KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 1994

TENTANG

PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,

Menimbang : bahwa agar pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat berjalan lebih efektif dan efisien, dipandang perlu untuk menyempurnakan dan menetapkan kembali ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapalan dan Belanja Negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Mengingat : 1. Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Indische Comptabiliteitswet (Staadsblad 1925 No. 448) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta seluruh lampirannya;

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA.

BAB I

PEDOMAN POKOK

Bagian Pertama

Ketentuan Umum

Pasal 1

(1) Tahun anggaran berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
(2) Angsuran pendapatan dan belanja negara dalam tahun anggaran mencakup semua penerimaan dan pengeluaran anggaran yang selama tahun anggaran:
a. dimasukkan ke dan/atau dikeluarkan dari rekening Kas Negara;
b. diperhitungkan antar bagian anggaran;
c. dibukukan pada rekening-rekening tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; d. diterima dan/atau dikeluarkan oleh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

Pasal 2

(1) Jumlah yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran;
(2) Berdasarkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan rincian lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai berikut:
a. untuk tiap jenis penerimaan anggaran pada sumber-sumber anggaran rutin dan sumber-sumber anggaran pembangunan ke dalam tiap-tiap bagian anggaran;
b. untuk tiap sektor/subsektor dalam anggaran belanja rutin ke dalam program, kegiatan, dan jenis pengeluaran serta ke dalam tiap-tiap bagian anggaran;
c. untuk tiap sektor/subsektor dalam anggaran belanja pembangunan ke dalam, program dan proyek serta ke dalam tiap-tiap bagian anggaran.

Pasal 3

(1) Menteri Keuangan mengatur penyediaan uang untuk membiayai Anggaran Belanja Negara dalam batas-batas pelaksanaan prinsip anggaran pendapatan dan belanja negara berimbang.
(2) Angsuran belanja rutin dibiayai dari penerimaan sumber-sumber anggaran rutin berupa penerimaan anggaran rutin dalam negeri dan penerimaan anggaran rutin luar negeri.
(3) Anggaran belanja pembangunan dibiayai dari tabungan pemerintah dan penerimaan sumber-sumber anggaran pembangunan berupa nilai lawan bantuan program dan bantuan proyek, bantuan teknis, serta bantuan luar negeri lainnya

Pasal 4

(1) Lembaga tertinggi/tinggi negara, kantor menteri koordinator, dan kantor menteri negara, departemen, Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, dan lembaga pemerintah non-departemen, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Departemen/Lembaga, tidak diperkenankan melakukan tindakan yang mengakibatkan beban atas anggaran belanja negara jika dana untuk membiayai tindakan itu tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam Anggaran Belanja Negara.
(2) Departemen/Lembaga tidak diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam Anggaran Belanja Negara.
(3) Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan bukti atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran.
(4) Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara dilakukan dengan penerbitan surat keputusan otorisasi (SKO) atau dokumen lain yang diberlakukan sebagai SKO.
(5) Penerimaan Departemen/Lembaga, baik dalam maupun luar negeri, adalah penerimaan anggaran dan karena itu tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran, tetapi disetor sepenuhnya dan pada waktunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kecuali penerimaan unit swadana dan badan/instansi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Komisi, rabat, potongan, atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang/jasa termasuk tukar-menukar, hibah, penerimaan bunga, jasa giro, atau penerimaan lain sebagai akibat dari penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari kegiatan lainnya oleh dan/atau untuk negara adalah hak negara, dan apabila penerimaan tersebut berupa uang harus disetor ke rekening Kas Negara dan apabila berupa barang menjadi milik negara dan dicatat sebagai inventaris negara.
(7) Ketentuan yang ditetapkan oleh menteri, pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Jaksa Agung, Panitera Mahkamah Agung dan pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen, yang selanjutnya disebut Menteri/Ketua Lembaga, serta keputusan-keputusan lainnya yang lebih rendah yang bertentangan dengan atau tidak sesuai dengan Ayat (5) dan Ayat (6) dinyatakan tidak berlaku .

Pasal 5

(1) Dalam melaksanakan pengeluaran anggaran sejauh mungkin diusahakan standardisasi.
(2) Menteri/Ketua Lembaga yang bersangkutan menetapkan peraturan mengenai standardisasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1).
(3) Harga standar untuk pelbagai jenis barang dan kegiatan ditetapkan secara berkala.

Bagian Kedua

Penerimaan Anggaran.

Pasal 6

(1) Departemen/lembaga yang mempunyai sumber penerimaan anggaran selambat-lambatnya pada akhir bulan April tahun anggaran bersangkutan, dengan surat keputusan menetapkan bendaharawan yang diwajibkan menagih, menerima, dan melakukan penyetoran penerimaan anggaran.
(2) Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bendaharawan, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), dan badan-badan Lain yang melakukan pembayaran untuk barang dan jasa dari belanja negara dan/atau belanja daerah ditetapkan sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh), dan pajak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Departemen/Lembaga wajib:
a. mengadakan intensifikasi penerimaan anggaran yang menjadi wewenang dan tanggung jawab, baik mengenai jumlahnya maupun kecepatan penyetorannya;
b. mengintensifkan penagihan dan pemungutan piutang negara;
c. melakukan penuntutan/pemungutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara;
d. mengintensifkan pemungutan sewa atas penggunaan barang-barang milik negara oleh penyewa;
e. melakukan penuntutan/pemungutan denda yang telah diperjanjikan;
f. menentukan sanksi terhadap kelalaian pembayaran atas piutang-piutang negara tersebut di atas.
(4) Menteri/Ketua Lembaga menetapkan barang-barang jenis tertentu milik negara yang dapat dipergunakan oleh pihak ketiga dengan pembayaran sewa, dan hasil pembayaran sewa tersebut merupakan penerimaan negara.
(5) Menteri/Ketua Lembaga yang bersangkutan menetapkan tarif sewa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri Keuangan.
(6) Departemen, lembaga, kantor, satuan kerja, proyek/bagian proyek yang tidak atau tidak sepenuhnya, lambat atau lalai dalam melakukan penyetoran ke rekening Kas Negara atas penerimaan anggaran yang diterimanya dapat dikenakan tindakan berupa diperhitungkannya jumlah yang tidak disetor tersebut dengan jumlah dana yang tersedia dalam daftar isian kegiatan (DIK) atau daftar isian proyek (DIP) atau dokumen lain yang disamakan.

Pasal 7

(1) Departemen/Lembaga menetapkan kebijaksanaan untuk mengadakan pungutan dan/atau menentukan besarnya pungutan setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri Keuangan.
(2) Departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan dan/atau tambahan pungutan yang tidak tercakup dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(3) Penghuni rumah dinas dan/atau rumah negeri dikenakan pembayaran sewa rumah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri Keuangan.
(4) Untuk penghunian rumah dinas diterbitkan surat keputusan penghunian oleh Departemen/Lembaga/kepala kantor/kepala satuan kerja yang tembusannya disampaikan kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara guna penagihan/pemungutan uang sewanya.

Pasal 8

(1) Departemen,lembaga, kantor, satuan kerja, proyek/bagian proyek dan BUMN dalam rangka usaha meningkatkan penerimaan anggaran pendapatan negara, menyampaikan bahan-bahan keterangan untuk keperluan perpajakan kepada Departemen Keuangan untuk perhatian Direktont Jenderal Pajak
(2) Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak menetapkan jenis bahan keterangan yang harus disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I).

Pasal 9

(1) Orang atau badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan uang negara menyetor seluruhnya selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah penerimaannya kepada :
a. rekening Kas Negara pada bank pemerintah, atau bank lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pada giro pos;
b. rekening pada bank di luar negeri atas nama perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk perhatian Menteri Keuangan sepanjang mengenai penerimaan anggaran di luar negeri, dan saldo rekening tersebut tiap akhir bulan dipindahbukukan ke rekening Bendahara Umum Negara pada Bank Indonesia.
(2) Bendaharawan penerima/penyetor berkala sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) menyetor seluruh penerimaan anggaran yang telah dipungutnya dalam waktu-waktu yang ditentukan, sekurang-kurangnya sekali seminggu.
(3) Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bendaharawan, BUMD/ BUMN, dan badan-badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (2) sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, menyetor seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) dilaksanakan dengan penyetoran ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah alau bank lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pada giro pos dengan uang tunai dan/atau cek/giro yang ditarik sendiri oleh pemungut yang bersangkutan.
(5) Penyetoran ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pada giro pos dengan uang tunai atau cek/giro, baru dianggap sah setelah Kantor Perbendaharan dan Kas Negara (KPKN) menerima nota kredit yang bersangkutan.
(6) Bendaharawan penerima/penyetor berkala dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya :
a. lebih dari batas waktu yang telah ditetapkan dalam Ayat (2);
b. atas nama pribadi/instansinya pada suatu bank atau pada giro pos.
(7) Barangsiapa tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) sampai dengan Ayat (6), dikenakan tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(8) Penerimaan anggaran dibukukan menunrt ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 10

(1) Bendaharawan penerima/penyetor berkala selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan menyampaikan pertanggungjawaban kepada Departemen/Lembaga masing-masing tentang penerimaan dan penyetoran penerimaan anggaran dalam bulan sebelumnya yang menjadi tanggung jawabnya, dan tembusannya kepada inspektorat jenderal departemen/unit pengawasan pada lembaga yang bersangkutan serta Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran setempat.
(2) Berdasarkan pertanggungjawaban yang diterima dari para bendaharawan penerima/penyetor berkala dalam lingkungan departemen/lembaga masing-masing selambat-lambatnya pada akhir tiap bulan semua Departemen/Lembaga menyampaikan laporan bulanan kepada Departemen Keuangan untuk perhatian Direktorat Jenderal Anggaran mengenai penerimaan anggaran yang dilakukan bendaharawan penerima diIingkungannya dalam bulan sebelumnya sebagai hasil pelaksanaan anggaran pendapatan negara yang menjadi tanggung jawabnya.

Pasal 11

(1) Departemen Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan pengawasan atas penerimaan, pembukuan dan penyetoran penerimaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (5), Ayat (6) dan Ayat (7), Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal 10.
(2) Inspektorat jenderal departemen/unit pengawasan pada lembaga melakukan pemeriksaan atas penerimaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7), Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 10.

Pasal 12

(1) Sisa uang yang harus dipertanggungjawabkan (UHD) yang terdapat pada tanggal 31 Maret harus disetorkan kembali ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pada giro pos, selambat-lambatnya tanggal 10 April tahun anggaran berikutnya.
(2) Sisa UYHD yang disetorkan kembali setelah tahun anggaran berakhir, merupakan penerimaan anggaran dari tahun anggaran yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Barang bergerak milik negara hanya dapat dimusnahkan/dipindahtangankan, jika dinyatakan dihapuskan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku karena berlebih atau tidak dapat dipergunakan lagi, dan penghapusan tersebut dilakukan dengan keputusan menteri/ketua lembaga yang bersangkutan.
(2) Barang tidak bergerak milik negara yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi secara optimal dan efisien untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pokok Deparlemen/Lembaga, dapat dihapuskan dengan keputusan menteri/ketua lembaga yang bersangkutan.
(3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) dilakukan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.
(4) Barang tidak bergerak milik negara berupa tanah hanya dapat dihapuskan untuk dijual, dipindahtangankan, dipertukarkan, atau dihibahkan setelah mendapat persetujuan Presiden berdasarkan usul Menteri Keuangan.
(5) Barang bergerak dan tidak bergerak milik negara dapat dimanfaatkan dengan cara disewakan, dipergunakan dengan cara dibangun, dioperasikan, dan diserahterimakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
(6) Penjualan barang bergerak ataupun barang tidak bergerak milik negara harus dilakukan melalui Kantor Lelang Negara, kecuali apabila Menteri Keuangan telah memberikan persetujuan tertulis untuk melakukannya dengan cara lain.
(7) Hasil penjualan barang bergerak dan barang tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (6) merupakan penerimaan negara dan harus disetor seluruhnya ke rekening Kas Negara.
(8) Pinjam-meminjam barang milik/kekayaan negara hanya dapat dilaksanakan antar-instansi pemerintah, sepanjang tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas pokok instansi yang bersangkutan.

Bagian Ketiga

Pengeluaran Anggaran.

Pasal 14

Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan;
b. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program kegiatan, serta fungsi setiap departemen/ lembaga;
c. semaksimal mungkin mcnggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional.

Pasal 15........