MENTERJ KEUANGAN REPUBUK INDONES!A MENTERJ KEUANGAN REPUBUK INDONES!A PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah diatur ketentuan mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ten tang Pengampunan Pajak; nTSTRTRUSI II b. bahwa guna meningkatkan pelayanan dan lebih memberikan kepastian hukum dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ten tang Pengampunan Pajak, perlu melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 huruf a, huruf d, dan huruf e Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Mengingat Menetapkan DISTRIBUSI II - 2 - Pengampunan Pajak, perlu menetapkan Peraturari Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 ten tang Pelaksanaan U ndang-U ndang N om or 11 Tah un 2 O 16 tentang Pengampunan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1043);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Informasi mengenai identitas Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu:
untuk Wajib Pajak orang pribadi, memuat:
nama;
alamat;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
Nomor Induk Kependudukan atau nomor paspor; dan DTSTRIBUSI II 5. nomor surat izin usaha, bagi yang memiliki;
untuk Wajib Pajak badan, memuat:
nama;
alamat;
Nomor Pokok Wajib Pajak; clan 4. nomor surat izin usaha.
Ketentuan ayat (5) clan ayat (10) Pasal 13 diubah clan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (11), sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
membayar Uang Tebusan;
melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan clan/ atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi W ajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; clan f. mencabut permohonan clan/ atau pengajuan:
pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak clan/ atau Surat Tagihan Pajak;
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
DISTRIBUSI II 4 pengurangan a tau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
keberatan;
pembetulan atas Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak dan/atau surat keputusan;
banding;
gugatan; dan / a tau 9. peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan/atau pengajuan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Bagi Wajib Pajak yang bermaksud mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus:
mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Bank Persepsi dan menginvestasikan Harta tambahan dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun:
sebelum tanggal 31 Desember 2016, bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif U ang Te busan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b angka 1 dan angka 2; dan/atau
sebelum tanggal 31 Maret 2017, bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif U ang Te bus an se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b angka 3; dan b. melampirkan surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan se bagaimana dimaksud pada h uruf a dengan menggunakan format sesum contoh DISTRIBUSI II sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Menteri ini.
Dalam hal Wajib Pajak yang bermaksud mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengalihkan Harta tambahan dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri, jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Wajib Pajak menempatkan Harta tambahannya di cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri dimaksud.
Cabang Bank Persepsi yang berada di luar negen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengalihkan Harta tambahan dimaksud ke Bank Persepsi di dalam negeri paling lama pada hari kerj a berikutnya sejak Harta tambahan tersebut ditempatkan di cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri.
Bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak:
tidak dibolehkan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan; dan
harus melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan yang telah berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan menggunakan format sesuai contoh DISTRIBUSI II sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C Peraturan Menteri ini.
Surat Pernyataan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
bukti pembayaran Uang Tebusan berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara;
bukti pelunasan Tunggakan Pajak berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara dan/atau surat setoran bukan pajak beserta daftar rincian Tunggakan Pajak, bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak;
daftar rmcian Harta dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri ini beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan;
daftar nncian Utang dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri ini serta dokumen pendukung;
bukti pelunasan pajak yang .tidak atau kurang dibayar a tau yang tidak seharusnya dikembalikan berupa:
surat setoran pajak; atau
bukti penerimaan negara, bagi Wajib Pajak yang sedang pemeriksaan bukti penyidikan Tindak permulaan Pidana di dilakukan dan/atau Bi dang Perpajakan, dengan disertai informasi tertulis dari Direktur Jenderal Pajak melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan atau kepala unit pelaksana penyidikan;
fotokopi SPT PPh Terakhir atau salinan berupa cetakan SPT PPh Terakhir yang disampaikan secara elektronik, bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat }(} DTSTRIBUSI II Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; clan g. surat pernyataan mencabut permohonan clan/ atau pengajilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E Peraturan Menteri ini.
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan tarif Uang Te bus an se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 O ayat (3), selain harus melampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b clan ayat (6), Wajib Pajak dimaksud han1s menyampaikan surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha dengan menggunakan format sesuai con toh se bagaimana tercan tum dalam Lampiran huruf F Peraturan Menteri ini.
Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha se bagaimana dimaksud dalam Pas al 12 dan sudah menyampaikan SPT PPh Terakhir, SPT PPh Terakhir terse but se bagai penggan ti surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Dalam hal W ajib Pajak memiliki Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle (SPV), W ajib Pajak harus mengungkapkan kepemilikan Harta beserta Utang yang berkaitan secara langsung dengan Harta dimaksud dalam daftar rincian Harta dan Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c clan huruf d.
Daftar rincian Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan daftar nnc1an Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d, harus disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) clan salinan digital (softcopy). DISTRIBUSI II (11) Ketentuan mengenai penyampaian salinan digital (softcopy) sebagaimana climaksucl pacla ayat ( 1 O) ticlak berlaku bagi Wajib Pajak clengan kriteria tertentu.
Di antara Pasal 13 dan Pasal 14, disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 13A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan merupakan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Wajib Pajak dimaksud juga harus melampirkan clokumen berupa:
fotokopi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (annual tax return) perusahaan incluk untuk Tahun Pajak Terakhir yang sudah disampaikan pada otoritas perpajakan di negara tempat perusahaan induk terdaftar;
fotokopi laporan keuangan konsoliclasi perusahaan induk untuk Tahun Pajak Terakhir; clan c. surat yang menyatakan bahwa Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan belum pernah dilaporkan clalam clokumen sebagaimana climaksud pada huruf a dan huruf
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 14A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14A
Dalam hal terjacli keadaan yang mengakibatkan ticlak clapat clilaksanakannya proseclur penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) clan ayat (8), berupa:
kebakaran;
bencana alam; DTSTRIBUSI II c. kerusuhan;
gangguan pada 3anngan termasuk gangguan pada server atau pemadaman listrik; dan/atau
keadaan luar biasa yang terjadi pada akhir periode penyampaian Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak melaksanakan prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan.
Prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
prosedur penenmaan untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
prosedur penenmaan untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e yang dilaksanakan dengan penerbitan tanda terima sementara Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak yang menerima tanda terima sementara Surat Pernyataan se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berhak atas tarif Uang Tebusan yang berlaku pada saat tanggal tanda terima sementara Surat Pernyataan dimaksud diterbitkan.
Di antara ayat (2) clan ayat (3) Pasal 15 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf b harus dibayar lunas ke kas negara melalui Bank Persepsi.
Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadministrasikan sebagai Pajak Penghasilan Non Migas Lainnya. DISTRIBUSI II (2a) Uang Tebusan sebagaitnana climaksucl pacla ayat (1) cliperlakukan sebagai Pajak Penghasilan clan ticlak boleh clikurangkan untuk menentukan besarnya penghasilan: kena pajak.
Pembayaran Uang Tebusan clilakukan clengan menggunakan Kode Akun Pajak 411129 dan Kocle J enis Seto ran 512.
Pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan surat setoran pajak dan/atau bukti penerimaan negara yang berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan setelah menclapatkan validasi.
Surat setoran pajak dan/atau bukti penenmaan negara sebagaimana dimakslid pada ayat (4) dinyatakan sah dalam hal telah divalidasi dengan N omor Transaksi Penerimaan Negara yang cliterbitkan melalui modul penerimaan negara.
Dalam hal terjadi kesalahan penulisan Kode Akun Pajak clan/ atau Kode Jenis Setoran pacla surat setoran pajak atau bukti penerimaaan negara, Direktur Jencleral Pajak atas permintaan Wajib Pajak melakukan pemindahbukuan ke Kode Akun Pajak clan Kode Jenis Setoran sebagaimana climaksud pada ayat (3).
Ketentuan ayat (2) Pasal 16 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) clisisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (la), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
Tunggakan Pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf c merupakan Tunggakan Pajak berclasarkan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, surat keputusan, atau putusan, yang cliterbitkan sebelum Wajib Pajak· menyampaikan Surat Pernyataan. DTSTRIBUSI II (la) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk putusan yang diterbitkan oleh:
selain badan peradilan pajak; dan/atau
Mahkamah Agung atas putusan yang sebelumnya bukan merupakan putusan badan peradilan paj ak.
Terhadap Tunggakan Pajak yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
Tunggakan Pajak termasuk biaya penagihan pajak yang timbul sehubungan dengan adanya tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak;
dalam hal Tunggakan Pajak telah dibayar sebagian sebelum tanggal 1 Juli 2016, penghitungan besarnya Tunggakan Pajak dihitung secara proporsional antara besarnya pokok pajak dengan sanksi administrasi berdasarkan data yang terdapat dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
dalam hal data yang terdapat dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak memuat secara rinci penghitungan besarnya sanksi administrasi, besarnya sanksi administrasi dihitung sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak atau surat ketetapan pajak.
Cara penghitungan besarnya Tunggakan Pajak yang dilakukan secara proporsional antara besarnya pokok pajak dengan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G Peraturan Menteri ini. DISTRIBUSI II 7. Ketentuan ayat (1) Pasal 21 diubah sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Atas penyampaian Surat Pernyataan, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal:
tanda terima Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8), a tau b. tanda terima sementara Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14A ayat (2) huruf b, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J Peraturan Menteri ini dan mengirimkannya kepada Wajib Pajak.
Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan yang disampaikan Wajib Pajak dianggap diterima sebagai Surat Keterangan.
Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah j angka waktu se bagaimana dimaksud pad a ayat (2) berakhir, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan.
Dalam hal terdapat:
kesalahan tulis dalam Surat Keterangan; dan/atau b. kesalahan hitung dalam Surat Keterangan, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar dapat menerbitkan Keterangan. surat pembetulan atas Surat DISTRIBUSI II 8. Ketentuan ayat (5) Pasal 24 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak.
Atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal:
permohonan pengalihan hak; atau
penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta tersebut belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak, dilakukan dalam jangka waktu paling lam bat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.
(2a) Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih atas nama:
pihak perantara digunakan oleh (nominee) Wajib yang namanya Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan;
pemberi hibah;
pewaris; atau /{) DISTRIBUSI II cl. salah satu ahli wans, clalam hal tanah clan/ atau bangunan terse but telah terbagi.
(2b) Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana climaksucl pada ayat (2) tidak cliberikan dalam hal:
telah terjacli pembelian tanah clan/ atau bangunan oleh Wajib Pajak clari pengembang (developer); dan
terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana climaksud pacla huruf a belum clilakukan balik nama clari penge_mbang (developer) kepacla Wajib Pajak.
Harta ticlak bergerak berupa tanah clan/ atau bangunan yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksucl pada ayat (2) adalah Barta tambahan yang telah cliperoleh clan/ a tau dimiliki Wajib Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir.
Pajak Penghasilan yang terutang atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dengan terlebih clahulu memperoleh surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak.
Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar sebelum clilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksucl pacla ayat (1) clengan melampirkan:
fotokopi Surat Keterangan;
fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi clan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang clibaliknamakan;
fotokopi dokumen kepemilikan atas Harta yang masih atas nama pihak-pihak sebagaimana ' nT*'T'RTRT JjT TT dimaksud pad a ayat (2a), clan akan dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak; dan
surat pernyataan kepemilikan Harta yang di baliknamakan yang tel ah dilegalisasi oleh notaris.
Surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berisi pembebasan Pajak Penghasilan yang terutang bagi pihak yang mengalihkan Harta tidak bergerak berupa tanah · dan/ a tau bangunan dan berlaku sepanJang digunakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang belum dilunasi yang terdapat pada:
Surat Tagihan Pajak;
surat ketetapan pajak;
surat keputusan, dan/ a tau d. putusan, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak.
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. DISTRIBUSI II (3) Penghapusan atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat diberikan setelah Wajib Pajak memperoleh Surat Keterangan.
Penghapusan atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wilayah kerjanya meliputi kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan penghapusan sanksi administrasi.
Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara J abatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diterbitkan untuk satu atau lebih produk hukum se bagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Surat Keterangan telah diterbitkan dan Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi belum diterbitkan, atas sanksi administrasi tersebut dihapuskan dengan tidak dilakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
Wajib Pajak yang telah menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang memuat:
realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; dan/atau nTQ'T'h>TRT T)T TT b. penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.
Penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
laporan d _ isampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan c. laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L Peraturan Menteri Keuangan ini.
Penyampaian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan c. . laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M Peraturan Menteri ini. r\TCYT'DTQT TC!T TT (4) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 47 clan Pasal 48 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 4 7 A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47A
Dalam hal data clan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 juga dimiliki clan digunakan oleh otoritas yang berwenang untuk melakukan penanganan tindak pidana yang bersifat Transnational Organized Crimes (TOC) meliputi narkotika, psikotropika, clan obat terlarang, terorisme, clan/ atau perdagangan manusia, otoritas yang berwenang dimaksud tetap dapat melaksanakan tugasnya sesuai peraturan perundang undangan terkait.
Di antara Pasal 50 clan Pasal 51 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal SOA clan Pasal SOB yang berbunyi sebagai berikut: Pasal SOA (1) Ketentuan yang berisi pengaturan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, termasuk mengenai:
penegasan atau nnc1an subjek pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu yang dapat tidak menggunakan haknya dalam Pengampunan Pajak;
kriteria harta warisan clan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak;
perlakuan terhadap Barta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan atau Barta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan obj ek Paja I nTiTRTRUSI II Penghasilan, dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan T ^a hunan Pajak Penghasilan;
perlakuan atas nilai waJar Harta yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
penyesuaian terhadap format dan 1s1an dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak, tata cara, dan jangka waktu penyampaiannya; dan
penentuan Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan salinan digital (softcopy) Daftar Rincian Harta dan Utang; diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tetap berlaku sepanJang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal SOB (1) Dalam hal Wajib Pajak:
memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal SOA ayat (1) huruf a, dan/atau b. hanya memiliki Harta tambahan berupa harta wansan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal SOA ayat (1) huruf b, dan telah menyampaikan Surat Pernyataan dapat memilih untuk tidak menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan dengan menggunakan format dokumen DISTRIBUSI II sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Penyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat:
tanggal 30 Oktober 2016, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku; atau
30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterbitkan, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan setelah Peraturan Menteri m1 berlaku.
Dalam hal pencabutan atas Surat Pernyataan disampaikan sebelum Surat Keterangan diterbitkan, Surat Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan.
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanda terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8) atau tanda terima sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14A ayat (2) huruf b dan/atau Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 menjadi tidak berlaku.
Bagi Wajib Pajak yang menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
Surat Keterangan yang telah diterbitkan batal demi hukum;
Wajib Pajak dianggap tidak mengikuti Pengampunan Pajak; dan
Wajib Pajak tidak diberikan fasilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengampunan Pajak.
Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. /f} www.jdih.kemenkeu.go.id
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
nr.qTRTRTJST II www.jdih.kemenkeu.go.id
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 2016 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 September 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1438 DISTRIBUSI II www.jdih.kemenkeu.go.id