lingkup wilayah operasionalnya, namun melebihi batas waktu 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini

(5)

Jika direksi atau pengurus dari Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu:

a.

tidak melaporkan pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi singkat kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan pengumuman; atau

b.

melaporkan pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi singkat kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun melebihi batas waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan pengumuman,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 59

(1)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2, wajib disampaikan paling lama 15 (lima belas) hari setelah bulan yang bersangkutan, sesuai dengan format excel sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX Peraturan Menteri Keuangan ini melalui e-mail kepada Biro Pembiayaan dan Penjaminan.

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a angka 3, wajib disampaikan paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

(3)

Tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan berdasarkan tahun takwim.

(4)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 58 ayat (1) huruf b disampaikan sesuai dengan format excel sebagaimana tercantum dalam, Lampiran XX Peraturan Menteri Keuangan ini melalui e-mail kepada Biro Pembiayaan dan Penjaminan

(5)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

a.

tidak menyampaikan laporan kepada Menteri berupa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 paling lama 15 (lima belas) hari setelah bulan yang bersangkutan; atau

b.

menyampaikan laporan kepada Menteri berupa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58  ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 namun melebihi batas waktu 15 (lima belas) hari setelah bulan yang bersangkutan,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

(6)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:

a.

tidak menyampaikan laporan kepada Menteri berupa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a angka 3 paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir; atau

b.

menyampaikan laporan kepada Menteri berupa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a angka 3 namun melebihi batas waktu 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir,

Penjamin atau Penjamin Ulang dimaksud dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini

Pasal 60

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) disampaikan kepada Menteri c.q. Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dengan alamat Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4, Jakarta Pusat 10710.

BAB XIX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 61

(1)

Dalam rangka pelaksanaan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap Penjamin dan Penjamin Ulang dilakukan Pemeriksaan oleh Menteri

(2)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Pasal 62

(1)

Pemeriksaan terhadap Penjamin dan Penjamin Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilakukan secara berkala paling sedikit sekah dalam 5 (lima) tahun atau setiap waktu bila diperlukan.

(2)

Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat lengkap yang meliputi aspek substansi laporan periodik, kepatuhan terhadap, Peraturan Presiden tentang Lembaga Penjaminan dan peraturan pelaksanaannya.

(3)

Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam Rencana Pemeriksaan Tahunan dan disesuaikan dengan Skala prioritas dari jenis usaha Penjamin dan Penjamin Ulang yang ditetapkan oleh Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan.

(4)

Pemeriksaan setiap waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan yang bersifat khusus dan dilakukan apabila:

a.

berdasarkan hasil analisis atas laporan periodik Penjamin dan Penjamin Ulang, patut diduga bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaan dimaksud menyimpang dari ketentuan Peraturan Presiden tentang Lembaga Penjaminan dan peraturan pelaksanaannya, sehingga dapat menimbulkan risiko atas kepentingan para Penerima jaminan;

b.

berdasarkan penelitian atas keterangan yang didapat atau surat pengaduan yang diterima oleh Biro Pembiayaan clan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, patut diduga bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha perusahaan dimaksud menyimpang dari ketentuan Peraturan Presiden tentang Lembaga Penjaminan dan peraturan pelaksanaannya, sehingga dapat menimbulkan risiko atas kepentingan para Penerima jaminan; atau

c.

terdapat alasan khusus yang mendasari perlunya dilakukan pemeriksaan termasuk dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pengalihan portofolio penjaminan.

Pasal 63

(1)

Tiga bulan sebelum berakhirnya tahun takwin Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan menyampaikan Rencana Pemeriksaan untuk 1 (satu) tahun takwin berikutnya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

(2)

Setiap 6 (enam) bulan sekali Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan melaporkan hasil pelaksanaan pemeriksaan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan paling lama 1 (satu) bulan sesudah pelaksanaan pemeriksaan.

(3)

Setiap tahun Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan melaporkan pelaksanaan pemeriksaan kepada Menteri paling lama 2 (dua) bulan sesudah tahun takwim berakhir.

(4)

Laporan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) berisi:

a.

rencana pemeriksaan;

b.

pelaksanaan dari rencana pemeriksaan;

c.

temuan dari hasil pemeriksaan;

d.

hambatan pemeriksaan; dan

e.

usulan pemecahan masalah.

Pasal 64

(1)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilaksanakan oleh Pemeriksa berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.

(2)

Sebelum dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu disampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Penjamin dan Penjamin Ulang.

(3)

Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan apabila diduga bahwa penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan akan dapat memungkinkan dilakukannya tindakan untuk mengaburkan keadaan yang sebenarnya atau tindakan untuk menyembunyikan data, keterangan, atau laporan yang diperlukan dalam pelaksanaan Pemeriksaan.

Pasal 65

(1)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilaksanakan berdasarkan Pedoman Pemeriksaan yang ditetapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

(2)

Pedoman Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya:

a.

Penentuan obyek pemeriksaan;

b.

Prosedur dan program pemeriksaan;

c.

Penyusunan kertas kerja pemeriksaan;

d.

Pelaporan pemeriksaan;

e.

Tindak lanjut pemeriksaan; dan

f.

Pengawasan pemeriksaan.

Pasal 66

(1)

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a.

persiapan Pemeriksaan;

b.

pelaksanaan Pemeriksaan; dan

c.

pelaporan hasil Pemeriksaan.

(2)

Persiapan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pads ayat (1) huruf a dibuat berdasarkan hasil analisis laporan periodik dan data lain yang mendukung.

(3)

Pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan di kantor Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa, dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan konfirmasi kepada pihak ketiga yang terkait dengan perusahaan yang bersangkutan.

(4)

Pelaporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun secara segera setelah pelaksanaan Pemeriksaan  selesai dan harus berdasarkan atas data atau keterangan yang diperoleh selama proses pemeriksaan berlangsung yang dituangkan dalam kertas kerja Pemeriksaan.

Pasal 67

(1)

Pada saat akan dimulai Pemeriksaan di kantor Penjamin dan Penjamin Ulang, Pemeriksa wajib menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan.

(2)

Dalam hal Pemeriksaan dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (4), Pemeriksa wajib menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.

(3)

Dalam hal Pemeriksa tidak dapat memenuhi ketentuan dalam ayat (1) dan atau ayat (2), perusahaan yang akan diperiksa wajib menolak dilakukan Pemeriksaan.

(4)

Dalam hal Pemeriksa telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atau ayat (2), Pemeriksa berhak:

a.

memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukungnya termasuk keluaran (output) dari pengolahan data atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya;

b.

mendapatkan keterangan lisan dan atau tertulis dari Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa;

c.

memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokuman, uang, atau barang yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa; dan

d.

mendapatkan keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa.

(5)

Pemeriksa wajib merahasiakan data dan atau keterangan yang diperoleh selama Pemeriksaan terhadap pihak yang tidak berhak.

Pasal 68

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa dilarang menolak dan atau menghambat kelancaran proses Pemeriksaan.

(2)

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa berkewajiban untuk:

a.

memenuhi permintaan untuk memberikan atau meminjamkan buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran Pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal penyampaian Surat permintaan;

b.

memberikan keterangan yang diperlukan secara, tertulis dan atau lisan;

c.

memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu; dan

d.

memberikan keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa.

(3)

Penjamin dan Penjamin Ulang dianggap menghambat kelancaran proses Pemeriksaan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau meminjamkan buku, memberikan catatan, dokumen atau keterangan yang tidak benar.

(4)

Dalam hal Penjamin dan Penjamin Ulang menolak dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Penjamin dan Penjamin Ulang harus menandatangani Berita Acara Penolakan Pemeriksaan.

Pasal 69

(1)

Setelah pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b berakhir, Pemeriksa wajib menyusun laporan hasil Pemeriksaan.

(2)

Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a.

laporan hasil Pemeriksaan sementara; dan

b.

laporan hasil Pemeriksaan final.

(3)

Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani Pemeriksa dan ditetapkan oleh Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Pasal 70

(1)

Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan sementara kepada direksi atau pengurus Penjamin dan Penjamin Ulang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya pelaksanaan Pemeriksaan.

(2)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa dapat mengajukan tanggapan atas laporan Hasil Pemeriksaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan paling lama 15 (lima belas) hari setelah diterimanya laporan hasil Pemeriksaan sementara.

(3)

Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan dan disertai alasannya.

(4)

Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan pembahasan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak diterimanya surat tanggapan dari Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa.

(5)

Dalam hal sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa tidak mengajukan tanggapan atau berdasarkan hasil pembahasan atas tanggapan laporan hasil Pemeriksaan sementara, maka Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan menetapkan laporan hasil Pemeriksaan sementara menjadi laporan hasil Pemeriksaan final.

(6)

Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan final sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada direksi atau pengurus dan dewan komisaris/ dewan pengawas/badan pengawas Penjamin dan Penjamin Ulang yang diperiksa.

Pasal 71

Dalam hal Penjamin dan Penjamin Ulang menolak, dan atau menghambat kelancaran proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Menteri mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

BAB XX

PENCABUTAN IZIN USAHA

Pasal 72

(1)

Pencabutan Izin Usaha Penjamin dan Penjamin Ulang dilakukan oleh Menteri.

(2)

Pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Penjamin dan Penjamin Ulang:

a.

bubar;

b.

dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan ini;

c.

tidak lagi menjadi Penjamin dan Penjamin Ulang;

d.

melakukan Penggabungan atau Peleburan; atau

e.

 tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3).

Pasal 73

Penjamin dan Penjamin Ulang bubar karena:

a.

keputusan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota;

b.

jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;

c.

putusan pengadilan; atau

d.

keputusan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian.

Pasal 74

Dalam hal Penjamin dan Penjamin Ulang bubar karena keputusan rapat umum pemegang saham, likuidator harus melaporkan hasil rapat umum pemegang saham kepada Menteri paling lama 10 (sepuluh) hari sejak rapat umum pemegang saham dilaksanakan.

Pasal 75

(1)

Dalam hal Penjamin dan Penjamin Ulang bubar berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan pemerintah, likuidator atau penyelesai harus melaporkan pembubaran tersebut kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau dikeluarkannya keputusan pemerintah.

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan:

a.

putusan pengadilan dan atau keterangan resmi yang menyatakan putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

b.

keputusan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian.

Pasal 76

(1)

Penjamin dan Penjamin Mang yang melakukan perubahan kegiatan usaha sehingga tidak lagi menjadi Penjamin dan Penjamin Ulang harus melaporkan kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak perubahan anggaran dasar disahkan oleh instansi berwenang.

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan dokumen:

a.

risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota; dan

b.

perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang.

Pasal 77

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76, Menteri mencabut Izin Usaha.

BAB XXI

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 78

(1)

Setiap Penjamin dan Penjamin Ulang yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dikenakan sanksi administratif berupa:

a.

pemberian teguran tertulis;

b.

pembekuan kegiatan usaha, dilakukan setelah diberikan teguran tertulis kepada yang bersangkutan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 30 (tiga puluh) hari; atau

c.

pencabutan Izin Usaha.

(2)

Dalam hal masa berlaku teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berakhir, Penjamin dan Penjamin Ulang tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Menteri menetapkan sanksi pembekuan kegiatan usaha Penjamin dan Penjamin Ulang yang bersangkutan.

(3)

Dalam hal masa berlaku teguran tertulis berakhir jatuh pada hari libur nasional maka teguran tertulis berlaku hingga hari kerja berikutnya.

(4)

pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan mulai berlaku sejak Surat pembekuan ditetapkan.

(5)

Selama masa pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penjamin dan Penjamin Ulang:

a.

dilarang melakukan penjaminan kredit dan/ atau Pembiayaan baru;

b.

bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala kewajiban termasuk kewajiban penjaminan kredit dan/atau Pembiayaan yang telah dilakukan sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Penjaminan.

(6)

Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penjamin atau Penjamin Ulang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha.

(7)

Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penjamin dan Penjamin Ulang tidak juga memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, Menteri mencabut Izin Usaha Penjamin atau Penjamin Ulang yang bersangkutan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 79

Setiap pihak yang bertugas untuk dan atas nama Penjamin dan Penjamin Ulang wajib merahasiakan semua dokumen, informasi, dan catatan yang diperoleh atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB XXII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

(1)

Penjamin dan Penjamin Ulang yang telah beroperasi namun belum memenuhi ketentuan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dan ayat (4), diberikan kesempatan untuk melakukan penyesuaian dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku.

(2)

Jika Penjamin atau Penjamin Ulang belum melakukan penyesuaian pemenuhan ketentuan Gearing Ratio dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dan ayat (4), Penjamin atau Penjainin Ulang dimaksud akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB XXIII

KETENTUAN PENTUTUP

Pasal 81

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 486/KMK.017/1996 tentang Perusahaan Penjaminan dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 479/KMK.06/2003 tentang Penghentian Pemberian Izin Usaha Perusahaan Penjaminan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 82

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penetapan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Desember 2008

MENTERI KEUANGAN

SRI MULYANI INDRAWATI