bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh Menteri Keuangan;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN ASET EKS BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL OLEH MENTERI KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aset eks BPPN yang selanjutnya disebut Aset adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN.
Aset Kredit adalah Aset berupa tagihan Bank Asal terhadap Debiturnya, pinjaman Pemerintah yang disalurkan melalui BPPN, tagihan yang berasal dari Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham; dan/atau tagihan Pemerintah dalam bentuk lainnya.
Asset Transfer Kit yang selanjutnya disingkat ATK adalah Media atau Dokumen Pengalihan Aset Kredit dari Bank Asal kepada BPPN.
Aset Kredit ATK adalah Aset Kredit yang didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset Kredit dari Bank Asal kepada BPPN, tercatat dalam Sistem Aplikasi Pengganti Bunisys, dan yang dokumennya berada dalam pengelolaan Menteri Keuangan.
Aset Kredit Non ATK __ adalah Aset Kredit yang tidak didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset dari Bank Asal kepada BPPN, yang dokumennya berada dalam pengelolaan Menteri Keuangan.
Aset Properti adalah Aset berupa tanah dan/atau bangunan serta hak atas satuan rumah susun yang dokumen kepemilikannya dan/atau peralihannya berada dalam pengelolaan Menteri dan/atau tercatat dalam Daftar Nominatif.
Aset Inventaris adalah Aset berupa barang selain tanah dan/atau bangunan, termasuk kendaraan bermotor, yang semula merupakan aset milik BPPN atau milik Bank Asal, baik yang berasal dari barang modal maupun Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA).
Aset Saham adalah Aset berupa bukti kepemilikan suatu Perseroan Terbatas.
Aset Obligasi adalah Aset berupa surat utang jangka menengah-panjang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pemegang obligasi.
Aset Reksadana adalah Aset berupa unit penyertaan sebagai bukti investasi dalam portofolio efek reksadana melalui manajer investasi.
Aset Nostro dan Penempatan Antarbank yang selanjutnya disebut Aset Nostro adalah Aset berupa saldo rekening giro Bank Asal, baik dalam rupiah maupun valuta asing di Bank Indonesia dan/atau bank lain.
Aset Transferable Member Club adalah Aset berupa bukti keanggotaan/member suatu klub.
Bank Asal adalah bank yang masuk dalam program penyehatan dengan status Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank Take Over (BTO), dan Bank Rekapitalisasi yang telah mengalihkan asetnya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) q.q. Pemerintah Republik Indonesia.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktur adalah pejabat eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah unit vertikal pelayanan pada Kantor Wilayah.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Penilai Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilai Publik adalah penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan BPPN, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi adalah Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.01/2006 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat, dan telah dibubarkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/KMK.01/2008 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan BPPN, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Debitur adalah orang perorangan atau badan hukum yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada Bank Asal.
Debitur Pengguna Akhir ( End User ), yang selanjutnya disebut End User , adalah Debitur penerima kredit yang tergabung dalam SPV.
Obligor adalah pemegang saham pengendali Bank Asal yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada BPPN c.q. Pemerintah Republik Indonesia.
Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan Aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Limit adalah nilai terendah atas pelepasan Aset dalam Lelang.
Harga Dasar adalah harga terendah atas pelepasan Aset dalam penjualan tidak melalui Lelang.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
Sewa adalah pemanfaatan Aset Properti oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Daftar Nominatif adalah dokumen yang dibuat oleh Bank Asal atau BPPN yang memuat daftar Aset Kredit, Aset Properti, dan Aset Inventaris.
Dokumen Aset adalah Dokumen Aset Kredit, Aset Properti, Aset Inventaris, Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Reksadana, Aset Nostro, dan Aset Transferable Member Club. 37. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan Aset.
Verifikasi adalah kegiatan untuk melakukan pemeriksaan mengenai kebenaran hasil Inventarisasi.
Sistem Aplikasi Pengganti Bunisys yang selanjutnya disingkat SAPB adalah sistem yang memuat informasi antara lain mengenai saldo ( outstanding ) utang saat pengakhiran tugas BPPN.
Wahana Tujuan Khusus ( Special Purpose Vehicle ) yang selanjutnya disingkat SPV adalah Debitur yang menjadi induk dari Debitur Pengguna Akhir ( End User ).
Saldo ( outstanding ) Utang yang selanjutnya disebut Outstanding Utang adalah jumlah seluruh kewajiban Debitur yang belum diselesaikan.
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat PKPS adalah penyelesaian atas kredit, fasilitas, dan manfaat lainnya yang diterima oleh eks Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan grupnya ( affiliated loans ) dari Bank Dalam Penyehatan (BDP) dan/atau pembebanan seluruh/sebagian kerugian BDP kepada eks PSP.
Master Refinancing and Notes Issuance Agreement yang selanjutnya disingkat MRNIA adalah suatu perjanjian antara eks PSP BTO/BBO dan Pemerintah (diwakili oleh Menteri Keuangan dan Ketua BPPN) untuk menyelesaikan kewajiban eks PSP BTO/BBO, dengan cara penyerahan aset ( asset settlement ) dari PSP kepada BPPN yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kewajiban yang harus diselesaikan, disertai jaminan pribadi sebesar nilai kewajiban yang harus diselesaikan oleh PSP.
Akta Pengakuan Utang yang selanjutnya disingkat APU adalah suatu perjanjian antara eks PSP BTO atau BBKU dan Ketua BPPN (atau pejabat BPPN yang mewakili) untuk menyelesaikan kewajiban PSP BTO atau BBKU disertai dengan jaminan aset.
Nominee adalah nama perorangan yang digunakan oleh Bank Asal dalam mengambil alih jaminan utang dan/atau dicantumkan dalam dokumen kepemilikan barang.
Masa Tenggang adalah jangka waktu tertentu yang diperlukan oleh penyewa untuk keperluan renovasi, perubahan, atau penambahan bangunan atas Aset Properti yang disewa sebelum dapat dimanfaatkan sesuai peruntukan Sewa.
Restrukturisasi Aset Kredit adalah upaya perbaikan terhadap kondisi Aset Kredit yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Kustodi adalah tempat penyimpanan dokumen.
Penghapusan Secara Bersyarat adalah kegiatan untuk menghapuskan piutang negara dari pembukuan Pemerintah Pusat dengan tidak menghapuskan hak tagih negara.
Penghapusan Secara Mutlak adalah kegiatan penghapusan piutang negara setelah Penghapusan Piutang Negara Secara Bersyarat dengan menghapuskan hak tagih negara.
Pasal 2
Menteri berwenang melakukan pengelolaan Aset.
Dalam pelaksanaan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melimpahkan kewenangannya kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mengatur pengelolaan Aset yang meliputi:
Aset Kredit;
Aset Properti;
Aset Inventaris;
Aset Saham;
Aset Obligasi;
Aset Reksadana;
Aset Nostro; dan
Aset Transferable Member Club .
BAB II
PENGELOLAAN ASET KREDIT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Aset Kredit terdiri dari ATK, Non ATK, PKPS dan Aset Kredit Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Pengelolaan Aset Kredit meliputi:
penatausahaan;
restrukturisasi;
penjualan;
penyertaan modal negara;
penyerahan pengurusan kepada Panitia Urusan Piutang Negara;
pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement );
eksekusi barang jaminan;
penyelesaian Aset Kredit dengan Outstanding Utang sampai dengan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan/atau
pengajuan usulan penghapusan.
Bagian Kedua
Penatausahaan
Pasal 5
Penatausahaan Aset Kredit meliputi:
Inventarisasi dan Verifikasi dokumen; dan/atau
penetapan utang Debitur.
Penatausahaan Aset Kredit dilakukan oleh Direktorat terhadap Dokumen Aset Kredit dan jaminannya.
Hasil penatausahaan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam sistem informasi pengelolaan Aset.
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk pencatatan setiap perubahan jumlah Aset Kredit, Outstanding Utang, dan/atau penerimaan hasil pengelolaan Aset Kredit yang terjadi sebagai akibat dari restrukturisasi, penjualan, penyertaan modal negara, pembayaran dalam bentuk tunai atau aset, penghapusan, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau perubahan lain yang sah.
Pasal 6
Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a didasarkan pada dokumen yang dikuasai oleh Kementerian Keuangan.
Pasal 7
Dalam hal pada pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ditemukan bukti yang menunjukkan adanya pelunasan atau penyelesaian tagihan Debitur di Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi, namun masih terdapat dokumen kepemilikan dan/atau dokumen terkait dengan kepemilikan, Direktorat:
memastikan Debitur sudah tidak mempunyai kewajiban lain kepada BPPN q.q. Pemerintah Republik Indonesia; dan
dapat berkoordinasi dengan instansi yang berwenang, untuk melakukan pengecekan atas:
objek yang tercantum dalam dokumen kepemilikan; dan/atau
dokumen kepemilikan dan/atau dokumen terkait dengan kepemilikan.
Dalam hal pada pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa Aset Kredit telah terjual oleh BPPN, namun masih terdapat dokumen kredit dan/atau barang jaminannya, Direktorat memastikan pembeli hak tagih telah menyelesaikan seluruh kewajibannya.
Dalam hal pada pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa barang jaminan Aset Kredit telah terjual melalui Lelang di Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi, namun dokumen barang jaminan Aset Kredit masih berada dalam pengelolaan Direktorat, Direktorat memastikan pemenang Lelang telah menyelesaikan seluruh kewajibannya.
Pasal 8
Dalam hal berdasarkan pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3):
Debitur masih mempunyai kewajiban kepada BPPN q.q. Pemerintah Republik Indonesia, Direktorat melakukan penagihan kepada Debitur sebagaimana dilakukan dalam pengelolaan Aset Kredit;
pembeli hak tagih belum menyelesaikan seluruh kewajibannya, Direktorat melakukan tindakan sesuai dengan akta pengalihan hak tagih beserta turutannya; atau c. pemenang Lelang belum menyelesaikan seluruh kewajibannya, Direktorat melakukan penelitian atas keterkaitan barang jaminan Aset Kredit dengan kewajiban Debitur.
Pasal 9
Dalam hal berdasarkan pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat , ayat (2), dan ayat (3):
Debitur sudah tidak mempunyai kewajiban lain kepada BPPN q.q. Pemerintah Republik Indonesia;
pembeli hak tagih telah menyelesaikan seluruh kewajibannya; atau
pemenang Lelang telah menyelesaikan seluruh kewajibannya, Direktorat melakukan panggilan melalui surat.
Panggilan melalui surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada:
Debitur atau penjamin utang, untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a;
pembeli hak tagih, untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); atau
pemenang Lelang, untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
Dalam hal panggilan melalui surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Direktorat melakukan panggilan melalui surat kedua paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal panggilan melalui surat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, Direktorat melakukan panggilan melalui media cetak nasional sebanyak 1 (satu) kali.
Dalam memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), atau ayat (4), Debitur atau penjamin utang, pembeli hak tagih, atau pemenang Lelang dapat diwakili oleh kuasa atau digantikan oleh ahli warisnya.
Pada saat memenuhi panggilan dari Direktorat, pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (5) harus menyampaikan surat permohonan permintaan dokumen kepada Direktur yang memuat dasar permohonan dan daftar uraian dokumen yang diminta, dengan paling sedikit melampirkan fotokopi identitas diri dan:
fotokopi surat kuasa, dalam hal diwakili oleh kuasanya; atau
fotokopi penetapan/fatwa waris, dalam hal Debitur atau penjamin utang, pembeli hak tagih, atau pemenang Lelang telah meninggal dunia dan digantikan oleh ahli warisnya.
Permohonan permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat pula disampaikan oleh pihak lain yang menyatakan sebagai pihak yang berhak terhadap Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5), sepanjang didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Penyampaian permohonan permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) melampirkan fotokopi identitas diri dan fotokopi salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (9):
permohonan dapat disetujui, Direktorat melakukan penyerahan atas:
dokumen kepemilikan dan/atau dokumen terkait dengan kepemilikan; atau
dokumen kredit dan/atau dokumen barang jaminan.
permohonan tidak disetujui, Direktorat menyampaikan surat penolakan disertai dengan alasannya.
Dalam hal Debitur atau penjamin utang, pembeli hak tagih, atau pemenang Lelang tidak memenuhi panggilan, terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (2) atau ayat (3), Direktorat dapat melakukan:
penyerahan ke Balai Harta Peninggalan dengan terlebih dahulu dimintakan penetapan atau putusan pengadilan; atau
pengelolaan lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Permintaan penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a dilakukan oleh Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal.
Penyerahan kepada Balai Harta Peninggalan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a, dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Balai Harta Peninggalan.
Penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a dan ayat (11) huruf a, dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh pejabat pada Direktorat dengan:
Debitur atau penjamin utang, pembeli hak tagih, atau pemenang Lelang, untuk penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a; atau
Balai Harta Peninggalan, untuk penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a.
Pasal 10
Dalam hal pada pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ditemukan Dokumen Aset Kredit berupa dokumen kepemilikan serta tidak didukung dokumen lainnya yang dapat dipergunakan untuk penentuan besaran utang, Direktorat:
melakukan penelitian guna memastikan dokumen kepemilikan tersebut tidak mempunyai keterkaitan dengan Aset Kredit lainnya dan/atau Aset Properti; dan
dapat berkoordinasi dengan instansi yang berwenang, untuk melakukan pengecekan atas:
objek yang tercantum dalam dokumen kepemilikan; dan/atau 2. dokumen kepemilikan.
Pasal 11
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a:
dokumen kepemilikan mempunyai keterkaitan dengan Aset Kredit lainnya, Direktorat melakukan penagihan kepada Debitur sebagaimana dilakukan dalam pengelolaan Aset Kredit; atau
dokumen kepemilikan mempunyai keterkaitan dengan Aset Properti, Direktorat melakukan tindak lanjut pengelolaan sebagaimana dilakukan dalam pengelolaan Aset Properti.
Pasal 12
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dokumen kepemilikan tersebut tidak mempunyai keterkaitan dengan Aset Kredit lainnya dan/atau Aset Properti, Direktorat melakukan panggilan melalui surat kepada pemilik yang identitasnya tercantum dalam dokumen kepemilikan.
Dalam hal panggilan melalui surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Direktorat melakukan panggilan melalui surat kedua paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal panggilan melalui surat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Direktorat melakukan panggilan melalui media cetak nasional sebanyak 1 (satu) kali.
Dalam memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), pemilik yang identitasnya tercantum dalam dokumen kepemilikan dapat diwakili oleh kuasa atau digantikan oleh ahli warisnya.
Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dapat pula dihadiri oleh pihak lain yang menyatakan sebagai pihak yang berhak terhadap dokumen kepemilikan, sepanjang didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pasal 13
Direktorat melakukan verifikasi atas dokumen dalam hal:
pemilik yang identitasnya tercantum dalam dokumen kepemilikan memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3);
pihak yang mendapat kuasa atau ahli waris memenuhi panggilan untuk mewakili atau menggantikan pemilik yang identitasnya tercantum dalam dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4); atau
pihak lain yang menyatakan sebagai pihak yang berhak terhadap dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), menyampaikan dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya utang.
Dokumen yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilegalisasi ( waarmerking ) oleh notaris.
Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen yang disampaikan dapat diyakini kebenarannya serta dapat digunakan untuk penentuan adanya dan besarnya utang, Direktorat mengelola dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) sebagai Aset Kredit.
Pasal 14
Dalam hal terhadap panggilan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat , ayat (2), atau ayat (3), pemilik yang identitasnya tercantum dalam dokumen kepemilikan:
memenuhi panggilan namun tidak dapat menyampaikan dokumen atau menyampaikan dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya utang, namun tidak dapat diyakini kebenarannya; atau b. tidak memenuhi panggilan, Direktorat meminta penetapan atau putusan pengadilan mengenai besarnya utang Debitur.
Besaran utang yang dimintakan penetapan atau putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada:
Nilai Wajar hasil Penilaian, untuk barang bergerak; atau b. 65% (enam puluh lima persen) dari Nilai Wajar hasil Penilaian, untuk barang tidak bergerak.
Berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya Direktorat melakukan pengelolaan dokumen sebagai Aset Kredit.
Bagian Ketiga
Penentuan Adanya dan Besarnya Utang Debitur Paragraf 1 Tagihan Bank Asal Terhadap Debiturnya
Pasal 15
Adanya utang Debitur Aset Kredit ATK didasarkan pada dokumen perjanjian kredit.
Penentuan adanya utang Debitur Aset Kredit ATK yang tidak terdapat dokumen perjanjian kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada perjanjian jual beli piutang dari Bank Asal kepada BPPN.
Penentuan adanya utang Debitur Aset Kredit ATK yang tidak terdapat dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didasarkan pada SAPB yang dilegalisasi oleh Direktur.
Pasal 16
Besarnya utang Debitur Aset Kredit ATK didasarkan pada data Outstanding Utang yang terdapat dalam SAPB yang dilegalisasi oleh Direktur.
Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, besarnya utang Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang amar putusannya menghukum Debitur untuk membayar bunga dan/atau denda sampai dengan tanggal pelaksanaan putusan, maka waktu pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sama dengan tanggal penyerahan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Pasal 17
Adanya utang Debitur Aset Kredit Non ATK didasarkan pada dokumen perjanjian kredit.
Besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK, didasarkan pada dokumen berupa rekening koran, promes, kartu nasabah, surat dari bank, Daftar Nominatif yang dibuat Bank Asal, dan/atau bukti lain yang menunjukkan besarnya utang Debitur.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diserahkan oleh Debitur jika telah dilegalisasi ( waarmerking) oleh notaris.
Pasal 18
Dalam hal tidak terdapat dokumen perjanjian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat , namun terdapat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), maka penetapan adanya utang Debitur Aset Kredit Non ATK didasarkan pada rekening koran, promes, kartu nasabah, surat dari bank, dan/atau Daftar Nominatif yang dibuat Bank Asal atau Tim Pengelola Sementara Bank Asal.
Penetapan besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK, yang tidak terdapat dokumen yang menunjukkan besarnya utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat , didasarkan pada dokumen perjanjian kredit.
Besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar pokok ditambah bunga 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai dengan dokumen perjanjian kredit.
Penetapan adanya utang Debitur Aset Kredit Non ATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam akta pengakuan utang secara notariil.
Pasal 19
Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau penetapan pengadilan, besarnya utang Debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) atau Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau penetapan pengadilan.
Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang amar putusannya menghukum Debitur untuk membayar bunga dan/atau denda sampai dengan tanggal pelaksanaan putusan, maka waktu pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sama dengan tanggal penyerahan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Pasal 20
Penetapan adanya dan besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK yang tidak terdapat dokumen yang menunjukkan adanya dan besarnya utang Debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat dan/atau ayat (2), didasarkan pada:
nilai pembebanan Hak Tanggungan/Fidusia sesuai Sertifikat Hak Tanggungan/Fidusia dan/atau nilai pembebanan yang tercatat dalam sertifikat kepemilikan hak, dalam hal hanya terdapat akta Hak Tanggungan/Fidusia;
Nilai Wajar berdasarkan hasil Penilaian, dalam hal hanya terdapat kuasa untuk membebankan Fidusia; atau c. 65% (enam puluh lima persen) dari Nilai Wajar berdasarkan hasil Penilaian, dalam hal hanya terdapat kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan.
Penetapan adanya dan besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta pengakuan utang secara notariil.
Pasal 21
Dalam hal Dokumen Aset Kredit Non ATK dan dokumen kepemilikan barang bergerak tidak lengkap, sehingga tidak diketahui adanya dan besarnya utang, namun fisik barang bergerak dikuasai Kementerian Keuangan, besaran utang Debitur Aset Kredit Non ATK didasarkan pada Nilai Wajar berdasarkan hasil Penilaian.
Penetapan adanya dan besarnya utang Debitur Aset Kredit Non ATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta pengakuan utang secara notariil.
Pasal 22
Dalam hal Debitur tidak bersedia membuat akta pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 21 ayat (2), adanya dan besarnya utang Debitur ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal.
Pasal 23
Tagihan atas SPV dan/atau tagihan atas End User yang didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset ( Asset Transfer Kit ) __ dari Bank Asal kepada BPPN serta tercatat dalam SAPB, diperlakukan sebagai Aset Kredit ATK.
Tagihan atas SPV dan/atau tagihan atas End User yang tidak didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset ( Asset Transfer Kit ) dari Bank Asal kepada BPPN, diperlakukan sebagai Aset Kredit Non ATK.
Dalam hal penagihan dilakukan terhadap End User , namun terdapat selisih kurang antara jumlah kewajiban SPV dengan jumlah kewajiban seluruh End User nya, maka besarnya tagihan End User adalah jumlah kewajiban SPV, yang dibagi kepada End User nya secara pro rata. Paragraf 2 Tagihan Yang Berasal Dari PKPS
Pasal 24
Adanya tagihan yang berasal dari PKPS didasarkan pada:
dokumen berupa MRNIA atau APU beserta dokumen lainnya; dan/atau
dokumen laporan keuangan Bank Asal dan laporan hasil audit.
Pasal 25
Jumlah Kewajiban Pemegang Saham merupakan besaran hak tagih terhadap Obligor.
Jumlah Kewajiban Pemegang Saham ditetapkan oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
Penyelesaian Jumlah Kewajiban Pemegang Saham Obligor dilakukan oleh Direktur Jenderal dengan cara menyerahkan pengurusan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Pengurusan penyelesaian Jumlah Kewajiban Pemegang Saham Obligor yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara.
Pasal 27
Aset yang termuat dalam lampiran MRNIA atau APU merupakan barang jaminan utang Obligor.
Dalam hal dari hasil penelitian oleh Direktorat diketahui bahwa Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Aset Properti, Aset tersebut bukan merupakan barang jaminan utang Obligor.
Pasal 28
Dalam hal Direktorat memperoleh informasi mengenai harta kekayaan Obligor di luar jaminan yang dijanjikan dalam MRNIA dan/atau APU, maka Direktorat:
meminta bantuan instansi berwenang untuk melakukan pengamanan harta kekayaan tersebut;
memerintahkan Obligor untuk menyerahkan harta kekayaan tersebut kepada Direktorat; dan
menyampaikan informasi tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Obligor dapat menyerahkan harta kekayaan pihak ketiga di luar jaminan yang diperjanjikan dalam MRNIA dan/atau APU.
Dalam hal Obligor menyerahkan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau pihak ketiga menyerahkan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harta kekayaan tersebut merupakan jaminan utang dan selanjutnya diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Penyerahan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam suatu berita acara. Paragraf 3 Tagihan Yang Berasal dari Aset Kredit Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)
Pasal 29
Adanya utang Debitur yang berasal dari Aset Kredit Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) didasarkan pada Berita Acara Pengembalian Hak Tagih/Aset Kredit dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) kepada Menteri.
Pasal 30
Besarnya utang Debitur yang berasal dari Aset Kredit Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) didasarkan pada nilai Aset Kredit yang tercatat dalam Berita Acara Pengembalian Hak Tagih/Aset Kredit dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) kepada Menteri.
Bagian Keempat
Restrukturisasi Aset Kredit
Pasal 31
Restrukturisasi Aset Kredit dilakukan dengan cara:
penjadwalan kembali;
perubahan persyaratan;
pengurangan bunga, denda, dan ongkos; dan/atau
konversi menjadi tambahan penyertaan modal negara.
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan/atau huruf c dilakukan atas permohonan Debitur kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal.
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan konversi atas piutang negara.
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan atas permohonan Debitur kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal setelah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 32
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat dilakukan setelah rekonsiliasi data Aset Kredit antara Debitur dan Direktorat.
Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu berita acara.
Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pejabat pada Direktorat dan Debitur.
Pasal 33
Restrukturisasi Aset Kredit dilakukan atas utang pokok dan/atau kewajiban lainnya.
Utang pokok dan/atau kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tertuang dalam dokumen perjanjian kredit atau dokumen lainnya.
Pasal 34
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara penjadwalan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf a dilakukan dengan perubahan jangka waktu pinjaman yang berakibat pada perubahan besarnya pembayaran angsuran atas utang pokok dan/atau kewajiban lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian atau dokumen lain yang menunjukan utang Debitur.
Penetapan jangka waktu penjadwalan kembali didasarkan pada hasil analisis Direktorat atas kemampuan membayar Debitur.
Penjadwalan kembali dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penetapan.
Pasal 35
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara perubahan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf b dilakukan dengan perubahan sebagian atau seluruh syarat pinjaman melalui:
konversi bunga, denda, dan ongkos menjadi utang pokok;
penggantian atau penambahan jaminan; dan/atau
penurunan tingkat bunga/biaya administrasi atas Aset Kredit yang tertuang dalam perjanjian atau dokumen lain yang menunjukan utang Debitur.
Konversi bunga, denda, dan ongkos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, hanya dapat dilakukan kepada Debitur berupa Badan Usaha Milik Negara dan/atau Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat kepemilikan negara.
Penurunan tingkat bunga/biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku sejak penandatanganan perjanjian Restrukturisasi Aset Kredit.
Pasal 36
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara pengurangan bunga, denda dan ongkos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dilakukan dengan tahapan berikut:
Debitur mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dilampiri proposal, yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan, dan aspek operasional, disertai dengan data dan dokumen pendukungnya;
proposal sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan pada hasil uji tuntas ( due diligence ) yang dilakukan oleh pihak independen;
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan dan proposal Debitur sebagaimana dimaksud pada huruf a;
Direktur dapat meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf c;
dalam hal hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membayar Debitur menunjukkan nilai negatif, maka Direktur Jenderal menentukan pelaksanaan restrukturisasi dengan cara pengurangan bunga, denda dan ongkos.
Pasal 37
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara konversi Aset Kredit menjadi tambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf d dilakukan dalam hal Restrukturisasi Aset Kredit atas utang pokok dan kewajiban lainnya tidak dapat diselesaikan dengan cara penjadwalan kembali dan/atau perubahan persyaratan.
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
Debitur mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dilampiri proposal, yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan dan aspek operasional, disertai dengan data dan dokumen pendukungnya;
proposal sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan dari hasil uji tuntas ( due diligence ) yang dilakukan oleh pihak independen;
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan dan proposal Debitur sebagaimana dimaksud pada huruf a;
Direktur dapat meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada pada huruf c;
dalam hal hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membayar Debitur menunjukkan nilai negatif, maka Direktur Jenderal menentukan pelaksanaan restrukturisasi dengan cara konversi Aset Kredit menjadi tambahan penyertaan modal negara.
Pasal 38
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara konversi Aset Kredit menjadi tambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf d dilakukan atas utang pokok.
Kewajiban lainnya yang tidak dikonversi menjadi tambahan penyertaan modal negara diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan atau dilakukan penjadwalan kembali.
Pasal 39
Persetujuan Restrukturisasi Aset Kredit berupa penjadwalan kembali dan perubahan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal.
Persetujuan Restrukturisasi Aset Kredit berupa pengurangan bunga, denda, dan ongkos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal.
Persetujuan Restrukturisasi Aset Kredit berupa konversi Aset Kredit menjadi tambahan penyertaan modal negara kepada perusahaan yang telah terdapat kepemilikan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf d dilakukan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal dan penetapannya dilakukan dengan peraturan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyertaan modal negara.
Bagian Kelima
Penjualan
Pasal 40
Penjualan Aset Kredit dilakukan oleh Direktur Jenderal atas persetujuan Menteri.
Penjualan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara Lelang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang.
Penjualan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan atas masing-masing Debitur atau beberapa Debitur secara paket.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit atas Aset Kredit yang akan dilakukan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Kredit berdasarkan hasil Penilaian yang dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur.
Pemilihan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Nilai Limit yang ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit.
Dalam hal terdapat perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Kredit, masa berlaku Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat kurang dari 1 (satu) tahun.
Perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (8) antara lain:
perubahan fisik, yang antara lain disebabkan karena pelebaran jalan, longsor atau abrasi; atau
perubahan peruntukan.
Terhadap Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan Penilaian ulang untuk memperoleh Nilai Wajar terbaru atas Aset Kredit.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Kredit berdasarkan hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (11) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan.
Bagian Keenam
Penyertaan Modal Negara
Pasal 41
Penyertaan modal negara atas Aset Kredit dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyertaan modal negara.
Bagian Ketujuh
Penyerahan Pengurusan Kepada Panitia Pengurusan Piutang Negara
Pasal 42
Aset Kredit yang memenuhi syarat adanya dan besarnya piutang diserahkan pengurusannya oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Penyerahan kepada Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal secara tertulis kepada Panitia Urusan Piutang Negara melalui Kantor Pelayanan (3) Pengurusan Aset Kredit yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara.
Pasal 43
Dalam pengurusan Aset Kredit, Direktur atas nama Direktur Jenderal selaku penyerah piutang memiliki wewenang untuk:
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh Kantor Pelayanan terhadap permohonan penebusan dengan nilai di bawah nilai pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh Kantor Pelayanan terhadap permohonan penjualan tanpa melalui Lelang dengan nilai di bawah nilai pembebanan atau tidak ada pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
melakukan koreksi atas jumlah piutang yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara, dalam hal terdapat:
kekeliruan dalam pencantuman nilai penyerahan; atau 2. sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;
menerbitkan surat permohonan roya;
mengajukan permohonan pencabutan blokir atas pemblokiran yang sebelumnya dimohonkan oleh Bank Asal/BPPN; dan
mengajukan permohonan pengangkatan sita atas penyitaan yang dilakukan oleh BPPN.
Pasal 44
Penilaian terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian.
Pemilihan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Pasal 45
Pencabutan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e dan/atau pengangkatan sita barang jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f dilakukan dalam hal:
Aset Kredit dinyatakan lunas oleh Panitia Urusan Piutang Negara;
barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain telah laku terjual melalui Lelang atau tanpa melalui Lelang;
barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain bukan lagi merupakan jaminan penyelesaian utang berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain telah disita terkait dengan perkara pidana; atau
hal lain untuk penyelesaian piutang negara.
Pasal 46
Terhadap Aset Kredit yang ditolak penyerahan pengurusan piutang oleh Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat melakukan upaya untuk memenuhi kelengkapan persyaratan adanya dan besarnya utang Debitur, dan selanjutnya Aset Kredit diserahkan kembali pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Dalam hal Direktorat tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan adanya dan besarnya utang Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Aset Kredit dicatat dalam daftar Aset Kredit yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Terhadap Aset Kredit yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat melakukan panggilan melalui media cetak atau website, dalam rangka penyelesaian kewajiban Debitur.
Dalam hal Debitur tidak memenuhi panggilan setelah 30 (tiga puluh hari) sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan panggilan kedua melalui media cetak atau website .
Dalam hal Debitur memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), serta setelah dilakukan wawancara/penelitian terhadap Debitur diperoleh dokumen/informasi yang dapat memastikan adanya dan besarnya utang Debitur, Direktorat menyerahkan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Dalam hal Debitur tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), atau Debitur memenuhi panggilan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya dan besarnya utang Debitur, maka Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan Aset Kredit dalam suatu keputusan Aset Kredit eks BPPN yang ada dan besarnya tidak pasti menurut hukum.
Dalam hal setelah terlampauinya jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan keputusan Aset Kredit eks BPPN yang ada dan besarnya tidak pasti menurut hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum terdapat informasi yang mendukung kepastian ada dan besarnya piutang, Direktur Jenderal mengajukan usul penghapusan atas Aset Kredit eks BPPN yang ada dan besarnya tidak pasti menurut hukum kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan piutang negara.
Daftar Aset Kredit yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 47
Terhadap Aset Kredit yang dikembalikan pengurusannya oleh Panitia Urusan Piutang Negara disebabkan adanya bukti baru yang menunjukkan:
adanya pelunasan atau penyelesaian tagihan Debitur di Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi; atau
Aset Kredit telah terjual oleh BPPN, Direktorat melakukan pengelolaan lebih lanjut atas Aset Kredit berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9.
Pasal 48
Direktorat melakukan monitoring terhadap hasil pengurusan Aset Kredit yang diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.
Pasal 49
Untuk pelaporan pengelolaan Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara, dilakukan rekonsiliasi Aset Kredit paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester antara Direktorat dengan pejabat pada Kantor Pelayanan.
Rekonsiliasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data Aset Kredit beserta tingkat pengurusan dan hasil pengurusan yang disetorkan melalui kas negara.
Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dengan disertai lampiran fotokopi bukti penyetoran dari Bendahara Penerimaan Kantor Pelayanan ke kas negara.
Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh pejabat pada Direktorat dan pejabat pada Kantor Pelayanan.
Bagian Kedelapan
Pembayaran Utang Dalam Bentuk Aset ( _Asset Settlement_ )
Pasal 50
Pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement ) __ dapat dilakukan oleh Debitur:
perorangan;
firma/ Commanditaire Vennootschap /Persekutuan Perdata;
Perseroan Terbatas/Yayasan/Koperasi;
Badan Usaha Milik Negara; atau
Badan Usaha Milik Daerah.
Pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement) diajukan melalui permohonan secara tertulis oleh Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Permohonan yang diajukan oleh Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah memperoleh persetujuan dari:
anggota/sekutu lainnya, untuk Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
Rapat Umum Pemegang Saham/Pembina/ Pengawas/Rapat Anggota, untuk Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
Rapat Umum Pemegang Saham dan menteri pembina Badan Usaha Milik Negara, untuk Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau
Rapat Umum Pemegang Saham dan pembina Badan Usaha Milik Daerah, untuk Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e.
Pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement ) hanya dapat dilakukan dengan aset berupa tanah atau tanah berikut bangunan.
Aset berupa tanah atau tanah berikut bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
aset atas nama Debitur;
aset tidak terkait permasalahan hukum;
aset dalam kondisi tidak dalam penguasaan pihak ketiga secara tidak sah; dan
aset dalam kondisi tidak menjadi jaminan utang kepada kreditur yang lain.
Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal Debitur berbentuk Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, aset yang digunakan sebagai objek pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement ) harus merupakan aset non-produktif yang tidak terkait dengan kegiatan usaha Debitur dan nilainya tidak signifikan terhadap nilai total aset Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang bersangkutan.
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, huruf c, dan huruf d serta ayat (6) dinyatakan oleh Debitur dalam suatu surat pernyataan.
Pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan proposal dan dokumen pendukungnya.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan proposal serta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (9), permohonan Debitur telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8), Direktur menyampaikan permohonan Penilaian kepada:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur, untuk mendapatkan Nilai Wajar Aset Kredit.
Pemilihan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Setelah dilakukannya Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Direktur meminta reviu kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan persetujuan pembayaran utang dalam bentuk aset __ ( asset settlement ) __ berdasarkan rekomendasi dari Direktur dengan mempertimbangkan hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (13), Direktur atas nama Menteri melaksanakan restrukturisasi Aset melalui mekanisme pembayaran utang dalam bentuk aset __ ( asset settlement ) __ dengan membuat:
perjanjian pembayaran utang dalam bentuk aset __ ( asset settlement ) antara Debitur dengan Direktur atas nama Menteri secara notariil;
berita acara serah terima Aset dari Debitur kepada Direktur atas nama Menteri; dan
akta pelepasan hak dari Debitur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Nilai aset yang ditetapkan sebagai objek pembayaran utang dalam bentuk aset ( asset settlement ) diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban dari Debitur kepada Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Eksekusi Barang Jaminan
Pasal 51
Direktur Jenderal selaku pemegang Hak Tanggungan, penerima fidusia, atau pemegang gadai dari barang jaminan Aset Kredit, dapat melaksanakan haknya untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan Aset Kredit yang menjadi objek jaminan Hak Tanggungan, fidusia, atau gadai.
Eksekusi terhadap barang jaminan Aset Kredit yang menjadi objek jaminan Hak Tanggungan, fidusia, atau gadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
Aset Kredit yang masih berada dalam pengelolaan Direktorat; dan
Aset Kredit berupa perusahaan yang telah terdapat kepemilikan negara.
Eksekusi terhadap barang jaminan Aset Kredit yang menjadi objek jaminan Hak Tanggungan, fidusia, atau gadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jaminan kebendaan.
Hasil pelaksanaan eksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dan diperhitungkan dengan kewajiban dari Debitur yang bersangkutan.
Bagian Kesepuluh
Penyelesaian Aset Kredit dengan _Outstanding_ Utang sampai dengan Rp500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah)
Pasal 52
Terhadap Aset Kredit dengan Outstanding Utang sampai dengan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah):
yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara, tetap dilaksanakan pengurusannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara; dan
yang belum diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara:
Direktorat tidak menyerahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara; dan
Direktorat melakukan panggilan melalui pengumuman pada media cetak atau website, dalam rangka penyelesaian kewajiban Debitur;
dalam hal Debitur memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2 dan/atau bersedia menyelesaikan kewajibannya, maka Debitur:
melakukan penyetoran ke kas negara sebesar kewajibannya; dan
menyampaikan bukti setor kepada Direktorat;
terhadap Debitur yang melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada huruf c, Direktorat menerbitkan Surat Keterangan Pelunasan Debitur (SKPD) dan menyampaikannya kepada Debitur;
dalam hal Debitur tidak memenuhi panggilan atau Debitur memenuhi panggilan tetapi tidak bersedia menyelesaikan kewajibannya, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan keputusan Aset Kredit telah optimal dilakukan pengurusan;
dalam hal telah terlampauinya jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penetapan keputusan Aset Kredit telah optimal dilakukan pengurusan sebagaimana dimaksud pada huruf e belum terdapat penyelesaian Aset Kredit dari pihak Debitur, Direktur Jenderal mengajukan usul penghapusan atas Aset Kredit telah optimal dilakukan pengurusan kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan piutang negara.
Bagian Kesebelas
Pengajuan Usulan Penghapusan __
Pasal 53
Aset Kredit dapat dilakukan Penghapusan Secara Bersyarat atau Penghapusan Secara Mutlak dari pencatatan/pembukuan Pemerintah Pusat.
Penghapusan Secara Bersyarat atau Penghapusan Secara Mutlak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap:
Aset Kredit yang telah dilakukan pengurusan secara optimal oleh Panitia Urusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara;
Aset Kredit yang telah ditetapkan dalam keputusan Aset Kredit eks BPPN yang ada dan besarnya tidak pasti menurut hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6) dan ayat (7); atau
Aset Kredit yang telah ditetapkan dalam keputusan Aset Kredit telah optimal dilakukan pengurusan sebagaimana dimaksud d Pasal 52 huruf e dan huruf f.
Pengurusan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dinyatakan telah optimal, dalam hal telah dinyatakan sebagai Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
Pasal 54
Usulan Penghapusan Secara Bersyarat atau usulan Penghapusan Secara Mutlak atas Aset Kredit diajukan oleh Direktur Jenderal kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan piutang negara.
Pengajuan usulan Penghapusan Secara Bersyarat atas Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat huruf b dan huruf c dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan hasil reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
Pasal 55
Tata cara pengajuan usulan Penghapusan Secara Bersyarat atau Penghapusan Secara Mutlak atas Aset Kredit berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan piutang negara.
BAB III
PENGELOLAAN ASET PROPERTI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 56
Pengelolaan Aset Properti meliputi:
penatausahaan;
pemeliharaan dan pengamanan;
penjualan;
pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
hibah;
penetapan status penggunaan;
izin menempati sementara;
penyertaan modal negara;
pemanfaatan;
penyerahkelolaan kepada badan layanan umum di bidang pengelolaan aset;
pengadaan jasa yang berkaitan dengan Aset Properti, dalam hal diperlukan;
pemusnahan;
penghapusan;
bongkaran; dan/atau
Penilaian.
Pasal 57
Aset Properti terdiri atas:
aset milik Bank Asal, baik yang menjadi jaminan maupun yang tidak menjadi jaminan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI);
aset eks jaminan kredit Bank yang telah diambil alih menjadi milik Bank Asal (BJDA); dan
aset yang diserahkan oleh Debitur atau Obligor dalam rangka pembayaran kewajibannya kepada Bank Asal/BPPN/Pemerintah.
Pengelolaan Aset Properti didukung dengan Dokumen Aset Properti, yang meliputi:
Dokumen Aset milik Bank Asal, baik yang menjadi jaminan maupun yang tidak menjadi jaminan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI);
dokumen BJDA;
Dokumen Aset yang diserahkan oleh Debitur atau Obligor dalam rangka pembayaran kewajibannya kepada Bank Asal/BPPN/Pemerintah;
dokumen peralihan berupa Akta Jual Beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Risalah Lelang, dan akta kuasa menjual dari pemilik kepada Bank Asal/BPPN; dan/atau
dokumen lain yang dapat ditindaklanjuti menjadi dokumen peralihan Aset dari pemilik kepada Bank Asal/BPPN/Pemerintah, termasuk yang dibuat secara notariil.
Bagian Kedua
Penatausahaan
Pasal 58
Penatausahaan Aset Properti dilakukan dengan cara Inventarisasi dan Verifikasi dokumen.
Inventarisasi dan Verifikasi Dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan dokumen yang dikuasai Kementerian Keuangan.
Hasil penatausahaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Direktorat dalam sistem informasi pengelolaan Aset.
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pencatatan setiap perubahan jumlah Aset Properti, nilai Aset Properti, dan penerimaan hasil pengelolaan Aset Properti dikarenakan adanya penjualan melalui Lelang, penjualan tanpa melalui Lelang, pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah, hibah, penetapan status penggunaan, penyertaan modal negara, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, pemusnahan, penghapusan, atau perubahan lain yang sah.
Bagian Ketiga
Pemeliharaan dan Pengamanan
Pasal 59
Pemeliharaan dan pengamanan Aset Properti dilakukan terhadap fisik Aset Properti dan Dokumen Aset Properti.
Pasal 60
Pemeliharaan dan pengamanan atas fisik Aset Properti dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri, sesuai letak Aset Properti berada.
Dalam hal Aset Properti tidak berada dalam penguasaan pihak lain yang tidak berhak, dapat dilakukan pembayaran atas biaya pemeliharaan.
Dalam pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri dapat menunjuk wakil kerja untuk melaksanakan pengamanan fisik Aset Properti.
Kepala Kantor Pelayanan atas nama Menteri menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pengamanan Aset Properti secara berjenjang kepada Direktur.
Kepala Kantor Wilayah mengoordinasikan penyampaian laporan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pengamanan Aset Properti dari Kantor Pelayanan di wilayah kerjanya.
Direktur melakukan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah yang hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Direktur/Kepala Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi berwenang lainnya guna pengamanan fisik Aset Properti.
Pasal 61
Pemeliharaan dan pengamanan atas Dokumen Aset Properti dilaksanakan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal.
Pemeliharaan dan pengamanan Dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
verifikasi masa berlaku hak atas Aset Properti;
konfirmasi atas status hukum Aset Properti kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi terkait; dan
penyimpanan Dokumen Aset Properti secara tertib dan rapi di tempat yang aman.
Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi berwenang lainnya guna pengamanan Dokumen Aset Properti.
Pasal 62
Untuk pengamanan Aset Properti, Direktur atas nama Direktur Jenderal berwenang melakukan pemblokiran Aset Properti.
Pasal 63
Petunjuk teknis pemeliharaan dan pengamanan fisik dan Dokumen Aset Properti berpedoman pada ketentuan pemeliharaan dan pengamanan Aset yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Keempat
Penjualan Paragraf 1 Umum
Pasal 64
Direktur Jenderal dapat melakukan penjualan atas Aset Properti.
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Lelang atau tanpa melalui Lelang. Paragraf 2 Penjualan Melalui Lelang
Pasal 65
Penjualan melalui Lelang dilakukan melalui Kantor Pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Lelang.
Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau Dokumen Aset Properti apa adanya ( as is ), termasuk biaya terutang (tunggakan biaya) yang melekat pada Aset Properti.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit atas Aset Properti yang akan dijual melalui Lelang.
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan hasil Penilaian.
Nilai Limit yang ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit.
Dalam hal terdapat perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Properti, masa berlaku Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat kurang dari 1 (satu) tahun.
Perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat berupa:
perubahan fisik yang antara lain disebabkan karena pelebaran jalan, longsor atau abrasi; atau
perubahan peruntukan.
Terhadap Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan Penilaian ulang untuk memperoleh Nilai Wajar terbaru atas Aset Properti.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan.
Pasal 66
Aset Properti yang terdiri atas:
beberapa bidang tanah atau tanah dan bangunan; atau
unit rumah susun. dapat dijual melalui Lelang dalam 1 (satu) paket. Paragraf 3 Penjualan Tanpa Melalui Lelang
Pasal 67
Penjualan tanpa melalui Lelang dapat dilakukan dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi oleh Direktorat, Aset Properti tidak dapat dilakukan pengelolaan dengan cara penjualan melalui Lelang karena tidak terpenuhi legalitas formal subjek dan objek Lelang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Lelang.
Penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada:
orang yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan atau orang lain yang dinyatakan sebagai pemilik berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau ahli warisnya, dan tidak termasuk Nominee ;
badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan yang diwakili oleh pengurus yang masih aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
eks Debitur terkait yang sudah tidak mempunyai kewajiban kepada BPPN q. Pemerintah Republik Indonesia dan mendapatkan persetujuan tertulis secara notariil dari pihak yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan; atau
pihak selain pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, setelah mendapatkan persetujuan tertulis secara notariil dari pihak yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan.
Pasal 68
Pihak yang berminat untuk menjadi pembeli dalam penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti harus mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal, yang paling sedikit memuat:
identitas pemohon;
uraian Aset Properti yang akan dimohonkan untuk dilaksanakan penjualan tanpa melalui Lelang; dan
nilai penawaran.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disetujui apabila nilai penawaran paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan laporan Penilaian.
Dalam kondisi tertentu, atas Nilai Wajar Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan faktor penyesuai.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 69
Persetujuan penjualan tanpa melalui Lelang dilakukan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari Direktur.
Bagian Kelima
Pelepasan Hak Dengan Pembayaran Kompensasi
Pasal 70
Pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi atas Aset Properti dapat dilakukan kepada Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Milik Desa.
Permohonan pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi atas Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi atas Aset Properti, guna memastikan pemohon merupakan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kelayakan nilai pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi yang diajukan oleh pemohon.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal pemohon dapat dipastikan merupakan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan nilai pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi yang diajukan oleh pemohon paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan hasil Penilaian, Direktur menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal untuk memberikan persetujuan atas permohonan yang diajukan dan menetapkan pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi atas Aset Properti; atau
dalam hal pemohon tidak dapat dipastikan merupakan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau nilai pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi yang diajukan oleh pemohon lebih rendah dari Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan hasil Penilaian, Direktur atas nama Direktur Jenderal menolak permohonan yang diajukan dan menyampaikan surat penolakan kepada pemohon, disertai dengan alasannya.
Berdasarkan rekomendasi Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, Direktur Jenderal menetapkan persetujuan pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah.
Pasal 71
Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (5), pemohon menyetorkan kompensasi secara sekaligus ke kas negara paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan ditetapkan.
Berdasarkan bukti pembayaran ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan serah terima dokumen yang dituangkan dalam berita acara serah terima.
Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pejabat pada Direktorat dan pemohon.
Dalam hal pemohon tidak melakukan pembayaran ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (5) menjadi batal.
Bagian Keenam
Hibah
Pasal 72
Hibah Aset Properti dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah/desa.
Permohonan hibah atas Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan hibah atas Aset Properti.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal permohonan hibah disetujui, Direktur Jenderal menetapkan hibah atas Aset Properti; atau
dalam hal hibah tidak disetujui, Direktur Jenderal menolak permohonan yang diajukan dan menyampaikan surat penolakan kepada pemohon, disertai dengan alasannya.
Penetapan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit memuat:
identitas penerima hibah;
rincian Aset Properti yang dihibahkan; dan
tujuan pemberian hibah.
Direktur Jenderal menyampaikan penetapan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kepada Kantor Pertanahan untuk dicatatkan dalam buku tanah, termasuk menyampaikan harus adanya persetujuan Menteri dalam hal Aset Properti yang telah dihibahkan tersebut akan dipindahtangankan kepada pihak lain.
Aset Properti yang dihibahkan harus digunakan sesuai tujuan pemberian hibah, termasuk tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh pihak lain.
Penerima hibah melaporkan penggunaan Aset Properti yang telah dihibahkan sesuai tujuan pemberian hibah secara periodik setiap tahun.
Dalam hal Aset Properti tidak digunakan sesuai tujuan pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka persetujuan hibah menjadi batal dan penerima hibah mengembalikan Aset Properti yang telah dihibahkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Dalam hal penerima hibah tidak mengembalikan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka penerima hibah membayar kompensasi sebesar Nilai Wajar Aset Properti pada saat tidak digunakan sesuai dengan tujuan pemberian hibah.
Dalam hal penerima hibah tidak membayar kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Direktur Jenderal menarik kembali Aset Properti yang telah dihibahkan.
Bagian Ketujuh
Penetapan Status Penggunaan
Pasal 73
Penetapan status penggunaan Aset Properti dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pada Kementerian/Lembaga.
Penetapan status penggunaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didasarkan pada permohonan tertulis dari pimpinan Kementerian/ Lembaga kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan penetapan status penggunaan Aset Properti.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal permohonan penetapan status penggunaan disetujui, Direktur Jenderal menetapkan keputusan mengenai penetapan status penggunaan; atau
dalam hal permohonan penetapan status penggunaan tidak disetujui, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan Kementerian/Lembaga, disertai dengan alasannya.
Penetapan status penggunaan Aset Properti dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya ( as is ) termasuk segala biaya tertunggak atas Aset Properti menjadi tanggung jawab pemohon.
Penetapan status penggunaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah terima Aset Properti antara Direktur atas nama Direktur Jenderal dan pimpinan Kementerian/Lembaga.
Hal lain mengenai penetapan status penggunaan Aset Properti yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
Bagian Kedelapan
Izin Menempati Sementara
Pasal 74
Direktur Jenderal dapat memberikan izin untuk menempati sementara Aset Properti dalam jangka waktu tertentu kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan.
Permohonan izin menempati sementara atas Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan izin menempati sementara atas Aset Properti.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal permohonan izin menempati sementara disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan surat izin menempati sementara; atau
dalam hal permohonan izin menempati sementara tidak disetujui, Direktur Jenderal menolak permohonan yang diajukan dan menyampaikan surat penolakan kepada pimpinan Kementerian/Lembaga, disertai dengan alasannya.
Izin menempati sementara dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya ( as is ), termasuk segala biaya tertunggak atas Aset Properti menjadi tanggung jawab pemohon.
Izin menempati sementara diberikan untuk paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali.
Izin menempati sementara Aset Properti dituangkan dalam perjanjian antara Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal dengan pimpinan Kementerian/Lembaga selaku pemohon.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
para pihak dalam perjanjian;
jenis, luas dan jumlah Aset Properti yang disetujui untuk ditempati sementara;
jangka waktu izin menempati sementara;
tanggung jawab pimpinan Kementerian/Lembaga selaku pemohon atas biaya pemeliharaan selama jangka waktu izin menempati sementara; dan
berakhirnya perjanjian.
Berakhirnya perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf f terjadi dalam hal :
Aset Properti telah ditetapkan persetujuan hibahnya;
Aset Properti telah ditetapkan status penggunaannya pada Kementerian/Lembaga; atau
terjadi perubahan status kepemilikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Bagian Kesembilan
Penyertaan Modal Negara
Pasal 75
Aset Properti dapat ditetapkan menjadi penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum yang didalamnya terdapat kepemilikan negara.
Penyertaan modal negara dengan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:
pimpinan Badan Usaha Milik Negara setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan Badan Usaha Milik Negara kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal; atau
pimpinan badan hukum setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham/pemilik/pemegang saham.
Permohonan disertai kajian yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal melakukan kajian.
Pasal 76
Dalam pengajuan permohonan penyertaan modal negara dengan Aset Properti, dilakukan Penilaian atas Aset Properti oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur.
Pasal 77
Biaya Penilaian Aset Properti oleh Penilai Publik sebagaimana dimaksud Pasal 76 huruf b menjadi beban Badan Usaha Milik Negara calon penerima penyertaan modal negara berupa Aset Properti.
Pasal 78
Berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal, Menteri menyampaikan usul penyertaan modal negara kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan.
Pelaksanaan penyertaan modal negara dengan Aset Properti dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyertaan modal negara.
Bagian Kesepuluh
Pemanfaatan Paragraf 1 Umum
Pasal 79
Pemanfaatan Aset Properti dilakukan dalam bentuk:
Sewa;
pinjam pakai;
kerja sama pemanfaatan;
bangun guna serah/bangun serah guna; dan/atau
kerja sama penyediaan infrastruktur.
Pemanfaatan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kondisi fisik dan dokumen sebagaimana adanya ( as is ) dengan memperhatikan prinsip penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) .
Penilaian Aset Properti dalam rangka Pemanfaatan Aset Properti dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur. Paragraf 2 Sewa
Pasal 80
Objek Sewa Aset Properti berupa tanah dan/atau bangunan.
Objek Sewa berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhan.
Dalam hal objek Sewa Aset Properti berupa sebagian tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek Sewa adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang dimanfaatkan.
Dalam hal Aset Properti berupa tanah yang akan menjadi objek Sewa terdapat bangunan yang membahayakan lingkungan dan/atau tidak lagi dapat digunakan, maka bangunan tersebut dapat dilakukan pembongkaran oleh Direktorat sebelum dilakukan Sewa.
Pasal 81
Pihak yang dapat melakukan Sewa Aset Properti meliputi:
perorangan;
badan hukum;
Badan Layanan Umum, termasuk Badan Layanan Umum Daerah;
badan usaha bukan berbentuk badan hukum; atau
unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/negara.
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/ negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
persatuan/perhimpunan Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
persatuan/perhimpunan istri Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
unit penunjang kegiatan lainnya.
Pasal 82
Calon penyewa Aset Properti mengajukan permohonan Sewa secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai letak Aset Properti berada.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
uraian Aset Properti yang akan disewa;
identitas calon penyewa;
rencana peruntukan Sewa;
usulan besaran Sewa; dan
usulan jangka waktu Sewa.
Kantor Wilayah melakukan penelitian atas permohonan Sewa atas Aset Properti.
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Sewa atas Aset Properti dapat disetujui, diterbitkan persetujuan Sewa oleh:
Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur, dalam hal Nilai Wajar Sewa Aset Properti di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
Direktur atas nama Menteri, dalam hal Nilai Wajar Sewa Aset Properti di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri, dalam hal Nilai Wajar Sewa Aset Properti sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah menyampaikan surat penolakan kepada calon penyewa disertai dengan alasannya.
Pasal 83
Berdasarkan persetujuan Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian Sewa dengan pihak penyewa.
Perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
para pihak dalam perjanjian;
jenis, luas dan jumlah Aset Properti yang disewakan;
besaran dan jangka waktu Sewa, termasuk periode Sewa;
peruntukan Sewa;
tanggung jawab penyewa atas biaya pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;
hak dan kewajiban para pihak; dan
pengakhiran Sewa.
Penandatanganan perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak terbitnya persetujuan Sewa.
Dalam hal perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditandatangani sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka persetujuan Sewa menjadi batal.
Pasal 84
Jangka waktu Sewa paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian dan dapat diperpanjang.
Permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa disampaikan secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu Sewa berakhir.
Jangka waktu Sewa dapat dihitung berdasarkan periode Sewa.
Periode Sewa dikelompokkan sebagai berikut:
periode tahun; dan
periode bulan.
Pasal 85
Pembayaran uang Sewa dilakukan secara sekaligus melalui penyetorannya ke kas negara paling lambat sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa.
Besaran Sewa ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar atas Sewa berdasarkan laporan Penilaian.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat usulan besaran Sewa yang diajukan oleh calon penyewa dan nilai usulan tersebut lebih besar dari Nilai Wajar atas Sewa, maka besaran Sewa ditetapkan sebesar usulan besaran Sewa dari calon penyewa.
Pasal 86
Penyewa dapat melakukan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan atas Aset Properti yang disewa, sepanjang tidak mengubah peruntukan Sewa.
Usulan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh:
calon penyewa, dalam permohonan Sewa pertama kali;
penyewa, dalam permohonan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan yang diajukan setelah ditandatanganinya perjanjian Sewa; atau
penyewa, dalam permohonan perpanjangan Sewa, dengan melampirkan proposal disertai dengan data dan dokumen pendukungnya.
Renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian Sewa, dan harus selesai dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian Sewa.
Renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
dilakukan setelah permohonan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri;
dituangkan dalam adendum perjanjian Sewa; dan
harus selesai paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal adendum perjanjian Sewa.
Biaya yang dikeluarkan untuk renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) menjadi beban penyewa, tidak diperhitungkan dalam besaran uang Sewa dan tidak dapat dimintakan kompensasi kepada Negara.
Hasil dari renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan dengan Aset Properti yang disewa.
Aset Properti berikut hasil dari renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib diserahkan dalam keadaan baik oleh penyewa kepada Kepala Kantor Wilayah, pada saat berakhirnya Sewa.
Pasal 87
Pemanfaatan Aset Properti dalam bentuk Sewa, dapat diberikan keringanan berupa:
pemberian Masa Tenggang; dan/atau
pembayaran uang Sewa secara bertahap.
Permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh calon penyewa dalam permohonan Sewa, dengan melampirkan proposal disertai dengan data dan dokumen pendukungnya.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan keringanan dapat disetujui, maka klausul pemberian keringanan Sewa dimuat dalam persetujuan Sewa dan perjanjian Sewa.
Pasal 88
Pemberian Masa Tenggang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat huruf a dapat diberikan dalam hal Aset Properti yang disewakan memerlukan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan.
Pemberian Masa Tenggang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan.
Masa Tenggang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
bukan merupakan bagian dari jangka waktu Sewa; dan b. dituangkan dalam perjanjian Sew
Pasal 89
Keringanan berupa pembayaran uang Sewa secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat huruf b dapat diberikan dalam hal:
Aset Properti yang disewakan memerlukan renovasi, perubahan, atau tambahan bangunan; dan/atau
jangka waktu Sewa lebih dari 4 (empat) tahun, sepanjang penyewa tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar secara sekaligus, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh penyewa yang sekurang- kurangnya memuat keterangan mengenai ketidakmampuan tersebut dan pernyataan tanggung jawab untuk membayar lunas secara bertahap.
Pembayaran Sewa secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme:
pembayaran tahap pertama dengan jumlah paling sedikit sebesar yang tertinggi dari:
20% (dua puluh persen) dari total uang Sewa; atau 2. perhitungan uang Sewa untuk 2 (dua) tahun pertama dari keseluruhan jangka waktu Sewa; dan b. pembayaran tahap berikut sebesar sisanya dilakukan secara bertahap sesuai perjanjian Sewa.
Pembayaran tahap berikut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan:
paling sedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun; dan
memperhatikan nilai waktu dari uang ( time value of money ) dari setiap tahap pembayaran berdasarkan besaran Sewa.
Perhitungan nilai waktu dari uang ( time value of money ) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan oleh Kantor Wilayah atau Direktorat dan dapat meminta masukan dari Penilai.
Dalam hal penyewa tidak melakukan pembayaran tahap pertama atau pembayaran tahap berikut sampai dengan batas waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan Sewa menjadi batal.
Pasal 90
Sewa atas Aset Properti dilakukan monitoring oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Kepala Kantor Wilayah menyampaikan laporan pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 91
Penyewa wajib melakukan pemeliharaan dan pengamanan atas Aset Properti yang disewa.
Seluruh biaya pemeliharaan dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa.
Pasal 92
Sewa berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu Sewa sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa;
pengakhiran perjanjian Sewa secara sepihak oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri;
berlakunya syarat batal sesuai perjanjian; dan/atau
ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 93
Ketentuan mengenai Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 sampai dengan Pasal 92 mutatis mutandis berlaku untuk ketentuan mengenai perpanjangan Sewa.
Pasal 94
Ketentuan pemanfaatan dalam bentuk Sewa atas Aset Properti sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara. Paragraf 3 Pinjam Pakai, Kerja Sama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah/ Bangun Serah Guna, dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Pasal 95
Pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, dan kerja sama penyediaan infrastruktur dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal.
Pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, dan kerja sama penyediaan infrastruktur dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
Bagian Kesebelas
Penyerahkelolaan Kepada Badan Layanan Umum di Bidang Pengelolaan Aset
Pasal 96
Penyerahkelolaan Aset Properti kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset dilakukan dalam rangka pengelolaan Aset Properti sesuai tugas dan fungsi Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset.
Pengelolaan Aset Properti oleh Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur pengelolaan Barang Milik Negara oleh Badan Layanan Umum.
Pengelolaan pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset dari hasil pengelolaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan penyerahkelolaan Aset Properti kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian Kedua Belas Penerbitan Surat Permohonan Roya, Pencabutan Pemblokiran, dan Pengangkatan Sita
Pasal 97
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat permohonan roya, pencabutan pemblokiran, dan/atau pengangkatan sita atas Aset Properti dalam hal:
Aset Properti telah terjual;
Aset Properti telah dilepaskan haknya dengan pembayaran kompensasi;
Aset Properti telah dihibahkan;
Aset Properti telah dilakukan penetapan status penggunaan;
Aset Properti telah ditetapkan menjadi penyertaan modal negara; atau
Aset Properti telah diserahkelolakan kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset. Bagian Ketiga Belas Pemusnahan
Pasal 98
Pemusnahan dapat dilakukan terhadap bangunan yang menjadi bagian dari Aset Properti.
Pemusnahan terhadap bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
bangunan dalam kondisi rusak berat dan/atau membahayakan lingkungan sekitar; atau
terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat melakukan penelitian terhadap bangunan Aset Properti yang akan dilakukan pemusnahan.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
penelitian administratif, meliputi dokumen dan data bangunan Aset Properti; dan
penelitian fisik, untuk mencocokkan fisik bangunan Aset Properti yang akan dimusnahkan dengan hasil penelitian administratif.
Direktur dapat meminta bantuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Aset Properti tersebut memenuhi syarat untuk dimusnahkan, Direktur mengajukan permohonan pemusnahan atas Aset Properti kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan keputusan pemusnahan.
Pelaksanaan pemusnahan Aset Properti dilakukan oleh Direktorat dan dituangkan dalam berita acara pemusnahan. Bagian Keempat Belas Bongkaran
Pasal 99
Pengelolaan Aset Properti dapat mengakibatkan adanya bongkaran bangunan yang disebabkan antara lain:
adanya renovasi, perubahan, atau tambahan atas Aset Properti;
adanya pemusnahan Aset Properti;
pembongkaran bangunan yang merupakan bagian dari Aset Properti, yang berdiri di atas tanah pihak lain atau Pemerintah Daerah dan tidak dapat dipindahtangankan; atau
pembongkaran bangunan yang merupakan bagian dari Aset Properti, yang berada dalam kondisi rusak berat dan/atau membahayakan lingkungan sekitar.
Direktur melakukan penjualan melalui Lelang atas bongkaran bangunan.
Dalam rangka penjualan melalui Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit.
Nilai Limit ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar hasil Penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah.
Penjualan melalui Lelang atas bongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan ketentuan penjualan Lelang atas bongkaran Barang Milik Negara. Bagian Kelima Belas Penghapusan
Pasal 100
Penghapusan Aset Properti dari pencatatan/pembukuan Pemerintah Pusat dilakukan dalam hal Aset Properti telah tidak berada dalam penguasaan Direktorat disebabkan karena:
pemindahtanganan;
menjalankan ketentuan peraturan perundang- undangan;
pemusnahan; atau
sebab-sebab lain.
Sebab-sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan sebab-sebab yang dapat diperkirakan secara wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain:
terbakar;
harus dihapuskan karena tidak dapat dilakukan pemindahtanganan, untuk Aset Properti berupa bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain atau Pemerintah Daerah;
harus dihapuskan karena dalam kondisi rusak berat dan/atau membahayakan lingkungan sekitar, untuk Aset Properti berupa bangunan;
harus dihapuskan untuk Aset Properti berupa bangunan yang berdiri di atas tanah yang menjadi objek pemanfaatan dalam bentuk kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna atau kerja sama penyediaan infrastruktur, setelah bangunan tersebut diperhitungkan sebagai investasi pemerintah;
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; atau
sebagai akibat dari keadaan kahar ( force majeure). (3) Direktorat melakukan penelitian terhadap Aset Properti yang harus dilakukan penghapusan.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
penelitian administratif, meliputi dokumen dan data Aset Inventaris; dan/atau
penelitian fisik, untuk mencocokkan fisik Aset Inventaris yang akan dihapuskan dengan hasil penelitian administratif.
Direktur dapat meminta bantuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Aset Properti tersebut memenuhi syarat untuk dihapuskan, Direktur mengajukan permohonan penghapusan atas Aset Properti kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menetapkan Keputusan Penghapusan. Bagian Keenam Belas Penilaian
Pasal 101
Penilaian Aset Properti dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur.
Permohonan Penilaian Aset Properti kepada Penilai Pemerintah dilakukan oleh Direktur atau Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penilaian.
Penunjukan Penilai Publik dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pasal 102
Penilaian Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) dilakukan untuk:
penjualan;
pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
Sewa;
kerja sama pemanfaatan;
bangun guna serah/bangun serah guna;
kerja sama penyediaan infrastruktur; dan
penyertaan modal negara.
BAB IV
PENGELOLAAN ASET INVENTARIS.
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 103
Pengelolaan Aset Inventaris meliputi:
penatausahaan;
pemeliharaan dan pengamanan;
penjualan;
hibah;
penetapan status penggunaan;
pemusnahan;
penghapusan; dan
Penilaian.
Bagian Kedua
Penatausahaan
Pasal 104
Penatausahaan Aset Inventaris dilakukan dengan cara Inventarisasi dan Verifikasi dokumen.
Inventarisasi dan Verifikasi Dokumen Aset Inventaris Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan sumber data yang dikuasai Kementerian Keuangan.
Penatausahaan Aset Inventaris dilakukan dengan pencatatan oleh Direktorat dalam sistem informasi pengelolaan Aset.
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pencatatan setiap perubahan jumlah Aset Inventaris, nilai Aset Inventaris, dan penerimaan hasil pengelolaan Aset Inventaris dikarenakan Lelang, hibah, penetapan status penggunaan, pemusnahan, penghapusan, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau perubahan lain yang sah.
Bagian Ketiga
Pemeliharaan dan Pengamanan
Pasal 105
Pemeliharaan dan pengamanan fisik beserta Dokumen Aset Inventaris dilakukan oleh Direktur atas nama Menteri.
Pelaksanaan pemeliharaan dan pengamanan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri.
Pengamanan fisik Aset Inventaris dilakukan dengan cara menyimpan Aset Inventaris di dalam Aset Properti atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur/Kepala Kantor Wilayah.
Penatausahaan, pemeliharaan dan/atau pengamanan fisik Aset Inventaris yang digunakan/dikuasai oleh Kementerian Negara/Lembaga namun belum ditetapkan status penggunaannya dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga yang menggunakan/menguasai Aset Inventaris.
Petunjuk teknis pemeliharaan dan pengamanan fisik Aset Inventaris berpedoman pada ketentuan pemeliharaan dan pengamanan Aset yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Keempat
Penjualan
Pasal 106
Direktur Jenderal dapat melakukan penjualan atas Aset Inventaris.
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Lelang.
Penjualan melalui Lelang dilakukan melalui Kantor Pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Lelang.
Lelang Aset Inventaris dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau Dokumen Aset Inventaris apa adanya ( as is ).
Dalam hal kondisi Aset Inventaris rusak berat dan tidak dapat digunakan berdasarkan hasil penelitian fisik oleh Direktorat, Aset Inventaris dapat dilelang sebagai rongsokan ( scrap ).
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit atas Aset Inventaris yang akan dijual melalui Lelang.
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Inventaris berdasarkan hasil Penilaian.
Nilai Limit yang ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit.
Dalam hal terdapat perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Inventaris, masa berlaku Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat kurang dari 1 (satu) tahun.
Terhadap Aset Inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dilakukan Penilaian ulang untuk memperoleh Nilai Wajar terbaru atas Aset Inventaris.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Inventaris berdasarkan hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (11) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan.
Pasal 107
Lelang Aset Inventaris dapat dilakukan dalam 1 (satu) paket dengan Aset Properti tempat Aset Inventaris tersimpan.
Bagian Kelima
Hibah
Pasal 108
Aset Inventaris dapat dihibahkan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah/desa.
Permohonan hibah atas Aset Inventaris diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Direktorat melakukan penelitian atas permohonan hibah atas Aset Inventaris.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal permohonan hibah disetujui, Direktur Jenderal menetapkan hibah atas Aset Inventaris; atau b. dalam hal permohonan hibah tidak disetujui, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon, disertai dengan alasanny
Bagian Keenam
Penetapan Status Penggunaan
Pasal 109
Penetapan status penggunaan Aset Inventaris dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pada Kementerian/Lembaga.
Penetapan status penggunaan Aset Inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didasarkan pada:
inisiatif usulan dari Direktorat; atau
adanya permohonan tertulis dari pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Inisiatif usulan dari Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan terhadap Aset Inventaris yang telah digunakan/dikuasai oleh Kementerian/Lembaga.
Penetapan Status Penggunaan Aset Inventaris dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya ( as is ), termasuk segala biaya-biaya tertunggak atas Aset Inventaris menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang diusulkan menerima hibah Aset Inventaris atau pemohon.
Penetapan Status Penggunaan Aset Inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah terima Aset Inventaris antara Direktur atas nama Direktur Jenderal dan pimpinan Kementerian/Lembaga.
Hal lain mengenai penetapan status penggunaan Aset Inventaris yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
Pasal 110
Ketentuan mengenai permohonan, penelitian, dan persetujuan penetapan status penggunaan Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 berlaku mutatis mutandis untuk permohonan, penelitian, dan persetujuan penetapan status penggunaan Aset Inventaris.
Bagian Ketujuh
Pemusnahan
Pasal 111
Pemusnahan Aset Inventaris dilakukan dalam hal Aset Inventaris tidak ditetapkan status penggunaannya, tidak dilelang, telah dilelang tetapi tidak ada penawaran, dan/atau tidak dihibahkan.
Direktorat melakukan penelitian terhadap Aset Inventaris yang akan dilakukan pemusnahan.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
penelitian administratif, meliputi dokumen dan data Aset Inventaris; dan
penelitian fisik, untuk mencocokkan fisik Aset Inventaris yang akan dimusnahkan dengan hasil penelitian administratif.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Aset Inventaris tersebut memenuhi syarat untuk dimusnahkan, Direktur mengajukan permohonan pemusnahan atas Aset Inventaris kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal menerbitkan keputusan pemusnahan.
Pelaksanaan pemusnahan Aset Inventaris dilakukan oleh Direktorat dan dituangkan dalam berita acara pemusnahan.
Bagian Kedelapan
Penghapusan
Pasal 112
Penghapusan Aset Inventaris dari pencatatan/ pembukuan Pemerintah Pusat dilakukan dalam hal Aset Inventaris sudah tidak berada dalam penguasaan Direktorat disebabkan karena:
pemindahtanganan;
menjalankan ketentuan peraturan perundang- undangan;
pemusnahan; atau
sebab-sebab lain.
Sebab-sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan sebab-sebab yang dapat diperkirakan secara wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, atau sebagai akibat dari keadaan kahar ( force majeure ).
Direktorat melakukan penelitian terhadap Aset Inventaris yang harus dilakukan penghapusan.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
penelitian administratif, meliputi dokumen dan data Aset Inventaris; dan/atau
penelitian fisik, untuk mencocokkan fisik Aset Inventaris yang akan dihapuskan dengan hasil penelitian administratif.
Direktur dapat meminta bantuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Aset Inventaris tersebut memenuhi syarat untuk dihapuskan, Direktur mengajukan permohonan penghapusan atas Aset Inventaris kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan menetapkan Keputusan Penghapusan.
Bagian Kesembilan
Penilaian
Pasal 113
Penilaian Aset Inventaris dilakukan oleh Penilai Pemerintah untuk mendapatkan Nilai Wajar.
Permohonan Penilaian Aset Inventaris kepada Penilai Pemerintah dilakukan oleh Direktur atau Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penilaian.
Penunjukan Penilai Publik dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN ASET SAHAM, ASET OBLIGASI, ASET REKSADANA, ASET NOSTRO, DAN ASET _TRANSFERABLE_ _MEMBER CLUB_
Bagian Kesatu
Pengelolaan Aset Saham Paragraf 1 Umum
Pasal 114
Pengelolaan Aset Saham meliputi:
menghadiri dan mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham;
permintaan pembayaran atas dividen saham atau hasil likuidasi;
penjualan;
Penilaian; dan/atau
penatausahaan.
Pengelolaan Aset Saham dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar perusahaan, perjanjian antar pemegang saham dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Menghadiri dan Mengambil Keputusan Dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Pasal 115
Direktur Jenderal menghadiri dan mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham sesuai ketentuan anggaran dasar masing-masing perusahaan.
Direktur Jenderal dapat memberi kuasa kepada Direktur dengan hak substitusi untuk menghadiri dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimaksudkan untuk penambahan modal oleh Menteri. Paragraf 3 Permintaan Pembayaran atas Dividen Saham atau Hasil Likuidasi
Pasal 116
Direktur atas nama Direktur Jenderal melakukan monitoring pembayaran dividen atau hasil likuidasi sesuai dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.
Direktur atas nama Direktur Jenderal meminta pembayaran atas dividen atau hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dibayarkan. Paragraf 4 Penjualan
Pasal 117
Direktur Jenderal melakukan penjualan Aset Saham dengan ketentuan:
untuk saham perusahaan terbuka (Tbk) dilakukan baik melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang mengenai pasar modal dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya; dan
untuk saham perusahaan tertutup dilakukan melalui penawaran terbatas atau Lelang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar perusahaan dan ketentuan peraturan perundang- undangan terkait lainnya.
Pelaksanaan penjualan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikuasakan kepada Direktur.
Pasal 118
Nilai Limit atas Aset Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat huruf b ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal berdasarkan Nilai Wajar Aset Saham berdasarkan hasil Penilaian.
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit, kecuali Aset Saham mengalami perubahan kondisi yang signifikan.
Terhadap Aset Saham yang mengalami perubahan kondisi yang signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan Penilaian ulang untuk memperoleh Nilai Wajar terbaru atas Aset Saham.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Saham berdasarkan hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. Paragraf 5 Penilaian
Pasal 119
Penilaian Aset Saham dapat dilakukan setelah dilakukan Inventarisasi dan Verifikasi.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk memperoleh Nilai Wajar Aset Saham.
Penilaian Aset Saham dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur.
Permohonan Penilaian Aset Saham kepada Penilai Pemerintah dilakukan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian.
Pemilihan Penilai Publik dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Paragraf 6 Penatausahaan
Pasal 120
Penatausahaan Aset Saham dilakukan dengan cara:
Inventarisasi dan Verifikasi dokumen;
pemutakhiran data Aset Saham;
penyimpanan dan penatausahaan Dokumen Aset Saham;
pencatatan kepemilikan atas Aset Saham dalam daftar pemegang saham perusahaan, termasuk pencatatan Aset Saham melalui Biro Administrasi Efek atau PT Kustodian Sentral Efek Indonesia; dan
pelaporan mutasi Aset Saham.
Bagian Kedua
Pengelolaan Aset Obligasi
Pasal 121
Pengelolaan Aset Obligasi meliputi:
pendaftaran kepemilikan atas Aset Obligasi pada perusahaan/lembaga;
menghadiri dan mengambil keputusan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO);
permintaan pembayaran atas bunga Obligasi;
pencairan ( redemption ) atas Aset Obligasi; dan
penatausahaan.
Pasal 122
Pendaftaran kepemilikan atas Aset Obligasi pada perusahaan/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf a dilakukan oleh Direktorat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktur Jenderal menghadiri dan mengambil keputusan dalam RUPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf b sesuai ketentuan anggaran dasar masing-masing perusahaan.
Direktur Jenderal dapat memberi kuasa kepada Direktur dengan hak substitusi untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPO sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Permintaan pembayaran atas bunga Obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf c dilakukan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal.
Pencairan ( redemption ) Aset Obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 huruf d dilakukan oleh Direktur Jenderal.
Ketentuan mengenai penatausahaan Aset Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penatausahaan Aset Obligasi
Pasal 123
Ketentuan mengenai penatausahaan Aset Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penatausahaan Aset Obligasi.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Aset Reksadana
Pasal 124
Pengelolaan Aset Reksadana meliputi:
pencatatan kepemilikan atas Aset Reksadana pada manajer investasi;
penjualan kembali ( redemption ) atas Aset Reksadana;
evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan oleh manajer investasi: dan d. penatausahaan.
Pasal 125
Pencatatan kepemilikan atas Aset Reksadana pada manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf a dilakukan oleh Direktorat.
Penjualan kembali ( redemption ) Aset Reksadana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sektor keuangan.
Direktorat melakukan evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Aset Reksadana oleh manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf c.
Pasal 126
Ketentuan mengenai penatausahaan Aset Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penatausahaan Aset Reksadana.
Bagian Keempat
Pengelolaan Aset Nostro
Pasal 127
Pengelolaan Aset Nostro meliputi:
penerimaan bunga atas rekening giro di bank penyimpan;
pencairan/penarikan dana yang tersimpan di bank penyimpan; dan
penatausahaan.
Pasal 128
Penerimaan bunga atas Aset Nostro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf a dan pencairan/penarikan dana yang tersimpan di bank penyimpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf b, dilakukan oleh Direktur atas nama Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di negara bank penyimpan.
Penatausahaan Aset Nostro dilakukan dengan cara Inventarisasi dan Verifikasi dokumen.
Sumber data yang digunakan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi meliputi SAPB dan/atau sumber data lain.
Bagian Kelima
Pengelolaan Aset _Transferable Member Club_
Pasal 129
Pengelolaan Aset Transferable Member Club meliputi:
permintaan penerbitan Aset Transferable Member Club ;
penjualan; dan
Penatausahaan.
Pasal 130
Dalam hal Aset Transferable Member Club belum terbit, Direktur atas nama Direktur Jenderal mengajukan permintaan penerbitan kepada perusahaan penerbit Aset Transferable Member Club
Pasal 131
Penjualan Aset Transferable Member Club sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal.
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Lelang atau tidak melalui Lelang.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit atau Harga Dasar atas Aset Transferable Member Club yang akan dilakukan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Nilai Limit atau Harga Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Wajar Aset Transferable Member Club berdasarkan hasil Penilaian yang dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur.
Pemilihan Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Nilai Limit atau Harga Dasar yang ditetapkan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit atau Harga Dasar.
Pasal 132
Penatausahaan Aset Transferable Member Club dilakukan dengan cara Inventarisasi dan Verifikasi dokumen.
Sumber data yang digunakan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi dokumen, yaitu Dokumen Aset yang tersimpan di Kustodi Kementerian Keuangan atau di luar Kustodi Kementerian Kuangan, SAPB, dan/atau sumber data lain.
Bagian Keenam
Penyimpanan Aset Saham, Aset Obligasi, dan Aset Reksadana
Pasal 133
Dokumen terkait dengan Aset Saham, Aset Obligasi, dan Aset Reksadana dapat disimpan pada:
Kustodi Kementerian Keuangan; atau
Kustodi di luar Kementerian Keuangan.
Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dituangkan dalam perjanjian kerja sama ( custodial agreement ) yang ditandatangani oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal dan pimpinan Kustodi.
Bagian Ketujuh
Penghapusan Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset _Transferable Member Club_
Pasal 134
Penghapusan Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club dari pencatatan/pembukuan Pemerintah Pusat dilakukan dalam hal Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club telah tidak berada dalam penguasaan Direktorat disebabkan karena:
pemindahtanganan;
pencairan; atau
sebab-sebab lain.
Sebab-sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sebab-sebab yang dapat diperkirakan secara wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain karena perusahaan atau bank penerbit telah dibubarkan atau di likuidasi.
Penghapusan Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club yang disebabkan __ karena pemindahtanganan atau pencairan __ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat langsung dilakukan oleh Direktorat dengan mendasarkan pada dokumen sumber penyebab pemindahtanganan atau pencairan.
Penghapusan Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club yang disebabkan __ karena sebab-sebab lain __ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Direktorat melakukan penelitian administratif dan/atau fisik terhadap Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club yang harus dilakukan penghapusan;
Direktur dapat meminta bantuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a, Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club tersebut memenuhi syarat untuk dihapuskan, Direktur mengajukan permohonan penghapusan atas Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club kepada Direktur Jenderal;
dalam hal Direktur Jenderal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c, Direktur Jenderal menetapkan Keputusan Penghapusan.
Bagian Kedelapan
Hasil Pengelolaan
Pasal 135
Hasil pengelolaan Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Reksadana, Aset Nostro, Aset Reksadana, dan Aset Transferable Member Club dicatat ke dalam sistem pengelolaan Aset untuk keperluan pemutakhiran ( updating ) data Aset.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 136
Direktur Jenderal menyampaikan laporan pengelolaan Aset setiap semester kepada Menteri.
Laporan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perkembangan dan hasil pengelolaan Aset.
BAB VII
PENYERAHKELOLAAN KEPADA PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO)
Pasal 137
Aset dapat diserahkelolakan oleh Menteri kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Penyerahkelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian antara Direktur Jenderal atas nama Menteri dengan Direksi PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Pasal 138
Pengelolaan Aset yang diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan Aset yang berasal dari BPPN oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
BAB VIII
HASIL PENGELOLAAN ASET
Pasal 139
Hasil pengelolaan Aset terdiri atas:
uang tunai; dan/atau
non tunai.
Hasil pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penerimaan negara yang disetorkan ke kas negara.
Hasil pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Aset yang berasal dari pembayaran dalam bentuk aset ( asset settlement ).
Pasal 140
Hasil pengelolaan Aset yang diserahkelolakan kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) menjadi pendapatan Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan aset.
BAB IX
PENANGANAN PERKARA
Pasal 141
Penanganan perkara di lembaga peradilan atas Aset dilakukan oleh Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan dengan mengikutsertakan Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal.
Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal menyampaikan laporan perkembangan penanganan perkara tiap semester kepada Direktur Jenderal, dengan ditembuskan kepada Direktur.
Untuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Pasal 142
Pengelolaan Aset yang berperkara dilakukan oleh Direktorat dengan mempertimbangkan penanganan perkara atas Aset.
Direktorat dapat meminta konfirmasi penanganan perkara atas Aset kepada Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
BAB X
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Pasal 143
Direktur Jenderal menyusun standar operasional prosedur pembuatan setiap keputusan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB XI
SURAT KETERANGAN PELUNASAN DEBITUR, APLIKASI PERMOHONAN PELEPASAN DOKUMEN, DAN APLIKASI PERMOHONAN PELEPASAN PERMANEN DOKUMEN
Pasal 144
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keterangan Pelunasan Debitur, dalam hal terjadi penyelesaian seluruh kewajiban Aset Kredit yang disebabkan:
penyelesaian tagihan di Bank Asal/BPPN/Tim Pemberesan BPPN/Tim Koordinasi;
pelunasan tagihan di Direktorat; atau
penyelesaian atas dasar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Aplikasi Permohonan Pelepasan Dokumen dan Aplikasi Permohonan Pelepasan Permanen Dokumen untuk melakukan pelepasan/pengeluaran Dokumen Aset dari tempat penyimpanan dan/atau Kustodi.
Pasal 145
Tata cara penerbitan Surat Keterangan Pelunasan Debitur, menerbitkan Aplikasi Permohonan Pelepasan Dokumen, dan Aplikasi Permohonan Pelepasan Permanen Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144, berpedoman pada petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
BAB XII
PENERBITAN ROYA, CABUT BLOKIR, DAN ANGKAT SITA ATAS ASET YANG TELAH DISELESAIKAN PADA BANK ASAL, BPPN, TIM PEMBERESAN BPPN, DAN TIM KOORDINASI
Pasal 146
Penerbitan surat permohonan roya, pencabutan pemblokiran, dan/atau pengangkatan sita atas aset yang telah diselesaikan pada Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi, dilakukan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal.
Penerbitan surat permohonan roya, pencabutan pemblokiran, dan/atau pengangkatan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada dokumen yang membuktikan telah adanya penyelesaian aset di Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi.
Penyelesaian aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain:
pelunasan atau konversi utang menjadi penyertaan saham; atau
penjualan aset.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 147
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
seluruh proses pengelolaan Aset oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal yang telah dilaksanakan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku;
pengelolaan Aset yang telah mendapatkan persetujuan dinyatakan tetap berlaku dan proses selanjutnya mengikuti ketentuan yang berlaku pada saat persetujuan diterbitkan;
pengelolaan Aset yang belum mendapatkan persetujuan selanjutnya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
surat permohonan roya, pencabutan pemblokiran, dan/atau pengangkatan sita atas Aset yang telah diselesaikan pada Bank Asal, BPPN, Tim Pemberesan BPPN, atau Tim Koordinasi, yang masih dalam proses penerbitan, tetap dilaksanakan oleh Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 148
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan dari:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.06/2017 tentang Pengelolaan Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1064); dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2015 tentang Pengelolaan Aset Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 483) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2015 tentang Pengelolaan Aset Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1387), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 149
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 280/KMK.06/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas/Prosedur Operasi Standar Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam Penanganan Sisa Tugas Tim Koordinasi Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat; dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 68/KMK.01/2014 tentang Penugasan Kepada Unit-Unit di Lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka Penyelesaian Permasalahan Aset-Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, Penjaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat, dan Eks Pengelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 150
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.06/2017 tentang Pengelolaan Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1064); dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2015 tentang Pengelolaan Aset Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 483) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2015 tentang Pengelolaan Aset Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1387), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 151
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.