PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2001
TENTANG
PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang

:
 

a.

bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah dengan menggunakan asas dekonsentrasi;

 

 

b.

bahwa penggunaan asas dekonsentrasi sebagaimana tersebut pada huruf a dimaksudkan untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan umum, serta untuk menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Daerah, serta antar Daerah;

 

 

c.

bahwa sehubungan dengan huruf a dan b di atas dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 12, Pasal 63, dan Pasal 64 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945;

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 165);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

a.

Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.

b.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas Desentralisasi.

c.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

d.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau Perangkat Pusat di Daerah.

e.

Instansi vertikal adalah perangkat Departemen dan atau Lembaga Pemerintah Non Departemen di Daerah.

f.

Gubernur adalah Gubernur selaku wakil Pemerintah di Daerah.

BAB II
PELIMPAHAN WEWENANG

Pasal 2

(1)

Pemerintah dapat melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah disertai dengan pembiayaan yang sesuai dengan besaran kewenangan yang dilimpahkan.

(2)

Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada seluruh Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah atau kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah tertentu.

(3)

Kewenangan yang dapat dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah meliputi sebagian kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dan sebagian kewenangan bidang lain.

(4)

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai dengan bidang kewenangannya dapat memprakarsai pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5).

Jangkauan pelayanan penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan dalam hal tertentu dapat melampaui satu wilayah Administrasi Pemerintahan.

Pasal 3

Kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada Gubernur :

a.

aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara, dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sosialisasi kebijaksanaan Nasional di Daerah;

b.

koordinasi wilayah, perencanaan, pelaksanaan, sektoral, kelembagaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian;

c.

fasilitasi kerjasama dan penyelesaian perselisihan antar Daerah dalam wilayah kerjanya;

d.

pelantikan Bupati/Walikota;

e.

pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pemerintah dengan Daerah Otonom di wilayahnya dalam rangka memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

f.

fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

g.

pengkondisian terselenggaranya pemerintahan Daerah yang baik, bersih dan bertanggung jawab, baik yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Daearah maupun Badan Legislatif Daerah;

h.

penciptaan dan pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum;

i.

penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintah lainnya yang tidak termasuk dalam tugas instansi lain;

j.

pembinaan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

k.

pengawasan represif terhadap Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan Keputusan DPRD serta Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota;

1.

pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karir pegawai diwilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

m.

pemberian pertimbangan terhadap pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan Daerah.

BAB III
TATA CARA PELIMPAHAN WEWENANG

Pasal 4

Tatacara pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah, sebagai berikut :

a.

dalam hal Presiden melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Gubernur, dapat langsung menetapkannya melalui Keputusan Presiden;

b.

dalam rangka pelimpahan wewenang pemerintahan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah, Menteri dan atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen memprakarsai dengan menentukan jenis kewenangan yang akan dilimpahkan;

c.

jenis kewenangan yang akan dilimpahkan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan instansi terkait dan Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah yang bersangkutan; dan

d.

pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB IV
PENYELENGGARAAN KEWENANGAN

Pasal 5

(1)

Bagi Daerah yang belum ada instansi vertikal untuk melaksanakan sebagian kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama yang dilimpahkan, dibentuk instansi vertikal dengan menetapkan susunan organisasi, formasi dan tatalaksananya sesuai ketentuan yang berlaku.

(2)

Penyelenggaraan kewenangan bidang lain yang diterima oleh Gubernur, pelaksanaannya dilakukan oleh suatu Unit Organisasi yang ada dalam Dinas Provinsi.

(3)

Dalam hal di Provinsi belum ada, Dinas Provinsi yang tepat dan sesuai untuk menangani suatu bidang kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur dapat menugaskan Perangkat Daerah lainnya dan atau membentuk unit pelaksana secara khusus.

(4)

Gubernur dalam menyelenggarakan wewenang yang dilimpahkan Pemerintah berkewajiban :

a.

mengkoordinasikan Perangkat Daerah dan Pejabat Pusat di Daerah serta antar Kabupaten dan Kota di wilayahnya sesuai bidang tugas yang berkaitan dengan kewenangan yang dilimpahkan;

b.

melakukan fasilitasi terselenggaranya pedoman, norma, standar, arahan, pelatihan, dan supervisi, serta melaksanakan pengendalian dan pengawasan; dan

c.

memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan kewenangan pemerintah-an di wilayahnya.

(5)

Gubernur dalam menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan memperhatikan :

a.

standar, norma, dan kebijakan Pemerintah;

b.

keserasian, kemanfaatan, kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan; dan

c.

standar pelayanan minimal.

(6)

Dalam menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan, Gubernur memberitahukan kepada DPRD Provinsi.

Pasal 6

Perangkat Pusat di Daerah dalam menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan wajib :

a.

berkoordinasi dengan Gubernur dan instansi terkait dalam perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan, sesuai dengan norma, standar, pedoman, arahan, dan kebijakan pemerintah yang diselaraskan dengan perencanaan tata ruang dan program pembangunan Daerah serta kebijakan Pemerintah Daerah lainnya;

b.

membina pegawai di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;dan

c.

memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur berkenaan dengan penyelenggaraan kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan.

BAB V
PEMBIAYAAN

Pasal 7

(1)

Biaya untuk penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai besaran kewenangan dan beban tugas yang dilimpahkan.

(2)

Penentuan besaran biaya sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah yang mendapat pelimpahan wewenang.

(3)

Penganggaran dan pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan dilakukan secara terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

(1)

Tata cara penyaluran biaya penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2)

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penyaluran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 9

(1)

Dalam keadaan mendesak untuk keselamatan masyarakat luas dan stabilitas sosial, instansi yang mengemban kewenangan yang dilimpahkan untuk menangani masalah yang dihadapi tidak tersedia biaya yang mencukupi, wajib berkoordinasi dengan Gubernur untuk mengatasinya.

(2)

Gubernur wajib mengupayakan secepatnya tersedianya biaya yang dapat dilakukan dengan :

a.

melaporkan secepatnya kepada Pemerintah mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan biaya yang diperlukan untuk dapat disediakan;

b.

meminjam dana, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pimpinan DPRD untuk mendapatkan persetujuannya dalam hal biaya dari Pemerintah belum tersedia.

(3)

Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib diganti oleh Pemerintah selambat-lambatnya pada tahun anggaran berikutnya.

(4)

Pimpinan DPRD dalam kesempatan pertama untuk menyikapi upaya Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, mengadakan rapat paripurna khusus untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta mewajibkan Gubernur untuk mempertanggungjawabkannya.

Pasal 10

(1)

Dalam hal pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan Negara dan wajib disetor ke Kas Negara.

(2)

Dalam hal terdapat saldo lebih anggaran pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.

(3)

Ketentuan lebih lanjut tentang pemungutan dan penyetoran penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 11

(1)

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah.

(2)

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dalam hal-hal tertentu dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur.

(3)

Gubernur dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENARIKAN KEWENANGAN

Pasal 12

Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah, sebagian maupun seluruhnya apabila :

1.

kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah mengubah kebijakan; dan

2.

Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah mengusulkan untuk sebagian atau seluruhnya.

Pasal 13

(1)

Tata cara penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah sebagai berikut :

a.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terlebih dahulu mengevaluasi penyelenggaraan kewenangan yang dilimpankan;

b.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen wajib menginformasikan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c.

berdasarkan hasil evaluasi, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dapat menarik sebagian atau seluruh kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta instansi terkait lainnya;

d.

dalam hal penarikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen wajib memberitahukan alasan dan pertimbangan yang dijadikan dasar perubahan kebijakan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah, secepat-cepatnya enam bulan atau selambat-lambatnya satu tahun sebelum dilakukan penarikan;

e.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen wajib memperhatikan usul penarikan penyelenggaraan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dan wajib memberikan jawaban selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan sejak pengajuan tersebut;

f.

penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden;

g.

selama Keputusan Presiden belum ditetapkan, penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan tetap dilaksanakan oleh Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah; dan

h.

jika dalam waktu enam bulan sejak usul penarikan belum ditetapkan Keputusan Presiden, Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah dapat menghentikan sepihak terhadap penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan.

(2)

Semua akibat dengan ditetapkan keputusan penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah.

BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 14

(1)

Pertanggungjawaban penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan, dilakukan oleh Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah.

(2)

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan DPRD Provinsi yang bersangkutan.

(3)

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1)

Pertanggungjawaban atas penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan oleh Presiden kepada Gubernur, disampaikan oleh Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

(2)

Pertanggungjawaban atas penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan kepada Perangkat Pusat di Daerah, dilakukan oleh Perangkat Pusat di Daerah kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.

(3)

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16

Rincian kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Pasal 17

Kewenangan yang dapat dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) akan ditetapkan kemudian dengan peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Semua ketentuan mengenai pelimpahan kewenangan kepada Gubernur dan atau Perangkat Pusat di Daerah dalam rangka dekonsentrasi disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Mei 2001

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

ABDURRAHMAN WAHID

 

Diundangkan di Jakarta

pads tanggal 21 Mei 2001

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

 

 

DJOHAN EFFENDI

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 62

Penjelasan..............