bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengangkatan, pembinaan karier, pengenaan sanksi, dan pemberhentian bendahara penerimaan dan pengeluaran diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa untuk memberikan pedoman bagi Bendahara pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang selaras dengan perkembangan dan penyempurnaan tata kelola pelaksanaan penyaluran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu mengatur mengenai kedudukan dan tanggung jawab bendahara pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1350) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2149);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1234);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1727);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
Menteri Luar Negeri adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada Kementerian Luar Negeri.
Menteri Teknis adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada kementerian negara/lembaga yang memiliki atase teknis di luar negeri.
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perwakilan adalah perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internasional.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Satker Atase Teknis adalah unit organisasi lini pada kementerian negara/lembaga selain Kementerian Luar Negeri yang berlokasi di luar negeri, dan menjadi bagian dari Perwakilan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kepala Perwakilan adalah duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, wakil tetap Republik Indonesia, kuasa usaha tetap, kuasa usaha sementara, konsul jenderal, konsul, dan pejabat sementara ( acting ) Kepala Perwakilan konsuler yang masing-masing memimpin Perwakilan di negara penerima atau wilayah kerja dan/atau organisasi internasional.
Atase Teknis adalah pegawai negeri dari kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian selain Kementerian Luar Negeri, yang ditempatkan di Perwakilan diplomatik tertentu untuk melaksanakan tugas yang menjadi bidang wewenang kementerian negara atau lembaga pemerintah nonkementerian.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN.
Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satker kementerian negara/lembaga.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker kementerian negara/lembaga.
Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan UP.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.
Surat Bukti Setor yang selanjutnya disingkat SBS adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh Bendahara Penerimaan kepada penyetor.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara yang selanjutnya disingkat LPJ adalah laporan yang dibuat oleh Bendahara atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat LPJ-BPP adalah laporan yang dibuat oleh BPP atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat UAKPA adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Surat Perintah Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SPBy adalah bukti perintah PPK atas nama KPA kepada Bendahara Pengeluaran/BPP untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagai pembayaran kepada pihak yang dituju.
Internet Banking adalah salah satu layanan bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet.
Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan yang selanjutnya disebut BPKRT adalah staf nondiplomatik pada Satker Perwakilan.
Rekening adalah Rekening milik Satker lingkup kementerian negara/lembaga yang dibuka pada bank umum di dalam atau di luar negeri dalam bentuk giro, deposito, yang dapat didebit dan/atau dikredit untuk pengelolaan keuangan, sesuai dengan tugas dan fungsi Satker lingkup kementerian negara/lembaga dalam mata uang rupiah atau mata uang asing.
Kas Besi adalah dana cadangan di Perwakilan yang disimpan dalam bentuk giro yang digunakan untuk berjaga-jaga terhadap keadaan yang mungkin timbul karena keterlambatan remise.
Kekanseleraian adalah kegiatan yang meliputi penataan keuangan, barang milik negara, ketatausahaan, dan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia untuk mendukung kegiatan diplomatik dan konsuler.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
batasan tanggung jawab Bendahara;
pengangkatan Bendahara dan pemberhentian Bendahara;
penatausahaan kas Bendahara;
pembukuan Bendahara;
pemeriksaan kas Bendahara dan rekonsiliasi pembukuan Bendahara dengan UAKPA; dan
penyusunan dan penyampaian LPJ.
Pasal 3
Bendahara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan BPP pada Satker Perwakilan dan Satker Atase Teknis.
BAB III
BATASAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA
Pasal 4
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional kepada Kuasa BUN dan bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
BPP bertanggung jawab kepada Bendahara Pengeluaran dan bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Tanggung jawab secara fungsional Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran kepada Kuasa BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyampaian LPJ.
Tanggung jawab BPP kepada Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penyampaian LPJ.
Pasal 5
Bendahara Pengeluaran dan BPP merupakan wajib pungut pajak atas pembayaran yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bendahara Pengeluaran dan BPP menatausahakan uang dari kegiatannya sebagai wajib pungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN BENDAHARA
Bagian Kesatu
Pengangkatan Bendahara
Pasal 6
Menteri Luar Negeri mengangkat BPKRT/pejabat fungsional yang melaksanakan kegiatan Kekanseleraian sebagai Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran pada Satker Perwakilan.
Pengangkatan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala Satker Perwakilan.
Menteri Teknis mengangkat BPKRT/pejabat fungsional yang melaksanakan kegiatan Kekanseleraian pada Satker Perwakilan sebagai Bendahara Pengeluaran pada Satker Atase Teknis.
Dalam hal BPKRT/pejabat fungsional yang melaksanakan kegiatan Kekanseleraian pada Satker Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditetapkan sebagai Bendahara Pengeluaran pada Satker Atase Teknis, Menteri Teknis:
mengangkat pegawai negeri sipil pada kementerian teknis yang berkedudukan di dalam negeri sebagai Bendahara Pengeluaran; dan
mengangkat BPKRT/pejabat fungsional yang melaksanakan kegiatan Kekanseleraian pada Satker Perwakilan sebagai BPP pada Satker Perwakilan.
Pengangkatan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau pengangkatan BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri.
Pengangkatan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) huruf a serta pengangkatan BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b didelegasikan kepada Kepala Satker Atase Teknis.
Pengangkatan Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan/atau ayat (4) dituangkan dalam surat keputusan.
Pengangkatan Bendahara tidak terikat periode tahun anggaran.
Dalam hal tidak terdapat pergantian Bendahara, penetapan Bendahara tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku.
Jabatan Bendahara tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, PPSPM, atau Kuasa BUN.
Jabatan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran/BPP tidak dapat saling merangkap.
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pegawai, jabatan Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan dapat saling merangkap dengan persetujuan Kuasa BUN.
Bagian Kedua
Syarat Pengangkatan Bendahara
Pasal 7
BPKRT/pejabat fungsional yang melaksanakan kegiatan Kekanseleraian yang akan diangkat sebagai:
Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran pada Satker Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); dan
Bendahara Pengeluaran pada Satker Atase Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) atau BPP pada Satker Atase Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, harus memiliki sertifikat bendahara.
Pegawai negeri sipil pada kementerian teknis yang akan diangkat sebagai Bendahara Pengeluaran pada Satker Atase Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a harus memiliki sertifikat bendahara.
Ketentuan mengenai sertifikat bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sertifikasi Bendahara pada Satker pengelola APBN.
Bagian Ketiga
Penggantian Sementara/Pembebastugasan Sementara Bendahara
Pasal 8
Bendahara dapat diganti sementara/dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagai Bendahara.
Bendahara diganti sementara dari jabatannya, dalam hal:
melaksanakan cuti melahirkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
terjadi sesuatu yang menyebabkan Bendahara tidak dapat melaksanakan tugasnya paling lama 3 (tiga) bulan.
Bendahara dibebastugaskan sementara dari jabatannya, dalam hal:
dalam proses pemeriksaan terdapat dugaan bahwa Bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara; atau
terjadi sesuatu yang menyebabkan Bendahara tidak dapat melaksanakan tugasnya paling singkat 3 (tiga) bulan.
Dalam hal Bendahara diganti sementara/dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Luar Negeri/Menteri Teknis mengangkat pejabat pengganti sebagai Bendahara.
Pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memiliki sertifikat Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Pengangkatan pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didelegasikan kepada Kepala Satker Perwakilan/Kepala Satker Atase Teknis.
Pengangkatan pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam surat keputusan.
Bendahara yang diganti sementara/dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya beserta seluruh dokumen untuk pelaksanaan tugasnya kepada pejabat pengganti Bendahara.
Penyerahan tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk oleh KPA.
Serah terima tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas dan serah terima.
Berita acara pemeriksaan kas dan serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditandatangani oleh Bendahara yang diganti sementara/dibebastugaskan sementara, pejabat pengganti Bendahara, dan Kepala Satker/KPA.
Berita acara pemeriksaan kas dan serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Pasal 9
Dalam hal Bendahara yang diganti sementara/dibebastugaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 kembali bertugas di Satker Perwakilan/Satker Atase Teknis, Menteri Luar Negeri/Menteri Teknis mengangkat kembali Bendahara dimaksud pada jabatannya sebagai Bendahara dan memberhentikan pejabat pengganti Bendahara.
Pengangkatan kembali Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala Satker Perwakilan/Kepala Satker Atase Teknis.
Pengangkatan kembali Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat keputusan.
Pengangkatan kembali Bendahara dan pemberhentian pejabat pengganti Bendahara diikuti dengan proses pemeriksaan kas dan serah terima tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) sampai dengan ayat (12).
Bagian Keempat
Pemberhentian dan Penggantian Bendahara
Pasal 10
Bendahara dapat diberhentikan dari jabatannya, dalam hal:
dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat;
dijatuhi hukuman yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap;
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil;
sakit berkepanjangan;
meninggal dunia; atau
dimutasi/berpindah tempat kerja.
Dalam hal Bendahara diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Luar Negeri/Menteri Teknis mengangkat Bendahara baru.
Bendahara baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki sertifikat Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Kewenangan pengangkatan Bendahara baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didelegasikan kepada Kepala Satker Perwakilan/Kepala Satker Atase Teknis.
Pengangkatan Bendahara baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam surat keputusan.
Bendahara yang diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya beserta seluruh dokumen untuk pelaksanaan tugasnya kepada Bendahara baru.
Penyerahan tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk oleh KPA.
Serah terima tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas dan serah terima.
Berita acara pemeriksaan kas dan serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh Bendahara yang diganti, Bendahara baru, dan Kepala Satker/KPA.
Berita acara pemeriksaan kas dan serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Proses penyerahan tugas dan tanggung jawab serta dokumen pelaksanaan tugas Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak pengangkatan Bendahara baru.
BAB V
PENATAUSAHAAN KAS
Bagian Kesatu
Asas Umum Penatausahaan Kas oleh Bendahara Paragraf 1 Penatausahaan Rekening Bendahara
Pasal 11
Bendahara menatausahakan seluruh uang/surat berharga yang dikelolanya.
Dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN, Bendahara Pengeluaran/BPP mengelola Rekening milik Perwakilan yang terdiri atas:
Rekening rutin dalam mata uang dolar Amerika Serikat dana/atau mata uang setempat;
Rekening Kas Besi dalam mata uang dolar Amerika Serikat;
Rekening antara dalam mata uang dolar Amerika Serikat; dan
Rekening dana titipan di luar negeri dalam mata uang dolar Amerika Serikat/mata uang setempat.
Bendahara Penerimaan mengelola Rekening PNBP dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat untuk pengelolaan PNBP.
Pengelolaan Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan Rekening milik Satker lingkup kementerian negara/lembaga.
Bendahara dilarang menyimpan uang yang dikelolanya untuk pelaksanaan APBN atas nama pribadi pada bank umum.
Dalam hal Satker Atase Teknis tidak dapat membuka Rekening rutin dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat, Satker Atase Teknis dapat menggunakan Rekening rutin dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat milik Satker Perwakilan untuk pelaksanaan pembayaran atas beban APBN.
Dalam hal Satker Perwakilan tidak dapat membuka Rekening PNBP dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Satker Perwakilan dapat menggunakan Rekening rutin dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat milik Satker Perwakilan untuk pengelolaan PNBP. Paragraf 2 Pendebitan Rekening Bendahara
Pasal 12
Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara dan Bendahara Penerimaan berwenang melakukan pendebitan Rekening yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan.
Kepala Perwakilan/KPA/PPK atas nama KPA dan Bendahara Pengeluaran/BPP berwenang melakukan pendebitan Rekening yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP.
Pendebitan Rekening yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pendebitan Rekening yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan:
cek/bilyet giro; atau
Internet Banking .
Biaya yang timbul akibat penggunaan Internet Banking dari Rekening Bendahara dibebankan pada DIPA kantor/Satker berkenaan. Paragraf 3 Pendebitan Rekening Bendahara Menggunakan Cek/Bilyet Giro
Pasal 13
Untuk pendebitan Rekening Bendahara Penerimaan menggunakan cek/bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara dan Bendahara Penerimaan menandatangani cek/bilyet giro.
Untuk pendebitan Rekening Bendahara Pengeluaran/BPP menggunakan cek/bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, Kepala Perwakilan/KPA/PPK atas nama KPA dan Bendahara Pengeluaran/BPP menandatangani cek/bilyet giro.
Dalam hal bank umum tempat kedudukan Satker Perwakilan/Satker Atase Teknis memiliki ketentuan yang berbeda, tata cara pendebitan Rekening Bendahara menggunakan cek/bilyet giro mengikuti ketentuan yang berlaku di bank umum tersebut. Paragraf 4 Pendebitan Rekening Bendahara Menggunakan Internet Banking
Pasal 14
Pendebitan Rekening Bendahara Penerimaan menggunakan Internet Banking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, dilaksanakan sebagai berikut:
Bendahara Penerimaan melakukan proses pendebitan Rekening Bendahara Penerimaan dengan menggunakan Internet Banking yang disediakan oleh bank umum; dan
Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara memberikan persetujuan atas proses pendebitan Rekening yang dilakukan oleh Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan menggunakan Internet Banking yang disediakan oleh bank umum.
Pendebitan Rekening Bendahara Pengeluaran/BPP menggunakan Internet Banking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, dilaksanakan sebagai berikut:
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan proses pendebitan Rekening Bendahara Pengeluaran/BPP dengan menggunakan Internet Banking yang disediakan oleh bank umum; dan
Kepala Perwakilan/KPA/PPK atas nama KPA memberikan persetujuan atas proses pendebitan Rekening yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menggunakan Internet Banking yang disediakan oleh bank umum.
Dalam hal bank umum tempat kedudukan Satker Perwakilan/Satker Atase Teknis memiliki ketentuan yang berbeda, tata cara pendebitan Rekening Bendahara menggunakan Internet Banking mengikuti ketentuan yang berlaku di bank umum tersebut.
Bagian Kedua
Penatausahaan Kas Bendahara Penerimaan
Pasal 15
Bendahara Penerimaan menatausahakan seluruh uang yang dikelolanya.
Uang yang dikelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
penerimaan negara yang disetorkan langsung ke Rekening PNBP dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat; dan
penerimaan negara yang disetorkan secara tunai.
Penerimaan negara pada Satker Perwakilan tidak dapat digunakan secara langsung untuk pengeluaran.
Pasal 16
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan penerimaan, Kepala Perwakilan/Kepala Satker dapat menunjuk pegawai setempat (local staff) sebagai petugas yang bertugas untuk:
melakukan verifikasi dan menyampaikan bukti penerimaan atas penerimaan negara yang disetorkan langsung ke Rekening PNBP dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan/atau mata uang setempat kepada wajib bayar;
menerima uang dan menyampaikan bukti penerimaan atas penerimaan negara yang disetorkan secara tunai dari wajib bayar; dan
menyampaikan uang yang diterimanya kepada Bendahara Penerimaan.
Penunjukan pegawai setempat ( local staff ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat keputusan.
Penyampaian uang oleh petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bendahara Penerimaan harus disertai dengan bukti penerimaan.
Format bukti penerimaan dan mekanisme penyampaian uang oleh petugas kepada Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh masing-masing Kepala Perwakilan/Kepala Satker.
Pasal 17
Bendahara Penerimaan menyetorkan seluruh PNBP ke Kas Negara paling lambat pada hari berikutnya setelah PNBP diterima.
Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bank persepsi yang melayani setoran penerimaan negara di wilayah kerja Satker Perwakilan.
Dalam hal penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, penyetoran PNBP ke Kas Negara dapat dilakukan melalui:
pemotongan pada SPM-GUP/TUP; atau
Rekening Bendahara Penerimaan di Indonesia.
Mekanisme penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bagian Ketiga
Penatausahaan Kas Bendahara Pengeluaran dan BPP
Pasal 18
Jenis-jenis uang/surat berharga yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP meliputi:
UP/TUP;
uang yang berasal dari pembayaran secara langsung melalui Bendahara Pengeluaran/BPP;
uang yang berasal dari dana cadangan Kas Besi Perwakilan;
uang dari sumber lainnya yang menjadi hak negara; dan
uang/surat berharga lainnya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dikelola oleh Bendahara.
Pasal 19
Bendahara Pengeluaran mengelola UP/TUP untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional kantor sehari-hari.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran Satker Atase Teknis berkedudukan di dalam negeri, dana UP/TUP dapat disalurkan secara langsung ke Rekening BPP Satker Atase Teknis di luar negeri tanpa melalui Rekening Bendahara Pengeluaran Satker Atase Teknis di dalam negeri.
Untuk memperlancar proses pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP dapat menyimpan uang tunai yang berasal dari UP/TUP dalam brankas.
Besaran uang tunai yang berasal dari UP/TUP dalam brankas berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 20
Bendahara Pengeluaran/BPP melaksanakan pembayaran UP berdasarkan SPBy yang telah ditandatangani oleh PPK atas nama KPA.
SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pengeluaran sebagai berikut:
kuitansi/ bukti pembelian yang telah disahkan PPK;
nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan PPK; dan
bukti perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kondisi negara setempat.
Berdasarkan SPBy dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan:
pengujian atas SPBy yang meliputi:
meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi: a) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran; b) nilai tagihan yang harus dibayar; c) jadwal waktu pembayaran; dan d) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/ kontrak; dan
pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit); dan
pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy yang diajukan dan menyetorkan ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kondisi negara setempat.
Dalam hal pembayaran yang dilakukan Bendahara Pengeluaran/BPP merupakan uang muka kerja, SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri persyaratan yang dibuat penerima uang muka kerja sebagai berikut:
rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran yang telah mendapat persetujuan KPA;
kebutuhan dana; dan
batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja.
Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian ketersediaan dananya.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas tagihan dalam SPBy dalam hal telah memenuhi persyaratan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
Dalam hal pengujian perintah bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan.
Penerima uang muka kerja harus mempertanggungjawabkan uang muka kerja sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, berupa bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Atas dasar pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
Dalam hal sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera mempertanggungjawabkan uang muka kerja.
BPP menyampaikan SPBy beserta bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran selanjutnya menyampaikan bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada PPK untuk pembuatan SPP GUP/GUP Nihil.
SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 21
Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat sisa UP yang belum digunakan, perlakuan terhadap sisa UP yang belum digunakan tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 22
Dalam hal terdapat sisa uang yang bersumber dari pembayaran secara langsung kepada Bendahara Pengeluaran yang tidak terbayarkan kepada penerima pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP harus segera menyetorkan uang dimaksud ke Kas Negara.
Bagian Keempat
Pengelolaan Kas Besi
Pasal 23
Jumlah Kas Besi pada Satker Perwakilan ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas usul Menteri Luar Negeri.
Kas Besi digunakan oleh Satker Perwakilan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Luar Negeri.
Tata cara pengajuan persetujuan, penggunaan, pengembalian dan pelaporan Kas Besi berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengelolaan Kas Besi pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
BAB VI
PEMBUKUAN BENDAHARA
Bagian Kesatu
Asas Umum Pembukuan Bendahara
Pasal 24
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pada Satker Perwakilan.
Bendahara Pengeluaran dan BPP menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pada Satker Atase Teknis.
Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari buku kas umum, buku-buku pembantu, dan buku pengawasan anggaran.
Bendahara yang mengelola lebih dari satu DIPA, harus memisahkan pembukuannya sesuai dengan DIPA masing-masing.
Pasal 25
Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Penerimaan menutup buku kas umum dan buku-buku pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan dan Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara.
Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran menutup buku kas umum dan buku-buku pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan Kepala Perwakilan/KPA/PPK atas nama KPA.
Pada akhir tahun anggaran, BPP menutup buku kas umum dan buku-buku pembantu dengan ditandatangani oleh BPP dan PPK atas nama KPA.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Pembukuan Bendahara
Pasal 26
Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam membangun aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melibatkan Kementerian Luar Negeri dan kementerian teknis.
Dalam hal Bendahara tidak dapat melakukan pembukuan menggunakan aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara dapat melakukan pembukuan dengan menggunakan aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Luar Negeri.
Terhadap pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Bendahara harus:
mencetak buku kas umum dan buku pembantu paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan yaitu pada hari kerja terakhir bulan berkenaan; dan
menandatangani hasil cetakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan diketahui oleh:
Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara untuk Bendahara Penerimaan;
Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA untuk Bendahara Pengeluaran; atau
PPK atas nama KPA untuk BPP.
Penandatanganan hasil cetakan buku kas umum dan buku pembantu dapat dilakukan secara elektronik atau manual.
Penandatanganan hasil cetakan buku kas umum dan buku-buku pembantu secara manual dilakukan dalam hal penandatanganan hasil cetakan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat dilakukan.
Bendahara harus menatausahakan hasil cetakan yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta dokumen sumber terkait.
Bagian Ketiga
Pembukuan Bendahara Penerimaan
Pasal 27
Bendahara Penerimaan mencatat setiap transaksi penerimaan dalam buku kas umum sebelum dibukukan dalam buku-buku pembantu.
Buku pembantu Bendahara Penerimaan terdiri dari buku pembantu kas dan buku pembantu lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Model buku kas umum dan buku pembantu dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Untuk memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model buku Bendahara Penerimaan.
Model buku Bendahara Penerimaan paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit dan saldo.
Bagian Keempat
Pembukuan Bendahara Pengeluaran/BPP
Pasal 28
Bendahara Pengeluaran mencatat setiap transaksi pengeluaran dalam buku kas umum sebelum dibukukan dalam buku pembantu.
Dalam hal dana UP/TUP disalurkan secara langsung ke Rekening BPP Satker Atase Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat , BPP Satker Atase Teknis mencatat setiap transaksi pengeluaran dalam buku kas umum sebelum dibukukan dalam buku-buku pembantu.
Buku-buku pembantu Bendahara Pengeluaran paling sedikit terdiri dari buku pembantu kas, buku pembantu up, buku pembantu pembayaran langsung melalui bendahara, buku pembantu pajak, buku pembantu kas besi, dan buku pembantu lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Model buku kas umum dan buku pembantu dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran menyalurkan dana kepada BPP, Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan buku pembantu BPP.
Penyelenggaraan buku pembantu BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), termasuk pencairan langsung dana UP/TUP kepada BPP Satker Atase Teknis.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran membayarkan uang muka kerja, Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan buku pembantu uang Muka.
Untuk memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model buku Bendahara Pengeluaran dan BPP.
Model-model buku Bendahara Pengeluaran/BPP paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit, dan saldo.
BAB VII
PEMERIKSAAN KAS BENDAHARA DAN REKONSILIASI PEMBUKUAN BENDAHARA DENGAN UAKPA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Kas
Pasal 29
Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan pemeriksaan kas Bendahara Penerimaan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas Bendahara Pengeluaran paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas BPP paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dapat dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dengan saldo kas tunai dan saldo kas bank.
Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan di hadapan saksi yang ditunjuk oleh Kepala Perwakilan/KPA.
Dalam hal pemeriksaan kas di hadapan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan, diberikan penjelasan yang menguatkan terhadap tidak adanya saksi tersebut.
Pasal 30
Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat , Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan monitoring atas kepatuhan Bendahara Penerimaan dalam melakukan penyetoran penerimaan negara ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat , Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA melakukan hal sebagai berikut:
monitoring atas kepatuhan Bendahara Pengeluaran dalam melakukan penyetoran penerimaan negara ke Kas Negara; dan
memastikan bahwa uang yang diambil oleh Bendahara Pengeluaran dari bank telah sesuai dengan kebutuhan dana dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas.
Sebagai bagian dari pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat , PPK atas nama KPA melakukan hal sebagai berikut:
monitoring atas kepatuhan BPP dalam melakukan penyetoran penerimaan negara ke Kas Negara; dan
memastikan bahwa uang yang diambil oleh BPP dari bank telah sesuai dengan kebutuhan dana dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas.
Pasal 31
Hasil pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas.
Berita acara pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat hasil pemeriksaan berupa:
kesesuaian kas tunai di brankas dan di Rekening koran dengan pembukuan;
penyetoran penerimaan negara ke Kas Negara; dan
penjelasan dalam hal terdapat selisih antara hasil pemeriksaan kas dengan pembukuan.
Berita acara pemeriksaan kas ditandatangani secara elektronik.
Dalam hal penandatanganan secara elektronik belum dapat dilakukan, penandatanganan dilakukan secara manual.
Berita acara pemeriksaan kas dibuat untuk masing- masing Satker Perwakilan dan Satker Atase Teknis.
Berita acara pemeriksaan kas Bendahara Penerimaan ditandatangani Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara, Bendahara Penerimaan, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas Bendahara Pengeluaran ditandatangani oleh Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA, Bendahara Pengeluaran, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas BPP ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, BPP, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Bagian Kedua
Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA
Pasal 32
Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Penerimaan dengan neraca UAKPA paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.
Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Pengeluaran dengan neraca UAKPA paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.
Rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimaksudkan untuk meneliti kesesuaian antara saldo kas di Bendahara pengeluaran dan/atau Bendahara penerimaan dengan saldo kas di neraca.
Rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30.
Hasil rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi.
Dalam hal rekonsiliasi dilakukan tidak bersamaan dengan pemeriksaan kas, hasil rekonsiliasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi.
Berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi/berita acara rekonsiliasi Bendahara Penerimaan ditandatangani Kepala Perwakilan/Kepala Satker/pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara, Bendahara Penerimaan, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi/berita acara rekonsiliasi Bendahara Pengeluaran ditandatangani oleh Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA, Bendahara Pengeluaran, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi/berita acara rekonsiliasi BPP ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, BPP, dan saksi yang ditunjuk.
Berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi/berita acara rekonsiliasi dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
BAB VIII
PENYUSUNAN DAN PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA
Pasal 33
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran harus menyusun LPJ setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya.
LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pembukuan Bendahara yang telah direkonsiliasi dengan UAKPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:
keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari buku-buku pembantu;
keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di Rekening bank umum;
hasil rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara dengan neraca UAKPA; dan
penjelasan dalam hal terdapat selisih antara hasil pemeriksaan kas dengan pembukuan.
LPJ Bendahara Penerimaan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan dan Kepala Perwakilan/Kepala Satker/Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara.
LPJ Bendahara Pengeluaran ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan Kepala Perwakilan/KPA atau PPK atas nama KPA.
Penandatanganan LPJ Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan LPJ Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara elektronik.
Dalam hal penandatanganan LPJ belum dapat dilakukan secara elektronik, penandatanganan LPJ dilakukan secara manual.
LPJ Bendahara dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara.
Pasal 34
BPP harus menyusun LPJ-BPP setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya (2) LPJ-BPP disusun berdasarkan buku kas umum dan buku pembantu yang telah diperiksa dan diuji oleh PPK.
LPJ-BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:
keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari buku pembantu;
keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di Rekening bank umum; dan
penjelasan dalam hal terdapat selisih antara hasil pemeriksaan kas dengan pembukuan.
LPJ-BPP ditandatangani oleh BPP dan PPK atas nama KPA serta disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran setiap bulan paling lambat tanggal 5 (lima) setelah berakhirnya bulan berkenaan.
Dalam hal tanggal 5 (lima) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari libur, penyampaian LPJ-BPP dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.
Pasal 35
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran pada Satker wajib menyampaikan LPJ kepada:
KPPN selaku Kuasa BUN, yang ditunjuk dalam DIPA Satker yang berada di bawah pengelolaannya;
Menteri Luar Negeri/Menteri Teknis; dan
Badan Pemeriksa Keuangan.
Penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilampiri dengan:
berita acara pemeriksaan kas dan berita acara rekonsiliasi atau berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi;
salinan Rekening koran yang menunjukkan saldo Rekening untuk bulan berkenaan; dan
daftar saldo Rekening.
Dalam hal penyaluran dana UP/TUP pada Satker Atase Teknis dilaksanakan menggunakan Rekening rutin milik Satker Perwakilan, salinan Rekening koran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disertai dengan rincian saldo Rekening masing-masing Satker Perwakilan/Satker Atase Teknis yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Satker Perwakilan.
Daftar saldo Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dilampirkan dalam LPJ Bendahara Penerimaan menyajikan data Rekening yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan.
Daftar saldo Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dilampirkan dalam LPJ Bendahara Pengeluaran menyajikan data Rekening yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran serta Rekening yang dikelola oleh BPP.
Pasal 36
KPPN selaku Kuasa BUN melakukan verifikasi atas LPJ yang diterima dari Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan:
membandingkan saldo UP yang tertuang dalam LPJ dengan data pengawasan UP yang ada di KPPN;
membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPJ dengan saldo akhir yang tertuang dalam LPJ bulan sebelumnya;
membandingkan saldo kas di bank yang tercantum dalam LPJ dengan salinan Rekening koran Bendahara; dan d. menguji kebenaran perhitungan (penambahan dan/atau pengurangan) pada LPJ.
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara elektronik.
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) LPJ Bendahara dinyatakan belum benar, KPPN menolak LPJ dimaksud.
LPJ Bendahara yang ditolak oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus segera diperbaiki oleh Bendahara dan selanjutnya dikirim kembali kepada KPPN.
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) LPJ Bendahara dinyatakan benar, KPPN melakukan rekapitulasi LPJ dimaksud menjadi daftar LPJ Bendahara.
KPPN melakukan monitoring atas penyampaian LPJ Bendahara baik atas LPJ Bendahara yang sejak awal belum disampaikan maupun atas perbaikan LPJ Bendahara yang ditolak oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 37
Penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat dan Pasal 36 ayat (5) dilaksanakan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setelah berakhirnya bulan berkenaan.
Dalam hal tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (5) dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.
Pasal 38
Dalam hal penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat dan Pasal 36 ayat (5) melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, KPPN mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP maupun SPM-LS kepada Bendahara Pengeluaran.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan Bendahara dari kewajiban untuk menyampaikan LPJ.
Pasal 39
KPPN menyampaikan daftar LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6) ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktorat Pengelolaan Kas Negara paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya bulan berkenaan.
Penyampaian daftar LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui sistem aplikasi yang dibuat/dibangun oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal terdapat perbaikan atas daftar LPJ Bendahara, KPPN menyampaikan perbaikannya secara keseluruhan.
Pasal 40
Setelah menerima daftar LPJ Bendahara dari KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan rekapitulasi dan menyusun Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Nasional.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan monitoring atas penyampaian daftar LPJ Bendahara dari KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 41
Tata cara penatausahaan, pembukuan, dan pertanggungjawaban Bendahara pada Perwakilan dilaksanakan sesuai dengan Modul Penatausahaan, Pembukuan, dan Pertanggungjawaban Bendahara tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 42
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2019.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 September 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 September 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA