bahwa Pengelola Barang dapat menunjuk Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara untuk melakukan pengelolaan Barang Milik Negara sebagai Aset Kelolaan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, meningkatkan penerimaan negara, dan memberikan manfaat sosial dan/atau manfaat ekonomi;
bahwa untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan Aset Kelolaan oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara, diperlukan pengaturan terkait tata kelola dengan memperhatikan tujuan pembentukan Badan Layanan Umum, praktik bisnis yang sehat, dan pelaksanaan optimalisasi Barang Milik Negara;
bahwa pengaturan pengelolaan Aset Kelolaan oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara perlu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 589);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA OLEH BADAN LAYANAN UMUM LEMBAGA MANAJEMEN ASET NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah Menteri Keuangan.
Pengguna Barang adalah Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas Penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Menteri Keuangan adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disingkat LMAN adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang melaksanakan tugas dan fungsi manajemen aset negara dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Aset Kelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disebut Aset Kelolaan adalah aset yang dikelola oleh LMAN yang dapat dijadikan sumber daya ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang dan memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial.
Aset Layanan Konsultasi yang selanjutnya disebut Aset Konsultasi adalah aset Mitra yang dikerjasamakan dengan LMAN dalam rangka meningkatkan nilai tambah aset.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Utama adalah pemimpin LMAN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian berupa Aset Kelolaan pada saat tertentu.
Mitra adalah pihak yang melakukan perikatan dalam rangka Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan LMAN.
Pihak Lain adalah pihak selain Menteri Keuangan, Direktur Jenderal, dan Direktur Utama.
Seleksi Pemilihan adalah bentuk pemilihan Mitra guna pengalokasian hak Pemanfaatan atas pengelolaan Aset Kelolaan melalui penawaran secara tertulis untuk memperoleh penawaran tertinggi.
Lelang Hak Menikmati Barang adalah bentuk pemilihan Mitra dengan lelang atas hak yang memberi wewenang untuk menikmati atau memanfaatkan Aset Kelolaan dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset Kelolaan yang dilakukan oleh LMAN, dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa Guna adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan oleh Mitra dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang.
Kerja Sama Pendayagunaan yang selanjutnya disingkat KSPd adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan melalui pembangunan aset baru pada Aset Kelolaan oleh Mitra, yang selanjutnya dilakukan pendayagunaan oleh Mitra dalam jangka waktu tertentu.
Kerja Sama Operasional yang selanjutnya disingkat KSO adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan pelaksanaan pengembangan bisnis atas Aset Kelolaan antara LMAN dan Mitra secara bersama-sama dalam jangka waktu tertentu.
Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen yang selanjutnya disingkat KSM adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari Mitra, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan LMAN.
Pemakaian Sementara adalah Pemanfaatan sebagian Aset Kelolaan oleh Mitra dalam jangka waktu dan dengan kriteria tertentu tanpa dikenakan biaya Pemanfaatan.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN kepada Pihak Lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN yang dilakukan antara LMAN dengan Pihak Lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Aset Kelolaan berupa BMN.
Penghapusan adalah tindakan menghapus catatan Aset Kelolaan berupa BMN dari daftar BMN pada LMAN dengan menerbitkan keputusan Direktur Utama, untuk membebaskan LMAN dari tanggung jawab administratif dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset Kelolaan LMAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tarif Pemanfaatan adalah imbal hasil tetap/variabel, kompensasi, imbalan jasa ( fee ), pembagian pendapatan, pembagian keuntungan, dan/atau manfaat lain yang diterima atau didapatkan oleh LMAN dari hasil Pemanfaatan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah ditentukan jumlah dan waktu pembayaran, dalam bentuk uang ataupun selain uang.
Faktor Penyesuai adalah besaran persentase atau indeks yang digunakan untuk menentukan besaran imbalan atas Pemanfaatan Aset Kelolaan.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan pengelolaan BMN pada LMAN, yang meliputi:
Aset Kelolaan; dan
Aset Konsultasi.
Aset Kelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk tetapi tidak terbatas pada:
BMN yang diserahkelolakan oleh Direktorat Jenderal kepada LMAN, termasuk kekayaan negara lainnya;
BMN yang diperoleh LMAN melalui pengadaan yang dibiayai dari Bagian Anggaran BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian Anggaran 999.03); dan
BMN hasil pelaksanaan perjanjian dan/atau bentuk perikatan lainnya.
Aset Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk tetapi tidak terbatas pada:
BMN pada Pengelola Barang; dan
BMN pada Pengguna Barang.
Pasal 3
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara merupakan Pengelola Barang atas BMN pada LMAN.
Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan
pejabat struktural di lingkungan LMAN dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pelimpahan wewenang dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan.
Pasal 4
Direktur Utama memiliki tugas melakukan pengelolaan atas BMN pada LMAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat .
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama berwenang menetapkan pedoman pengelolaan BMN sesuai dengan batasan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan/atau sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Pengelola Barang.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam pengelolaan atas Aset Konsultasi Direktur Utama memperhatikan pula maksud dan tujuan dilakukannya kerja sama pengelolaan Aset Konsultasi.
Pasal 5
Pengelolaan Aset Kelolaan meliputi:
perencanaan dan pengadaan;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan;
Penghapusan;
Penatausahaan; dan
pengawasan dan pengendalian.
BAB II
PERENCANAAN DAN PENGADAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
Perencanaan atas Aset Kelolaan dituangkan dalam bentuk dokumen rencana kerja.
Dokumen rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu dokumen sumber dalam penyusunan rencana bisnis dan anggaran LMAN.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan Aset Kelolaan dilakukan untuk:
mendukung optimalisasi atas pengelolaan BMN; dan/atau b. mengadakan Aset Kelolaan baru.
Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Badan Layanan Umum.
Bagian Ketiga
Teknis Pelaksanaan Perencanaan dan Pengadaan
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan perencanaan dan pengadaan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB III
PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Umum Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 9
Pemanfaatan dilaksanakan dalam rangka:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset Kelolaan untuk meningkatkan penerimaan negara;
mencegah penggunaan Aset Kelolaan oleh Pihak Lain secara tidak sah;
meningkatkan nilai Aset Kelolaan dalam rangka peningkatan kebermanfaatan Aset Kelolaan; dan/atau d. memberikan manfaat ekonomi dan/atau manfaat sosial.
Aset Kelolaan yang menjadi objek Pemanfaatan dilarang dijaminkan atau digadaikan.
Pemanfaatan dilakukan dengan tidak mengubah status kepemilikan Aset Kelolaan.
Pemanfaatan dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum.
Pasal 10
LMAN bertanggung jawab untuk memastikan Aset Kelolaan telah siap digunakan sebagai objek Pemanfaatan, termasuk dalam hal terdapat kewajiban yang belum terselesaikan atas Aset Kelolaan tersebut.
Dalam proses penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dapat meminta bantuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu dan/atau verifikasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang. Paragraf 2 Objek Pemanfaatan
Pasal 11
Objek Pemanfaatan meliputi Aset Kelolaan berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan.
Objek Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk sebagian ruang, kapasitas, jumlah, dan/atau keseluruhan Aset Kelolaan yang berada di bawah/di atas permukaan tanah. Paragraf 3 Bentuk Pemanfaatan
Pasal 12
Bentuk Pemanfaatan meliputi:
Sewa Guna;
KSPd;
KSO; dan
KSM.
Selain bentuk Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dapat melakukan pula Pemanfaatan dalam bentuk:
Sewa;
Pinjam Pakai;
Kerja Sama Pemanfaatan;
Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna; dan
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN.
Bagian Kedua
Sewa Guna Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 13
Sewa Guna dilakukan dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi tanpa memperhitungkan risiko keuangan dan risiko operasional Mitra Sewa Guna.
Sewa Guna dapat dilakukan terhadap Aset Kelolaan yang termasuk dalam kategori aset komersial atau aset non komersial.
Mitra Sewa Guna dapat menyewakan kembali objek Sewa Guna dengan persetujuan Direktur Utama.
Selama jangka waktu Sewa Guna, Mitra Sewa Guna dapat mengubah bentuk objek Sewa Guna sepanjang:
tidak mengubah konstruksi dasar bangunan; dan
pelaksanaannya dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Direktur Utama. Paragraf 2 Mitra Sewa Guna
Pasal 14
Pihak yang dapat menjadi Mitra Sewa Guna meliputi:
Kementerian/Lembaga;
Pemerintah Daerah;
Pemerintah Desa;
Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Desa;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
Koperasi;
Yayasan;
badan hukum lainnya;
Pemerintah negara lain;
badan usaha dalam negeri;
badan usaha luar negeri;
institusi atau organisasi dalam negeri atau luar negeri; atau m. perorangan. Paragraf 3 Pemilihan Mitra Sewa Guna
Pasal 15
Pemilihan Mitra Sewa Guna dapat dilakukan dengan mekanisme:
penunjukan langsung; atau
Lelang Hak Menikmati Barang. Paragraf 4 Periode dan Jangka Waktu Sewa Guna
Pasal 16
Sewa Guna dilakukan dengan menggunakan periode sebagai berikut:
periode tahun;
periode bulan;
periode hari; atau
periode jam.
Pasal 17
Jangka waktu Sewa Guna dapat dilakukan:
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang;
lebih dari 5 (lima) tahun dan paling lama 50 (lima puluh) tahun, untuk Mitra Sewa Guna:
dengan nilai keekonomian yang memerlukan waktu lebih dari 5 (lima) tahun; atau
ditentukan lain dalam peraturan perundang- undangan.
Jangka waktu Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan perpanjangan.
Pasal 18
Mitra Sewa Guna dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa Guna kepada Direktur Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Mitra Sewa Guna paling lambat:
2 (dua) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Sewa Guna, untuk Sewa Guna dengan periode per tahun; atau
10 (sepuluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu Sewa Guna, untuk Sewa Guna dengan periode per bulan.
Perpanjangan jangka waktu Sewa Guna hanya dapat diajukan permohonannya sepanjang Mitra Sewa Guna telah memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian Sewa Guna periode berjalan.
Direktur Utama melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
permohonan dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat persetujuan; atau
permohonan tidak dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat penolakan disertai alasannya.
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Utama dan Mitra Sewa Guna menandatangani perjanjian Sewa Guna. Paragraf 5 Formula Tarif Sewa Guna
Pasal 19
Komponen perhitungan tarif Sewa Guna terdiri atas:
tarif pokok Sewa Guna; dan
Faktor Penyesuai.
Pasal 20
Tarif pokok Sewa Guna merupakan nilai wajar atas Sewa Guna Aset Kelolaan.
Nilai wajar atas Sewa Guna Aset Kelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil Penilaian dari Penilai.
Pasal 21
Faktor Penyesuai ditentukan dengan mempertimbangkan:
tujuan Sewa Guna;
periode Sewa Guna;
tingkat risiko;
tingkat pengembalian yang diharapkan ( expected return ); dan/atau
rasio kelayakan tarif.
Faktor Penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dalam persentase dan/atau indeks.
Pasal 22
Besaran Faktor Penyesuai Sewa Guna untuk tujuan bisnis ditetapkan sebesar 100% (seratus persen).
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap:
koperasi yang dibentuk dan beranggotakan Aparatur Sipil Negara/anggota Tentara Nasional Indonesia/anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang tujuan pendiriannya untuk kesejahteraan anggota, Faktor Penyesuai Sewa Guna ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen); atau
pelaku usaha perorangan berskala ultra mikro, mikro, dan kecil, Faktor Penyesuai Sewa Guna ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 100% (seratus persen).
Besaran Faktor Penyesuai Sewa Guna untuk tujuan non bisnis ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima persen).
Besaran Faktor Penyesuai Sewa Guna untuk tujuan sosial dan/atau penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan ditetapkan sebesar 0% (nol persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen).
Besaran Faktor Penyesuai Sewa Guna untuk tujuan penyediaan infrastruktur ditetapkan sebagai berikut:
infrastruktur transportasi:
1% (satu persen) sampai dengan 30% (tiga puluh persen) untuk pelabuhan laut dan pelabuhan sungai dan/atau danau;
1% (satu persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) untuk bandar udara, terminal, dan perkeretaapian;
infrastruktur jalan sebesar 7% (tujuh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
infrastruktur sumber daya air dan pengairan sebesar 7% (tujuh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
infrastruktur air minum sebesar 5% (lima persen) sampai dengan 30% (tiga puluh persen);
infrastruktur air limbah sebesar 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen);
infrastruktur telekomunikasi dan informatika sebesar 20% (dua puluh persen) sampai dengan 85% (delapan puluh lima persen);
pembangkit listrik minihydro dan mikrohydro (<10 Megawatt ) dan tenaga air sebesar 0% (nol persen);
pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik, tenaga bayu, tenaga biomassa, tenaga biogas, tenaga sampah, dan tenaga panas bumi sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 30% (tiga puluh persen);
transmisi, distribusi dan instalasi tenaga listrik sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen);
sarana persampahan sebesar 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
infrastruktur minyak dan/atau gas bumi sebesar 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 90% (sembilan puluh persen).
Pasal 23
Mitra Sewa Guna perorangan dapat diberikan Faktor Penyesuai dengan besaran 5% (lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen), dengan ketentuan:
Sewa Guna dengan tujuan non bisnis atau sosial; dan b. hanya dapat diberikan terhadap Aset Kelolaan dengan kategori non komersial.
Faktor Penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang Mitra Sewa Guna menyertakan dokumen yang dapat membuktikan Mitra Sewa Guna dapat diberikan Faktor Penyesuai.
Pasal 24
Besaran Faktor Penyesuai untuk periodesitas Sewa Guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai berikut:
per tahun sebesar 100% (seratus persen);
per bulan sebesar 130% (seratus tiga puluh persen);
per hari sebesar 160% (seratus enam puluh persen); atau
per jam sebesar 190% (seratus sembilan puluh persen).
Pasal 25
Dalam kondisi tertentu, Direktur Utama dapat menetapkan besaran Faktor Penyesuai Sewa Guna dalam persentase tertentu, berdasarkan permohonan Mitra Sewa Guna.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penugasan pemerintah atas suatu proyek strategis nasional dan/atau industri strategis yang dilaksanakan oleh Pihak Lain sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam; atau
bencana sosial.
Besaran persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0% (nol persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen).
Pasal 26
Tarif Sewa Guna atas objek Sewa Guna ditetapkan oleh Direktur Utama.
Pengenaan tarif Sewa Guna dapat ditentukan berdasarkan volume dalam periode tertentu.
Direktur Utama dapat menetapkan tarif Sewa Guna dalam katalog Sewa Guna, yang berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat ditinjau ulang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan penetapan katalog Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang. Paragraf 6 Sewa Guna Kembali
Pasal 27
Mitra Sewa Guna dapat melakukan Sewa Guna kembali kepada Pihak Lain dengan persetujuan Direktur Utama.
Sewa Guna kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk sebagian dan/atau keseluruhan Aset Kelolaan.
Dalam kondisi tertentu, Direktur Utama dapat memberikan persetujuan Sewa Guna kembali dengan menyesuaikan:
jangka waktu Sewa Guna; dan
besaran tarif Sewa Guna.
Dalam hal terdapat penyesuaian jangka waktu atau besaran tarif Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan perubahan atau adendum perjanjian Sewa Guna. Paragraf 7 Pembayaran Sewa Guna
Pasal 28
Pembayaran uang Sewa Guna dilakukan setelah penandatanganan perjanjian Sewa Guna.
Pembayaran uang Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara:
sekaligus; atau
bertahap.
Pembayaran uang Sewa Guna secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah penandatanganan perjanjian Sewa Guna.
Pembayaran uang Sewa Guna secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan:
sesuai dengan periode Sewa Guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; dan
dengan ketentuan:
pembayaran Sewa Guna tahap pertama dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah penandatanganan perjanjian Sewa Guna; dan
pembayaran Sewa Guna tahap berikutnya dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal perjanjian Sewa Guna pada periode Sewa Guna berikutnya.
Pembayaran Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat dilakukan dengan cara transfer atau menggunakan virtual account .
Bukti atas penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Direktur Utama paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal dilakukannya penyetoran. Paragraf 8 Penundaaan Pembayaran ( Grace Period )
Pasal 29
Mitra Sewa Guna dapat diberikan penundaan pembayaran ( grace period ) dalam waktu tertentu tanpa dikenakan denda atas pelaksanaan Sewa Guna.
Penundaan pembayaran ( grace period ) dapat diberikan kepada Mitra Sewa Guna dalam hal Mitra Sewa Guna perlu terlebih dahulu melakukan renovasi, konstruksi, modifikasi, atau pekerjaan lainnya sebelum Mitra Sewa Guna dapat melakukan kegiatan usahanya di atas objek Sewa Guna.
Penundaan pembayaran ( grace period ) dapat diberikan paling lama 2 (dua) tahun.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal terdapat kondisi tertentu yang dapat menyebabkan tertundanya pelaksanaan proyek yang disebabkan bukan karena kelalaian atau kesengajaan, Direktur Utama dapat memberikan penundaan pembayaran ( grace period ) atas pelaksanaan Sewa Guna paling lama 5 (lima) tahun.
Penundaaan pembayaran ( grace period ) dapat dilakukan terhadap pembayaran sekaligus atau bertahap.
Dalam hal Mitra Sewa Guna diberikan penundaan pembayaran ( grace period ), Mitra Sewa Guna wajib melakukan pembayaran Sewa Guna paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak berakhirnya masa penundaan pembayaran ( grace period ). Paragraf 9 Perjanjian Sewa Guna
Pasal 30
Sewa Guna dituangkan dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Mitra Sewa Guna dan Direktur Utama.
Perjanjian Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis, luas, atau jumlah barang yang akan dilakukan Sewa Guna;
besaran dan jangka waktu Sewa Guna, termasuk periode Sewa Guna;
peruntukan Sewa Guna;
tanggung jawab Mitra Sewa Guna atas biaya operasional, pemeliharaan dan pengamanan atas objek Sewa Guna selama jangka waktu Sewa Guna;
hak dan kewajiban para pihak; dan
pengakhiran Sewa Guna.
Sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Sewa Guna berpedoman pada ketetapan Pengelola Barang, ketetapan Direktur Utama, atau kesepakatan sementara antara Direktur Utama dan Mitra Sewa Guna.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam hal:
Pihak Lain telah menggunakan aset sebelum menjadi Aset Kelolaan;
belum terdapat kesepakatan atas perjanjian;
terdapat potensi gangguan terhadap ketahanan nasional; dan/atau
belum adanya besaran nilai wajar atas Sewa Guna.
Kesepakatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya mengatur:
pertimbangan kesepakatan sementara;
para pihak;
jenis atau luas objek Sewa Guna;
besaran dan jangka waktu Sewa Guna, termasuk periode Sewa Guna;
peruntukan Sewa Guna; dan
tanggung jawab Mitra Sewa Guna atas biaya operasional, pemeliharaan, dan pengamanan atas objek Sewa Guna selama jangka waktu Sewa Guna.
Dalam hal Direktur Utama telah menetapkan tarif Sewa Guna dalam katalog Sewa Guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), kesepakatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diperlukan. Paragraf 10 Pengakhiran Sewa Guna
Pasal 31
Sewa Guna berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu Sewa Guna sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa Guna dan tidak dilakukan perpanjangan;
pengakhiran perjanjian Sewa Guna lebih awal, yang disepakati oleh Direktur Utama dan Mitra Sewa Guna;
pengakhiran perjanjian Sewa Guna secara sepihak oleh Direktur Utama;
berakhirnya perjanjian Sewa Guna; atau
ketentuan lain sesuai peraturan perundang- undangan.
Terhadap pengakhiran perjanjian Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besaran nilai Sewa Guna yang telah dibayarkan tidak dikembalikan.
Pengakhiran Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan dalam hal Mitra Sewa Guna tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa Guna.
Pengakhiran Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh Direktur Utama secara tertulis tanpa melalui pengadilan, setelah terlebih dahulu diberikan peringatan/pemberitahuan tertulis kepada Mitra Sewa Guna. Paragraf 11 Pengembalian Objek Sewa Guna
Pasal 32
Mitra Sewa Guna wajib mengembalikan objek Sewa Guna kepada LMAN dalam kondisi baik dan layak fungsi pada saat berakhirnya Sewa Guna.
Kondisi baik dan layak fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan perubahan objek Sewa Guna dari kondisi awal.
Pengembalian objek Sewa Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima.
LMAN melakukan pemeriksaan objek Sewa Guna sebelum dilaksanakannya penandatanganan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) guna memastikan objek Sewa Guna berada dalam kondisi baik dan layak fungsi.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atas objek Sewa Guna:
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi oleh Mitra Sewa Guna; dan
terdapat penambahan oleh Mitra Sewa Guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) yang secara ekonomis bermanfaat bagi LMAN, Direktur Utama menindaklanjuti dengan menandatangani berita acara serah terima.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atas objek Sewa Guna:
terdapat penambahan oleh Mitra Sewa Guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) yang secara ekonomis tidak bermanfaat bagi LMAN, Mitra Sewa Guna wajib melakukan pembongkaran atas penambahan tersebut pada saat berakhirnya perjanjian, dengan biaya dan tanggung jawab yang dibebankan pada Mitra Sewa Guna; dan
Direktur Utama menandatangani berita acara serah terima setelah selesainya pelaksanaan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Bagian Ketiga
KSPd Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 33
KSPd dilaksanakan dengan pembangunan aset baru oleh Mitra KSPd di atas Aset Kelolaan.
Hasil dari pembangunan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat permanen dan/atau melekat pada Aset Kelolaan merupakan hasil KSPd dan diserahkan kepada LMAN sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
Biaya persiapan KSPd sebelum ditetapkannya Mitra KSPd yang dikeluarkan oleh LMAN:
dapat dibebankan kepada Mitra KSPd; dan
dibayarkan kepada LMAN bersamaan dengan pembayaran imbal hasil tetap tahun pertama.
Biaya persiapan KSPd setelah ditetapkannya Mitra KSPd ditanggung oleh Mitra KSPd.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), biaya persiapan KSPd setelah ditetapkannya Mitra KSPd dapat dibebankan pada pelaksanaan KSPd sepanjang berkaitan dengan:
investasi jangka panjang Mitra KSPd atas pelaksanaan KSPd yang dibutuhkan untuk menumbuhkan bisnis KSPd dan membawa keuntungan kepada bisnis KSPd dalam jangka panjang; dan/atau
persiapan teknis operasional pelaksanaan KSPd.
Segala kewajiban dan risiko yang timbul dari perikatan yang dibuat oleh Mitra KSPd sebelum atau pada masa pelaksanaan KSPd menjadi tanggung jawab dan beban Mitra KSPd sepenuhnya.
Pasal 34
Mitra KSPd wajib menyampaikan laporan keuangan kepada Direktur Utama sebagai bentuk pengendalian atas pelaksanaan KSPd.
Direktur Utama melakukan monitoring dan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh Mitra KSPd dalam periode tertentu sesuai dengan perjanjian KSPd. Paragraf 2 Pihak Pelaksana KSPd
Pasal 35
Pihak yang dapat menjadi Mitra KSPd meliputi:
Kementerian/Lembaga;
Pemerintah Daerah;
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
badan usaha dalam negeri yang berbadan hukum;
badan usaha luar negeri yang berbadan hukum Indonesia; atau
swasta, kecuali perorangan. Paragraf 3 Pemilihan Mitra KSPd
Pasal 36
Pemilihan Mitra KSPd dilakukan melalui mekanisme:
seleksi pemilihan; atau
penunjukan langsung.
Pemilihan Mitra KSPd dilakukan dengan ketentuan:
dalam rangka optimalisasi Aset Kelolaan;
dapat diprakarsai oleh LMAN atau calon Mitra KSPd;
ditetapkan oleh Direktur Utama;
tertib administrasi; dan
tertib pelaporan.
Calon Mitra KSPd sebagai pemrakarsa dapat menyusun proposal/studi kelayakan/analisis kelayakan bisnis.
Calon Mitra KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik ( right to match ), sesuai dengan hasil Penilaian dalam seleksi pemilihan; atau
pembelian prakarsa KSPd oleh pemenang seleksi pemilihan, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicantumkan dalam penetapan atau persetujuan Direktur Utama. Paragraf 4 Jangka Waktu KSPd
Pasal 37
Jangka waktu KSPd paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian KSPd ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Dalam hal KSPd dilakukan terhadap penyediaan infrastruktur, jangka waktu KSPd dapat ditetapkan paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian KSPd ditandatangani dan dapat diperpanjang. Paragraf 5 Perpanjangan Jangka Waktu KSPd
Pasal 38
Mitra KSPd dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu KSPd kepada Direktur Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Mitra KSPd paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu KSPd Aset Kelolaan.
Perpanjangan jangka waktu KSPd hanya dapat diajukan permohonannya sepanjang Mitra KSPd telah memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian KSPd periode berjalan.
Direktur Utama melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
permohonan dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat persetujuan; atau
permohonan tidak dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat penolakan disertai alasannya.
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Utama dan Mitra KSPd menandatangani perjanjian KSPd. Paragraf 6 Aset Hasil KSPd
Pasal 39
Aset hasil KSPd dapat berupa:
tanah dan/atau bangunan;
selain tanah dan/atau bangunan; dan/atau
aset lainnya.
Aset hasil KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi BMN sejak diserahkan kepada LMAN.
Dalam hal Mitra KSPd belum menyelesaikan seluruh kewajiban yang melekat pada aset hasil KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mitra KSPd wajib menyelesaikannya sebelum dilakukan penyerahan kepada LMAN.
Dalam hal aset hasil KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki nilai ekonomis, Mitra KSPd wajib membongkar aset hasil KSPd tersebut dan mengembalikan Aset Kelolaan sebagaimana kondisi sebelum dilakukan KSPd.
Pasal 40
Dalam pelaksanaan KSPd, Mitra KSPd dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan aset hasil KSPd. Paragraf 7 Imbal Hasil Tetap dan Imbal Hasil Variabel
Pasal 41
Pendapatan LMAN yang wajib disetorkan Mitra KSPd selama jangka waktu KSPd, terdiri atas:
imbal hasil tetap; dan
imbal hasil variabel.
Besaran pendapatan LMAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati dalam perjanjian KSPd.
Pasal 42
Imbal hasil tetap dan/atau imbal hasil variabel dapat berupa uang dan/atau selain uang.
Besaran imbal hasil selain uang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan atau nilai keekonomian Mitra KSPd.
Mitra KSPd dapat melakukan pembayaran dengan selain uang paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah imbal hasil tetap dan imbal hasil variabel.
Bentuk pembayaran dengan selain uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
tanah dan/atau bangunan;
saham;
emas;
konsesi; atau
Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Terhadap pembayaran yang dilakukan dengan selain uang, besaran nilai pembayaran mempertimbangkan:
hasil analisis;
hasil Penilaian; dan
status, luasan, lokasi, dan kelayakan tanah dan/atau bangunan untuk pembayaran dengan selain uang berupa tanah dan/atau bangunan.
Pembayaran dengan selain uang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam perjanjian KSPd.
Imbal hasil tetap dan/atau imbal hasil variabel menggunakan nilai berdasarkan nilai perolehan barang pengganti, hasil konversi pada waktu tertentu, nilai kontrak, nilai investasi, atau nilai hasil Penilaian oleh Penilai. Paragraf 8 Penghitungan Imbal Hasil Tetap
Pasal 43
Imbal hasil tetap dihitung dengan mempertimbangkan:
besaran persentase imbal hasil tetap; dan
nilai wajar objek KSPd.
Besaran persentase imbal hasil tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Utama dari hasil perhitungan tim yang dibentuk Direktur Utama dengan mempertimbangkan hasil Penilaian.
Nilai wajar objek KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan:
hasil Penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik, untuk objek KSPd berupa tanah dan/atau bangunan; atau
hasil Penilaian oleh tim yang dibentuk Direktur Utama, untuk objek KSPd selain tanah dan/atau bangunan.
Pasal 44
Besaran imbal hasil tetap pelaksanaan KSPd sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dapat meningkat setiap tahun, dengan memperhatikan estimasi kenaikan tingkat inflasi.
Pasal 45
Dalam kondisi tertentu, Direktur Utama dapat menetapkan besaran Faktor Penyesuai untuk imbal hasil tetap dengan persentase tertentu, berdasarkan permohonan Mitra KSPd.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
dalam rangka penyediaan infrastruktur;
dalam rangka Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha;
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam; atau
bencana sosial.
Besaran persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen).
Besaran Faktor Penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan analisis atau kajian keekonomian yang dilakukan oleh LMAN. Paragraf 9 Penghitungan Imbal Hasil Variabel
Pasal 46
Persentase imbal hasil variabel dilakukan dengan mempertimbangkan:
nilai investasi LMAN;
nilai investasi Mitra KSPd;
risiko yang ditanggung Mitra KSPd; dan
tingkat pengembalian ( internal rate of return /IRR) dan nilai sekarang bersih ( net present value /NPV) yang diterima oleh Mitra KSPd.
Besaran nilai investasi LMAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada nilai wajar objek KSPd.
Besaran nilai investasi Mitra KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada proposal yang membuktikan adanya ketersediaan modal yang dimiliki oleh Mitra KSPd dalam rangka pelaksanaan KSPd.
Perhitungan imbal hasil variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Direktur Utama dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Direktur Utama dengan mempertimbangkan hasil Penilaian.
Pasal 47
Perhitungan imbal hasil variabel dihitung dari:
penjualan;
pendapatan;
laba bruto;
pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi ( earning before interest, tax, depreciation, and amortization /EBITDA);
laba sebelum bunga dan pajak ( earning before interest and tax /EBIT);
pendapatan setelah pajak ( earning after tax /EAT) tanpa beban bunga;
laba bersih; atau
arus kas bersih kegiatan operasi dan investasi.
Pasal 48
Besaran imbal hasil variabel dapat ditinjau kembali oleh Direktur Utama.
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
terdapat indikasi ketidaksesuaian laporan keuangan yang disampaikan oleh Mitra KSPd secara periodik;
terdapat ketidaksesuaian antara nilai investasi aktual Mitra KSPd dengan yang disampaikan melalui proposal;
terdapat pengembangan dan/atau perluasan bisnis; dan/atau c. cakupan kegiatan bisnis diperkecil.
Pasal 49
Dalam hal Mitra KSPd berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk penyediaan infrastruktur, imbal hasil tetap dan imbal hasil variabel dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari perhitungan tim yang dibentuk oleh Direktur Utama.
Penetapan imbal hasil tetap dan imbal hasil variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang dibuktikan dengan laporan keuangan Mitra KSPd yang telah diaudit dan mempertimbangkan hasil analisis kelayakan bisnis KSPd oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Utama.
Besaran imbal hasil tetap dan imbal hasil variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Utama. Paragraf 10 Pembayaran Imbal Hasil Tetap dan Imbal Hasil Variabel
Pasal 50
Pembayaran imbal hasil tetap tahun pertama ke rekening LMAN oleh Mitra KSPd dilakukan secara sekaligus setelah tanggal penandatanganan perjanjian KSPd.
Mitra KSPd menyetorkan pembayaran imbal hasil tetap tahun pertama paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah tanggal penandatanganan perjanjian KSPd.
Dalam hal pada perjanjian KSPd terdapat klausul penundaan pembayaran ( grace period ), pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Mitra KSPd paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah masa penundaan pembayaran ( grace period ) berakhir.
Imbal hasil tetap tahun berikutnya dibayarkan sesuai tanggal yang disepakati dalam perjanjian KSPd, sampai dengan berakhirnya perjanjian KSPd.
Pembayaran imbal hasil ke rekening LMAN dapat dilakukan dengan cara transfer atau menggunakan virtual account .
Pasal 51
Nilai imbal hasil variabel tahun pertama dihitung secara proporsional sesuai jumlah bulan KSPd tahun pertama.
Pembayaran imbal hasil variabel tahun pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mitra KSPd melalui penyetoran secara sekaligus ke rekening LMAN paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
Imbal hasil variabel tahun berikutnya dibayarkan sesuai tanggal yang disepakati dalam perjanjian KSPd, sampai dengan berakhirnya perjanjian KSPd.
Nilai imbal hasil variabel tahun terakhir dihitung secara proporsional sesuai jumlah bulan KSPd tahun terakhir.
Dalam hal terdapat klausul mengenai penundaan pembayaran ( grace period ) dalam perjanjian KSPd, pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh Mitra KSPd paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah masa penundaan pembayaran ( grace period ) berakhir.
Pembayaran imbal hasil variabel ke rekening LMAN dapat dilakukan dengan cara transfer atau menggunakan virtual account .
Pasal 52
Dalam pelaksanaan KSPd, LMAN dapat meminta Mitra KSPd untuk melakukan pembayaran:
uang jaminan; dan
uang muka, (2) Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembalikan kepada Mitra KSPd tanpa dikenakan bunga dalam hal tidak terdapat wanprestasi atau kewajiban yang belum diselesaikan.
Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dikembalikan kepada Mitra KSPd. Paragraf 11 Perjanjian KSPd
Pasal 53
Pelaksanaan KSPd dituangkan dalam perjanjian antara LMAN dan Mitra KSPd.
Perjanjian KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
objek KSPd;
peruntukan KSPd;
jangka waktu KSPd;
besaran imbal hasil tetap dan imbal hasil variabel;
hak dan kewajiban para pihak;
tanggung jawab Mitra KSPd atas biaya operasional, pemeliharaan dan pengamanan atas objek KSPd selama jangka waktu KSPd;
hak dan kewajiban para pihak;
ketentuan mengenai berakhirnya KSPd; dan
penyelesaian perselisihan.
Sebelum penandatanganan perjanjian KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dan calon Mitra KSPd dapat membuat nota kesepahaman.
Perjanjian KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk akta notariil. Paragraf 12 Pengakhiran KSPd
Pasal 54
KSPd berakhir dalam hal:
jangka waktu KSPd berakhir sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSPd;
dilakukan pengakhiran lebih awal berdasarkan kesepakatan LMAN dan Mitra KSPd;
dilakukan pengakhiran perjanjian KSPd secara sepihak oleh LMAN;
berakhirnya perjanjian KSPd; atau
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengakhiran KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal:
terdapat novasi perjanjian;
terdapat kegagalan dalam pelaksanaan proyek, yang diakibatkan oleh faktor di luar kendali Mitra KSPd; atau c. terdapat kerugian secara terus-menerus minimal selama 5 (lima) tahun.
Pengakhiran KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan dalam hal Mitra KSPd:
tidak membayar imbal hasil tetap dan/atau imbal hasil variabel tanpa persetujuan Direktur Utama; dan/atau b. tidak memenuhi kewajiban lainnya sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSPd.
Pengakhiran KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Mitra KSPd, dalam hal masih terdapat kewajiban terkait pelaksanaan KSPd yang belum diselesaikan oleh Mitra KSPd.
Pasal 55
Dalam pelaksanaan pengakhiran perjanjian KSPd sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, LMAN melakukan evaluasi sebelum pelaksanaan serah terima hasil KSPd.
Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan pembongkaran, Mitra KSPd wajib melakukan pembongkaran atas objek KSPd yang sedang atau sudah dibangun, dengan biaya dan tanggung jawab yang dibebankan pada Mitra KSPd.
Pasal 56
Mitra KSPd wajib menyampaikan laporan rencana pengakhiran KSPd kepada Direktur Utama paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu KSPd berakhir.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat meminta auditor independen atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan KSPd.
Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat hal yang harus ditindaklanjuti, maka Mitra KSPd wajib menindaklanjuti hasil audit tersebut dan melaporkan hasil tindak lanjut tersebut kepada Direktur Utama. Paragraf 13 Penyerahan Aset Hasil KSPd
Pasal 57
Serah terima objek KSPd dan hasil KSPd dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu KSPd, sepanjang Mitra KSPd telah menyelesaikan seluruh kewajiban terkait pelaksanaan KSPd termasuk tindak lanjut dari hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3).
Serah terima objek KSPd dan hasil KSPd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima.
Direktur Utama melaporkan pengakhiran KSPd dan penambahan Aset Kelolaan dari hasil KSPd sesuai dengan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengelola Barang.
Bagian Keempat
KSO Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 58
KSO dilaksanakan dengan ketentuan LMAN dan Mitra KSO melakukan pembangunan dan/atau pengoperasian secara bersama atas Aset Kelolaan.
Pelaksanaan KSO dilakukan berdasarkan perjanjian antara LMAN dan Mitra KSO.
Tanah, gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan dalam pelaksanaan KSO merupakan hasil KSO sesuai perjanjian KSO.
Direktur Utama melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan KSO.
Pasal 59
Dalam pelaksanaan KSO, LMAN memperoleh imbal hasil.
Imbal hasil dapat berupa uang dan/atau selain uang.
Imbal hasil selain uang dilakukan dengan ketentuan:
tidak dapat dilakukan atas keseluruhan pembayaran;
telah disepakati dalam perjanjian KSO dan tidak dapat diubah selama masa KSO; dan
besaran imbal hasil selain uang sesuai kesepakatan dalam perjanjian KSO dihitung dengan mempertimbangkan nilai keekonomian KSO atau kondisi keuangan Mitra KSO.
Perhitungan besaran imbal hasil selain uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan:
nilai perolehan barang pengganti;
nilai hasil konversi pada waktu tertentu;
nilai kontrak;
nilai investasi; atau
nilai hasil Penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.
Pasal 60
Pelaksanaan KSO dilakukan melalui:
pengelolaan secara bersama oleh LMAN dan Mitra KSO; atau
pembentukan perusahaan baru oleh LMAN dan Mitra KSO sebagai pelaksana KSO.
Dalam hal pelaksanaan KSO dilakukan oleh perusahaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Utama menugaskan perwakilan untuk menjadi direksi dan/atau pelaksana kegiatan operasional pada perusahaan baru tersebut.
Perusahaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat melakukan kegiatan usaha sesuai maksud dan tujuan dalam perjanjian KSO antara LMAN dan Mitra KSO. Paragraf 2 Pihak Pelaksana KSO
Pasal 61
Pihak yang dapat menjadi Mitra KSO meliputi:
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
badan usaha dalam negeri yang berbadan hukum;
badan usaha luar negeri yang berbadan hukum Indonesia; dan/atau
swasta, kecuali perseorangan. Paragraf 3 Pemilihan Mitra KSO
Pasal 62
Pemilihan Mitra KSO dilakukan melalui mekanisme:
seleksi pemilihan; atau
penunjukan langsung.
Pemilihan Mitra KSO dilakukan dengan ketentuan:
dalam rangka optimalisasi Aset Kelolaan;
dapat diprakarsai oleh LMAN atau calon Mitra KSO;
ditetapkan oleh Direktur Utama;
tertib administrasi; dan
tertib pelaporan.
Calon mitra KSO sebagai pemrakarsa dapat menyusun proposal/studi kelayakan/analisis kelayakan bisnis.
Calon mitra KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik ( right to match ), sesuai dengan hasil Penilaian dalam seleksi pemilihan; atau
pembelian prakarsa KSO oleh pemenang seleksi pemilihan, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicantumkan dalam persetujuan Direktur Utama. Paragraf 4 Jangka Waktu KSO
Pasal 63
Jangka waktu KSO paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian KSO ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Dalam hal KSO dilakukan terhadap penyediaan infrastruktur, jangka waktu KSO dapat ditetapkan paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian KSO ditandatangani dan dapat diperpanjang. Paragraf 5 Perpanjangan Jangka Waktu KSO
Pasal 64
Mitra KSO dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu KSO kepada Direktur Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Mitra KSO paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu KSO.
Perpanjangan jangka waktu KSO hanya dapat diajukan permohonannya sepanjang Mitra KSO telah memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian KSO periode berjalan.
Direktur Utama melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
permohonan dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat persetujuan; atau
permohonan tidak dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat penolakan disertai alasannya.
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Utama dan Mitra KSO menandatangani perjanjian KSO. Paragraf 6 Hasil KSO
Pasal 65
Aset hasil KSO dapat berupa:
tanah dan/atau bangunan;
selain tanah dan/atau bangunan; dan/atau
aset lainnya.
Aset hasil KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi BMN sejak diserahkan kepada LMAN.
Dalam pelaksanaan KSO, dapat dilakukan perubahan dan/atau penambahan aset hasil KSO.
Dalam hal Mitra KSO belum menyelesaikan seluruh kewajiban yang melekat pada aset hasil KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mitra KSO wajib menyelesaikannya sebelum dilakukan penyerahan kepada LMAN.
Dalam hal aset hasil KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki nilai ekonomis, Mitra KSO wajib membongkar aset hasil KSO dan mengembalikan Aset Kelolaan sebagaimana kondisi sebelum dilakukan KSO. Paragraf 7 Imbal Hasil
Pasal 66
Imbal hasil dalam bentuk uang wajib disetorkan Mitra KSO ke rekening LMAN selama jangka waktu KSO.
Besaran imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati dalam perjanjian KSO.
Dalam kondisi tertentu, pembayaran imbal hasil kepada LMAN dapat berbentuk selain uang, paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari imbal hasil yang wajib disetorkan.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Utama.
Bentuk pembayaran selain uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
tanah dan/atau bangunan;
saham;
emas;
konsesi; atau
Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Terhadap pembayaran yang dilakukan dalam bentuk selain uang, besaran nilai pembayaran wajib mempertimbangkan:
hasil analisis;
hasil Penilaian; dan
status, luasan, lokasi, dan kelayakan tanah dan/atau bangunan untuk pembayaran selain uang berupa tanah dan/atau bangunan. Paragraf 8 Penghitungan Imbal Hasil
Pasal 67
Perhitungan imbal hasil dilakukan dengan mempertimbangkan:
nilai investasi LMAN;
nilai investasi Mitra KSO;
risiko yang ditanggung Mitra KSO; dan
tingkat pengembalian ( internal rate of return /IRR) dan nilai sekarang bersih ( net present value /NPV) yang diterima oleh Mitra KSO.
Perhitungan imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Direktur Utama dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Direktur Utama dengan mempertimbangkan hasil Penilaian.
Besaran nilai investasi LMAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada nilai wajar objek KSO.
Besaran nilai investasi mitra KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada proposal dengan dokumen yang membuktikan adanya ketersediaan modal yang dimiliki oleh Mitra KSO.
Pasal 68
Besaran imbal hasil dapat ditinjau kembali oleh LMAN.
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
terdapat ketidaksesuaian antara laporan keuangan yang disampaikan oleh Mitra KSO secara periodik dengan fakta yang ditemukan;
terdapat ketidaksesuaian antara nilai investasi aktual Mitra KSO dengan yang disampaikan melalui proposal;
terdapat pengembangan dan/atau perluasan bisnis;
cakupan kegiatan bisnis diperkecil; dan/atau
terdapat sebab lain berdasarkan analisis oleh LMAN. Paragraf 9 Imbal Hasil Untuk KSO Penyediaan Infrastruktur
Pasal 69
Imbal hasil untuk KSO penyediaan infrastruktur dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Direktur Utama, dalam hal Mitra KSO berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah.
Penetapan imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara/Daerah, yang dibuktikan dengan hasil analisis kelayakan bisnis KSO oleh tim yang dibentuk oleh Direktur Utama dan laporan keuangan Mitra KSO yang telah diaudit.
Besaran imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Utama. Paragraf 10 Pembayaran Imbal Hasil
Pasal 70
Nilai imbal hasil KSO tahun pertama dihitung secara proporsional sesuai jumlah bulan KSO tahun pertama.
Pembayaran imbal hasil KSO tahun pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mitra KSO melalui penyetoran secara sekaligus ke rekening LMAN paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
Imbal hasil KSO tahun berikutnya dibayarkan sesuai tanggal yang disepakati dalam perjanjian KSO, sampai dengan berakhirnya perjanjian KSO.
Nilai imbal hasil KSO tahun terakhir dihitung secara proporsional sesuai jumlah bulan KSO tahun terakhir.
Dalam hal terdapat klausul mengenai penundaan pembayaran ( grace period ) dalam perjanjian KSO, pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh Mitra KSO paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah masa penundaan pembayaran ( grace period ) berakhir.
Pembayaran imbal hasil ke rekening LMAN dapat dilakukan dengan cara transfer atau menggunakan virtual account . Paragraf 11 Perjanjian KSO
Pasal 71
Pelaksanaan KSO dituangkan dalam perjanjian KSO antara Direktur Utama dengan Mitra KSO.
Perjanjian KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
objek KSO;
peruntukan KSO;
jangka waktu KSO;
besaran imbal hasil;
hak dan kewajiban para pihak;
tanggung jawab Mitra KSO atas biaya operasional, pemeliharaan dan pengamanan atas objek KSO selama jangka waktu KSO;
hak dan kewajiban para pihak;
ketentuan mengenai berakhirnya KSO; dan
penyelesaian perselisihan.
Dalam pelaksanaan penelitian kelayakan bisnis dan operasional, Direktur Utama dan calon Mitra KSO dapat membuat nota kesepahaman.
Perjanjian KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk akta notariil. Paragraf 12 Pengakhiran KSO
Pasal 72
KSO berakhir dalam hal:
jangka waktu KSO berakhir sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSO;
dilakukan pengakhiran lebih awal berdasarkan kesepakatan Direktur Utama dan Mitra KSO;
dilakukan pengakhiran perjanjian KSO secara sepihak oleh Direktur Utama;
berakhirnya perjanjian KSO; atau
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengakhiran KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal:
terdapat novasi perjanjian;
terdapat kegagalan dalam pelaksanaan proyek, yang diakibatkan oleh faktor di luar kendali Mitra KSO; atau c. terdapat kerugian secara terus-menerus minimal selama 5 (lima) tahun.
Pengakhiran KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan dalam hal Mitra KSO:
tidak membayar imbal hasil selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai perjanjian KSO; dan/atau
tidak memenuhi kewajiban lainnya sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSO.
Pengakhiran KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Mitra KSO, dalam hal masih terdapat kewajiban terkait pelaksanaan KSO yang belum diselesaikan oleh Mitra KSO.
Pasal 73
Mitra KSO harus menyerahkan objek KSO dan hasil KSO akhir kepada LMAN dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dilakukannya pengakhiran KSO.
Pasal 74
Dalam pelaksanaan pengakhiran perjanjian KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, LMAN melakukan evaluasi sebelum pelaksanaan serah terima hasil KSO.
Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan pembongkaran, Mitra KSO wajib melakukan pembongkaran atas objek KSO yang sedang atau sudah dibangun, dengan biaya dan tanggung jawab yang dibebankan pada Mitra KSO.
Pasal 75
Mitra KSO wajib menyampaikan laporan mengenai rencana pengakhiran KSO kepada LMAN paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu KSO berakhir.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dapat meminta auditor independen atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan KSO.
Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat hal yang harus ditindaklanjuti, maka Mitra KSO wajib menindaklanjuti hasil audit tersebut, dan melaporkan hasil tindak lanjut tersebut kepada LMAN. Paragraf 13 Penyerahan Aset Hasil KSO
Pasal 76
Serah terima objek KSO dan hasil KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dilakukan sepanjang Mitra KSO telah menyelesaikan seluruh kewajiban terkait pelaksanaan KSO termasuk tindak lanjut dari hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3).
Serah terima objek KSO dan hasil KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara serah terima.
Direktur Utama melaporkan pengakhiran KSO dan penambahan Aset Kelolaan dari hasil KSO sesuai dengan berita acara serah terima kepada Pengelola Barang.
Bagian Kelima
KSM Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 77
KSM dilakukan oleh:
Mitra KSM; atau
Mitra KSM dan LMAN.
Keterlibatan LMAN dalam KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dalam bentuk keikutsertaan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial.
KSM dilakukan terhadap Aset Kelolaan yang siap guna ( ready to use ), baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Segala bentuk penambahan, modifikasi, renovasi atas aset kelolaan yang dikerjasamakan menjadi tanggung jawab LMAN.
LMAN dapat menyediakan modal kerja awal untuk operasional KSM.
Modal kerja awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan dalam pembagian imbal hasil.
Dalam pelaksanaan KSM, LMAN melakukan pembayaran kepada Mitra KSM dalam bentuk imbalan jasa ( fee ) atau persentase imbal hasil. Paragraf 2 Pihak Pelaksana KSM
Pasal 78
Pihak yang dapat menjadi Mitra KSM meliputi:
Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
badan usaha dalam negeri;
badan usaha luar negeri yang berbadan hukum Indonesia; dan/atau
swasta. Paragraf 3 Pemilihan Mitra KSM
Pasal 79
Pemilihan Mitra KSM dilakukan melalui mekanisme:
seleksi pemilihan; atau
penunjukan langsung.
Pemilihan Mitra KSM dilaksanakan dengan ketentuan:
dalam rangka optimalisasi Aset Kelolaan;
dapat diprakarsai oleh LMAN atau calon Mitra KSM;
ditetapkan oleh Direktur Utama;
tertib administrasi; dan
tertib pelaporan.
Calon Mitra KSM sebagai pemrakarsa dapat menyusun proposal/studi kelayakan/analisis kelayakan bisnis.
Calon Mitra KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik ( right to match ), sesuai dengan hasil Penilaian dalam seleksi pemilihan; atau
pembelian prakarsa KSM oleh pemenang seleksi pemilihan, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicantumkan dalam penetapan atau persetujuan Direktur Utama. Paragraf 4 Jangka Waktu KSM
Pasal 80
Jangka waktu KSM paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian KSM ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Pasal 81
Mitra KSM dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu KSM kepada Direktur Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Mitra KSM paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu KSM.
Perpanjangan jangka waktu KSM hanya dapat diajukan permohonannya sepanjang Mitra KSM telah memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan dalan perjanjian KSM periode berjalan.
Direktur Utama melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
permohonan dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat persetujuan; atau
permohonan tidak dapat disetujui, Direktur Utama menerbitkan surat penolakan disertai alasannya.
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Utama dan Mitra KSM menandatangani perjanjian KSM. Paragraf 5 Imbal Hasil KSM
Pasal 82
Imbal hasil KSM dapat berupa imbalan jasa ( fee ) sebesar jumlah tertentu dan/atau persentase berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk Direktur Utama.
Pembayaran imbal hasil KSM dilakukan sesuai tanggal yang disepakati dalam perjanjian KSM, sampai dengan berakhirnya perjanjian KSM.
Pembayaran imbalan jasa ( fee ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
pengalaman Mitra KSM;
keahlian Mitra KSM; dan/atau
tingkat risiko pelaksanaan KSM.
Persentase imbal hasil KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari:
penjualan;
pendapatan;
laba bruto;
pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi ( earning before interest, tax, depreciation, and amortization /EBITDA);
laba sebelum bunga dan pajak ( earning before interest and tax /EBIT);
pendapatan setelah pajak ( earning after tax /EAT) tanpa beban bunga;
laba bersih; atau
arus kas bersih kegiatan operasi dan investasi. Paragraf 6 Perjanjian KSM
Pasal 83
Pelaksanaan KSM dituangkan dalam perjanjian KSM antara LMAN dengan Mitra KSM.
Perjanjian KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
dasar perjanjian;
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
objek KSM;
peruntukan KSM;
jangka waktu KSM;
besaran imbalan jasa ( fee ) KSM atau imbal hasil;
hak dan kewajiban para pihak;
ketentuan mengenai berakhirnya KSM; dan
penyelesaian perselisihan. Paragraf 7 Pengakhiran KSM
Pasal 84
KSM berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu KSM sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSM;
pengakhiran lebih awal berdasarkan kesepakatan LMAN dan Mitra KSM;
pengakhiran perjanjian KSM secara sepihak oleh LMAN;
berakhirnya perjanjian KSM; atau
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengakhiran KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan dalam hal Mitra KSM tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSM.
Pengakhiran KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh LMAN secara tertulis tanpa melalui pengadilan.
Bagian Keenam
Pemakaian Sementara Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 85
Pemakaian Sementara atas Aset Kelolaan dapat dilakukan sebagai akibat dari adanya kebutuhan mendesak atas keberlangsungan Pemanfaatan yang dilakukan oleh Mitra Pemanfaatan.
Pelaksanaan Pemakaian Sementara dilakukan oleh Mitra Pemanfaatan setelah mendapat persetujuan Direktur Utama.
Setelah terbitnya persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LMAN menyerahkan objek Pemakaian Sementara kepada Mitra Pemanfaatan yang dituangkan dalam berita acara serah terima.
Objek Pemakaian Sementara merupakan Aset Kelolaan yang tidak termasuk dalam objek dari Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berfungsi sebagai pengganti sementara dari Aset Kelolaan yang menjadi objek Pemanfaatan tersebut.
Pemakaian Sementara dilakukan tanpa dikenakan Tarif Pemanfaatan.
Pelaksanaan Pemakaian Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempengaruhi pelaksanaan Pemanfaatan sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Pasal 86
Mitra Pemanfaatan memiliki kewajiban untuk:
membiayai modifikasi, perbaikan atau upaya tertentu dalam rangka Pemakaian Sementara;
membiayai pemeliharaan dan pengamanan atas objek Pemakaian Sementara selama jangka waktu Pemakaian Sementara;
mengembalikan objek Pemakaian Sementara kepada LMAN paling kurang sesuai kondisi yang tercantum dalam persetujuan Direktur Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2); dan
melaksanakan hal lain yang tercantum dalam persetujuan Direktur Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2). Paragraf 2 Jangka Waktu Pemakaian Sementara
Pasal 87
Jangka waktu Pemakaian Sementara berlaku sampai dengan tertanganinya kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat paling lama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya persetujuan Direktur Utama dan dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali dengan persetujuan Direktur Utama.
Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu Pemakaian Sementara, Mitra Pemanfaatan wajib mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Pemakaian Sementara paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu Pemakaian Sementara.
Pemakaian Sementara Aset Kelolaan oleh Mitra Pemanfaatan setelah berakhirnya jangka waktu Pemakaian Sementara, termasuk setelah masa perpanjangan jangka waktu berakhir, dilakukan dengan dikenakan Tarif Pemanfaatan sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketujuh
Pemakaian Bersama
Pasal 88
Pemakaian Bersama dilaksanakan antara:
LMAN dengan 1 (satu) atau lebih Mitra Pemanfaatan; atau b. Mitra Pemanfaatan dengan Mitra Pemanfaatan lainnya, secara bersama-sam
Objek Pemakaian Bersama meliputi Aset Kelolaan berupa tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau bangunan dalam kondisi belum atau tidak optimal digunakan oleh LMAN atau Mitra Pemanfaatan, seperti:
kapasitas yang menganggur ( idle capacity ) atau berlebih ( excess capacity );
sebagian bidang tanah atau ruang bangunan yang untuk sementara tidak digunakan oleh LMAN atau Mitra Pemanfaatan; atau
sebagian bidang tanah Right of Way (ROW) jaringan pipa yang untuk sementara tidak digunakan oleh LMAN atau Mitra Pemanfaatan.
Jangka waktu Pemakaian Bersama paling lama sama dengan jangka waktu Pemanfaatan, terhitung sejak tanggal penandatanganan perjanjian Pemanfaatan dan dapat diperpanjang dengan persetujuan Direktur Utama.
Pemakaian Bersama dilakukan dengan ketentuan:
dalam hal Pemakaian Bersama dilakukan untuk kegiatan usaha dengan risiko yang besar, Mitra Pemanfaatan wajib memperoleh rekomendasi dari:
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, satuan kerja, badan pengelola kawasan, atau badan otoritas sesuai dengan kewenangannya; atau 2. Pihak Lain yang memiliki pengalaman dan kompetensi khusus atas kegiatan usaha tersebut.
Mitra Pemanfaatan wajib bertanggung jawab atas segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan Pemakaian Bersama berdasarkan suatu perikatan antar Mitra Pemanfaatan.
Bagian Kedelapan
Teknis Pemanfaatan Aset Kelolaan
Pasal 89
Pelaksanaan Pemanfaatan Aset Kelolaan paling sedikit meliputi:
persiapan;
pemilihan Mitra Pemanfaatan;
perjanjian Pemanfaatan;
pelaksanaan Pemanfaatan; dan
pengakhiran Pemanfaatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Pemanfaatan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB IV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 90
Mitra Pemanfaatan dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran dalam hal:
belum melakukan perbaikan dan/atau penggantian sebagai akibat tidak dilaksanakannya pengamanan dan pemeliharaan pada saat berakhirnya Pemanfaatan; atau
belum menyerahkan objek Pemanfaatan dan/atau hasil Pemanfaatan sesuai perjanjian Pemanfaatan.
Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau penyerahan Aset Kelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra Pemanfaatan dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan.
Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau penyerahan Aset Kelolaan belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mitra Pemanfaatan dikenakan sanksi administratif berupa denda, dengan ketentuan:
sebesar 2% (dua persen) per hari dari nilai perbaikan dan/atau penggantian yang masih terutang; atau
sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari besaran Tarif Pemanfaatan sesuai ketentuan yang berlaku yang dihitung dengan menggunakan periode Sewa Guna harian sesuai keterlambatan penyerahan Aset Kelolaan.
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai perbaikan dan/atau penggantian.
Pasal 91
Mitra Pemanfaatan yang terlambat melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran namun tidak sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian Pemanfaatan wajib membayar denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kewajiban yang masih harus dibayarkan oleh Mitra Pemanfaatan bersangkutan.
Jangka waktu keterlambatan dihitung secara bulat dalam periode bulan.
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyetoran ke rekening LMAN.
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB V
PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Kesatu
Pengamanan Paragraf 1 Bentuk Pengamanan
Pasal 93
Pengamanan Aset Kelolaan meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
Pengamanan administrasi meliputi antara lain:
pencatatan dan pelaporan Aset Kelolaan; dan
penatausahaan dokumen pengelolaan Aset Kelolaan.
Pengamanan fisik meliputi antara lain:
pemberian labelling/tagging ;
pemasangan patok;
pemagaran; dan
pemasangan closed circuit television (CCTV) dan alat keamanan lain.
Pengamanan hukum meliputi antara lain:
sertipikasi Aset Kelolaan berupa tanah;
perizinan dari pihak yang berwenang untuk mendirikan bangunan;
penyelesaian penanganan perkara atas Aset Kelolaan; dan
upaya hukum dan/atau langkah hukum atas Aset Kelolaan yang berada dalam penguasaan Pihak Lain secara tidak sah. Paragraf 2 Pengamanan oleh LMAN
Pasal 94
Direktur Utama bertanggung jawab untuk melakukan pengamanan Aset Kelolaan yang berada dalam penguasaannya.
Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat menunjuk Pihak Lain. Paragraf 3 Pengamanan oleh Mitra
Pasal 95
Mitra Pemanfaatan bertanggung jawab melakukan pengamanan Aset Kelolaan yang menjadi objek Pemanfaatan, termasuk aset hasil Pemanfaatan.
Tanggung jawab pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian Pemanfaatan.
Biaya pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Mitra Pemanfaatan.
Bagian Kedua
Pemeliharaan Paragraf 1 Pemeliharaan oleh LMAN
Pasal 96
LMAN bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan Aset Kelolaan yang berada dalam penguasaannya.
Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat menunjuk Pihak Lain. Paragraf 2 Pemeliharaan oleh Mitra Pemanfaatan
Pasal 97
Mitra Pemanfaatan bertanggung jawab melakukan pemeliharaan Aset Kelolaan yang menjadi objek Pemanfaatan, termasuk aset hasil Pemanfaatan.
Tanggung jawab pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian Pemanfaatan.
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjaga kondisi, memperbaiki Aset Kelolaan yang menjadi objek Pemanfaatan, dan memelihara Aset Kelolaan dan aset hasil Pemanfaatan, agar selalu dalam kondisi baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Biaya Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Mitra Pemanfaatan.
Bagian Ketiga
Teknis Pelaksanaan Pengamanan dan Pemeliharaan
Pasal 98
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB VI
PENILAIAN
Pasal 99
Penilaian dilakukan dalam rangka Pemanfaatan, Penatausahaan dan/atau Pemindahtanganan.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik.
Penilaian oleh Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan permohonannya oleh Direktur Utama kepada pejabat yang berwenang di lingkungan Direktorat Jenderal.
Penilaian oleh Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dengan ketentuan:
proses pengadaannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan/atau jasa; dan
Penilai Publik yang dapat dipilih adalah Penilai Publik yang sudah mendapat izin praktik dari Menteri Keuangan dan terdaftar di unit pemerintah yang menyelenggarakan pembinaan profesi bidang keuangan.
BAB VII
PEMINDAHTANGANAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 100
LMAN dapat melakukan Pemindahtanganan setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Penjualan;
Tukar Menukar; dan
Hibah.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dapat melakukan Pemindahtanganan melalui Penjualan atau Hibah berupa:
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);
bongkaran bangunan Aset Kelolaan; atau
Aset Kelolaan berupa selain tanah dan/atau bangunan dengan indikasi nilai per paket usulan sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), tanpa persetujuan Pengelola Barang.
Bagian Kedua
Penjualan
Pasal 101
Penjualan terdiri atas:
Penjualan melalui lelang; dan
Penjualan tanpa melalui lelang.
Penjualan melalui lelang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan-perundangan di bidang lelang.
Penjualan tanpa melalui lelang hanya dapat dilakukan atas Aset Kelolaan selain tanah dan/atau bangunan.
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan:
tidak laku dijual melalui lelang;
termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);
bongkaran bangunan Aset Kelolaan; atau
memiliki risiko dampak penting lingkungan.
Penerimaan hasil Penjualan Aset Kelolaan wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Negara.
Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bukan merupakan pendapatan LMAN.
Bagian Ketiga
Tukar Menukar
Pasal 102
Tukar Menukar dapat dilakukan terhadap Aset Kelolaan berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan.
Pihak yang dapat menjadi mitra Tukar Menukar meliputi:
Pemerintah Daerah;
Pemerintah Desa;
Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Desa;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
badan hukum lainnya; atau
swasta, baik badan usaha maupun perorangan.
Nilai aset pengganti paling sedikit sama dengan nilai wajar hasil Penilaian atas Aset Kelolaan yang menjadi objek Tukar Menukar.
Dalam hal nilai aset pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih kecil daripada Aset Kelolaan yang menjadi objek Tukar Menukar, Mitra Tukar Menukar wajib mengganti kekurangan tersebut dengan pembayaran dalam bentuk uang.
Pembayaran dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Negara.
Pembayaran dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bukan merupakan pendapatan LMAN.
Bagian Keempat
Hibah
Pasal 103
Hibah dapat dilakukan terhadap Aset Kelolaan berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan.
Hibah dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan:
sosial;
budaya;
keagamaan;
kemanusiaan;
pendidikan yang bersifat non komersial;
penyelenggaraan pemerintahan daerah/desa; dan/atau g. lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pihak yang dapat menerima Hibah meliputi:
lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial;
masyarakat, baik perorangan maupun kelompok, dalam rangka menjalankan program pembangunan nasional;
pemerintah negara lain dalam kerangka hubungan internasional;
masyarakat internasional yang terkena akibat dari bencana alam, perang, atau wabah penyakit endemik/pandemik;
Pemerintah Daerah/Desa;
Badan Usaha Milik Negara berbentuk perusahaan umum dalam rangka menjaga stabilitas ketahanan pangan atau Badan Usaha Milik Negara lainnya dengan pertimbangan Pengelola Barang; atau
Pihak Lain yang ditetapkan oleh Pengelola Baran
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
bukan merupakan barang rahasia negara; dan
bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Bagian Kelima
Teknis Pemindahtanganan Aset Kelolaan
Pasal 104
Pelaksanaan Pemindahtanganan paling sedikit meliputi:
persiapan;
persetujuan Pengelola Barang; dan
proses Pemindahtanganan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Pemindahtanganan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB VIII
PEMUSNAHAN
Pasal 105
Direktur Utama dapat melakukan Pemusnahan terhadap Aset Kelolaan selain tanah dan/atau bangunan.
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Aset Kelolaan:
tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan;
berbahaya dan/atau beracun;
memiliki risiko dampak penting lingkungan; dan/atau d. harus dimusnahkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat menunjuk Pihak Lain.
Pasal 106
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Pemusnahan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB IX
PENGHAPUSAN
Pasal 107
LMAN melakukan Penghapusan Aset Kelolaan dari daftar barang LMAN dalam hal:
telah selesainya pelaksanaan Pemindahtanganan;
telah selesainya pelaksanaan Pemusnahan;
atas Aset Kelolaan yang barang penggantinya sudah tersedia;
adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau f. sebab-sebab lain yang secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam, kedaluwarsa, rusak berat, dan terkena dampak dari terjadinya keadaan kahar ( force majeure ), serta Penghapusan karena asuransi.
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Penghapusan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB X
PENATAUSAHAAN
Pasal 109
Penatausahaan meliputi:
pembukuan;
inventarisasi; dan
pelaporan.
Pasal 110
Pembukuan Aset Kelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 huruf a dilakukan dengan mendaftarkan dan mencatat Aset Kelolaan ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Pendaftaran dan pencatatan Aset Kelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh LMAN terhadap kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Aset Kelolaan, meliputi:
pengadaan;
Pemanfaatan;
Pemindahtanganan; dan
Penghapusan.
Terhadap aset yang diperoleh dari hasil perjanjian dapat langsung dicatat sebagai Aset Kelolaan berdasarkan berita acara serah terima.
Pasal 111
LMAN melakukan inventarisasi Aset Kelolaan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat menunjuk Pihak Lain.
LMAN membukukan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam Daftar Barang LMAN dan dilaporkan kepada Pengelola Barang.
Pasal 112
LMAN melakukan pelaporan atas pengelolaan Aset Kelolaan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Penatausahaan Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB XI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 114
Pengawasan dan pengendalian Aset Kelolaan merupakan tanggung jawab Direktur Utama.
Pengawasan dan pengendalian Aset Kelolaan dilakukan terhadap:
Aset Kelolaan; dan
pelaksanaan pengelolaan Aset Kelolaan, yang meliputi:
perencanaan dan pengadaan;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan; dan
Penghapusan.
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian Aset Kelolaan meliputi:
pengendalian risiko;
pemantauan; dan/atau
penertiban.
Pengawasan dan pengendalian dilakukan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu.
Pasal 115
Direktur Utama melakukan tindak lanjut atas hasil pemantauan dan/atau penertiban dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2).
Dalam hal terdapat indikasi penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama dapat meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan audit atau reviu.
Pasal 116
Direktur Utama menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kepada Pengelola Barang paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 117
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pengawasan dan pengendalian Aset Kelolaan diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB XII
ASET KONSULTASI
Pasal 118
LMAN dapat melakukan pengelolaan Aset Konsultasi dalam rangka:
meningkatkan nilai tambah aset Pihak Lain;
optimalisasi aset Pihak Lain;
mendayagunakan kapasitas dan keahlian LMAN dalam manajemen aset; dan/atau
meningkatkan penerimaan LMAN.
Pengelolaan Aset Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kegiatan atau jasa yang diberikan oleh LMAN kepada Pihak Lain, dengan memberikan feasibility study dan analisis _highest and best use; _ b. kegiatan atau jasa yang diberikan oleh LMAN kepada Pihak Lain, dengan mempertemukan pihak pemilik aset dengan Mitra; dan/atau
kegiatan atau jasa pengelolaan yang diberikan oleh LMAN kepada Pihak Lain.
Dalam hal Aset Konsultasi merupakan Barang Milik Negara/Daerah, pelaksanaan pengelolaan Aset Konsultasi memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Pasal 119
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengelolaan Aset Konsultasi diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB XIII
UPAYA HUKUM
Pasal 120
LMAN dapat melakukan upaya hukum, baik litigasi maupun non litigasi.
Dalam pelaksanaan upaya hukum litigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LMAN dapat bekerja sama dan/atau melibatkan unit kerja lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum dan/atau menunjuk pihak lain yang kompeten.
BAB XIV
PELAKSANAAN PENGELOLAAN SECARA ELEKTRONIK
Pasal 121
Pengelolaan BMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dilaksanakan secara elektronik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengelolaan BMN secara elektronik diatur dengan Peraturan Direktur Utama setelah berkoordinasi dengan Pengelola Barang.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 122
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
permohonan Pemanfaatan Aset Kelolaan yang telah diajukan oleh calon Mitra kepada LMAN dan belum memperoleh persetujuan, proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
permohonan Penghapusan Aset Kelolaan yang telah diajukan kepada LMAN dan belum memperoleh persetujuan, proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
permohonan Pemanfaatan Aset Kelolaan yang telah diajukan oleh calon Mitra kepada LMAN dan telah memperoleh persetujuan serta belum dilaksanakan, namun terdapat revisi data yang diajukan oleh Mitra yang tidak mempengaruhi besaran pendapatan LMAN, dapat diterbitkan persetujuan baru berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan selanjutnya dilaksanakan sesuai persetujuan baru tersebut; dan
Pemanfaatan Aset Kelolaan yang sedang berlangsung sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset Pada Badan Layanan Umum dinyatakan tetap berlaku hingga berakhirnya jangka waktu Pemanfaatan Aset Kelolaan.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 123
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA