MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53/PMK.010/2012


TENTANG


KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI
DAN PERUSAHAAN REASURANSI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan industri perasuransian nasional dan meningkatkan upaya perlindungan terhadap tertanggung atau pemegang polis perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun yang berbentuk bukan perseroan terbatas;

   

b.

bahwa dalam rangka menyempurnakan ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dilakukan penyesuaian secara keseluruhan terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2008 dan terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor 504/KMK.06/2004 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas;

   

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467);

   

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3506) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4954);

   

3.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

   

4.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

   

1.

Perusahaan adalah Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi baik yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas maupun bukan perseroan terbatas.

   

2.

Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa.

   

3.

Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.

   

4.

Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.

   

5.

Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.

   

6.

Aset Yang Diperkenankan adalah kekayaan yang diperkenankan yang diperhitungkan dalam perhitungan Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

   

7.

Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

   

8.

Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah Aset Yang Diperkenankan dikurangi dengan jumlah Liabilitas.

   

9.

Ekuitas adalah ekuitas berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

   

10.

Premi Neto adalah premi bruto dikurangi komisi dan dikurangi premi reasuransi dibayar yang telah dikurangi komisi reasuransi diterima.

   

11.

Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang selain memberikan proteksi, juga memberikan hasil investasi yang mengacu pada hasil investasi pasar baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.

   

12.

Dana Jaminan adalah bagian dari aset Perusahaan yang dimaksudkan sebagai jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan para pemegang polis.

   

13.

Manajer Investasi adalah manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.

   

14.

Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.

   

15.

Bank Kustodian adalah bank umum yang telah mendapatkan persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk bertindak sebagai kustodian.

   

16.

Afiliasi adalah afiliasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.

   

17.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

 

BAB II
TINGKAT SOLVABILITAS


Bagian Kesatu
Modal Minimum Berbasis Risiko


Pasal 2

   

(1)

Perusahaan setiap saat wajib memenuhi Tingkat Solvabilitas paling rendah 100% (seratus per seratus) dari modal minimum berbasis risiko.

   

(2)

Perusahaan setiap tahun wajib menetapkan target Tingkat Solvabilitas.

   

(3)

Target Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah 120% (seratus dua puluh per seratus) dari modal minimum berbasis risiko.

   

(4)

Menteri dapat memerintahkan kepada Perusahaan untuk meningkatkan target Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul dari rencana perubahan strategi dan/atau pengembangan bisnis Perusahaan.

   

(5)

Dalam hal Perusahaan tidak dapat memenuhi perintah untuk meningkatkan target Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan dilarang melaksanakan rencana perubahan strategi dan/atau pengembangan bisnisnya.

 

Pasal 3

   

(1)

Modal minimum berbasis risiko merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas.

   

(2)

Risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

     

a.

kegagalan pengelolaan aset;

     

b.

ketidakseimbangan antara proyeksi arus aset dan Liabilitas;

     

c.

ketidakseimbangan antara nilai aset dan Liabilitas dalam setiap jenis mata uang;

     

d.

perbedaan antara beban klaim yang terjadi dan beban klaim yang diperkirakan;

     

e.

ketidakcukupan premi akibat perbedaan hasil investasi yang diasumsikan dalam penetapan premi dengan hasil investasi yang diperoleh;

     

f.

ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban membayar klaim; dan/atau

     

g.

kegagalan dalam proses produksi, ketidakmampuan sumber daya manusia atau sistem untuk berkinerja baik, atau adanya kejadian lain yang merugikan.

   

(3)

Dalam hal Perusahaan Asuransi Jiwa memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi, modal minimum berbasis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditambah sebesar persentase tertentu dari dana investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi.

   

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan jumlah modal minimum berbasis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Bagian Kedua
Aset Yang Diperkenankan
Dalam Bentuk Investasi


Pasal 4

   

(1)

Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi harus ditempatkan dalam jenis:

     

a.

deposito berjangka pada Bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;

     

b.

sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank;

     

c.

saham yang diperdagangkan di bursa efek;

     

d.

surat utang korporasi;

     

e.

sukuk korporasi;

     

f.

surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia;

     

g.

surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia;

     

h.

surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

     

i.

surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya;

     

j.

reksa dana;

     

k.

efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset;

     

l.

dana investasi real estat;

     

m.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek);

     

n.

bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi;

     

o.

pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk pembelian piutang (refinancing);

     

p.

emas murni; dan/atau

     

q.

pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan.

   

(2)

Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat ditempatkan di luar negeri harus dalam jenis:

     

a.

saham yang diperdagangkan di bursa efek;

     

b.

surat utang korporasi;

     

c.

sukuk korporasi;

     

d.

surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia;

     

e.

surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya;

     

f.

reksa dana; dan/atau

     

g.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek).

 

Pasal 5

   

(1)

Penilaian atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

deposito berjangka pada Bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan, berdasarkan nilai nominal;

     

b.

sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank, berdasarkan nilai tunai;

     

c.

saham yang diperdagangkan di bursa efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di bursa efek;

     

d.

surat utang korporasi, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;

     

e.

sukuk korporasi, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;

     

f.

surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;

     

g.

surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;

     

h.

surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, berdasarkan nilai pasar;

     

i.

surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, berdasarkan nilai pasar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang diakui secara internasional;

     

j.

reksa dana, berdasarkan nilai aktiva bersih;

     

k.

efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset, berdasarkan nilai pasar;

     

l.

dana investasi real estat, berdasarkan nilai pasar;

     

m.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek), berdasarkan nilai ekuitas;

     

n.

bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;

     

o.

pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk pembelian piutang (refinancing), berdasarkan nilai sisa piutang setelah dikurangi penyisihan untuk piutang tak tertagih (net performing loan);

     

p.

emas murni, berdasarkan nilai pasar; dan/atau

     

q.

pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan, berdasarkan nilai sisa pinjaman.

   

(2)

Ketentuan mengenai penilaian atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan hanya dalam rangka untuk mengantisipasi ketidakwajaran pasar keuangan dan diberlakukan dalam jangka waktu terbatas.

 

Pasal 6

   

(1)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa surat utang korporasi dan sukuk korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e harus paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

   

(2)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang diakui secara internasional;

     

b.

dijual melalui penawaran umum; dan

     

c.

informasi mengenai transaksinya dapat diakses di Indonesia.

   

(3)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

telah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan

     

b.

dilakukan melalui penawaran umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

   

(4)

Dalam hal penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j dalam bentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas, reksa dana penyertaan terbatas tersebut harus memiliki underlying berupa efek yang diperdagangkan di bursa efek.

   

(5)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset dan dana investasi real estat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k dan huruf l harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

telah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;

     

b.

paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan

     

c.

dilakukan melalui penawaran umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

   

(6)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

dimiliki dan dikuasai oleh Perusahaan yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas nama Perusahaan dari instansi yang berwenang;

     

b.

memberikan penghasilan sewa dan penghasilan lainnya melalui transaksi yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku; dan

     

c.

tidak ditempatkan pada bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan yang sedang diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.

   

(7)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk pembelian piutang (refinancing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf o hanya dapat dilakukan atas piutang yang dimiliki perusahaan pembiayaan dan/atau Bank dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

merupakan perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan/atau Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia;

     

b.

merupakan perusahaan pembiayaan dan/atau Bank yang tidak terafiliasi dengan Perusahaan;

     

c.

perusahaan pembiayaan dan/atau Bank dimaksud tidak sedang dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Menteri atau Pimpinan Bank Indonesia pada saat dimulainya kerja sama; dan

     

d.

memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pembiayaan dan/atau perbankan, pada saat dimulainya kerja sama.

   

(8)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa emas murni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf p harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditetapkan oleh bursa komoditi yang telah memperoleh izin dari instansi yang berwenang; dan

     

b.

disimpan di Bank Kustodian komoditi yang memiliki kerja sama dengan bursa komoditi sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

   

(9)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf q harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

pinjaman tersebut diberikan kepada perorangan;

     

b.

pinjaman tersebut dijamin dengan hak tanggungan pertama;

     

c.

pinjaman tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

     

d.

sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan disimpan oleh Perusahaan; dan

     

e.

besarnya setiap pinjaman paling tinggi 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari nilai jaminan yang terkecil diantara nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

 

Pasal 7

   

(1)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi di luar negeri berupa saham yang diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

termasuk dalam kategori saham yang aktif diperdagangkan pada bursa efek di tempat saham tersebut dicatatkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh bursa efek dimaksud; dan

     

b.

informasi mengenai emiten dan transaksi saham tersebut dapat di akses di Indonesia.

   

(2)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi di luar negeri berupa surat utang korporasi, sukuk korporasi, dan surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang diakui secara internasional;

     

b.

dijual melalui penawaran umum; dan

     

c.

informasi mengenai transaksinya dapat diakses di Indonesia.

   

(3)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi di luar negeri berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

     

a.

diterbitkan oleh manajer investasi di luar negeri yang memiliki hubungan Afiliasi dengan Manajer Investasi di Indonesia yang memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan

     

b.

dicatatkan di bursa efek di negara tempat manajer investasi dimaksud berdomisili.

 

Pasal 8

   

(1)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa saham yang diperdagangkan di bursa efek, surat utang korporasi, dan sukuk korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c yang diperdagangkan di bursa efek di dalam negeri maupun di luar negeri dan emitennya merupakan badan hukum asing, dikategorikan sebagai investasi di luar negeri.

   

(2)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa surat utang yang diterbitkan di luar negeri oleh badan hukum Indonesia melalui badan hukum asing yang khusus didirikan dalam rangka penerbitan surat utang dimaksud, dikategorikan sebagai investasi dalam negeri.

   

(3)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi berupa surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i dan Pasal 4 ayat (2) huruf e yang berdenominasi rupiah, dikategorikan sebagai investasi dalam negeri.

 

Pasal 9

   

(1)

Pembatasan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah sebagai berikut:

     

a.

investasi berupa deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank, untuk setiap Bank paling tinggi 15% (lima belas per seratus) dari jumlah investasi;

     

b.

investasi berupa saham yang diperdagangkan di bursa efek, untuk setiap emiten paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

c.

investasi berupa surat utang korporasi, sukuk korporasi, dan surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya, untuk setiap emiten paling tinggi 15% (lima belas per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

d.

investasi berupa surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia untuk setiap penerbit paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

e.

investasi berupa reksa dana, untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 15% (lima belas per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

f.

investasi berupa efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

g.

investasi berupa dana investasi real estat, untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

h.

investasi berupa penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek), seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

i.

investasi berupa bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi, seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

j.

investasi berupa pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk pembelian piutang (refinancing) untuk setiap pihak paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;

     

k.

investasi berupa emas murni seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi; dan/atau

     

l.

investasi berupa pinjaman yang dijamin dengan hak tanggungan, seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi.

   

(2)

Penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e, jumlah seluruhnya paling tinggi 80% (delapan puluh per seratus) dari jumlah investasi.

   

(3)

Dalam hal penempatan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf h dilakukan pada instrumen investasi di luar negeri, jumlah seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi.

 

Pasal 10

   

(1)

Jumlah seluruh investasi Perusahaan yang ditempatkan pada pihak yang terafiliasi dengan Perusahaan paling tinggi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi.

   

(2)

Jenis investasi Perusahaan yang ditempatkan pada pihak yang terafiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat pada bursa efek).

   

(3)

Jumlah seluruh investasi Perusahaan yang ditempatkan pada satu pihak yang terafiliasi namun satu pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan, paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi.

   

(4)

Satu pihak yang tidak terafiliasi dengan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sekelompok perusahaan yang memiliki hubungan afiliasi satu dengan yang lain.

   

(5)

Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) termasuk pula pihak yang baik secara sendiri maupun bersama mempunyai hubungan Afiliasi dan/atau hubungan hukum lainnya dengan pihak lain yaitu:

     

a.

hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal;

     

b.

hubungan antara pihak dengan pegawai satu tingkat di bawah direksi, anggota direksi, atau anggota dewan komisaris dari pihak tersebut;

     

c.

hubungan antara 2 (dua) perusahaan atau lebih dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang sama; dan/atau

     

d.

hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham utama.

   

(6)

Hubungan Afiliasi dan/atau hubungan hukum lainnya dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak termasuk hubungan karena kepemilikan atau penyertaan modal oleh Negara Republik Indonesia.

 

Pasal 11

   

Jumlah investasi yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembatasan atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) merupakan nilai seluruh bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 per tanggal laporan posisi keuangan yang penilaiannya didasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

 

Bagian Ketiga
Aset Yang Diperkenankan
Dalam Bentuk Bukan Investasi


Pasal 12

   

Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi harus dalam jenis:

   

a.

kas dan bank;

   

b.

tagihan premi penutupan langsung, termasuk tagihan premi koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan;

   

c.

tagihan klaim koasuransi;

   

d.

tagihan reasuransi;

   

e.

tagihan investasi;

   

f.

tagihan hasil investasi;

   

g.

pinjaman polis; dan/atau

   

h.

bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri.

 

Pasal 13

   

Penilaian atas Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

   

a.

kas dan bank, berdasarkan nilai nominal, dengan ketentuan kas dan bank di luar negeri yang diperkenankan seluruhnya paling tinggi 1% (satu per seratus) dari Ekuitas periode berjalan;

   

b.

tagihan premi penutupan langsung termasuk tagihan premi koasuransi yang menjadi bagian Perusahaan, berdasarkan nilai sisa tagihan dengan umur tagihan paling lama 2 (dua) bulan dihitung sejak tanggal:

     

1)

pertanggungan dimulai bagi polis dengan pembayaran premi tunggal; atau

     

2)

jatuh tempo pembayaran premi bagi polis dengan pembayaran premi cicilan.

   

c.

tagihan klaim koasuransi, berdasarkan nilai sisa tagihan dengan umur tagihan paling lama 2 (dua) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran klaim kepada tertanggung;

   

d.

tagihan reasuransi, berdasarkan nilai sisa tagihan dengan umur tagihan paling lama 2 (dua) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;

   

e.

tagihan investasi, berdasarkan nilai tagihan dengan umur tagihan paling lama 1 (satu) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;

   

f.

tagihan hasil investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan dengan umur tagihan paling lama 1 (satu) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;

   

g.

pinjaman polis, berdasarkan nilai sisa pinjaman dengan besarnya pinjaman polis paling tinggi 80% (delapan puluh per seratus) dari nilai tunai polis yang bersangkutan; dan/atau

   

h.

bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, yang dipakai sendiri, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang atau berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai dengan nilai seluruhnya paling tinggi 15% (lima belas per seratus) dari Ekuitas periode berjalan.

 

Bagian Keempat
Status Aset Yang Diperkenankan


Pasal 14

   

Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus:

   

a.

dimiliki dan dikuasai oleh Perusahaan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas nama Perusahaan dari instansi yang berwenang;

   

b.

tidak dalam sengketa;

   

c.

tidak sedang dijadikan jaminan; dan

   

d.

tidak sedang diblokir oleh pihak yang berwenang.

 

Bagian Kelima
Liabilitas


Pasal 15

   

Liabilitas yang diperhitungkan dalam perhitungan Tingkat Solvabilitas wajib meliputi semua Liabilitas Perusahaan, termasuk cadangan teknis.

 

Pasal 16

   

(1)

Liabilitas dalam bentuk cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi:

     

a.

cadangan premi untuk produk yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi polisnya tidak dapat diperbaharui kembali (non renewable) pada setiap ulang tahun polis;

     

b.

cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan untuk produk yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun atau berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang syarat dan kondisi polisnya dapat diperbaharui kembali (renewable) pada setiap ulang tahun polis;

     

c.

cadangan akumulasi dana untuk produk atau bagian dari produk yang memberikan manfaat berupa akumulasi dana; dan

     

d.

cadangan klaim.

   

(2)

Pembentukan cadangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memperhitungkan penerimaan dan pengeluaran yang dapat terjadi di masa yang akan datang dengan menggunakan asumsi estimasi sentral ditambah dengan marjin risiko.

   

(3)

Pembentukan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memperhitungkan cadangan atas seluruh risiko yang belum dijalani (unexpired risk reserve) termasuk cadangan atas risiko bencana (catastrophic reserve).

   

(4)

Cadangan akumulasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan cadangan akumulasi dana produk yang digaransi.

   

(5)

Cadangan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi cadangan klaim dalam proses penyelesaian dan cadangan klaim yang sudah terjadi namun belum dilaporkan (incurred but not reported atau IBNR).

 

Pasal 17

   

(1)

Penilaian terhadap Liabilitas dalam bentuk cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib dilakukan oleh aktuaris Perusahaan.

   

(2)

Penilaian terhadap Liabilitas dalam bentuk cadangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum dapat dilakukan oleh aktuaris dari perusahaan konsultan aktuaria yang tidak terafiliasi dengan Perusahaan paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014.

 

Pasal 18

   

(1)

Dalam hal ditemukan ketidakwajaran cadangan teknis atau bagian dari cadangan teknis yang dibentuk oleh Perusahaan, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dapat:

     

a.

meminta Perusahaan untuk melakukan valuasi ulang atas jumlah cadangan teknis atau atas bagian dari cadangan teknis yang dianggap tidak wajar; atau

     

b.

meminta dilakukan penelaahan (review) atas cadangan teknis atau atas bagian dari cadangan teknis tersebut oleh pihak independen atas beban Perusahaan.

   

(2)

Perusahaan wajib menunjuk pihak independen paling lama 1 (satu) bulan setelah permintaan untuk dilakukan penelaahan (review) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

 

Pasal 19

   

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Bagian Keenam
Pinjaman Subordinasi


Pasal 20

   

Dalam rangka perhitungan Tingkat Solvabilitas, pinjaman subordinasi tidak diperlakukan sebagai unsur Liabilitas apabila pinjaman tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut:

   

a.

digunakan untuk memenuhi ketentuan batas Tingkat Solvabilitas; dan

   

b.

dituangkan dalam perjanjian notariil yang paling kurang memuat:

     

1)

pembayaran pokok pinjaman tersebut hanya dapat dilakukan apabila tidak menyebabkan Perusahaan menjadi tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);

     

2)

jangka waktu pelunasan pinjaman tidak dibatasi; dan

     

3)

tingkat bunga yang dijanjikan paling tinggi 1/5 (satu per lima) dari tingkat suku bunga Bank Indonesia pada saat ditandatanganinya perjanjian.

 

Bagian Ketujuh
Kecukupan Investasi


Pasal 21

   

(1)

Perusahaan wajib memiliki aset dalam bentuk investasi yang telah memenuhi ketentuan mengenai jenis, penilaian, dan pembatasan Aset Yang Diperkenankan ditambah Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk kas dan bank, paling sedikit sebesar jumlah cadangan teknis ditambah Liabilitas pembayaran klaim retensi sendiri dan Liabilitas lain kepada tertanggung.

   

(2)

Liabilitas pembayaran klaim retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Liabilitas pembayaran atas klaim yang telah disepakati tetapi belum dibayar dikurangi dengan beban klaim yang menjadi bagian dari reasuradur.

 

BAB III
DUKUNGAN REASURANSI DAN RETENSI SENDIRI


Bagian Kesatu
Dukungan Reasuransi


Pasal 22

   

(1)

Perusahaan wajib memperoleh dukungan reasuransi otomatis untuk setiap lini usaha asuransi yang dipasarkan termasuk dukungan reasuransi otomatis untuk risiko bencana (catastrophic risks).

   

(2)

Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh paling sedikit dari 2 (dua) reasuradur di dalam negeri, yang salah satunya adalah Perusahaan Reasuransi.

   

(3)

Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib diperoleh paling sedikit dari 1 (satu) Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.

   

(4)

Dalam hal dukungan reasuransi otomatis di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak diperoleh, dukungan reasuransi otomatis dapat diperoleh dari reasuradur di luar negeri.

   

(5)

Dukungan reasuransi otomatis dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari seluruh Perusahaan Reasuransi dalam negeri.

   

(6)

Dalam hal dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari reasuradur di luar negeri, Perusahaan wajib memperoleh dukungan reasuradur luar negeri yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui secara internasional.

   

(7)

Dalam hal peringkat reasuradur di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh lebih dari satu perusahaan pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah peringkat yang paling rendah.

   

(8)

Perusahaan Asuransi wajib melampirkan bukti tidak diperolehnya dukungan reasuransi otomatis di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan bukti peringkat reasuradur di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam laporan program reasuransi.

 

Pasal 23

   

Dalam hal Perusahaan Reasuransi menolak memberikan dukungan reasuransi otomatis kepada Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3), Perusahaan Reasuransi dimaksud wajib menyampaikan tembusan surat penolakan tersebut kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dengan dilengkapi alasan penolakannya paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal penolakan.

 

Pasal 24

   

(1)

Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dapat dikecualikan dalam hal:

     

a.

tidak ada reasuradur yang bersedia memberikan dukungan reasuransi otomatis karena karakteristik risiko yang khusus dari lini usaha asuransi;

     

b.

Perusahaan akan memulai memasarkan lini usaha asuransi yang baru;

     

c.

Perusahaan memasarkan produk asuransi hanya untuk memenuhi permintaan pemegang polis atas paket asuransi yang komprehensif dan tidak memasarkan secara tersendiri; atau

     

d.

risiko yang dikelola tidak melebihi kapasitas retensi sendiri.

   

(2)

Perusahaan wajib melampirkan bukti penyebab tidak diperoleh atau tidak diperlukannya dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan program reasuransi.

 

Pasal 25

   

(1)

Perusahaan wajib memperoleh dukungan reasuransi fakultatif dalam hal:

     

a.

Perusahaan tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c; atau

     

b.

dukungan reasuransi otomatis tidak mencukupi untuk risiko yang diterima oleh Perusahaan.

   

(2)

Dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh paling sedikit dari 2 (dua) reasuradur di dalam negeri.

   

(3)

Dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib diperoleh paling sedikit dari 1 (satu) reasuradur di dalam negeri.

   

(4)

Dalam hal dukungan reasuransi fakultatif di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak diperoleh, dukungan reasuransi fakultatif dapat diperoleh dari reasuradur di luar negeri.

   

(5)

Dalam hal dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari reasuradur di luar negeri, Perusahaan wajib memperoleh dukungan reasuradur luar negeri yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui secara internasional.

   

(6)

Dalam hal peringkat reasuradur di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh lebih dari satu perusahaan pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah peringkat yang paling rendah.

 

Pasal 26

   

(1)

Dalam hal dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan/atau dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dinilai oleh Kepala Biro Perasuransian, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dapat membahayakan dan/atau memperburuk kondisi kesehatan keuangan Perusahaan atau dapat menjadikan Perusahaan tidak melaksanakan fungsi sebagai Perusahaan Asuransi atau sebagai Perusahaan Reasuransi, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dapat memerintahkan Perusahaan untuk mengubah program dukungan reasuransi yang dimilikinya agar lebih sesuai dengan kondisi Perusahaan, berupa:

     

a.

perubahan reasuransi fakultatif menjadi reasuransi otomatis, atau sebaliknya;

     

b.

perubahan reasuransi nonproporsional menjadi reasuransi proporsional, atau sebaliknya; dan/atau

     

c.

perubahan lainnya.

   

(2)

Perusahaan  wajib  melaksanakan  perintah Ketua Badan  Pengawas  Pasar Modal  dan Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 27

   

Ketentuan lebih lanjut mengenai dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Bagian Kedua
Retensi Sendiri


Pasal 28

   

(1)

Perusahaan wajib memiliki retensi sendiri untuk setiap risiko yang dikelola sesuai dengan batas retensi sendiri minimum dan batas retensi sendiri maksimum yang ditetapkan.

   

(2)

Penetapan batas retensi sendiri minimum dan batas retensi sendiri maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didasarkan pada profil risiko dan kerugian (risk and loss profile) yang dibuat secara tertib, teratur, relevan, dan akurat.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai batas retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

BAB IV
PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN
DENGAN INVESTASI


Pasal 29

   

(1)

Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi wajib memisahkan pencatatan dana investasi dan Liabilitas yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi dengan aset dan Liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya.

   

(2)

Aset yang bersumber dari Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi tidak diperhitungkan sebagai Aset Yang Diperkenankan.

 

Pasal 30

   

(1)

Penempatan atas dana investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi wajib dilakukan pada:

     

a.

deposito berjangka pada Bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;

     

b.

sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank;

     

c.

saham yang diperdagangkan di bursa efek;

     

d.

surat utang korporasi;

     

e.

sukuk korporasi;

     

f.

surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia;

     

g.

surat berharga yang diterbitkan oleh negara selain Negara Republik Indonesia;

     

h.

surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

     

i.

surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga multinasional yang Negara Republik Indonesia menjadi salah satu anggota atau pemegang sahamnya;

     

j.

reksa dana;

     

k.

efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset; dan/atau

     

l.

emas murni.

   

(2)

Jenis investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disesuaikan dengan deskripsi produk yang dilaporkan kepada Menteri dan yang dijanjikan kepada calon pemegang polis.

 

Pasal 31

   

Penempatan atas dana investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

 

Pasal 32

   

(1)

Penempatan investasi di luar negeri atas dana investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi untuk masing-masing subdana (fund) wajib paling tinggi 20% (dua puluh per seratus) dari besarnya masing-masing subdana (fund).

   

(2)

Subdana (fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengelompokan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi berdasarkan strategi investasinya.

 

BAB V
TRANSAKSI DERIVATIF


Pasal 33

   

(1)

Perusahaan dilarang melakukan transaksi derivatif atau memiliki instrumen derivatif, kecuali:

     

a.

untuk keperluan lindung nilai; dan

     

b.

dilakukan dengan pihak lain (counterpart) yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat yang telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau dari perusahaan pemeringkat yang diakui secara internasional.

   

(2)

Transaksi derivatif untuk keperluan lindung nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib mendapat persetujuan direksi.

   

(3)

Instrumen derivatif untuk keperluan lindung nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa:

     

a.

kontrak opsi jual saham atas saham yang dimiliki;

     

b.

kontrak lindung nilai mata uang; dan/atau

     

c.

kontrak lindung nilai tingkat bunga.

 

Pasal 34

   

(1)

Perusahaan wajib melaporkan setiap transaksi derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal transaksi.

   

(2)

Laporan transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang dilampiri dengan:

     

a.

hasil kajian tentang perlunya lindung nilai;

     

b.

perjanjian transaksi derivatif;

     

c.

bukti peringkat pihak lain (counterpart) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b; dan

     

d.

bukti persetujuan direksi.

 

BAB VI
DANA JAMINAN


Bagian Kesatu
Pembentukan Dana Jaminan


Pasal 35

   

(1)

Perusahaan wajib membentuk Dana Jaminan paling rendah 20% (dua puluh persen) dari modal sendiri minimum yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

   

(2)

Jumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disesuaikan dengan perkembangan volume usaha Perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib membentuk Dana Jaminan sebesar 2% (dua per seratus) dari cadangan premi untuk Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi ditambah 5% (lima per seratus) dari cadangan premi untuk produk selain Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi dan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan.

     

b.

bagi Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Reasuransi wajib membentuk Dana Jaminan sebesar 1% (satu per seratus) dari Premi Neto ditambah 0,25% (nol koma dua lima per seratus) dari premi reasuransi.

   

(3)

Dalam hal Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar daripada jumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dana Jaminan tersebut wajib dibentuk sejumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

   

(4)

Dalam hal jumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan atau lebih kecil daripada jumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dana Jaminan tersebut wajib dibentuk sejumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

Pasal 36

   

(1)

Jumlah cadangan premi termasuk cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a serta Premi Neto dan premi reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b, diperoleh dari laporan keuangan per 31 Desember terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen.

   

(2)

Dalam hal Dana Jaminan kurang daripada jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) atau ayat (2), Perusahaan wajib menambah Dana Jaminan yang dimilikinya paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal 30 April tahun berjalan.

   

(3)

Dalam hal Dana Jaminan yang telah dimiliki lebih besar daripada jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Perusahaan dapat mengurangi Dana Jaminan yang dimilikinya setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

   

(4)

Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) wajib ditempatkan dalam jenis:

     

a.

deposito, dengan perpanjangan otomatis pada Bank yang bukan merupakan Afiliasi dari Perusahaan; dan/atau

     

b.

surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, yang pada saat penempatan sebagai Dana Jaminan memiliki sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo paling singkat 1 (satu) tahun.

 

Bagian Kedua
Penatausahaan Dana Jaminan


Pasal 37

   

(1)

Seluruh Dana Jaminan wajib ditatausahakan pada Bank Kustodian.

   

(2)

Bank Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Afiliasi dari Perusahaan, kecuali hubungan Afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal Negara Republik Indonesia.

 

Pasal 38

   

Penatausahaan Dana Jaminan pada Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) wajib didasarkan pada perjanjian antara Perusahaan dan Bank Kustodian yang paling kurang memuat:

   

a.

pendelegasian atau pemberian kuasa oleh Perusahaan kepada Bank Kustodian untuk mencairkan, memindahkan, atau menyerahkan Dana Jaminan setelah memperoleh persetujuan Menteri atau pejabat yang mendapat pendelegasian;

   

b.

kewajiban Bank Kustodian untuk menempatkan dana yang diperoleh dari pencairan Dana Jaminan dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia yang telah jatuh tempo ke dalam bentuk deposito berjangka 1 (satu) bulan pada Bank atas nama Perusahaan, dalam hal Perusahaan belum melakukan penggantian Dana Jaminan yang telah jatuh tempo dimaksud;

   

c.

ketentuan bahwa Bank Kustodian tidak dapat menjalankan instruksi dari Perusahaan maupun pihak lain untuk melakukan pencairan, pemindahan, dan penyerahan deposito atau surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia yang digunakan sebagai Dana Jaminan kecuali telah mendapat persetujuan Menteri atau pejabat yang mendapat pendelegasian; dan

   

d.

ketentuan bahwa Bank Kustodian wajib menyampaikan laporan bulanan penatausahaan Dana Jaminan yang dimiliki oleh Perusahaan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan u.p. Kepala Biro Perasuransian paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya yang paling kurang memuat:

     

1)

nama Perusahaan pemilik Dana Jaminan;

     

2)

jenis Dana Jaminan;

     

3)

nomor bilyet dan Bank penerbit untuk deposito;

     

4)

seri dari surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia;

     

5)

nilai nominal Dana Jaminan; dan

     

6)

tanggal jatuh tempo.

 

Bagian Ketiga
Perubahan Dana Jaminan


Pasal 39

   

(1)

Pembentukan atau penambahan Dana Jaminan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

penempatan baru deposito dan/atau surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia sebagai Dana Jaminan;

     

b.

penempatan deposito yang semula bukan Dana Jaminan menjadi Dana Jaminan; dan/atau

     

c.

penempatan surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia yang semula bukan Dana Jaminan menjadi Dana Jaminan.

   

(2)

Perusahaan dapat melakukan penggantian Dana Jaminan dengan ketentuan sebagai berikut:

     

a.

dari deposito menjadi surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia atau sebaliknya;

     

b.

mengubah jangka waktu deposito pada Bank;

     

c.

mengubah Bank tempat penempatan deposito; dan/atau

     

d.

menukarkan surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia dengan surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia lainnya.

   

(3)

Dalam hal Perusahaan akan melakukan penggantian Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan wajib menempatkan terlebih dahulu Dana Jaminan pengganti paling sedikit sebesar nilai Dana Jaminan yang akan diganti.

   

(4)

Dalam hal terdapat Dana Jaminan dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia yang akan jatuh tempo, Perusahaan wajib menempatkan terlebih dahulu Dana Jaminan baru paling sedikit sebesar nilai surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia yang akan jatuh tempo dimaksud, paling lama 1 (satu) hari sebelum tanggal jatuh tempo.

 

Pasal 40

   

(1)

Menteri dapat memerintahkan Perusahaan untuk menambah jumlah Dana Jaminan paling tinggi sebesar jumlah cadangan teknis, dalam hal:

     

a.

Perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai Tingkat Solvabilitas dan sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha;

     

b.

Perusahaan memiliki Tingkat Solvabilitas kurang dari 40% (empat puluh per seratus).

   

(2)

Perusahaan wajib menambah jumlah Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak diperintahkan untuk menambah jumlah Dana Jaminan.

 

BAB VII
PELAPORAN


Bagian Kesatu
Penyusunan Laporan


Pasal 41

   

(1)

Perusahaan wajib menyusun:

     

a.

laporan keuangan tahunan nonkonsolidasi untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia;

     

b.

laporan keuangan tahunan nonkonsolidasi untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian;

     

c.

laporan keuangan triwulanan nonkonsolidasi yang berakhir pada 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian;

     

d.

laporan program reasuransi untuk kegiatan tahun berjalan;

     

e.

laporan Dana Jaminan secara triwulanan yang berakhir pada 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember; dan

     

f.

laporan aktuaris tahunan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

   

(2)

Dalam hal Perusahaan Asuransi Jiwa memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditambah dengan:

     

a.

laporan dana investasi atas Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi secara tahunan untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember;

     

b.

laporan dana investasi atas Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi secara triwulanan yang berakhir pada 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember.

   

(3)

Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a wajib diaudit oleh auditor independen.

   

(4)

Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib mendapat pernyataan auditor independen mengenai kesesuaian laporan dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

   

(5)

Bagi Perusahaan yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e tidak termasuk laporan yang terkait dengan unit syariah dari Perusahaan dimaksud.

   

(6)

Laporan aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan laporan yang menggambarkan perkiraan kemampuan Perusahaan untuk memenuhi kewajibannya di masa depan.

   

(7)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f harus ditandatangani oleh aktuaris Perusahaan.

   

(8)

Bagi Perusahaan Asuransi Umum, penandatanganan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dilakukan oleh aktuaris dari perusahaan konsultan aktuaria yang tidak terafiliasi dengan Perusahaan paling lama untuk laporan aktuaris tahun 2014.

   

(9)

Laporan aktuaris tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f wajib ditelaah (di-review) dan dinilai kewajaran penyajiannya oleh aktuaris dari perusahaan konsultan aktuaria yang tidak terafiliasi dengan perusahaan paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

   

(10)

Ketentuan mengenai bentuk serta susunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Pasal 42

   

Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), setiap aset dan Liabilitas dalam satuan mata uang asing wajib disajikan dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai kurs tengah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal laporan.

 

Bagian Kedua
Pengumuman Laporan


Pasal 43

   

(1)

Perusahaan wajib mengumumkan ringkasan atas laporan keuangan tahunan yang telah diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dan ayat (4) pada website Perusahaan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

   

(2)

Perusahaan wajib mengumumkan laporan keuangan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c pada website Perusahaan paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.

   

(3)

Jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilakukan sampai dengan terbitnya laporan tahunan atau laporan triwulanan berikutnya.

   

(4)

Ketentuan mengenai bentuk serta susunan ringkasan atas laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Pasal 44

   

Dalam hal terdapat bagian yang perlu dikoreksi dalam laporan yang telah diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2), Perusahaan wajib mengoreksi laporan tersebut dan mengumumkan kembali pada website Perusahaan.

 

Pasal 45

   

(1)

Perusahaan wajib mengumumkan ringkasan atas laporan keuangan tahunan yang telah diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dan ayat (4) paling sedikit pada 1 (satu) surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran nasional paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

   

(2)

Bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Kepala Biro Perasuransian, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan paling lambat tanggal 30 April.

   

(3)

Dalam hal tanggal 30 April adalah hari libur, batas akhir penyampaian bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah hari kerja pertama setelah tanggal 30 April dimaksud.

   

(4)

Ketentuan mengenai bentuk serta susunan ringkasan atas laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

 

Bagian Ketiga
Penyampaian Laporan


Pasal 46

   

(1)

Perusahaan wajib menyampaikan:

     

a.

laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf f paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya;

     

b.

laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c dan huruf e paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; dan

     

c.

laporan program reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d paling lambat tanggal 15 Januari tahun berikutnya,

     

kepada Menteri.

   

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib dilengkapi dengan surat pernyataan direksi yang menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran laporan yang disampaikan.

   

(3)

Dalam hal batas waktu terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama setelah batas waktu terakhir dimaksud.

 

BAB VIII
RENCANA PENYEHATAN KEUANGAN


Pasal 47

   

Perusahaan yang tidak memenuhi target Tingkat Solvabilitas minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3):

   

a.

wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan; dan

   

b.

dilarang membagikan dividen atau memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada pemegang saham.

 

Pasal 48

   

Dalam hal Tingkat Solvabilitas Perusahaan kurang dari 40% (empat puluh per seratus), Perusahaan:

   

a.

dikenakan sanksi peringatan pertama dan terakhir;

   

b.

wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan; dan/atau

   

c.

dilarang membagikan dividen atau memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada pemegang saham.

 

Pasal 49

   

(1)

Rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a wajib disampaikan kepada Menteri paling lama 1 (satu) bulan sejak kondisi keuangan Perusahaan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).

   

(2)

Rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat langkah penyehatan keuangan yang disertai dengan jangka waktu tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan target Tingkat Solvabilitas minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).

   

(3)

Langkah penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang memuat rencana tindak sebagai berikut:

     

a.

restrukturisasi aset dan/atau Liabilitas;

     

b.

penambahan modal disetor;

     

c.

pemberian pinjaman subordinasi;

     

d.

peningkatan tarif premi;

     

e.

pengalihan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan; dan/atau

     

f.

penggabungan badan usaha.

   

(4)

Rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh seluruh direksi dan dewan komisaris.

   

(5)

Rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang saham dalam hal rencana penyehatan dimaksud memuat rencana tindak penambahan modal disetor atau rencana tindak penggabungan badan usaha.

   

(6)

Rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh pernyataan tidak keberatan dari Menteri.

   

(7)

Dalam hal rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai Menteri tidak cukup untuk mengatasi permasalahan, Perusahaan wajib melakukan perbaikan atas rencana penyehatan keuangan tersebut.

   

(8)

Menteri memberikan pernyataan tidak keberatan atas rencana penyehatan keuangan yang disampaikan oleh Perusahaan dengan memperhatikan kondisi permasalahan yang dihadapi oleh Perusahaan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana penyehatan keuangan secara lengkap.

   

(9)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Menteri tidak memberikan pernyataan tidak keberatan atau tanggapan, Perusahaan dapat melaksanakan rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 50

   

(1)

Perusahaan wajib menyampaikan kepada Menteri laporan pelaksanaan rencana penyehatan keuangan dan laporan keuangan bulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

   

(2)

Dalam hal tanggal 15 adalah hari libur, batas akhir penyampaian laporan pelaksanaan rencana penyehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hari kerja pertama setelah tanggal 15.

 

Pasal 51

   

(1)

Dalam hal Perusahaan memperkirakan Tingkat Solvabilitas Perusahaan tidak akan terpenuhi dalam jangka waktu sebagaimana telah ditetapkan di dalam rencana penyehatan keuangan, Perusahaan dapat melakukan perubahan atas rencana penyehatan keuangan.

   

(2)

Perubahan atas rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh pernyataan tidak keberatan dari Menteri.

   

(3)

Menteri memberikan pernyataan tidak keberatan atas perubahan rencana penyehatan keuangan yang disampaikan oleh Perusahaan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya perubahan rencana penyehatan keuangan secara lengkap.

   

(4)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri tidak memberikan pernyataan tidak keberatan atau tanggapan, Perusahaan dapat melaksanakan perubahan rencana penyehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 52

   

Menteri dapat memerintahkan kepada Perusahaan untuk melakukan pemindahan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan kepada Perusahaan lain, dalam hal:

   

a.

Perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha; atau

   

b.

Perusahaan memiliki Tingkat Solvabilitas kurang dari 40% (empat puluh per seratus) dan sedang dikenai sanksi peringatan.

 

BAB IX
LARANGAN


Pasal 53

   

(1)

Perusahaan dilarang mengembalikan pinjaman subordinasi atau membayar dividen kepada pemegang saham apabila hal tersebut akan menyebabkan tidak terpenuhinya ketentuan target Tingkat Solvabilitas minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).

   

(2)

Perusahaan dilarang membayar dividen kepada pemegang saham apabila hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya jumlah modal sendiri di bawah ketentuan modal sendiri yang dipersyaratkan.

   

(3)

Perusahaan dilarang melakukan segala bentuk pengalihan aset kepada pemegang saham atau pihak terafiliasi dengan Perusahaan kecuali melalui transaksi yang wajar (arm’s length transaction).

 

Pasal 54

   

(1)

Perusahaan dilarang menempatkan:

     

a.

investasi pada pihak yang terafiliasi dengan Perusahaan melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);

     

b.

investasi pada satu pihak yang terafiliasi namun satu pihak tersebut tidak terafiliasi dengan Perusahaan melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); dan

     

c.

investasi di luar negeri atas dana investasi yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1).

   

(2)

Dalam hal jumlah investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan adanya kenaikan nilai investasi tersebut, Perusahaan wajib menyesuaikan kembali jumlah investasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 32 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diketahui adanya kenaikan nilai investasi dimaksud.

 

Pasal 55

   

(1)

Perusahaan dilarang memiliki investasi di luar negeri, kecuali dalam jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

   

(2)

Perusahaan dilarang menempatkan investasi di luar negeri melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi.

   

(3)

Dalam hal jumlah investasi di luar negeri melebihi batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disebabkan adanya kenaikan nilai investasi tersebut, Perusahaan wajib menyesuaikan kembali jumlah investasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diketahui adanya kenaikan nilai investasi dimaksud.

 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 56

   

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

   

a.

Pasal 21, Pasal 22, Pasal 28, dan Pasal 31 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

   

b.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2008;

   

c.

Pasal 18 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; dan

   

d.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 504/KMK.06/2004 tentang Kesehatan Keuangan bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas,

   

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 57

   

(1)

Peraturan Menteri ini tidak berlaku bagi Perusahaan yang menyelenggarakan seluruh usahanya dengan prinsip syariah atau bagi unit syariah dari Perusahaan yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah.

   

(2)

Ketentuan kesehatan keuangan bagi Perusahaan yang menyelenggarakan seluruh usahanya dengan prinsip syariah atau bagi unit syariah dari Perusahaan yang menyelenggarakan sebagian usahanya dengan prinsip syariah diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

 

Pasal 58

   

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

           
          Ditetapkan di Jakarta
          pada tanggal 3 April 2012
          MENTERI KEUANGAN,
           
          ttd.
           
          AGUS D.W. MARTOWARDOJO
           
Diundangkan di Jakarta  
pada tanggal 3 April 2012  
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,  
   
ttd.  
   
AMIR SYAMSUDIN  
   
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 375