Menimbang |
: |
bahwa dalam rangka untuk lebih memanfaatkan dan menertibkan
penerimaan kredit luar negeri, dipandang perlu untuk mengeluarkan suatu
Keputusan Presiden yang memuat ketentuan- ketentuan sebagai pedoman dalam
penerimaan dan penggunaan kredit luar-negeri. |
Mengingat |
: |
M E M U T U S K A N :
|
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENERIMAAN KREDIT
LUAR NEGERI.
B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
|
|
|
yang dimaksudkan dalam Keputusan Presiden ini dengan :
a. |
Kredit luar-negeri ialah pinjaman yang diterima dari luar negeri,
yang pemasukannya ke Indonesia bukan dalam rangka penerimaan kredit dari
badan-badan internasional dan Pemerintah negara-negara yang tergabung dalam
Intergovernmental Group on Indonesia (I.G.G.I.); |
b. |
Badan Usaha Negara ialah :
|
c. |
Badan Usaha Daerah ialah :
|
B A B II
|
|
|
PENERIMAAN KREDIT BAGI DEPARTEMEN-DEPARTEMEN,
LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN
DAN PEMERINTAH DAERAH.
Pasal 2
(1). |
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah
tidak dibenarkan untuk mengusahakan dan atau menerima tawaran kredit luar
negeri. |
(2). |
Kredit luar-negeri yang dipergunakan oleh Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen dan Pemerintah Daerah, adalah kredit luar negeri yang diterima
oleh Pemerintah Republik Indonesia. |
B A B III
PENERIMAAN KREDIT OLEH BADAN USAHA NEGARA,
BADAN USAHA DAERAH DAN PERUSAHAAN SWASTA.
|
|
|
Pasal 3.
(1). |
Badan Usaha Negara, Badan Usaha Daerah dan Perusahaan Swasta hanya
dapat dibenarkan untuk menerima tawaran kredit luar negeri apabila tidak
disertai adanya keharusan jaminan dari Pemerintah Republik Indonesia, termasuk
Bank Indonesia dan bank-bank lainnya milik Negara, untuk pembayarannya
kembali dan atau tidak menimbulkan kewajiban suatu apapun bagi Pemerintah
Republik Indonesia sebagai akibat dari penerimaan kredit luar negeri yang
bersangkutan. |
(2). |
Badan Usaha Negara dan Badan Usaha Daerah tidak dibenarkan untuk
memberikan jaminan atau bertindak selaku penjamin dalam pembayaran kembali
kredit luar negeri yang diterima oleh Badan Usaha Negara, Badan Usaha Daerah
dan Perusahaan Swasta. |
Pasal 4
|
|
|
(1). |
Penerimaan kredit luar negeri oleh Badan Usaha Negara dan Badan
Usaha Daerah sesuai dengan ketentuan tersebut pada pasal 3 ayat (1) Keputusan
Presiden ini harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan setelah mendengar
pendapat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas
dan Gubernur Bank Indonesia. |
(2). |
Badan Usaha Negara dan Badan Usaha Daerah yang bersangkutan diwajibkan
pula untuk secara berkala melaporkan kepada Departemen Keuangan dan Bank
Indonesia mengenai pelaksanaan, penggunaan dan pembayaran kembali pokok
dan bunga dari kredit luar negeri yang diterimanya sesuai dengan tata cara
dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
Pasal 5
|
|
|
(1). |
Penerimaan kredit luar negeri oleh Perusahaan Swasta sesuai dengan
ketentuan tersebut pada Pasal 3 ayat (1) Keputusan Presiden ini tidak memerlukan
ijin dari Menteri Keuangan. |
(2). |
Pihak swasta yang bersangkutan diwajibkan melaporkan kepada Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia mengenai penerimaan, pelaksanaan serta pembayaran
kembali pokok dan bunga kredit luar-negeri yang diterimanya sesuai dengan
tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
Pasal 6
|
|
|
(1). |
Jika dalam rangka pelaksanaan penanaman modal, baik asing maupun
dalam negeri, sebagaimana masing-masing diatur dalam Undang-undang Nomor
1 Tahun 1967 jo. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor
6 Tahun 1968jo.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970rencanakan juga untuk
menggunakan kredit luar negeri, maka rencana penggunaan kredit luar negeri
tersebut harus dicantumkan dalam dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
permohonan persetujuan atas rencana penanaman modal termaksud. |
(2). |
Apabila didalam perusahaan/badan hukum yang didirikan dalam rangka
pelaksanaan penanaman modal tersebut pada ayat (1) Pasal ini terdapat penyertaan
modal Negara Republik Indonesia dan atau Badan Usaha Negara dan atau Badan
Usaha Daerah, ataupun jika perusahaan/calon penanam modal dalam negeri
yang bersangkutan merupakan suatu Badan Usaha Negara atau badan Usaha Daerah,
maka untuk penggunaan kredit luar negeri termaksud berlaku ketentuan tersebut
pada Pasal 4 Keputusan Presiden ini. |
(3). |
Dalam hal yang melakukan penanaman modal tersebut pada ayat (1)
Pasal ini adalah pihak swasta, maka untuk penggunaan kredit luar negeri
termaksud berlaku ketentuan tersebut pada Pasal 5 Keputusan Presiden ini. |
B A B IV
PENATA USAHAAN DAN PENGAWASAN
|
|
|
Pasal 7
(1). |
Departemen Keuangan dan Bank Indonesia melakukan penata usahaan
dan pengawasan atas penerimaan kredit luar negeri yang diatur dalam Keputusan
Presiden ini. |
(2). |
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Keputusan Presiden ini diatur
lebih oleh Menteri Keuangan. |
B A B V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
|
|
|
Persetujuan-persetujuan untuk penerimaan kredit luar negeri yang
pernah diberikan oleh Panitya kebijaksanaan Pemerintah Kredit Luar Negeri
sebagaimana yang dimaksud Keputusan Presiden Nomor 311 Tahun 1968 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969 r 100/EK/KEP/12/1996 dengan ketentuan bahwa terhadap
Badan Usaha Negara, Badan Usaha Daerah, dan pihak swasta yang bersangkutan
masing-masingnya dikenakan kewajiban tersebut pada Pasal 4 ayat (2) dan
Pasal 5 ayat (2) Keputusan Presiden ini. |
|
|
Pasal 9
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya.
Ditetapkan di jakarta
Pada tanggal 12 Oktober 1972
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
S O E H A R T O
JENDERAL T.N.I.
|
|
|