bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6B ayat (4) dan Pasal 6C ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2016tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil;
bahwa dalam rangka efektifitas dan efisiensi pengelolaan akumulasi iuran pensiun dan penyempurnaan beberapa ketentuan mengenai pengelolaan akumulasi iuran pensiun, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2016tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5407);
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor8 Tahun 1977tentang Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.02/2008 tentang Pengembalian Nilai Tunai Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang Diberhentikan Tanpa Hak Pensiun(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 45);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN AKUMULASI IURAN PENSIUNPEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEJABAT NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Iuran Pensiun adalah iuran bulanan yang dipungut dari setiap Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977tentang Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun.
Dana Belanja Pensiun adalah dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan untuk membayar pensiun, tunjangan anak yatim/piatu, tunjangan anak yatim piatu, tunjangan orang tua, uang tunggu, uang duka wafat, pensiun terusan, tunjangan cacat, tunjangan veteran, dan dana kehormatan veteran.
Badan Penyelenggara adalah badan yang mengelola penyelenggaraan akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.
Bank Pemerintah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan, yang kepemilikan sahamnya sebagian besar dimiliki oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Bursa Efek adalah bursa efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
Surat Berharga Negara adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai surat berharga syariah negara.
Manajer Investasi adalah manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
BAB II
AKUMULASI IURAN PENSIUN
Pasal 2
Akumulasi Iuran Pensiun bersumber dari:
Iuran Pensiun;
hasil pengembangan Iuran Pensiun; dan
pendapatan selain huruf a dan huruf b meliputi:
imbal jasa ( fee ) penyaluran Dana Belanja Pensiun; dan
pendapatan sewa aset program pensiun.
Pasal 3
Pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 4
Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melaksanakan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun melalui:
penggunaan; dan
pengembangan.
Pasal 5
Pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
BAB III
PENGGUNAAN AKUMULASI IURAN PENSIUN
Pasal 6
Akumulasi Iuran Pensiun dapat digunakan untuk:
pembayaran manfaat pensiun;
pembayaran talangan manfaat pensiun awal tahun;
pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun;
pembayaran biaya penyelenggaraan;
pengembangan dalam instrumen investasi;
pemenuhan kewajiban perpajakan; dan/atau
pengembalian nilai tunai Iuran Pensiun.
Pasal 7
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dapat dilakukan sesuai dengan kebijakan Pemerintah.
Pasal 8
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan manfaat pensiun awal tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan dalam kondisi belum dapat dicairkannya belanja pensiun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada awal tahun anggaran yang berkenaan, atau sepanjang Badan Penyelenggara belum memperoleh sumber pendanaan yang lebih murah dibandingkan menggunakan akumulasi Iuran Pensiun.
Pengembalian akumulasi Iuran Pensiun atau sumber pendanaan yang telah digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah dicairkannya alokasi Dana Belanja Pensiun pada awal tahun anggaran yang berkenaan.
Pasal 9
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dapat dilakukan dalam kondisi terjadi kekurangan alokasi belanja pensiun yang tidak dapat dipenuhi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran yang berkenaan.
Dalam hal terdapat kekurangan alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA BUN) yang bertanggung jawab atas Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dana Belanja Pensiun mengusulkan penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Berdasarkan usulan dari Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA BUN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat persetujuan penggunaan kepada Badan Penyelenggara.
Pengembalian akumulasi Iuran Pensiun yang telah digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengalokasian anggaran pada tahun berikutnya.
Pasal 10
Biaya penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d dibebankan pada hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun yang digunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pembayaran manfaat pensiun.
Pembebanan biaya penyelenggaraan pada hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal belum terdapat alokasi biaya operasional penyelenggaraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya operasional penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 11
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pengembangan dalam instrumen investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e meliputi:
penempatan dalam instrumen investasi;
biaya investasi; dan
imbal jasa (fee) pengelolaan Badan Penyelenggara.
Imbal jasa ( fee ) pengelolaan Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen) dari hasil investasi setelah dikurangi biaya investasi tahun berkenaan.
Pasal 12
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 13
Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pengembalian nilai tunai Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENGEMBANGAN AKUMULASI IURAN PENSIUN
Pasal 14
Akumulasi Iuran Pensiun terdiri atas:
aset dalam bentuk investasi; dan
aset dalam bentuk bukan investasi.
Bagian Kesatu
Aset Dalam Bentuk Investasi
Pasal 15
Akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a harus ditempatkan dalam jenis:
Surat Berharga Negara;
deposito pada Bank Pemerintah;
saham yang tercatat di Bursa Efek;
obligasi yang paling kurang memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan memiliki peringkat yang sama dengan peringkat risiko kredit Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional;
sukuk yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan paling kurang memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
medium term notes yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan memiliki peringkat paling sedikit A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
reksa dana berupa:
reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham;
reksa dana terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, dan reksa dana indeks;
reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
reksa dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek; dan/atau
penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek).
Pasal 16
Pengembangan akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus dilakukan melalui penempatan pada instrumen investasi dalam negeri.
Pasal 17
Penilaian atas aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Surat Berharga Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
deposito, deposito berjangka termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada Bank Pemerintah, berdasarkan nilai nominal;
deposito, berupa sertifikat deposito yang dapat diperdagangkan ( negotiable certificate deposit ) pada Bank Pemerintah, berdasarkan nilai diskonto;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di Bursa Efek;
obligasi dan sukuk, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
medium term notes , berdasarkan nilai diskonto atau nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
reksa dana berupa:
reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham;
reksa dana terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, dan reksa dana indeks;
reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
reksa dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai aktiva bersih; dan/atau
penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek), berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.
Pasal 18
Penempatan aset dalam bentuk investasi berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf h merupakan produk reksa dana yang dikelola oleh Manajer Investasi yang terdaftar pada lembaga pengawas di bidang pasar modal.
Penempatan aset dalam bentuk investasi berupa penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
ditempatkan pada badan usaha yang tidak bergerak di bidang usaha perbankan; dan
ditempatkan pada badan usaha yang tidak berpotensi menimbulkan benturan kepentingan di dalam melakukan kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal penempatan aset dalam bentuk investasi berupa penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan bekerja sama dengan badan usaha lain, badan usaha tersebut harus berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 19
Pembatasan atas penempatan aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
investasi berupa Surat Berharga Negara, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa deposito, untuk setiap Bank Pemerintah paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa medium term notes , untuk setiap pihaknya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah medium term notes yang diterbitkan oleh emiten dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa unit penyertaan reksa dana, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi; dan/atau
investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi.
Pasal 20
Jumlah seluruh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h yang ditempatkan pada satu pihak dilarang melebihi 35% (tiga puluh lima persen) dari jumlah investasi.
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu perusahaan atau sekelompok perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan langsung yang bersifat mayoritas.
Pasal 21
Dalam hal terjadi penggabungan para pihak tempat penempatan instrumen investasi sehingga jumlah investasi pada pihak hasil penggabungan tersebut menjadi lebih besar dari batas penempatan yang diperkenankan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 20, Badan Penyelenggara wajib menyesuaikan kembali penempatan aset dalam bentuk investasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut.
Dalam hal jumlah investasi melebihi batasan karena terjadi kenaikan dan/atau penurunan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Badan Penyelenggara wajib menyesuaikan kembali jumlah investasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut.
Pasal 22
Kesesuaian terhadap batasan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ayat ditentukan pada saat dilakukan penempatan investasi.
Total investasi dalam rangka menentukan kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan nilai seluruh investasi yang dimiliki dengan didasarkan pada nilai investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Pembuktian kesesuaian terhadap batasan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1) merupakan tanggung jawab Badan Penyelenggara.
Pasal 23
Penempatan investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf i, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Besaran batasan investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf h, dilakukan evaluasi paling singkat 2 (dua) tahun dengan mempertimbangkan hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun.
Divestasi pada penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 24
Dalam melakukan investasi, Badan Penyelenggara wajib menerapkan manajemen risiko.
Ketentuan mengenai manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh direksi Badan Penyelenggara.
Bagian Kedua
Aset Dalam Bentuk Bukan Investasi
Pasal 25
Akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b harus dalam jenis:
kas dan bank;
piutang iuran;
piutang investasi;
piutang hasil investasi;
piutang lainnya meliputi piutang biaya kompensasi bank, uang muka pajak penghasilan, piutang pihak ketiga accrued interest , piutang denda, dan cadangan penyisihan piutang denda; dan/atau
bangunan dengan hak strata ( strata title ) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dengan jumlah seluruhnya paling tinggi 0,5% (nol koma lima persen) dari akumulasi Iuran Pensiun.
BAB V
KEWAJIBAN BADAN PENYELENGGARA DALAM MENGELOLA INVESTASI
Bagian Kesatu
Tata Kelola Investasi
Pasal 26
Badan Penyelenggara wajib menyusun rencana kebijakan dan strategi investasi secara tertulis untuk periode 5 (lima) tahunan.
Kebijakan dan strategi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
tujuan investasi;
profil aset;
sasaran tingkat hasil investasi yang diharapkan, termasuk tolok ukur hasil investasi ( yield’s benchmark ) yang digunakan;
dasar penilaian dan batasan kualitatif untuk setiap jenis aset investasi;
batas maksimum alokasi investasi untuk setiap jenis aset investasi;
objek investasi yang dilarang untuk penempatan investasi;
tingkat likuiditas minimum portofolio investasi perusahaan untuk mendukung ketersediaan dana guna pembayaran manfaat pensiun;
sistem pengawasan dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan investasi;
ketentuan mengenai penggunaan Manajer Investasi, penasihat investasi, tenaga ahli, dan penyedia jasa lain yang digunakan dalam pengelolaan investasi;
pembatasan wewenang transaksi investasi untuk setiap level manajemen dan pertanggungjawabannya; dan
tindakan yang akan diterapkan kepada direksi atas pelanggaran ketentuan dan kebijakan investasi.
Rencana kebijakan dan strategi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
ditetapkan oleh direksi bersamaan dengan penetapan Rencana Jangka Panjang Perusahaan;
disosialisasikan kepada pegawai yang terlibat dalam pengelolaan investasi; dan
disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan oleh direksi.
Berdasarkan rencana kebijakan dan strategi investasi yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap rencana kebijakan dan strategi investasi Badan Penyelenggara paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 27
Badan Penyelenggara wajib menyusun rencana pengelolaan investasi tahunan yang paling sedikit memuat:
rencana komposisi jenis investasi;
perkiraan tingkat hasil investasi untuk setiap jenis investasi; dan
pertimbangan yang mendasari rencana komposisi jenis investasi.
Rencana pengelolaan investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencerminkan kebijakan dan strategi investasi Badan Penyelenggara.
Rencana pengelolaan investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 28
Badan Penyelenggara wajib menyusun laporan keuangan atas pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun.
Ketentuan mengenai pelaporan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
LARANGAN
Pasal 29
Badan Penyelenggara dilarang memiliki dan/atau menempatkan aset pada:
instrumen derivatif dan/atau instrumen turunan surat berharga yang diperoleh sebagai bagian yang melekat pada suatu surat berharga, kecuali dalam rangka right issue atas saham yang telah dimiliki;
instrumen perdagangan berjangka, baik untuk perdagangan komoditi maupun perdagangan valuta asing;
instrumen investasi di luar negeri;
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh direksi, komisaris, atau pejabat negara selaku pribadi; dan/atau
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh keluarga sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu atau ipar dari pihak sebagaimana dimaksud pada huruf d.
Badan Penyelenggara dilarang melakukan penempatan baru dalam bentuk investasi yang menyebabkan jumlah investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Pasal 30
Direksi dan komisaris Badan Penyelenggara, atau setiap orang yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan aset Badan Penyelenggara dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan Badan Penyelenggara menjual, memindahtangankan, menyewakan, memberikan pinjaman, menyediakan jasa, fasilitas, atau barang, mengalihkan atau mengizinkan penggunaan aset Badan Penyelenggara selain untuk kepentingan Badan Penyelenggara, kepada:
direksi atau komisaris dari Badan Penyelenggara;
pihak yang menyediakan jasa pengelolaan investasi kepada Badan Penyelenggara;
direksi, komisaris, atau pemegang saham mayoritas dari pihak sebagaimana dimaksud pada huruf b;
keluarga, sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantuatauipar dari pihak sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan/atau
pihak lain yang dikendalikan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
BAB VII
SANKSI
Pasal 31
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat , Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 30 Peraturan Menteri ini dikenai sanksi administratif.
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis untuk setiap jenis pelanggaran dan dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing- masing 1 (satu) bulan.
Dalam hal Menteri Keuangan menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan dapat menetapkan berlakunya jangka waktu pengenaan sanksi yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 1 (satu) tahun.
Dalam hal Badan Penyelenggara telah dikenai sanksi administrasi sampai dengan teguran tertulis ketiga dan belum menyelesaikan penyebab dikenakannya sanksi tersebut, Menteri Keuangan dapat melakukan peninjauan ulang terhadap penugasan penyelenggaraan program pensiun Pegawai Negeri Sipildan Pejabat Negara kepada Badan Penyelenggara.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Badan Penyelenggara harus menyelesaikan penempatan aset dalam bentuk investasi penyertaan langsung dan investasi bangunan atau tanah dengan bangunan yang dimiliki oleh Badan Penyelenggara sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
Laporan perkembangan penyelesaian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan setiap triwulan.
Segala biaya yang timbul terkait dengan penyelesaian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan dengan hasil yang diperoleh dari penyelesaian penempatan aset tersebut.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2017 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA