bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.05/2018 tentang Dana Perhitungan Fihak Ketiga;
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyetoran, pembayaran, dan pengembalian dana perhitungan fihak ketiga, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai Dana Perhitungan Fihak Ketiga;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Perhitungan Fihak Ketiga;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5407);
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5792);
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6264);
Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977 tentang Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun;
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 165) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 210);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG DANA PERHITUNGAN FIHAK KETIGA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau hasil pemotongan gaji/upah/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau pegawai pemerintah non pegawai negeri dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pungutan atau potongan lainnya untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau pemerintah daerah.
Surat Keputusan Pembayaran Dana PFK Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP-PFK adalah dokumen yang menjadi dasar pembayaran Dana PFK pegawai dan berlaku sebagai dokumen pelaksanaan anggaran.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara, untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan SPM.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit PKN adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara.
Direktorat Sistem Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Dit SP adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan sistem perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari bendahara umum negara untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa bendahara umum negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUD.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan SPM yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah .
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan . 18. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang selanjutnya disingkat PPNPN adalah pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan atas beban APBN/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang selanjutnya disebut PNS Pusat adalah calon PNS dan PNS yang gajinya dibebankan pada APBN.
Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PNS Daerah adalah calon PNS dan PNS yang gajinya dibebankan pada APBD.
Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara /lembaga atau unit organisasi Pemda yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemda selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
Satuan Kerja Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut Satker BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat dan/atau daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh bank/ pos persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Surat Ketetapan Pengembalian adalah surat ketetapan yang diterbitkan pengguna anggaran/KPA Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), Bank Persepsi, Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya yang menetapkan penerima pengembalian kesalahan/kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai.
Surat Ketetapan Keterlanjuran Setoran Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SKKSPN adalah surat ketetapan yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku kuasa BUN atas nama Menteri Keuangan selaku BUN yang menetapkan adanya pengembalian atas kesalahan/kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai kepada yang berhak dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar pengembalian penerimaan negara.
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disebut SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa pendapatan dan/atau penerimaan negara telah dibukukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan yang selanjutnya disingkat SPMPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana berdasarkan SKKSPN dan SKTB.
Bank Persepsi , Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya adalah bank umum, PT Pos Indonesia (Persero) dan Lembaga Persepsi Lainnya yang ditunjuk oleh kuasa BUN untuk menerima setoran penerimaan negara.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang antara lain berisi pernyataan bahwa segala akibat dari tindakan pejabat/ seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil tindakan dimaksud.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Dana PFK terdiri atas:
Dana PFK pegawai; dan
Dana PFK lainnya.
Pasal 3
Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan sejumlah dana yang dihimpun untuk:
iuran jaminan kesehatan;
iuran dana pensiun;
iuran tabungan hari tua; dan
iuran beras Bulog, yang dibayarkan kepada pihak ketiga.
Pasal 4
Iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
Iuran jaminan kesehatan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri;
iuran jaminan kesehatan Pemda;
iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD;
iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN;
iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero);
iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero); dan
iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain.
Iuran jaminan kesehatan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji/upah Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri untuk iuran jaminan kesehatan.
Iuran jaminan kesehatan Pemda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sejumlah dana yang dibayarkan setiap bulan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota selaku pemberi kerja Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta PPPK dan/atau PPNPN daerah untuk penyelenggaraan iuran jaminan kesehatan bagi Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta PPPK dan/atau PPNPN daerah termasuk tunggakan kewajiban iuran jaminan kesehatan Pemda sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan luran jaminan kesehatan pemerintah daerah melalui pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil.
Iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji/upah pimpinan dan anggota DPRD untuk iuran jaminan keseha t an.
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari:
penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN pusat, PPPK dan/atau PPNPN daerah, dan PPPK dan/atau PPNPN pada Satker BLU yang berasal dari pendapatan BLU; dan
pendapatan BLU pada Satker BLU selaku pemberi kerja.
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan sejumlah dana yang dibayarkan oleh PT Taspen (Persero) untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan pensiunan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, dan PNS Daerah.
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan sejumlah dana yang dibayarkan oleh PT Asabri (Persero) untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan pensiunan prajurit TNI, pensiunan anggota Polri, pensiunan PNS Kementerian Pertahanan, dan pensiunan PNS Polri.
Iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji/upah atau penghasilan tetap Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, PNS Polri, PNS Daerah, PPPK dan/atau PPNPN pusat, dan PPPK dan/atau PPNPN daerah setiap bulannya untuk iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain.
Gaji/upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (8) terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah.
Gaji/upah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penghasilan pimpinan dan anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 5
Iuran dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri untuk iuran dana pensiun.
Pasal 6
Iuran tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri untuk iuran tabungan hari tua.
Pasal 7
Iuran beras Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d merupakan sejumlah dana yang dibayarkan dari gaji PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri untuk pembayaran tunjangan beras dalam bentuk natura.
Pasal 8
Dana PFK lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau potongan selain dari pungutan dan/atau potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau Pemda sepanjang penyetorannya melalui sistem penerimaan negara.
Ketentuan mengenai pemungutan, penyetoran, dan pengembalian Dana PFK lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
BAB III
PEMOTONGAN DAN PENYETORAN GAJI/UPAH/PENGHASILAN TETAP UNTUK DANA PFK PEGAWAI
Bagian Kesatu
Pemotongan Gaji/Upah/Penghasilan Tetap untuk Dana PFK Pegawai
Pasal 9
Iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipotong dari gaji/upah:
Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri; dan
Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (9).
Gaji/upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran jaminan kesehatan sebagai potongan dalam daftar gaji dan/atau daftar potongan.
Gaji/upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji kepada Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran jaminan kesehatan Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah sebagai potongan dalam daftar gaji dan/atau daftar potongan.
Pasal 10
Iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dipotong dari gaji/upah pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (10).
Gaji/upah pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji/upah kepada pimpinan dan anggota DPRD.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran jaminan kesehatan sebagai potongan dalam daftar pembayaran gaji/upah.
Pasal 11
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a dipotong dari penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN pusat, PPPK dan/atau PPNPN daerah, PPPK dan/atau PPNPN pada Satker BLU yang berasal dari pendapatan BLU.
Iuran jaminan kesehatan dari penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker yang membayarkan penghasilan tetap kepada PPPK dan/atau PPNPN pusat.
Iuran jaminan kesehatan dari penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh SKPD yang membayarkan penghasilan tetap kepada PPPK dan/atau PPNPN daerah.
Iuran jaminan kesehatan dari penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN pada Satker BLU yang berasal dari pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker BLU yang membayarkan penghasilan tetap kepada PPPK dan/atau PPNPN pada Satker BLU.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran jaminan kesehatan sebagai potongan dalam daftar pembayaran penghasilan tetap.
Pasal 12
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dipotong dari penghasilan tetap bulanan pensiunan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil walikota, PNS Pusat, dan PNS Daerah.
Penghasilan tetap bulanan pensiunan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil walikota, PNS Pusat, dan PNS Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh PT Taspen (Persero) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) dipotong dari penghasilan tetap bulanan pensiunan prajurit TNI, pensiunan PNS Kementerian Pertahanan, pensiunan anggota Polri, dan pensiunan PNS Polri.
Penghasilan tetap bulanan pensiunan prajurit TNI, pensiunan PNS Kementerian Pertahanan, pensiunan anggota Polri, dan pensiunan PNS Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh PT Asabri (Persero) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 14
Iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8) dapat dipotong dari:
gaji/upah Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri serta penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a; dan
gaji/upah pimpinan dan anggota DPRD, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah serta penghasilan tetap PPPK dan/atau PPNPN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a.
Pemotongan iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan surat kuasa dari Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, PNS Polri, dan PPPK dan/atau PPNPN pusat.
Pemotongan iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan surat kuasa dari Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Daerah, dan PPPK dan/atau PPNPN daerah.
Gaji/upah atau penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, PNS Polri, dan PPPK dan/atau PPNPN pusat.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagai potongan dalam daftar gaji dan/atau daftar potongan.
Gaji/upah atau penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji atau penghasilan kepada pimpinan dan anggota DPRD, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Daerah, dan PPPK dan/atau PPNPN daerah.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagai potongan dalam daftar gaji dan/atau daftar potongan.
Pasal 15
Iuran dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipotong dari gaji:
Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri; dan
Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran dana pensiun sebagai potongan dalam daftar gaji.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji kepada Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran dana pensiun Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah sebagai potongan dalam daftar gaji.
Pasal 16
Iuran tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipotong dari gaji:
Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri; dan
Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada Pejabat Negara, PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran dana pensiun sebagai potongan dalam daftar gaji.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji kepada Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah.
Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran tabungan hari tua Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, dan PNS Daerah sebagai potongan dalam daftar gaji.
Pasal 17
Iuran beras Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipotong dari gaji PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyetoran Gaji/Upah/Penghasilan Tetap untuk Dana PFK Pegawai
Pasal 18
Iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat huruf a disetorkan ke Kas Negara oleh Satker melalui potongan SPM dan/atau melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 19
Iuran jaminan kesehatan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 20
Iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 21
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM.
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat yang penghasilannya dibayarkan melalui uang persediaan, dipungut oleh bendahara pengeluaran dan disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN pada Satker BLU yang penghasilannya berasal dari pendapatan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat dan iuran jaminan kesehatan bagi PPPK dan/atau PPNPN yang bersumber dari pendapatan Satker BLU selaku pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf b disetorkan ke Kas Negara oleh bendahara pengeluaran Satker BLU melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 22
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disetorkan ke Kas Negara oleh PT Taspen (Persero) melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 23
Iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disetorkan ke Kas Negara oleh PT Asabri (Persero) melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 24
Iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat huruf a disetorkan ke Kas Negara oleh Satker melalui potongan SPM dan/atau melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 25
Iuran dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat huruf a disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM gaji.
Iuran dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 26
Iuran tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat huruf a disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM gaji.
Iuran tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b disetorkan ke Kas Negara oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Pasal 27
Iuran beras Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM gaji.
Pasal 28
Penyetoran atas iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), iuran jaminan kesehatan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berkenaan.
Pasal 29
Penyetoran atas iuran dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan iuran tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dilakukan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berkenaan.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN DANA PFK PEGAWAI
Bagian Kesatu
Pihak Ketiga yang Menerima Pembayaran Dana PFK Pegawai
Pasal 30
Pihak ketiga yang berhak menerima pembayaran Dana PFK pegawai terdiri atas:
PT Taspen (Persero);
PT Asabri (Persero);
BPJS Kesehatan; dan
Perum Bulog.
Pasal 31
Dana PFK pegawai yang dibayarkan kepada PT Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a terdiri atas:
iuran dana pensiun Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, dan PNS Daerah; dan
tabungan hari tua Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, dan PNS Daerah.
Dana PFK pegawai yang dibayarkan kepada PT Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b terdiri atas:
iuran dana pensiun prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri; dan
tabungan hari tua prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Dana PFK pegawai yang dibayarkan kepada BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, terdiri atas:
iuran jaminan kesehatan Pejabat Negara, Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil Walikota, PNS Pusat, PNS Daerah, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri;
iuran jaminan kesehatan Pemda;
iuran jaminan kesehatan pimpinan dan anggota DPRD;
iuran jaminan kesehatan PPPK dan/atau PPNPN;
iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Taspen (Persero);
iuran jaminan kesehatan pensiunan pada PT Asabri (Persero); dan
iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain.
Dana PFK pegawai yang dibayarkan kepada Perum Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d, terdiri dari iuran beras Bulog PNS Pusat, prajurit TNI, PNS Kementerian Pertahanan, anggota Polri, dan PNS Polri.
Bagian Kedua
Penunjukan Pejabat Perbendaharaan
Pasal 32
Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengguna anggaran atas penerimaan dan pembayaran Dana PFK pegawai.
Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk melaksanakan fungsi pengguna anggaran atas penerimaan dan pembayaran Dana PFK pegawai.
Menteri Keuangan menunjuk Direktur Sistem Perbendaharaan selaku Kepala Satker Pengembalian Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) pegawai sebagai KPA.
Penunjukkan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat ex-officio .
KPA menetapkan PPK dan PPSPM dengan surat keputusan.
Pasal 33
Penetapan PPK dan PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) dilakukan untuk pembayaran Dana PFK pegawai.
Penetapan PPK dan PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat periode tahun anggaran.
Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK dan/atau PPSPM tahun yang lalu masih tetap berlaku.
Dalam hal PPK atau PPSPM dipindahtugaskan/ pensiun/diberhentikan dari jabatannya/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat keputusan dan berlaku sejak serah terima jabatan.
Dalam hal penunjukan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) berakhir, penetapan PPK dan PPSPM secara otomatis berakhir.
Pasal 34
KPA menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) kepada:
Kepala KPPN Jakarta II selaku Kuasa BUN beserta spesimen tanda tangan PPSPM dan cap/stempel Satker;
PPSPM disertai dengan spesimen tanda tangan PPK; dan c. PPK.
Pada awal tahun anggaran, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal tidak terdapat perubahan PPK dan/atau PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3).
Bagian Ketiga
Penetapan SKP-PFK
Pasal 35
Direktur PKN menetapkan SKP-PFK untuk dan atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai dasar pembayaran Dana PFK pegawai.
SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan 2 (dua) kali setiap bulan.
SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai yang disampaikan oleh Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan.
SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan besaran Dana PFK pegawai yang dihitung berdasarkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sampai dengan tanggal 1 bulan berkenaan dan sampai dengan tanggal 10 bulan berkenaan, masing- masing dikurangi dengan pembayaran penerimaan Dana PFK pegawai periode sebelumnya dalam 1 (satu) tahun anggaran.
SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); dan
KPPN Jakarta II.
SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format dalam huruf A yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Khusus bulan Desember, berdasarkan permintaan salah satu pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, SKP-PFK dapat ditetapkan di luar data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran.
Bagian Keempat
Mekanisme Pembayaran
Pasal 36
Untuk pembayaran Dana PFK pegawai, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, menyampaikan spesimen tanda tangan pejabat yang berwenang mengajukan tagihan kepada KPA.
Penyampaian spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap awal tahun atau dalam hal terdapat pergantian pejabat.
Pasal 37
Berdasarkan SKP-PFK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) huruf a, pihak ketiga mengajukan permintaan/tagihan pembayaran Dana PFK pegawai kepada PPK yang dilampiri dengan kuitansi paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah SKP-PFK ditetapkan.
Permintaan/tagihan pembayaran Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format dalam huruf B yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kuitansi pembayaran Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format dalam huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 38
Berdasarkan permintaan/tagihan pembayaran Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat , PPK menerbitkan SPP pembayaran Dana PFK pegawai.
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPSPM dilampiri SKP-PFK.
Berdasarkan SPP yang disampaikan oleh PPK, PPSPM melakukan pengujian atas SPP pembayaran Dana PFK pegawai.
Dalam hal pengujian SPP memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM pembayaran Dana PFK pegawai.
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN Jakarta II; dan b. lembar ke-3 sebagai pertinggal.
Penyampaian SPM kepada KPPN Jakarta II sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilampiri dengan SKP- PFK.
Dalam hal pengujian SPP tidak sesuai dengan ketentuan, PPSPM mengembalikan SPP kepada PPK untuk diperbaiki atau dilengkapi.
Pasal 39
Penyampaian SPM kepada KPPN Jakarta II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5) huruf a, dilakukan tanpa pengajuan rencana penarikan dana.
Pasal 40
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5) dan SKP-PFK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (6), KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB V
PEMUTAKHIRAN DATA DANA PFK PEGAWAI
Pasal 41
Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat melakukan pemutakhiran atas data penerimaan Dana PFK pegawai setiap triwulan dengan KPPN dan Pemda.
Hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
Hasil pemutakhiran yang dituangkan dalam berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk meningkatkan validitas atas kebenaran data penerimaan Dana PFK pegawai.
BAB VI
PENETAPAN SKP-PFK LANJUTAN DAN PEMBAYARAN DANA PFK PEGAWAI ATAS SKP-PFK LANJUTAN
Pasal 42
Pada awal tahun anggaran, untuk pembayaran atas penerimaan Dana PFK pegawai, Direktur PKN menetapkan SKP-PFK lanjutan untuk dan atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai dasar pembayaran Dana PFK pegawai.
SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sampai dengan tanggal 31 Desember dikurangi dengan pembayaran penerimaan Dana PFK pegawai periode tanggal 10 bulan Desember atau periode pembayaran sebelumnya dalam bulan Desember, pada tahun anggaran sebelumnya.
SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat pada hari kerja terakhir bulan Januari tahun anggaran berjalan.
Data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan.
SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan besaran Dana PFK pegawai yang dihitung berdasarkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sampai dengan tanggal 31 Desember dikurangi dengan pembayaran penerimaan Dana PFK pegawai periode tanggal 10 bulan Desember atau periode pembayaran sebelumnya dalam bulan Desember, pada tahun anggaran sebelumnya.
SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); dan
KPPN Jakarta II.
SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format dalam huruf D yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 43
Tata cara pengajuan tagihan/permintaan pembayaran Dana PFK pegawai, penerbitan SPP, SPM, dan SP2D atas dasar SKP-PFK lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40.
BAB VII
KOREKSI KESALAHAN AKUN DAN PENGEMBALIAN ATAS KESALAHAN/KELEBIHAN PENERIMAAN DANA PFK PEGAWAI
Bagian Kesatu
Koreksi Kesalahan Akun Penerimaan Dana PFK Pegawai
Pasal 44
Dalam penyetoran Dana PFK pegawai dapat terjadi kesalahan akun yang dilakukan oleh Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), dan/atau PT Asabri (Persero) selaku pemungut dan penyetor penerimaan Dana PFK pegawai.
Kesalahan akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesalahan penyetoran Dana PFK pegawai yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kode akun dengan tujuan penyetoran.
Kesalahan akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai dalam periode tahun anggaran berjalan; dan
kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai tahun anggaran sebelumnya setelah Laporan Keuangan BUN audited ditetapkan.
Terhadap kesalahan akun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan koreksi akun penerimaan Dana PFK pegawai.
Terhadap kesalahan akun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak dapat dilakukan koreksi akun.
Pasal 45
Dalam hal terjadi kesalahan akun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf a untuk penerimaan Dana PFK pegawai dari potongan SPM Gaji, Satker mengajukan permintaan koreksi akun penerimaan Dana PFK pegawai kepada KPPN mitra kerja.
Dalam hal terjadi kesalahan akun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf a untuk penerimaan Dana PFK pegawai dari setoran melalui:
Bank Persepsi;
Pos Persepsi; dan/atau
Lembaga Persepsi Lainnya, Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), dan/atau PT Asabri (Persero) selaku pemungut dan penyetor penerimaan Dana PFK pegawai mengajukan permintaan koreksi akun penerimaan Dana PFK pegawai kepada KPPN Khusus Penerimaan melalui KPPN mitra kerja.
KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
KPPN mitra kerja bagi Satker adalah KPPN sebagaimana tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satker.
KPPN mitra kerja bagi Pemda, PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) selaku pemungut dan penyetor penerimaan Dana PFK pegawai adalah KPPN sebagaimana tercantum dalam huruf E Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 46
Dalam hal terjadi kesalahan akun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf b, Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), dan/atau PT Asabri (Persero) menyampaikan surat pemberitahuan kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai kepada KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) untuk selanjutnya diteruskan kepada Dit SP.
Dit SP bersama Dit PKN dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 melakukan penelitian dan pembahasan terhadap kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 47
Dalam hal kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf b merupakan kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai yang ditatausahakan oleh salah satu pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, ditindaklanjuti dengan pencatatan dalam daftar pengawasan penerimaan Dana PFK pegawai yang dibuat oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 untuk selanjutnya diberitahukan kepada penyetor penerimaan Dana PFK pegawai dan ditembuskan kepada Dit SP.
Dalam hal kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf b merupakan kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai yang melibatkan penerimaan yang ditatausahakan oleh lebih dari 1 (satu) pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, ditindaklanjuti dengan melakukan perhitungan dan pembayaran atas kelebihan/kekurangan penerimaan Dana PFK pegawai yang telah diterima oleh masing-masing pihak ketiga.
Bagian Kedua
Kesalahan/Kelebihan Penyetoran Penerimaan Dana PFK Pegawai
Pasal 48
Dalam penerimaan Dana PFK pegawai ke Kas Negara, dapat terjadi kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai melalui potongan SPM gaji Satker dan/atau setoran melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya.
Kesalahan/kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh:
kesalahan dan/atau kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai ke Kas Negara; dan/atau b. kesalahan perekaman dan eksekusi kode billing setoran Dana PFK pegawai oleh Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainny
Kesalahan/kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai yang terjadi pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai yang terjadi pada tahun anggaran sebelumnya.
Atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimintakan pengembalian.
Pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan akun setoran penerimaan Dana PFK pegawai sehingga akan mengurangi penerimaan Dana PFK pegawai tahun anggaran berjalan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengembalian atas Kesalahan/Kelebihan Penyetoran Penerimaan Dana PFK Pegawai
Pasal 49
Pengguna Anggaran/KPA Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan/atau Pejabat pada Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya mengajukan permintaan pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 kepada KPPN mitra kerja.
KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
KPPN mitra kerja bagi Satker adalah KPPN sebagaimana tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satker.
KPPN mitra kerja bagi Pemda, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), Pihak Lain selaku penyetor Dana PFK pegawai adalah KPPN sebagaimana tercantum dalam huruf E Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
KPPN mitra kerja bagi Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya adalah KPPN Khusus Penerimaan.
Pengembalian atas kesalahan/kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai diatur sebagai berikut:
permintaan pengembalian atas kesalahan/ kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai oleh Pengguna Anggaran/KPA Satker diajukan kepada KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilampiri dokumen:
fotokopi SPM dan Daftar SP2D per Satker yang memuat adanya kelebihan/kesalahan potongan Dana PFK pegawai, dan/atau fotokopi bukti setor dan/atau BPN yang memuat adanya kelebihan/kesalahan setoran penerimaan Dana PFK pegawai;
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
Surat Ketetapan Pengembalian, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf F yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
SPTJM, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
permintaan pengembalian atas kesalahan/ kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai oleh Pemda, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), diajukan kepada KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilampiri dokumen:
fotokopi bukti setor dan/atau BPN yang memuat adanya kelebihan/kesalahan setoran penerimaan Dana PFK pegawai;
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
Surat Ketetapan Pengembalian, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf F yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
SPTJM, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permintaan pengembalian atas kesalahan/ kelebihan penerimaan Dana PFK pegawai oleh Pejabat pada Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya kepada KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilampiri dokumen:
fotokopi bukti setor dan/atau BPN awal yang salah perekaman/eksekusi kode billing setoran penerimaan Dana PFK pegawai (yang dimintakan pengembalian);
Laporan Harian Penerimaan (LHP);
Daftar Nominatif Penerimaan (DNP);
fotokopi bukti pelimpahan penerimaan negara;
fotokopi bukti kepemilikan rekening tujuan;
Surat Ketetapan Pengembalian, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf F yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
SPTJM, yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
fotokopi BPN atas transaksi pengganti, yakni transaksi dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi penerimaan negara yang salah.
Pasal 50
KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) melakukan pengujian terhadap kelengkapan permintaan pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3).
Dalam hal penerimaan Dana PFK pegawai telah diterima dan dibukukan oleh Kuasa BUN, KPPN menerbitkan SKTB yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
lembar ke-1 disampaikan kepada Kepala KPPN; dan
lembar ke-2 sebagai pertinggal.
Pasal 51
Berdasarkan SKTB Lembar ke-1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, Kepala KPPN selaku Kuasa BUN atas nama Menteri Keuangan selaku BUN menerbitkan SKKSPN yang dibuat sesuai dengan format dalam huruf I yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
lembar ke-1 dan lembar ke-2 disampaikan kepada Dit SP sebagai dasar penerbitan SPMPP;
lembar ke-3 disampaikan kepada Satker, Pemda, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan/atau Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya; dan c. lembar ke-4 sebagai pertinggal.
Pasal 52
KPPN meneruskan dokumen permintaan pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) kepada Dit SP dilampiri:
lembar penelitian kelengkapan dokumen;
SKKSPN lembar ke-1 dan Lembar ke-2; dan
SKTB lembar ke-1.
Pasal 53
Berdasarkan surat penerusan dokumen tagihan pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Dit SP:
melakukan pemeriksaan atas kesesuaian pengisian dan kelengkapan dokumen tagihan pengembalian atas kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai;
menerbitkan SPMPP atas beban akun penerimaan Dana PFK yang sama dengan penerimaannya; dan
mengajukan SPMPP dilampiri SKKSPN lembar ke-2 kepada KPPN Jakarta II.
Pasal 54
Berdasarkan SPMPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf c, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Angggaran dan Pendapatan Belanja Negara.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN DANA PFK PEGAWAI
Pasal 55
Dalam penyusunan laporan keuangan Satker Pengembalian Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga pegawai unaudited dan audited , Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan perhitungan selisih kurang/lebih pembayaran Dana PFK pegawai bersama pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Hasil perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam berita acara yang dibuat sesuai format dalam huruf J yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dit PKN melakukan perhitungan saldo rekening khusus PFK.
Dit PKN melaksanakan koreksi saldo rekening khusus PFK untuk melakukan penyesuaian saldo rekening khusus PFK.
Pasal 56
Akuntansi dan pelaporan Dana PFK pegawai berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan transaksi khusus.
BAB IX
PENETAPAN SKP-PFK RAMPUNG DAN PEMBAYARAN DANA PFK PEGAWAI ATAS SKP-PFK RAMPUNG
Pasal 57
Dalam menyelesaikan kekurangan/kelebihan pembayaran atas penerimaan Dana PFK pegawai tahun anggaran berjalan berdasarkan data laporan keuangan BUN audited, Direktur PKN menetapkan SKP-PFK rampung untuk dan atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai dasar pembayaran Dana PFK.
SKP-PFK rampung disusun berdasarkan berita acara perhitungan selisih kurang/lebih pembayaran Dana PFK pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat .
SKP-PFK rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat pada hari kerja terakhir bulan Juli tahun anggaran berikutnya.
SKP-PFK Rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah membandingkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai yang disampaikan oleh Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan dan sisa utang Dana PFK pegawai yang tercantum dalam laporan keuangan BUN audited dikurangi pembayaran Dana PFK pegawai berdasarkan SKP-PFK lanjutan.
SKP-PFK rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan besaran Dana PFK pegawai yang dihitung berdasarkan data realisasi penerimaan Dana PFK pegawai sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan berdasarkan data laporan keuangan BUN audited dikurangi dengan realisasi pembayaran penerimaan Dana PFK pegawai berdasarkan SKP-PFK lanjutan.
SKP-PFK rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); dan
KPPN Jakarta II.
SKP-PFK rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format dalam huruf K yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal terdapat selisih kelebihan pembayaran berdasarkan SKP-PFK rampung, kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan pada pembayaran Dana PFK rampung atau pembayaran Dana PFK pegawai tahun anggaran berikutnya.
Pasal 58
Tata cara pengajuan tagihan/permintaan pembayaran Dana PFK pegawai, penerbitan SPP, SPM, dan SP2D atas dasar SKP- PFK rampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40. __
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 59
Terhadap gaji PNS Pusat dan PNS Daerah dipotong untuk iuran tabungan perumahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Iuran tabungan perumahan PNS Pusat disetorkan ke Kas Negara melalui potongan SPM gaji.
Iuran tabungan perumahan PNS Daerah disetorkan ke Kas Negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) __ bulan berkenaan oleh BUD melalui Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Akumulasi iuran tabungan perumahan yang disimpan di Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disalurkan kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 60
Dalam penyusunan laporan keuangan pihak ketiga, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat melakukan rekonsiliasi data dengan Dit SP.
Untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh pemerintah pusat sebagai pemberi kerja, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 melakukan rekonsiliasi data dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling sedikit setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Pasal 61
Dalam hal terdapat kesalahan/kelebihan penyetoran penerimaan Dana PFK pegawai ke Kas Negara yang dilakukan oleh pihak selain pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dapat dilakukan pengembalian dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Kesalahan akun penerimaan Dana PFK pegawai yang tertuang dalam laporan keuangan BUN audited yang terjadi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 63
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.05/2018 tentang Dana Perhitungan Fihak Ketiga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1052), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2019 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA