bahwa dalam menyikapi perkembangan kondisi dan kebutuhan serta praktik pelaksanaan penilaian barang sitaan dalam rangka penjualan secara lelang, perlu adanya pengaturan tentang penilaian barang sitaan dalam rangka penjualan secara lelang;
bahwa ketentuan mengenai penilaian yang telah ada belum secara khusus mengatur mengenai penilaian barang sitaan dalam rangka penjualan secara lelang;
bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.06/2016 tentang Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat melakukan penilaian barang sitaan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penilaian Barang Sitaan dalam Rangka Penjualan Secara Lelang;
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.06/2016 tentang Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 637);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN BARANG SITAAN DALAM RANGKA PENJUALAN SECARA LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Sitaan adalah semua benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang berwenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan, atau sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak, sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik, penuntut umum atau pejabat yang berwenang untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud guna keperluan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan, atau sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak, sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu.
Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Penilai Direktorat Jenderal, adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal yang diangkat oleh kuasa Menteri serta diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen.
Pemohon Penilaian, yang selanjutnya disebut Pemohon, adalah pihak yang mengajukan permohonan Penilaian.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal, adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal, adalah salah satu pejabat unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan, adalah instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kejaksaan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Kejaksaan, adalah lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Polri, adalah lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Likuidasi adalah nilai properti yang dijual melalui Lelang setelah memperhitungkan risiko penjualannya.
Basis Data adalah kumpulan data dan informasi pendukung lainnya yang berkaitan dengan Penilaian Barang Sitaan yang disimpan dalam media penyimpanan data.
BAB II
RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan Penilaian Barang Sitaan dalam rangka penjualan secara Lelang, yang dilakukan oleh Penilai Direktorat Jenderal.
Bagian Kedua
Objek Penilaian
Pasal 3
Objek Penilaian merupakan Barang Sitaan yang berasal dari:
Kejaksaan;
Komisi Pemberantasan Korupsi;
Polri;
Direktorat Jenderal Pajak; dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tidak termasuk objek Penilaian berupa Barang Sitaan yang dapat diajukan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), barang yang termasuk dalam kategori barang lekas busuk/rusak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Bagian Ketiga
Tujuan Penilaian
Pasal 4
Penilaian Barang Sitaan dilaksanakan untuk mendapatkan Nilai Wajar dan Nilai Likuidasi.
BAB III
PERMOHONAN PENILAIAN
Pasal 5
Penilaian Barang Sitaan dilakukan berdasarkan permohonan Penilaian.
Permohonan Penilaian Barang Sitaan diajukan oleh:
Pejabat yang memiliki kewenangan pada Kejaksaan, untuk Barang Sitaan pada Kejaksaan;
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau pejabat yang mendapat kuasa untuk mengajukan, untuk Barang Sitaan pada Komisi Pemberantasan Korupsi;
Pejabat yang memiliki kewenangan pada Polri, untuk Barang Sitaan pada Polri;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, untuk Barang Sitaan pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; atau
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, untuk Barang Sitaan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Permohonan Penilaian Barang Sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan yang wilayah kerjanya meliputi lokasi Barang Sitaan berada.
Permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan data dan informasi objek Penilaian.
Pasal 6
Data dan informasi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) meliputi:
latar belakang permohonan;
tujuan Penilaian Barang Sitaan untuk penjualan secara Lelang;
deskripsi objek Penilaian;
fotokopi dokumen legalitas atau surat keterangan dari instansi yang berwenang;
fotokopi surat perintah Penyitaan; dan
fotokopi Berita Acara Penyitaan;
Untuk permohonan Penilaian Barang Sitaan selain tanah dan/atau bangunan, dalam hal tidak terdapat data dan informasi objek Penilaian berupa fotokopi dokumen legalitas atau surat keterangan dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dapat digantikan dengan surat pernyataan dari Pemohon mengenai status kepemilikan atau perolehan Barang Sitaan tersebut.
Pasal 7
Deskripsi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, untuk:
tanah dan/atau bangunan, paling sedikit meliputi lokasi, jumlah, dan luas bidang tanah dan/atau bangunan.
selain tanah dan/atau bangunan, paling sedikit meliputi:
lokasi, jumlah, dan spesifikasi; dan
keterangan berat, dalam hal objek Penilaian termasuk kategori limbah padat ( scrap ) atau keterangan volume, dalam hal objek Penilaian termasuk kategori limbah cair.
Pasal 8
Pemohon harus memberikan data dan informasi objek Penilaian secara lengkap dan benar.
Pemohon bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 9
Dalam hal data dan/atau informasi objek Penilaian yang diserahkan belum lengkap, Kepala Kantor Pelayanan meminta secara tertulis kelengkapan data dan/atau informasi kepada Pemohon.
Penyerahan kelengkapan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan data.
Dalam hal Pemohon tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan mengembalikan secara tertulis permohonan Penilaian kepada Pemohon.
BAB IV
PELAKSANAAN PENILAIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
Penilaian Barang Sitaan oleh Penilai Direktorat Jenderal dilaksanakan berdasarkan lokasi objek Penilaian sesuai dengan wilayah kerja Kantor Pelayanan.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam tim Penilai Direktorat Jenderal.
Bagian Kedua
Tim Penilai
Pasal 11
Kepala Kantor Pelayanan membentuk tim Penilai Direktorat Jenderal dengan Keputusan Kepala Kantor Pelayanan.
Pasal 12
Tim Penilai Direktorat Jenderal beranggotakan dalam jumlah bilangan ganjil.
Tim Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit beranggotakan 3 (tiga) orang dengan 1 (satu) orang sebagai ketua merangkap anggota.
Ketua merangkap anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Penilai Direktorat Jenderal.
Anggota tim Penilai Direktorat Jenderal merupakan Penilai Direktorat Jenderal dan/atau pegawai Direktorat Jenderal yang dianggap cakap.
Bagian Ketiga
Bantuan Penilaian
Pasal 13
Bantuan Penilaian dapat berupa:
bantuan tenaga Penilai; dan
bantuan teknis Penilaian.
Pasal 14
Bantuan tenaga Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilakukan dalam hal terjadi kekurangan sumber daya manusia Penilai Direktorat Jenderal.
Bantuan teknis Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b dilakukan dalam hal Penilai Direktorat Jenderal mengalami kesulitan teknis dalam melakukan Penilaian.
Pasal 15
Dalam hal terjadi kekurangan sumber daya manusia Penilai Direktorat Jenderal pada Kantor Pelayanan, Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Wilayah.
Dalam hal terjadi kekurangan sumber daya manusia Penilai Direktorat Jenderal pada Kantor Wilayah, Kantor Wilayah dapat:
meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Pelayanan di wilayah kerjanya;
meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Wilayah yang wilayah kerjanya berbatasan;
meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Pusat; atau
meneruskan permintaan bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pelayanan kepada:
Kantor Pelayanan yang wilayah kerjanya berbatasan dengan Kantor Pelayanan yang meminta bantuan; atau
Kantor Pusat.
Dalam hal terjadi kekurangan sumber daya manusia Penilai Direktorat Jenderal pada Kantor Pusat, Kantor Pusat dapat:
meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan; atau
mengoordinasikan permintaan sumber daya manusia Penilai Direktorat Jenderal yang diajukan oleh Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan kepada Kantor Wilayah lainnya.
Permintaan bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan efektivitas.
Pasal 16
Pemberian bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal oleh Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan dapat berupa tim Penilai Direktorat Jenderal atau perorangan.
Pasal 17
Dalam hal mengalami kesulitan teknis, Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan teknis Penilaian kepada Kantor Wilayah.
Dalam hal mengalami kesulitan teknis, Kantor Wilayah dapat:
meminta bantuan teknis kepada Kantor Pusat; atau
meneruskan permintaan bantuan teknis dari Kantor Pelayanan kepada Kantor Pusat.
Dalam hal mengalami kesulitan teknis, Kantor Pusat dapat meminta bantuan teknis kepada tenaga ahli.
Pasal 18
Penilai Direktorat Jenderal yang memberi bantuan teknis Penilaian tidak ikut menandatangani laporan Penilaian.
Penilai Direktorat Jenderal yang memberi bantuan teknis Penilaian menandatangani Berita Acara Survei Lapangan.
Bagian Keempat
Penggunaan Tenaga Ahli
Pasal 19
Penggunaan bantuan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dapat berupa pemberian asistensi pelaksanaan Penilaian dan/atau pemberian informasi, saran, atau pendapat.
Penggunaan tenaga ahli dapat dilakukan dalam hal:
berdasarkan kajian teknis dari Kantor Pusat, jasa tenaga ahli dibutuhkan untuk melakukan bantuan teknis; dan
tersedianya dana untuk menggunakan jasa tenaga ahli.
Penggunaan tenaga ahli dalam pemberian bantuan teknis diungkapkan dalam laporan Penilaian.
Bagian Kelima
Proses Penilaian
Pasal 20
Proses Penilaian meliputi:
pengumpulan data awal;
survei lapangan;
analisis data;
penentuan pendekatan Penilaian;
simpulan nilai; dan
penyusunan laporan Penilaian. Paragraf 1 Pengumpulan Data Awal
Pasal 21
Tim Penilai Direktorat Jenderal mengumpulkan data awal.
Data awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan Penilaian. Paragraf 2 Survei Lapangan
Pasal 22
Tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan survei lapangan.
Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota tim Penilai Direktorat Jenderal.
Pasal 23
Survei lapangan dilakukan untuk meneliti kondisi fisik dan lingkungan:
objek Penilaian; atau
objek Penilaian dan objek pembanding.
Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal Penilaian menggunakan pendekatan data pasar.
Pasal 24
Survei lapangan dilakukan dengan cara:
mencocokkan kebenaran data awal dengan kondisi objek Penilaian; dan
mengumpulkan data dan/atau informasi lain yang berkaitan dengan objek Penilaian dan/atau objek pembanding.
Pasal 25
Hasil survei lapangan dituangkan dalam Berita Acara Survei Lapangan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 26
Untuk Penilaian tanah, data dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi:
rencana tata ruang wilayah;
data transaksi atau keterangan harga;
informasi ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
data harga penjualan secara Lelang; dan/atau
informasi harga transaksi dan/atau penawaran.
Pasal 27
Data dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bersumber dari:
Pemerintah Daerah setempat, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a;
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Desa/Lurah, agen properti, pengembang properti, dan/atau pihak yang berwenang, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b;
pihak yang berwenang dan/atau masyarakat yang menerima ganti rugi, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c;
Kantor Pelayanan, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d;
iklan media cetak, media elektronik, media komunikasi, masyarakat sekitar, dan/atau media lainnya, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf
Pasal 28
Untuk Penilaian bangunan, data dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi:
denah konstruksi bangunan ( as built drawing );
spesifikasi bangunan;
deskripsi fisik bangunan;
tahun selesai dibangun dan tahun renovasi/restorasi;
data standar harga satuan bangunan; dan/atau
rencana tata ruang wilayah atau rencana detail tata ruang.
Pasal 29
Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 bersumber dari:
Pemohon dan/atau pengguna bangunan, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a sampai dengan huruf d;
Instansi pemerintah dan/atau pihak terkait, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e;
Pemerintah Daerah setempat, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f.
Pasal 30
Untuk Penilaian selain tanah dan/atau bangunan, data dan/atau informasi lain meliputi:
spesifikasi teknis objek Penilaian; dan/atau
kondisi umum objek Penilaian.
Pasal 31
Data dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 bersumber dari Pemohon dan/atau pengguna objek Penilaian.
Pasal 32
Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat meminta tambahan data dan/atau informasi pendukung Penilaian kepada Pemohon dalam hal ditemukan fakta baru terkait objek Penilaian pada saat pelaksanaan survei lapangan.
Permintaan tambahan data dan/atau informasi pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Batas waktu penerimaan tambahan data dan/atau informasi pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal Berita Acara Tambahan Kebutuhan Data ditandatangani.
Dalam hal Pemohon tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
proses Penilaian tidak dilanjutkan;
permohonan Penilaian tidak diproses lebih lanjut; dan c. berkas permohonan Penilaian dikembalikan kepada Pemohon.
Pasal 33
Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat tidak melaksanakan survei lapangan dalam hal:
pihak yang menguasai objek Penilaian tidak kooperatif;
adanya pihak lain yang melakukan tindakan menghambat/menghalangi;
tidak terjaminnya keamanan/keselamatan Penilai Direktorat Jenderal; dan/atau
terjadi peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaaan kahar ( force majeure ).
Tim Penilai Direktorat Jenderal menyatakan secara tegas penyebab tidak dapat dilakukannya survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal tim Penilai Direktorat Jenderal tidak dapat melakukan survei lapangan:
proses Penilaian tidak dilanjutkan;
permohonan Penilaian tidak diproses lebih lanjut; dan c. berkas permohonan Penilaian dikembalikan kepada Pemohon. Paragraf 3 Analisis Data
Pasal 34
Tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan analisis data.
Analisis data dilakukan terhadap data dan informasi yang diperoleh dari Pemohon Penilaian dan hasil survei lapangan.
Pasal 35
Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data objek Penilaian berupa tanah meliputi:
letak/lokasi;
jenis;
luas;
bentuk;
ukuran;
kontur;
elevasi;
fasilitas umum;
peruntukan area ( zoning );
perizinan;
dokumen legalitas; dan
faktor lain yang terkait.
Pasal 36
Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data objek Penilaian berupa bangunan meliputi:
tahun selesai dibangun;
tahun renovasi/restorasi;
konstruksi dan material;
luas;
bentuk;
tinggi;
jumlah lantai;
kondisi bangunan secara umum;
sarana pelengkap;
penggunaan bangunan; dan
faktor lain yang terkait.
Pasal 37
Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data objek Penilaian selain tanah dan/atau bangunan meliputi:
jenis;
merek;
kapasitas;
tahun pembuatan;
kondisi objek Penilaian secara umum; dan
faktor lain yang terkait.
Pasal 38
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik dilakukan sebagai salah satu bahan dalam mendukung proses analisis data objek Penilaian berupa tanah atau tanah berikut bangunan.
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
aspek legalitas;
aspek fisik;
aspek keuangan; dan
aspek produktivitas maksimal.
Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik dilakukan secara ringkas. Paragraf 4 Penentuan Pendekatan Penilaian
Pasal 39
Penilaian dilakukan dengan menggunakan:
pendekatan data pasar;
pendekatan biaya; dan/atau
pendekatan pendapatan.
Pasal 40
Pendekatan data pasar dilakukan untuk membuat estimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan data penjualan dan/atau data penawaran dari objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait melalui proses perbandingan.
Pendekatan biaya dilakukan untuk membuat estimasi nilai objek Penilaian dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek Penilaian atau penggantinya pada waktu Penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan fisik atau penyusutan teknis, keusangan fungsional, dan/atau keusangan ekonomis.
Pendekatan pendapatan dilakukan untuk membuat estimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan objek Penilaian melalui proses kapitalisasi langsung atau pendiskontoan.
Pasal 41
Dalam hal menggunakan pendekatan data pasar, Penilaian dilakukan dengan cara:
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan terkait objek Penilaian dan objek pembanding;
membandingkan objek Penilaian dengan objek pembanding dengan menggunakan faktor pembanding yang sesuai dan melakukan penyesuaian; dan
melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai dari hasil penyesuaian untuk menghasilkan Nilai Wajar.
Pasal 42
Objek pembanding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a harus mempunyai karakteristik yang sebanding dengan objek Penilaian.
Pasal 43
Data penjualan dan/atau penawaran yang digunakan sebagai pembanding dievaluasi dan dianalisis untuk proses penyesuaian.
Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan untuk menyesuaikan perbedaan objek Penilaian dengan objek pembanding.
Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara menambahkan atau mengurangkan dalam persentase atau jumlah dalam satuan mata uang.
Pasal 44
Perbedaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) antara lain:
jenis dokumen legalitas, yaitu perbedaan hak kepemilikan seperti Sertipikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertipikat Hak Pakai, dan hak kepemilikan lainnya;
syarat dan jangka waktu pembiayaan, yaitu perbedaan berupa kemudahan pembiayaan, yang meliputi syarat dan jangka waktu pembiayaan seperti adanya subsidi atau bantuan pemerintah untuk pembelian properti tertentu;
kondisi pasar, dicerminkan berdasarkan data historis transaksi, seperti perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian, dan informasi data tingkat inflasi/deflasi;
lokasi dan lingkungan, yaitu perbedaan letak, kondisi masyarakat sekitar, dan/atau jarak ke pusat bisnis/ Central Business District (CBD);
karakteristik fisik, yaitu perbedaan bentuk, dimensi, elevasi, luas, kondisi, umur, desain, dan/atau spesifikasi;
peruntukan, yaitu perbedaan terkait tata ruang dan/atau peruntukan area ( zoning );
aksesibilitas, yaitu perbedaan dalam kemudahan untuk mencapai lokasi objek; dan/atau
fasilitas, yaitu perbedaan dalam ketersediaan jaringan listrik, jaringan air, jaringan telepon, dan fasilitas sosial.
Pasal 45
Besarnya persentase atau jumlah dalam satuan mata uang dari proses penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) dijumlahkan untuk memperoleh jumlah penyesuaian.
Jumlah penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menentukan besarnya indikasi nilai objek Penilaian.
Indikasi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendapatkan Nilai Wajar dengan menggunakan pembobotan.
Pasal 46
Penilaian dengan menggunakan pendekatan biaya dilakukan dengan tahapan:
menghitung biaya pembuatan baru atau biaya penggantian baru objek Penilaian;
menghitung besarnya penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian; dan
mengurangkan biaya pembuatan baru atau penggantian baru dengan penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian, untuk menghasilkan Nilai Wajar.
Pasal 47
Perhitungan biaya pembuatan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dilakukan dalam hal pada saat pelaksanaan Penilaian, seluruh informasi biaya pembuatan/perolehan dan/atau material objek Penilaian dapat diperoleh di pasaran.
Perhitungan biaya penggantian baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dilakukan dalam hal pada saat pelaksanaan Penilaian, seluruh atau sebagian informasi biaya pembuatan/perolehan dan/atau material objek Penilaian tidak dapat diperoleh di pasaran.
Pasal 48
Dalam hal objek Penilaian berupa bangunan, Penilaian memperhitungkan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Biaya langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tetapi tidak terbatas pada biaya material, biaya upah, dan/atau biaya peralatan.
Biaya tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tetapi tidak terbatas pada biaya jasa tenaga ahli, pajak, asuransi, dan/atau biaya over head .
Besaran biaya langsung dan biaya tidak langsung dapat menggunakan petunjuk teknis Penilaian yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang Penilaian pada Direktorat Jenderal.
Pasal 49
Penyusutan dan/atau keusangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b meliputi:
penyusutan fisik;
keusangan ekonomis; dan/atau
keusangan fungsional.
Pasal 50
Besaran penyusutan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a ditentukan dengan cara mengalikan persentase penyusutan fisik dengan biaya pembuatan baru atau penggantian baru objek Penilaian.
Besaran persentase penyusutan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh tim Penilai Direktorat Jenderal sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pasal 51
Keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b diperhitungkan dalam hal terdapat kondisi eksternal yang mengurangi nilai objek Penilaian.
Pasal 52
Keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c diperhitungkan dalam hal terdapat:
perubahan fungsi objek Penilaian; dan/atau
ketidaksesuaian objek Penilaian dengan standar yang berlaku umum.
Pasal 53
Keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan/atau keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 diperhitungkan setelah nilai pembuatan baru atau penggantian baru dikurangi dengan penyusutan fisik.
Besaran keusangan ekonomis dan/atau fungsional ditentukan oleh tim Penilai Jenderal sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pasal 54
Penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan dilakukan dengan tahap:
mengestimasi pendapatan bersih per tahun yang dihasilkan oleh objek Penilaian;
menentukan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto yang sesuai; dan
menghitung nilai kini dari pendapatan bersih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto sebagaimana dimaksud dalam huruf b, untuk menghasilkan Nilai Wajar.
Pasal 55
Pendapatan bersih objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a diperoleh dengan cara mengurangkan pendapatan kotor efektif per tahun dengan biaya operasional.
Pasal 56
Nilai objek Penilaian dapat diperoleh dengan cara:
metode kapitalisasi langsung; atau
metode arus kas yang didiskontokan.
Pasal 57
Metode kapitalisasi langsung dilakukan dengan cara mengkapitalisasi langsung pendapatan bersih operasi objek Penilaian dengan tingkat kapitalisasi tertentu.
Metode arus kas yang didiskontokan dilakukan dengan cara mengalikan proyeksi pendapatan bersih operasional objek Penilaian dengan faktor diskonto tertentu.
Pasal 58
Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat memilih pendekatan yang dianggap paling mencerminkan nilai objek Penilaian.
Dalam hal digunakan 2 (dua) atau lebih pendekatan Penilaian, tim Penilai Direktorat Jenderal:
melakukan rekonsiliasi berdasarkan bobot atas indikasi nilai dari pendekatan yang digunakan; atau
memilih pendekatan yang dianggap paling mencerminkan nilai objek Penilaian.
Bobot atas indikasi nilai dari masing-masing pendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional Penilai Direktorat Jenderal. Paragraf 5 Simpulan Nilai
Pasal 59
Nilai Likuidasi diperoleh dengan cara mengurangi Nilai Wajar dengan risiko penjualan melalui Lelang.
Pasal 60
Besaran risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 diperhitungkan berdasarkan hasil survei tim Penilai Direktorat Jenderal dengan besaran risiko paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari Nilai Wajar.
Pasal 61
Hasil perhitungan Nilai Wajar dan Nilai Likuidasi dituangkan dalam simpulan nilai.
Simpulan nilai dicantumkan dalam satuan mata uang Rupiah.
Dalam hal perhitungan nilai menggunakan mata uang asing, simpulan nilai dicantumkan dengan melakukan konversi mata uang asing dengan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal Penilaian.
Dikecualikan dari ketentuan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), simpulan nilai dapat dicantumkan dalam satuan mata uang asing sesuai dengan permohonan Penilaian.
Pasal 62
Simpulan nilai dibulatkan dalam ribuan terdekat.
Dalam hal simpulan nilai dicantumkan dalam satuan mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3), simpulan nilai tidak dibulatkan. Paragraf 6 Laporan Penilaian
Pasal 63
Hasil Penilaian dituangkan dalam laporan Penilaian.
Laporan Penilaian paling sedikit memuat:
uraian objek Penilaian;
tujuan Penilaian;
tanggal survei lapangan;
tanggal Penilaian;
hasil analisis data;
pendekatan Penilaian; dan
simpulan nilai.
Tanggal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan tanggal terakhir pelaksanaan survei lapangan atas objek Penilaian.
Pasal 64
Untuk melaksanakan kendali mutu atas laporan Penilaian, tim Penilai Direktorat Jenderal yang melakukan Penilaian Barang Sitaan memaparkan konsep laporan Penilaian.
Pemaparan konsep laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
administrasi laporan Penilaian; dan
prosedur dan penerapan metode Penilaian.
Pemaparan konsep laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Penilai Direktorat Jenderal yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan.
Penilai Direktorat Jenderal yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh memiliki benturan kepentingan dengan konsep laporan Penilaian yang dilakukan pemaparan.
Terhadap pemaparan konsep laporan Penilaian, Penilai Direktorat Jenderal yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memberikan saran, pertimbangan, dan/atau pendapat sebagai bahan masukan bagi tim Penilai Direktorat Jenderal dalam menyelesaikan penyusunan laporan Penilaian.
Pemaparan konsep laporan Penilaian dilakukan sebelum ditandatanganinya laporan Penilaian oleh tim Penilai Direktorat Jenderal.
Pelaksanaan teknis pemaparan konsep laporan Penilaian dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 65
Laporan Penilaian ditulis dalam Bahasa Indonesia.
Pasal 66
Laporan Penilaian ditandatangani oleh ketua dan anggota tim Penilai Direktorat Jenderal.
Anggota tim Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas laporan Penilaian.
Anggota tim Penilai Direktorat Jenderal dapat tidak menandatangani laporan Penilaian, dengan alasan tertulis yang dilampirkan dalam laporan Penilaian.
Laporan Penilaian hanya dapat dipergunakan sepanjang ditandatangani oleh ketua tim Penilai Direktorat Jenderal dan paling sedikit memenuhi jumlah 2/3 (dua per tiga) anggota tim Penilai Direktorat Jenderal.
Pasal 67
Laporan Penilaian Barang Sitaan berlaku paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Penilaian.
Pasal 68
Laporan Penilaian atas permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, disampaikan oleh tim Penilai Direktorat Jenderal kepada Pemohon melalui Kepala Kantor Pelayanan. Paragraf 7 Penilaian Ulang
Pasal 69
Dalam hal masa berlaku laporan Penilaian telah berakhir, Pemohon dapat mengajukan permohonan Penilaian ulang atas objek Penilaian yang sama.
Pasal 70
Dalam melakukan Penilaian ulang, tim Penilai Direktorat Jenderal harus mempertimbangkan laporan Penilaian terdahulu.
Pasal 71
Dalam pelaksanaan Penilaian ulang, tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan survei lapangan.
Dalam hal tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan Penilaian Barang Sitaan selain tanah dan/atau bangunan dan terdapat surat keterangan dari Pemohon yang menyatakan tidak terdapat perubahan material terhadap objek Penilaian, tim Penilai Direktorat Jenderal dapat melakukan Penilaian ulang tanpa melakukan survei lapangan ulang.
Dalam hal tidak dilakukan survei lapangan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tanggal Penilaian merupakan tanggal surat keterangan dari Pemohon yang menyatakan tidak terdapat perubahan material dari objek Penilaian.
Bagian Keenam
Standar Penilaian
Pasal 72
Pelaksanaan Penilaian dilakukan dengan berpedoman pada prinsip Penilaian yang berlaku umum.
BAB V
BASIS DATA PENILAIAN
Pasal 73
Basis Data Penilaian Barang Sitaan dibentuk pada Kantor Pelayanan.
Pembentukan Basis Data didasarkan pada data dan informasi dari sumber yang kompeten dan dikelola secara profesional untuk mendukung tugas pokok Penilaian.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Penilaian yang telah selesai dilaksanakan dinyatakan tetap sah;
Penilaian yang masih belum selesai dilaksanakan tetap dapat dilanjutkan pelaksanaannya, dengan ketentuan proses yang belum dilakukan selanjutnya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini; dan
permohonan Penilaian yang belum dilakukan Penilaian, diproses sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 November 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2016 MENTERI KEUANGAN ttd BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA