bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
bahwa untuk mengoptimalkan perencanaan dan penyiapan pembiayaan proyek yang dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, perlu mengatur kembali tata cara pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5265);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian Perencanaan adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Proyek adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan SBSN dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pemrakarsa Proyek adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menyampaikan usulan Proyek.
Indikasi Proyek adalah usulan Proyek yang disampaikan oleh Pemrakarsa Proyek sebagai bagian dari rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi penganggaran.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Rapat Koordinasi adalah rapat yang dilaksanakan antara DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN dan unit terkait lainnya di Kementerian Keuangan dengan Kementerian Perencanaan dan Pemrakarsa Proyek.
Batas Maksimal Penerbitan adalah nilai maksimal nominal penerbitan SBSN yang digunakan untuk pembiayaan Proyek.
Daftar Prioritas Proyek adalah daftar Proyek yang berdasarkan penilaian Kementerian Perencanaan dinyatakan siap dan layak untuk diusulkan pembiayaannya melalui SBSN pada tahun anggaran tertentu kepada Menteri.
Rencana Penarikan Dana adalah dokumen yang memuat proyeksi penarikan dana Proyek selama masa pelaksanaan Proyek yang disusun oleh Pemrakarsa Proyek.
BAB II
PROSEDUR PERSIAPAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN
Pasal 2
Direktur Jenderal atas nama Menteri menyampaikan surat kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga mengenai permintaan Indikasi Proyek.
Surat permintaan Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada setiap triwulan IV sebelum tahun pengalokasian Proyek dalam APBN.
Pasal 3
Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat termasuk Proyek yang bersumber dari daftar rencana Proyek jangka menengah yang telah disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dan disampaikan kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling lambat pada minggu kedua bulan Januari dalam tahun pengalokasian Proyek dalam APBN.
Pasal 4
Kementerian Keuangan menyelenggarakan Rapat Koordinasi untuk mengkonfirmasi kesiapan pelaksanaan Indikasi Proyek dan menyampaikan langkah tindak lanjut pengalokasian Proyek dalam APBN.
BAB III
BATAS MAKSIMAL PENERBITAN
Pasal 5
DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani strategi dan portofolio pembiayaan menyusun Batas Maksimal Penerbitan.
Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
kebutuhan pembiayaan Proyek sesuai Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan
strategi dan portofolio pembiayaan.
Direktur Jenderal mengajukan Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah Menteri menerima Indikasi Proyek dari Kementerian Negara/Lembaga untuk ditetapkan.
Batas Maksimal Penerbitan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri kepada Menteri Perencanaan.
BAB IV
PENGANGGARAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN
Bagian Kesatu
Penyusunan Pagu Anggaran
Pasal 6
DJPPR melaksanakan Rapat Koordinasi untuk menyusun bahan pagu indikatif Rancangan APBN.
Bahan pagu indikatif Rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
Batas Maksimal Penerbitan;
kesiapan lahan Proyek, dengan kriteria paling sedikit:
tidak memiliki pemasalahan hukum; dan
tidak memiliki permasalahan status kepemilikan;
kesiapan pelaksanaan Proyek; dan
kinerja Proyek Kementerian Negara/Lembaga tahun sebelumnya.
Pasal 7
Dalam hal kinerja Proyek Kementerian Negara/Lembaga tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d memiliki kinerja baik, dapat diusulkan untuk memperoleh penambahan alokasi anggaran Proyek.
Tambahan alokasi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk kegiatan ramah lingkungan.
Pasal 8
Direktur Jenderal menyampaikan hasil Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat kepada:
Direktur Jenderal Anggaran sebagai bahan penyusunan pagu indikatif Rancangan APBN; dan
Deputi pada Kementerian Perencanaan bidang pendanaan pembangunan dan Deputi pada Kementerian Perencanaan bidang lain yang terkait sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek.
Pagu indikatif Rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan pagu anggaran Rancangan APBN untuk pembiayaan Proyek.
Pasal 9
DJPPR melaksanakan Rapat Koordinasi untuk menyusun bahan pagu anggaran Rancangan APBN untuk pembiayaan Proyek.
Penyusunan bahan pagu anggaran Rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain:
Daftar Prioritas Proyek yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan; dan
Kesiapan Proyek dalam Daftar Prioritas Proyek sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk dilaksanakan.
Direktur Jenderal menyampaikan hasil Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagai bahan penyusunan pagu anggaran Rancangan APBN.
Dalam hal Daftar Prioritas Proyek yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum disampaikan kepada Menteri, penyusunan pagu anggaran Rancangan APBN mengacu pada pagu indikatif Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
Pasal 10
Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi dana rupiah murni pendamping untuk mendukung pelaksanaan Proyek.
Dana rupiah murni pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
alokasi belanja barang yang merupakan satu kesatuan dengan Proyek; dan/atau
alokasi belanja modal, termasuk belanja modal aset tidak berwujud yang merupakan satu kesatuan dengan pencapaian output Proyek.
Dana rupiah murni pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatasi maksimal sebesar 5% (lima persen) dari total alokasi SBSN pada Proyek yang bersangkutan.
Dana rupiah murni pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan pengalokasiannya dalam APBN setelah mendapatkan rekomendasi dari unit teknis yang memiliki kewenangan.
Rekomendasi dari unit teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit dalam bentuk reviu anggaran yang diberikan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian Negara/Lembaga Pemrakarsa Proyek.
Dana rupiah murni pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari hasil penerbitan SBSN dan dikelola dalam Rekening Khusus SBSN.
Tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui dana rupiah murni pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui SBSN.
Bagian Kedua
Pengalokasian Proyek Dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Pasal 11
Setelah APBN ditetapkan, Pemrakarsa Proyek wajib menyampaikan surat pernyataan kesiapan pelaksanaan Proyek kepada Menteri dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat pernyataan kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
pernyataan bahwa Proyek telah siap untuk dilaksanakan sesuai dengan rencana penarikan dana tahunan; dan
pernyataan komitmen Pemrakarsa Proyek untuk mulai melaksanakan lelang pengadaan barang dan/atau jasa untuk pelaksanaan Proyek paling lambat pada bulan Januari tahun anggaran berjalan.
Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pejabat eselon I yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Proyek dengan melampirkan:
Daftar Proyek tahun anggaran berjalan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
Rencana penarikan dana tahunan oleh Pemrakarsa Proyek sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN memberikan nomor register pembiayaan Proyek berdasarkan dokumen penetapan pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3).
Direktur Jenderal menyampaikan nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk proses penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran.
Pasal 13
Tata cara pengalokasian pagu anggaran Proyek dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Pemrakarsa Proyek dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran.
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN KINERJA PROYEK
Pasal 14
Prosedur pengusulan jenis kontrak untuk pelaksanaan Proyek mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran.
Pasal 15
Pemrakarsa Proyek melaksanakan Proyek berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pelaksanaan APBN.
Pasal 16
DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek yang meliputi:
pemantauan dan analisis kinerja pelaksanaan Proyek;
pemantauan perkembangan pencairan dana Proyek;
pengelolaan risiko termasuk koordinasi langkah-langkah percepatan, penundaan, penghentian pembayaran dan lanjutan pelaksanaan Proyek;
koordinasi pengelolaan dana rekening khusus SBSN;
koordinasi untuk revisi ruang lingkup dan penganggaran Proyek; dan
penatausahaan Proyek.
BAB VI
PEMBIAYAAN PENGADAAN LAHAN MELALUI PENERBITAN SBSN
Pasal 17
Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi pembiayaan pengadaan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Proyek melalui penerbitan SBSN.
Alokasi pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada Proyek yang bersifat tahun jamak.
Pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan pembiayaan ( full costing ) Proyek.
Lahan yang dapat diusulkan untuk mendapatkan alokasi pembiayaan pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria kesiapan lahan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b.
Tata cara dan pelaksanaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Proyek dapat menjadi bagian dari pelaksanaan anggaran untuk kegiatan yang dibiayai selain melalui penerbitan SBSN ( blended financing ) termasuk proyek kerjasama antara pemerintah pusat dengan badan usaha, dan proyek kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan/atau badan usaha milik daerah, dengan ketentuan:
seluruh proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengelolaan Proyek dilakukan dengan mengikuti seluruh ketentuan yang berlaku di bidang SBSN; dan
output pembiayaan melalui sumber dana SBSN dicatat sebagai aset SBSN dan tidak dapat dipindahtangankan sampai dengan jatuh tempo SBSN.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1881) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2019 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA