DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 219/KMK.01/1995

TENTANG

TATALAKSANA PABEAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG DARI DAN KE PERGUDANGAN KAWASAN BERIKAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:

a.

bahwa di dalam Kawasan Berikat selain dapat dilakukan kegiatan pengolahan, dapat pula dilakukan kegiatan pergudangan;
b.


bahwa berkenaan dengan huruf a di atas, dipandang perlu mengatur tatalaksana pabean atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke pergudangan Kawasan Berikat;

Mengingat :

1.

Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2.

Rechten Ordonnantie 1931 (Staatsblad Tahun 1873 Nomor 471) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3.




Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
4.




Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pengahsilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
5.





Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
6.




Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Lembaran Negara tahun 1986 Nomor 30, Tambahan lembaran Negara Nomor 3334) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3407);
7.
Keputusan Presiden Nomor Nomor 96/M Tahun 1993;
8.


Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Atas Barang Impor Yang Dimasukkan ke Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 94 Tahun 1993;
9.



Keputusan Menteri Keuangan Nomor. 7/KMK.05/1990 tentang Bentuk Dan Isi Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) sebagaimana telah disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 250/KMK.01/1993;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:



KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA PABEAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG DARI DAN KE PERGUDANGAN KAWASAN BERIKAT.

Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1.





Pergudangan Kawasan Berikat adalah suatu tempat/bangunan dengan batas-batas yang jelas di dalam suatu Kawasan Berikat Yang diperguna - kan untuk penimbunan, pengemasan, sortasi, pengepakan, peletakan, dan memberikan merek, menimbang/mengukur barang-barang asal impor, untuk tujuan dimasukkan ke daerah pabean Indonesia lainnya, diekspor, Kawasan Berikat, EPTE, tanpa adanya pengolahan.
2.



Kawasan Berikat (PKB) adalah pengusaha/pengelola Kawasan Berikat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994.
3.


Pengusaha Gudang Di Kawasan Berikat (PGDKB) adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha pergudangan di Kawasan Berikat berdasarkan - izin dari PKB;

Pasal 2
Atas barang impor yang ditujukan untuk dimasukkan ke Pergudangan Kawasan Berikat tidak dilakukan pemeriksaan pra-pengapalan.

Pasal 3
(1)



Atas barang impor yang akan dimasukkan ke Pergudangan Kawasan Berikat tidak dilakukan pemeriksaan pabean, kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelejen karena adanya kecurigaan akan atau telah terjadinya pelanggaran.
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.
Jumlah barang;
b.
Jenis barang;
c.
Tipe barang.

Pasal 4
Barang impor yang dimasukkan ke Pergudangan Kawasan Berikat harus tercantum jelas tujuannya ke Pergudangan Kawasan Berikat pada L/C/RIB, Invoice dan/atau BL/AWB.

Pasal 5
(1)
Barang impor yang dimasukkan ke Pergudangan Kawasan Berikat:
a.
belum diberlakukan ketentuan tata niaga impor.
b.

belum dikenakan bea masuk, bea masuk tambahan, cukai, PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22.
(2)


Barang yang dilarang untuk diimpor berdasarkan peraturan per- undang-undangan yang berlaku tidak diperbolehkan dimasukkan ke Pergudangan Kawasan Berikat.

Pasal 6
Pengeluaran barang dari Pergudangan Kawasan Berikat ke daerah pabean Indonesia lainnya lakukan pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan berlaku ketentuan umum di bidang impor dan atau ketentuan tataniaga impor.

Pasal 7
Pemasukan barang dari daerah pabean Indonesialainnya, Kawasan Berikat, EPTE ke Pergudangan Kawasan Berikat hanya diizinkan sepanjang untuk tujuan Konsolidasi untuk selanjutnya diekspor.

Pasal 8
(1)


Penetapan penggunaan suatu lokasi/bangunan sebagai Pergudangan Kawasan Berikat dan izin sebagai PGDKB diberikan oleh PKB setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(2)

Masa berlaku izin PGDKB adalah selama pemegang izin menjalankan usahanya dan mematuhi ketentuan yang berlaku.

Pasal 9
(1)
PGDKB mempunyai kewajiban :
a.
Melaksanakan pembukuan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia.
b.


Menyimpan, mengatur dan menatausahakan barang-barang secara tertib, baik mengenai pemasukannya maupun peng - luarannya ke dalam dan dari Kawasan Berikat.
c.


Menyampaikan laporan setiap 3(tiga) bulan kepada Pejabat Hanggar Bea dan Cukai di Kawasan Berikat, pemasukan dan pengeluaran barang serta barang yang masih tersimpan atau tertimbun di gudang.
d.



Menyerahkan atau memperlihatkan buku-buku kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak serta memberi keterangan yang diperluakan pada waktu diadakan peme- riksaan.
(2)


Apabila PGDKB tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana di maksud pada ayat (1), dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis dan atau pembekuan ijin PGDKB oleh PKB.

Pasal 10
Pengeluaran barang impor dari PGDKB dilakukan dengan tujuan :
1.
Daerah Pabean Indonesia lainnya.
2.
ke EPTE.
3.
PPDKB yang berada di Kawasan Berikat lainnya.
4.
Re-ekspor.

Pasal 11
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan kemudian (post audit) atas pembukuan, catatan dan dokumen PGDKB yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari gudang Kawasan Berikat serta pen- cacahan barang yang masih tersimpan atau ditimbun di gudang setiap 6 bulan.

Pasal 12
(1)
Izin PGDKB dicabut oleh PKB apabila :
a.

Pengusaha PGDKB tidak melakukan kegiatan selama 12 (dua- belas) bulan berturut-turut.
b.

Pengusaha PGDKB mengadakan penggantian dengan barang lain, Nomor, pembungkus tanpa ijin Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c.
Atas permohonan yang bersangkutan.
(2)




Dalam hal izin PGDKB dicabut, barang yang masih disimpan di PGDKB wajib direekspor atau dikeluarkan ke daerah pabean Indonesia lainnya dengan membayar bea masuk dan pungutan-pungutan impor lainnya, atau dipindahtangankan ke Kawasan Berikat, EPTE, PGDKB lain tanpa membayar bea masuk dan pungutan impor lainnya.
(3)


Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan ijin PGDKB barang tidak dikeluarkan, maka atas barang tersebut dianggap tidak dikuasai

Pasal 13
Ketentuan teknis tentang tatacara pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Pergudangan Kawasan Berikat diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di: JAKARTA
pada tanggal : 23 Mei 1995

MENTERI KEUANGAN

ttd.
MAR'IE MUHAMMAD