bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.06/2013 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang;
bahwa guna meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme melalui Balai Lelang, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406);
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 476) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1339);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 270);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri.
Direktur Lelang yang selanjutnya disebut Direktur adalah salah satu Pejabat unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kegiatan, standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi serta pelaksanaan pembinaan perencanaan lelang, pemeriksaan, pengawasan, dan pembinaan kinerja di bidang lelang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah Pejabat instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
Balai Lelang adalah badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa adalah prinsip yang diterapkan Balai Lelang dalam rangka mengetahui profil dan transaksi pengguna jasa dengan melakukan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pengguna Jasa adalah pihak yang menggunakan jasa Balai Lelang.
Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Balai Lelang karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) adalah orang perseorangan yang:
memiliki hak atas dan/atau menerima manfaat tertentu yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung;
merupakan pemilik sebenarnya dari harta kekayaan yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa;
mengendalikan Transaksi Pengguna Jasa;
memberikan kuasa untuk melakukan Transaksi;
mengendalikan Korporasi; dan/atau
merupakan pengendali akhir dari Transaksi yang dilakukan melalui Korporasi atau berdasarkan suatu perjanjian.
Orang yang Populer Secara Politis atau Politically Exposed Person yang selanjutnya disingkat PEP adalah orang perseorangan yang memiliki atau pernah memiliki kewenangan publik pada:
lembaga yang memiliki kewenangan dibidang eksekutif, yudikatif, legislatif;
negara asing/yurisdiksi asing; atau
organisasi internasional.
Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
tulisan, suara, atau gambar;
peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Evaluasi Kepatuhan adalah serangkaian kegiatan Lembaga Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk memastikan kepatuhan Pihak Pelapor atas kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mengeluarkan ketentuan atau pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban pelaporan, dan mengenakan sanksi.
Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jumat, kecuali Hari Kerja yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional dan/atau cuti bersama.
BAB II
PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Balai Lelang wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa secara konsisten dan berkesinambungan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
identifikasi Pengguna Jasa;
verifikasi Pengguna Jasa; dan
pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
Balai Lelang wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa atas jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada saat:
melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;
terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau
Balai Lelang meragukan kebenaran informasi yang diperoleh dari Pengguna Jasa.
Dalam menyusun kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang dapat meminta masukan dan bantuan kepada Direktur atau Kepala PPATK.
Pasal 3
Balai Lelang wajib mengelompokkan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana pendanaan terorisme.
Pengelompokan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan/atau otoritas yang berwenang.
Pengelompokan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan analisis paling sedikit:
profil;
bisnis;
negara; dan
produk.
Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan Pengguna Jasa:
orang perseorangan;
Korporasi; atau
perikatan lainnya ( legal arrangement ).
Pasal 4
Balai Lelang wajib mengetahui bahwa Pengguna Jasa yang melakukan Transaksi dengan Balai Lelang bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain.
Transaksi dengan Balai Lelang bertindak untuk diri sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Pasal 5
Balai Lelang wajib menghentikan penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dalam hal Transaksi Pengguna Jasa:
diduga terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan
Balai Lelang meyakini bahwa penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang tengah dilakukan akan melanggar ketentuan anti-tipping off .
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Kepala PPATK.
Balai Lelang memutuskan menolak atau meneruskan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui analisis Transaksi Pengguna Jasa.
Pasal 6
Balai Lelang dilarang membuka atau memelihara rekening yang menggunakan nama anonim atau rekening fiktif.
Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk bukti hubungan usaha antara Balai Lelang dengan Pengguna Jasa.
Bagian Kedua
Identifikasi Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang Berwenang mewakili Pengguna Jasa
Pasal 7
Balai Lelang wajib melakukan identifikasi Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Balai Lelang wajib melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat huruf a melalui pengumpulan informasi Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Pengumpulan informasi mengenai Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa:
orang perseorangan;
Korporasi; dan
perikatan lainnya ( legal arrangement s).
Pasal 8
Pengumpulan informasi mengenai Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a memuat paling sedikit:
identitas Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa orang perseorangan yang memuat:
nama lengkap;
nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor;
tempat dan tanggal lahir;
kewarganegaraan;
alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;
alamat tempat tinggal terkini; dan
alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
pekerjaan;
sumber dana;
hubungan usaha dan tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan Balai Lelang;
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Pengumpulan informasi mengenai Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b memuat paling sedikit:
identitas Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi, yang memuat:
nama Korporasi;
nomor surat keputusan pengesahan Korporasi dalam hal telah berbadan hukum;
bentuk Korporasi;
bidang usaha;
nomor izin usaha dari instansi berwenang; dan
alamat Korporasi;
sumber dana;
hubungan usaha dan tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi dengan Balai Lelang;
informasi pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang;
identitas pemilik Korporasi, dan direksi, pendiri, pengurus, pembina, atau pihak yang mempunyai wewenang untuk mengendalikan Korporasi;
identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas Korporasi;
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Pengumpulan informasi mengenai Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa perikatan lainnya ( legal arrangement ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat huruf c memuat:
identitas Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa perikatan lainnya ( legal arrangement ), yang memuat:
nama;
nomor izin usaha dari instansi berwenang; dan
alamat kedudukan.
sumber dana;
hubungan usaha dan tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa perikatan lainnya ( legal arrangement ) dengan Balai Lelang;
informasi pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perikatan lainnya ( legal arrangement );
informasi identitas pemilik harta kekayaan;
identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas perikatan lainnya ( legal arrangement );
Nomor Pokok Wajib Pajak;
jenis perikatan lainnya ( legal arrangement ); dan
informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa perikatan lainnya ( legal arrangement ) lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Balai Lelang wajib memperoleh identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f melalui pengumpulan informasi atas orang perseorangan yang mengendalikan dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam hal Balai Lelang meragukan kebenaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang wajib melakukan upaya lain untuk memperoleh informasi Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari Korporasi.
Dalam hal Balai Lelang tidak memperoleh identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari Korporasi melalui pengumpulan informasi dan upaya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Balai Lelang wajib menetapkan orang perseorangan yang memiliki jabatan sebagai Direksi atau yang dipersamakan dengan jabatan Direksi pada Korporasi, sebagai Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari Korporasi.
Pasal 10
Balai Lelang wajib memperoleh identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari perikatan lainnya ( legal arrangement ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf f melalui pengumpulan informasi:
Setiap Orang yang merupakan pemilik harta kekayaan, pengelola harta kekayaan, penjamin, dan penerima manfaat dari perikatan lainnya ( legal arrangement );
orang perseorangan yang mengendalikan dan/atau menerima manfaat dari perikatan lainnya ( legal arrangement ) baik secara langsung maupun tidak langsung; dan/atau
Setiap Orang yang memiliki kesamaan posisi dengan pemilik harta kekayaan, pengelola harta kekayaan, penjamin, dan penerima manfaat dari perikatan lainnya ( legal arrangement ) sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pasal 11
Untuk Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa orang perseorangan, informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib didukung dengan Dokumen paling sedikit sebagai berikut:
Dokumen identitas Pengguna Jasa;
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
spesimen tanda tangan.
Pasal 12
Untuk Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi, informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib didukung dengan Dokumen sebagai berikut:
Pengguna Jasa Korporasi dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil, paling sedikit sebagai berikut:
spesimen tanda tangan dan fotokopi surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang;
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Dokumen lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang; dan
Dokumen identitas pemilik Korporasi, pendiri, pengurus, dan/atau atau pihak yang mempunyai wewenang untuk mengendalikan Korporasi;
Dokumen identitas pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang; dan
Dokumen identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas Korporasi yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil;
Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi yang tergolong yayasan, paling sedikit sebagai berikut:
fotokopi surat izin bidang kegiatan yayasan;
Surat Keputusan pengesahan badan hukum yayasan;
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
Dokumen yang memuat deskripsi kegiatan yayasan;
Dokumen yang memuat struktur dan nama pembina, pengurus, dan pengawas yayasan; dan 6. Dokumen identitas pendiri yayasan;
Dokumen identitas anggota pengurus yang berwenang mewakili yayasan untuk melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang; dan
Dokumen identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas Korporasi yang tergolong yayasan;
Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi yang tergolong perkumpulan, paling sedikit sebagai berikut:
Dokumen bukti pengesahan pendaftaran pada instansi yang berwenang;
Dokumen yang memuat nama penyelenggara; dan 3. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
Dokumen identitas pemilik perkumpulan;
Dokumen identitas pihak yang berwenang mewakili perkumpulan dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang; dan
Dokumen identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas Korporasi yang tergolong perkumpulan; dan
Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi yang tidak tergolong usaha mikro dan usaha kecil, yayasan, dan perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, paling sedikit sebagai berikut:
spesimen tanda tangan dan fotokopi surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang;
fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Dokumen lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang;
laporan keuangan atau deskripsi kegiatan usaha Korporasi;
Dokumen yang memuat identitas dan struktur manajemen Korporasi;
Dokumen yang memuat identitas dan struktur kepemilikan Korporasi;
Dokumen identitas pihak yang berwenang mewakili Korporasi untuk melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang; dan
Dokumen identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas Korporasi.
Untuk Pengguna Jasa Korporasi berupa penyedia jasa keuangan, Dokumen yang wajib disampaikan berupa:
fotokopi akte pendirian/anggaran dasar penyedia jasa keuangan;
fotokopi surat izin usaha dari instansi yang berwenang atau Dokumen lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang; dan
spesimen tanda tangan dan fotokopi surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama penyedia jasa keuangan dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang.
Pasal 13
Untuk Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa perikatan lainnya ( legal arrangement ), informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) wajib didukung dengan Dokumen paling sedikit sebagai berikut:
Dokumen bukti pendirian dan pendaftaran pada instansi yang berwenang;
spesimen tanda tangan dan fotokopi surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perikatan lainnya ( legal arrangement ) dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang;
Dokumen identitas Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) atas perikatan lainnya ( legal arrangement ); dan
Dokumen identitas pihak yang berwenang mewakili perikatan lainnya ( legal arrangement ) dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang.
Pasal 14
Untuk Pengguna Jasa berupa lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, lembaga internasional, dan perwakilan negara asing, Balai Lelang wajib meminta informasi mengenai nama dan alamat kedudukan lembaga atau perwakilan.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung dengan Dokumen sebagai berikut:
surat penunjukan bagi pihak yang berwenang mewakili lembaga atau perwakilan dalam melakukan hubungan usaha dengan Balai Lelang; dan
spesimen tanda tangan pihak yang berwenang mewakili.
Bagian Ketiga
Identifikasi Pemilik Manfaat ( _Beneficial Owner_ )
Pasal 15
Balai Lelang wajib melakukan identifikasi Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dari Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengumpulan informasi Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) yang bersumber dari:
pernyataan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa;
informasi otoritas berwenang; dan/atau
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Pasal 16
Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) paling sedikit memuat:
identitas Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) , yang memuat:
nama lengkap;
nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor;
tempat dan tanggal lahir;
kewarganegaraan;
alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;
alamat tempat tinggal terkini; dan
alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
pekerjaan;
sumber dana;
hubungan usaha dan tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan Balai Lelang;
hubungan hukum antara Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) yang ditunjukkan dengan surat kuasa atau bentuk lainnya;
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
informasi lain untuk mengetahui profil Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) wajib __ disertai dengan Dokumen yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 17
Penyampaian informasi dan/atau Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak berlaku bagi Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) berupa:
lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif; atau
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek.
Bagian Keempat
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Lebih Sederhana
Pasal 18
Dalam hal Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) termasuk dalam tingkat risiko rendah, Balai Lelang menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa lebih sederhana.
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa lebih sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengumpulan informasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ), paling sedikit:
nama;
tempat dan tanggal lahir;
nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; dan
alamat.
Pengumpulan informasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) wajib disertai dengan Dokumen yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 19
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa lebih sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat tidak berlaku dalam hal:
Transaksi Pengguna Jasa terindikasi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan/atau
Tingkat risiko profil dan/atau Transaksi Pengguna Jasa meningkat menjadi tingkat risiko menengah atau tinggi.
Balai Lelang wajib membuat dan menyimpan daftar Pengguna Jasa yang termasuk dalam tingkat risiko rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kelima
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Lebih Mendalam
Pasal 20
Dalam hal Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) termasuk dalam tingkat risiko tinggi, Balai Lelang wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa lebih mendalam.
Balai Lelang harus memiliki sistem manajemen risiko untuk menentukan Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) merupakan PEP atau bukan.
Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
PEP;
pihak terkait PEP; dan
Transaksi Pengguna Jasa berasal dan/atau ditujukan ke negara berisiko tinggi.
Pihak terkait dengan PEP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
anggota keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau c. pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan dekat dengan PEP.
Kategori PEP dan pihak terkait PEP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang.
Negara berisiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan negara yang dipublikasikan oleh Financial Action Task Force (FATF).
Publikasi Financial Action Task Force (FATF) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipublikasikan oleh PPATK untuk sesegera mungkin disampaikan oleh Direktur ke Balai Lelang.
Pasal 21
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa lebih mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat wajib dilakukan melalui:
identifikasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) lebih mendalam dan dilakukan secara berkala; dan
pemantauan lebih ketat terhadap Pengguna Jasa.
Identifikasi lebih mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
meminta tambahan informasi mengenai Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dan melakukan verifikasi yang didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait;
meminta tambahan informasi mengenai sumber dana, sumber kekayaan, tujuan transaksi, dan tujuan hubungan usaha dengan pihak yang terkait Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) dan melakukan verifikasi yang didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait; dan c. pengawasan lebih lanjut atas hubungan usaha melalui peningkatan jumlah dan frekuensi pengawasan dan pemilihan pola transaksi yang memerlukan penelaahan lebih lanjut.
Pengumpulan informasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) wajib disertai dengan Dokumen yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Balai Lelang wajib membuat dan menyimpan daftar Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 22
Balai Lelang wajib menunjuk pejabat yang bertanggung jawab menangani Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat .
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Pengguna Jasa yang tergolong PEP; dan
membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Bagian Keenam
Verifikasi Pengguna Jasa
Pasal 23
Balai Lelang wajib melakukan verifikasi terhadap informasi dan Dokumen Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 16, Pasal 18, dan Pasal 21.
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti kesesuaian informasi dan Dokumen yang disampaikan oleh Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan sumber informasi dan/atau Dokumen lainnya yang dapat dipercaya serta memastikan bahwa informasi dan/atau Dokumen tersebut merupakan informasi dan/atau Dokumen terkini.
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan sebelum atau pada saat Balai Lelang melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Dalam rangka verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Balai Lelang wajib bertemu langsung dengan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Balai Lelang dapat meminta keterangan kepada Pengguna Jasa untuk mengetahui kebenaran formil Dokumen yang disampaikan oleh Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal terdapat keraguan, Balai Lelang dapat meminta Dokumen pendukung yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang kepada Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
Pasal 24
Balai Lelang dapat melakukan hubungan usaha sebelum diselesaikannya verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), dengan persyaratan sebagai berikut:
Balai Lelang wajib menyelesaikan verifikasi sesegera mungkin paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja setelah terjadinya hubungan usaha dengan Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa;
proses pertemuan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) tidak mengganggu kegiatan usaha; dan
risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat dikelola secara efektif.
Balai Lelang wajib menerapkan prosedur manajemen risiko dalam hal Balai Lelang melakukan hubungan usaha sebelum diselesaikannya verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Ketujuh
Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa
Pasal 25
Balai Lelang wajib melakukan pemantauan terhadap Transaksi Pengguna Jasa.
Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meneliti kesesuaian antara Transaksi Pengguna Jasa dengan profil Pengguna Jasa, jenis usaha Pengguna Jasa, tingkat risiko Pengguna Jasa, dan sumber dana.
Pasal 26
Balai Lelang wajib melakukan upaya pengkinian data, informasi, dan/atau Dokumen pendukung melalui reviu terhadap profil dan Transaksi Pengguna Jasa yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi.
Balai Lelang dapat melakukan upaya pengkinian data, informasi, dan/atau Dokumen pendukung melalui reviu terhadap profil dan Transaksi Pengguna Jasa yang termasuk dalam tingkat risiko rendah dan menengah.
Balai Lelang wajib mendokumentasikan upaya pengkinian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA YANG DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA
Pasal 27
Balai Lelang dapat menggunakan hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga.
Balai Lelang bertanggung jawab atas penggunaan hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga yang dapat digunakan oleh Balai Lelang wajib memenuhi kriteria pihak ketiga sebagai berikut:
memiliki kebijakan dan prosedur Prinsip Mengenali Pengguna Jasa serta tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bersedia sesegera mungkin mendapatkan informasi yang diperlukan oleh Balai Lelang untuk menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa;
bersedia mengambil langkah yang memadai untuk sesegera mungkin memenuhi permintaan informasi dan salinan Dokumen pendukung terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dari Balai Lelang; dan d. bersedia memiliki kerja sama dengan Balai Lelang dalam bentuk kesepakatan tertulis.
Dalam hal pihak ketiga berkedudukan di negara atau yurisdiksi asing maka Balai Lelang wajib melakukan pengumpulan informasi mengenai tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme pada negara atau yurisdiksi asing tersebut.
Penggunaan hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pihak ketiga yang berkedudukan di negara berisiko tinggi.
Pasal 28
Dalam hal Balai Lelang menggunakan hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga yang merupakan konglomerasi keuangan ( financial group ) yang sama maka Balai Lelang harus mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Hasil penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah dilakukan oleh pihak ketiga yang merupakan konglomerasi keuangan ( financial group ) yang dapat digunakan oleh Balai Lelang harus memenuhi kriteria pihak ketiga sebagai berikut:
konglomerasi keuangan ( financial group ) menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
dilakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan ( financial group ) atas penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh otoritas berwenang; dan c. memiliki mitigasi risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme terhadap negara berisiko tinggi.
BAB IV
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN _(FINANCIAL GROUP)_ , SERTA JARINGAN KANTOR DAN ANAK PERUSAHAAN
Pasal 29
Konglomerasi keuangan ( financial group ) harus mewajibkan seluruh jaringan kantor dan anak perusahaan dari konglomerasi keuangan ( financial group ), baik yang berada di dalam maupun luar negeri, untuk menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah ditetapkan oleh konglomerasi keuangan ( financial group ).
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal yang telah ditetapkan oleh konglomerasi keuangan ( financial group ) dengan mengacu pada ketentuan kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
kebijakan dan prosedur pertukaran informasi antar jaringan kantor dan anak perusahaan dari konglomerasi keuangan ( financial group ) untuk:
penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa;
penilaian risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan
pengaturan pengawasan kepatuhan atas jaringan kantor dan anak perusahaan dari konglomerasi keuangan (financial group) pada tingkat grup; dan
kebijakan dan prosedur penanganan kerahasiaan dan penggunaan informasi yang dipertukarkan.
Pengawasan kepatuhan atas penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan lebih ketat terhadap jaringan kantor dan anak perusahaan yang berada negara berisiko tinggi.
Pasal 30
Balai Lelang wajib memastikan jaringan kantor dan anak perusahaan yang berada negara atau yurisdiksi asing menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sesuai dengan ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor dan anak perusahaan di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki pengaturan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang lebih ketat dari yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, jaringan kantor dan anak perusahaan dimaksud wajib tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud.
Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor dan anak perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mematuhi standar atau konvensi internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, atau sudah mematuhi namun pengaturan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang dimiliki lebih longgar dari yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, jaringan kantor dan anak perusahaan dimaksud wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Dalam hal penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan berada maka kantor Balai Lelang di luar negeri tersebut wajib:
menerapkan langkah-langkah untuk memitigasi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pendanaan terorisme; dan
menginformasikan kepada kantor pusat Balai Lelang dan PPATK bahwa kantor Balai Lelang dimaksud tidak dapat menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB V
PEMUTUSAN HUBUNGAN USAHA DENGAN PENGGUNA JASA
Pasal 31
Balai Lelang wajib memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa jika:
Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa; atau
Balai Lelang meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh Pengguna Jasa.
Balai Lelang wajib melaporkan kepada PPATK sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan mengenai tindakan pemutusan hubungan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VI
PENATAUSAHAAN DOKUMEN
Pasal 32
Balai Lelang wajib menatausahakan seluruh Dokumen Pengguna Jasa paling singkat 5 (lima) tahun sejak:
selesainya Transaksi Pengguna Jasa; atau
berakhirnya hubungan usaha dengan Pengguna Jasa.
Dokumen Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi Dokumen:
Transaksi Pengguna Jasa, baik Transaksi domestik maupun Transaksi internasional;
yang diperoleh Balai Lelang pada saat penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa;
bukti hubungan usaha antara Balai Lelang dengan Pengguna Jasa;
korespondesi antara Balai Lelang dengan Pengguna Jasa; dan
hasil analisis yang terkait dengan profil dan Transaksi Pengguna Jasa.
Dokumen Pengguna Jasa yang ditatausahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memudahkan instansi penegak hukum dan otoritas yang berwenang untuk merekonstruksi Transaksi Pengguna Jasa untuk kepentingan penegakan hukum atau kepentingan lainnya sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan otoritas yang berwenang.
Balai Lelang wajib memenuhi permintaan dari instansi penegak hukum dan otoritas berwenang atas informasi dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesegera mungkin paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja sejak diterimanya permintaan dari instansi penegak hukum dan otoritas berwenang.
BAB VII
SISTEM INFORMASI DAN/ATAU PENCATATAN TRANSAKSI
Pasal 33
Balai Lelang bertanggung jawab terhadap adanya sistem informasi dan/atau pencatatan Transaksi mengenai identifikasi, pemantauan, dan penyediaan laporan mengenai transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa.
Sistem informasi dan/atau pencatatan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik secara elektronik maupun nonelektronik.
Pelaksanaan sistem informasi dan/atau pencatatan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kompleksitas dan karakteristik Balai Lelang.
Balai Lelang wajib memiliki sistem informasi yang memungkinkan Balai Lelang untuk menelusuri setiap Transaksi, baik untuk keperluan internal, instansi penegak hukum, dan otoritas berwenang.
Pasal 34
Balai Lelang wajib memelihara database negara berisiko tinggi dan daftar terduga teroris dan organisasi teroris yang dipublikasikan oleh Pemerintah atau organisasi internasional.
Balai Lelang wajib memastikan kesamaan atau kemiripan identitas Pengguna Jasa dengan identitas teroris dan organisasi teroris yang tercantum dalam database daftar terduga teroris dan organisasi teroris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala.
Balai Lelang wajib melaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan, dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan antara identitas Pengguna Jasa dengan identitas terduga teroris dan organisasi teroris sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VIII
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN INTERNAL
Pasal 35
Balai Lelang wajib menerapkan kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal pada Balai Lelang.
Kebijakan, prosedur, dan pengendalian di internal Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit:
manajemen yang melakukan pengawasan kepatuhan atas penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan menunjuk Direktur yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini;
fungsi pengawasan kepatuhan yang bersifat independen atas penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa;
prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan karyawan baru ( pre employee screening );
pengenalan dan pemantauan terhadap profil karyawan; dan
program pelatihan bagi pegawai Balai Lelang secara berkala.
Program pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, termasuk namun tidak terbatas pada:
penerapan ketentuan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa;
tehnik, metode, dan tipologi pencucian uang dan pendanaan terorisme; dan
kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah dan memberantas pencucian yang dan/atau pendanaan terorisme.
BAB IX
PEMANFAATAN TEKNOLOGI
Pasal 36
Balai Lelang wajib melakukan identifikasi dan penilaian risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme atas:
pengembangan produk dan praktik usaha baru; dan
penggunaan atau pengembangan teknologi baru, baik untuk produk baru maupun untuk produk yang tengah digunakan.
Identifikasi dan penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pemanfaatan produk dan praktek usaha oleh Balai Lelang.
Balai Lelang harus mengelola dan melakukan mitigasi risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme atas produk dan praktek usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB X
_ACTION PLAN_
Pasal 37
Balai Lelang wajib menyusun dan menerapkan action plan mengenai kebijakan penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa termasuk pengkinian data dan/atau informasi terhadap Pengguna Jasa yang telah membuka hubungan usaha sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
Penerapan Prinsip Mengenali pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
penilaian risiko terhadap Pengguna Jasa; dan
ketersediaan informasi dan/atau Dokumen Pengguna Jasa yang telah diperoleh Balai Lelang sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
Balai Lelang wajib menyampaikan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 6 (enam) bulan setelah diberlakukannya Peraturan Menteri ini.
BAB XI
PELAPORAN
Pasal 38
Balai Lelang wajib menyampaikan laporan Transaksi Lelang yang dilakukan oleh Pembeli dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK, untuk transaksi pembelian tunai baik secara langsung, dengan menggunakan uang tunai, cek atau giro maupun pentransferan atau pemindahbukuan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal pembayaran harga lelang.
Selain laporan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan berdasarkan permintaan PPATK.
Pasal 39
Tata cara pelaporan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berpedoman pada ketentuan Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara pelaporan transaksi bagi penyedia barang dan/atau jasa lainnya.
BAB XII
EVALUASI KEPATUHAN
Pasal 40
Direktur Jenderal melakukan Evaluasi Kepatuhan atas penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Balai Lelang.
Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah.
Kepala Kantor Wilayah dapat meminta bantuan Kepala PPATK untuk melaksanakan audit kepatuhan.
Pasal 41
Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat dilakukan melalui penilaian tingkat risiko terjadi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme pada Balai Lelang (2) Penilaian tingkat Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Penilaian Risiko Sektoral ( Sectoral Risk Assessment ) terhadap Balai Lelang yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Kategori penilaian tingkat Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
rendah;
sedang; dan
tinggi.
Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara langsung ( on-site visit ), dalam hal penilaian tingkat risiko Balai Lelang termasuk dalam kategori tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
Pasal 42
Dalam hal berdasarkan hasil Evaluasi Kepatuhan ditemukan adanya pelanggaran karena tidak dipatuhinya penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan/atau kewajiban pelaporan kepada PPATK, Balai Lelang memberikan tanggapan disertai komitmen tindak lanjut penyelesaian sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Kantor Wilayah dengan Balai Lelang.
Balai Lelang wajib menyampaikan pelaksanaan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah.
Pasal 43
Hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4) dilaporkan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja setelah pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan.
Laporan hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala Kantor Wilayah disampaikan kepada Kepala PPATK paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja sejak laporan hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan diterima.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 44
Balai Lelang yang melakukan pelanggaran kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administratif.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
surat peringatan;
surat peringatan terakhir;
pembekuan izin operasional; dan/atau
pencabutan izin operasional.
Direktur dan senior management dari Balai Lelang yang telah dicabut izin operasionalnya tidak dapat mengajukan permohonan izin operasional Balai Lelang.
Bagian Kedua
Surat Peringatan
Pasal 45
Dalam hal Balai Lelang tidak menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat , Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (3), Pasal 23 ayat (4), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 30 ayat (1), Pasal 30 ayat (4), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang memberikan surat peringatan kepada Balai Lelang dengan tembusan Direktur Jenderal c.q. Direktur.
Balai Lelang wajib memenuhi surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat peringatan.
Bagian Ketiga
Surat Peringatan Terakhir
Pasal 46
Dalam hal Balai Lelang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang memberikan surat peringatan terakhir kepada Direksi Balai Lelang dengan tembusan Direktur Jenderal c.q. Direktur.
Balai Lelang wajib memenuhi surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat peringatan terakhir.
Bagian Keempat
Pembekuan Izin Operasional
Pasal 47
Dalam hal Balai Lelang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang mengajukan usulan pembekuan izin operasional kepada Direktur Jenderal.
Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan pembekuan izin operasional Balai Lelang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan dari Direktur.
Direktur Jenderal melakukan pembekuan izin operasional Balai Lelang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya usul pembekuan izin operasional dari Kepala Kantor Wilayah.
Pembekuan izin operasional Balai Lelang dilakukan selama 6 (enam) bulan.
Pembekuan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada para Kepala Kantor Wilayah untuk disebarluaskan.
Pasal 48
Selama masa pembekuan izin operasional, Balai Lelang harus menyelesaikan kewajibannya dan dilarang melakukan kegiatan usaha, pengalihan saham, dan perubahan manajemen.
Pembekuan izin operasional Balai Lelang dicabut, jika Balai Lelang telah menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan masa Pembekuan Izin Operasional telah berakhir.
Bagian Kelima
Pencabutan Izin Operasional
Pasal 49
Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan pencabutan izin operasional Balai Lelang, jika masa pembekuan izin operasional berakhir dan Balai Lelang tidak menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (3), Pasal 23 ayat (4), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 30 ayat (1), Pasal 30 ayat (4), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1).
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 50
Balai Lelang harus menyediakan formulir yang dibutuhkan untuk penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang.
Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh Kepala PPATK.
Pasal 51
Balai Lelang harus melakukan penyesuaian ketentuan internal sesuai dengan Peraturan Menteri ini dan menyampaikan kepada PPATK paling lambat 6 (enam) bulan sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 52
Dalam hal Balai Lelang melakukan perubahan ketentuan internal tentang penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, Balai Lelang harus menyampaikan setiap perubahan yang dilakukan kepada Kepala PPATK.
Penyampaian setiap perubahan ketentuan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja sejak perubahan ketentuan internal ditetapkan.
Pasal 53
Balai Lelang dalam menerapkan kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa terkait pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau pedoman yang dikeluarkan oleh Kepala PPATK mengenai pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris.
Pasal 54
Balai Lelang dapat melakukan kerja sama dengan instansi penegak hukum dan otoritas berwenang dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.06/2013 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 360), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 56
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2017 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Nopember 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA