bahwa sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a dan huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara, dan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
bahwa untuk menerapkan sistem informasi manajemen keuangan negara yang terintegrasi perlu didukung oleh Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi agar terwujud tata kelola keuangan negara yang tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cata Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PILOTING SISTEM APLIKASI KEUANGAN TINGKAT INSTANSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi yang selanjutnya disingkat SAKTI adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem perbendaharaan dan penganggaran negara pada instansi pemerintah meliputi antara lain modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul bendahara, modul persediaan, modul aset tetap, modul piutang, serta modul akuntansi dan pelaporan.
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disingkat SPAN adalah bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara yang meliputi penetapan proses bisnis dan sistem informasi manajemen perbendaharaan dan anggaran negara terkait manajemen DIPA, penyusunan anggaran, manajemenkas, manajemen komitmen, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan, dan manajemen pelaporan.
Implementasi SAKTI adalah serangkaian kegiatan untuk menerapkan SAKTI dengan menggunakan sumber daya manusia, proses bisnis, infrastruktur, dan teknologi SAKTI pada Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bendahara Umum Negara.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Modul Administrasi adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk mengelola data referensi dan data user SAKTI.
Modul Penganggaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran sampai dengan penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran termasuk di dalamnya proses perencanaan penyerapan anggaran dan penerimaan/pendapatan dalam periode satu tahun anggaran.
Modul Komitmen adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengelolaan aktivitas terkait pencatatan data supplier, kontrak, dan Berita Acara Serah Terima (BAST) dalam rangka pelaksanaan APBN untuk mendukung pengelolaan data pagu, perencanaan kas dan referensi dalam pelaksanaan pembayaran.
Modul Bendahara adalah bagian SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui Bendahara.
Modul Pembayaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengajuan pembayaran atas beban APBN, pengesahan pendapatan dan belanja, dan pencatatan Surat Perintah Pencairan Dana.
Modul Persediaan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pencatatan transaksi barang persediaan, pembuatan jurnal transaksi, dan pembuatan laporan persediaan.
Modul Aset Tetap adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pencatatan dan pelaporan Barang Milik Negara berupa aset tetap dan aset tak berwujud.
Modul Piutang adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk melakukan penatausahaan transaksi piutang di Satker pengguna SAKTI.
Modul Akuntansi dan Pelaporan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengintegrasian data jurnal dari semua modul SAKTI dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
Portal SAKTI adalah adalah aplikasi berbasis web yang mendukung SAKTI, sebagai sarana komunikasi data KPPN antara SAKTI dengan SPAN.
Aplikasi Existing adalah aplikasi yang digunakan satuan kerja diluar SPAN, SAKTI, dan aplikasi pendukung SPAN/SAKTI.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih Entitas Akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Instansi adalah sebutan kolektif bagi entitas yang meliputi satuan kerja, kantor wilayah atau yang setingkat, unit eselon I dan Kementerian Negara/Lembaga.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Chief of Information Officer yang selanjutnya disingkat CIO adalah suatu jabatan strategis yang memadukan sistem informasi dan teknologi informasi dengan aspek manajemen agar memberikan dukungan maksimal terhadap pencapaian tujuan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dantanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah Kepala Satker atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan SPM yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk melakukan pengujian Surat Permintaan Pembayaran yang diterima dari PPK sebagai dasar untuk menerbitkan/menandatangani SPM.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah orang yang ditunjuk sebagai pembantu bendahara pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat SP3B BLU adalah surat perintah yang diterbitkan oleh PPSPM untuk dan atas nama KPA kepada Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN) untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Badan Layanan Umum (BLU) yang sumber dananya berasal dari PNBP yang digunakan langsung.
SPM Pengesahan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut SPM BM-DTP adalah SPM yang diterbitkan oleh unit kerja pada Kementerian Negara/Lembaga yang bertanggung jawab selaku pembina sektor yang diberi kuasa oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan Belanja SubsidiBea Masuk Ditanggung Pemerintah.
Surat Perintah Membayar Pengesahan Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disingkat SPM P-DTP adalah SPM yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PAatau pejabatlain yang ditunjuk dalam rangka pengesahan Pajak Ditanggung Pemerintah.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan Pendapatan Hibah yang pencairannya tidak melalui Kuasa BUN dan/atau belanja yang bersumber dari hibah yang pencairannya tidak melalui Kuasa BUN.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo pendapatan hibah langsung kepada pemberi hibah.
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP adalah surat perintah dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana yang ditujukan kepada Bank Operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar kompensasi Utang Pajak dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.
Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga yang selanjutnya disingkat SPM P-BMDAB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga sebagai dasar penerbitan SP2D.
Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk dan/atau Cukai yang selanjutnya disingkat SPM P-BMC adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai.
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama untuk membayar imbalan bungakepada Wajib Pajak.
Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung/Pembiayaan Pendahuluan selanjutnya disingkat SPP APD-PL/PP adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada Pemberi PHLN.
Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan Satker untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN melalui tata cara PL dan/atau L/C.
Surat Pemintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan L/C yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi KPPN yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme L/C.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Standar Biaya Keluaran adalah besaran biaya yang ditetapkan untuk menghasilkan keluaran (output)/sub keluaran (sub output).
Standar Struktur Biaya adalah batasan komposisi biaya atas suatu keluaran (output)/kegiatan/program tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan selaku pengelola fiskal.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Rencana Penarikan Dana adalah rencana penarikan kebutuhan dana yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran untuk pelaksanaan kegiatan Satker dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
Rencana Penerimaan Dana adalah rencana penyetoran penerimaan dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
Basis Data SAKTI yang selanjutnya disebut Database adalah kumpulan data transaksi pada Instansi yang disimpan secara elektronik dan sistematik untuk dapat disajikan kembali dengan menggunakan suatu program guna memperoleh informasi.
Pengguna (User) SAKTI yang selanjutnya disebut Pengguna adalah para pihak pada Instansi yang berdasarkan kewenangannya diberikan hak untuk mengoperasikan SAKTI dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Administrator adalah pegawai yang diberi kewenangan oleh PA/KPA/Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi teknis Administrasi SAKTI.
Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem elektronik.
Penerima Akses adalah Pengguna Portal yang diberi hak mengakses Portal sesuai dengan tingkat kewenangan akses yang diberikan.
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi diantaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Nomor Register Supplier yang selanjutnya disingkat NRS adalah nomor referensi yang diterbitkan oleh SPAN dalam rangka pendaftaran data supplier yang diajukan oleh Satker yang akan dijadikan sebagai identitas bagi supplier SPAN.
Nomor Register Kontrak (Commitment Application Number) yang selanjutnya disingkat NRK adalah nomor referensi yang diterbitkan oleh KPPN melalui SPAN atas dasar Request For Commitment (RFC) yang disampaikan oleh Satker.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Buku Persediaan adalah laporan yang memuat informasi saldo persediaan dan rincian transaksi persediaan yang mempengaruhi saldo persediaan per kode barang persediaan sampai dengan periode tertentu.
Laporan Mutasi Persediaan adalah laporan yang memuat informasi saldo dan mutasi persediaan dalam satu periode tertentu.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN Konstruksi Dalam Pengerjaan yang selanjutnya disingkat BMN KDP adalah BMN yang proses pembangunan/perolehannya belum selesai sampai dengan periode laporan keuangan.
BMN Bersejarah adalah BMN yang karena nilai kultural, lingkungan, pendidikan dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar maupun harga perolehannya.
BMN Aset Tetap Renovasi yang selanjutnya disingkat BMN ATR adalah renovasi atas aset tetap bukan milik Satker yang memenuhi persyaratan kapitalisasi aset tetap.
Barang Milik Pihak Ketiga yang selanjutnya disingkat BMPK adalah barang milik pihak ketiga yang dicatat dalam Modul Aset Tetap.
Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya, yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN.
Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali dan kemampuan pengelola sistem SAKTI seperti terjadinya bencana alam, kebakaran, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, sabotase, termasuk kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sistem SAKTI tidak berfungsi.
Business Continuity Plan yang selanjutnya disingkat BCP adalah pengelolaan proses kelangsungan kegiatan pada saat keadaan darurat dengan tujuan untuk melindungi sistem informasi, memastikan kegiatan dan layanan, dan memastikan pemulihan yang tepat.
SAKTI Online adalah SAKTI yang infrastruktur aplikasinya tersimpan pada lokal satker, sedangkan Database terhubung secara daring.
Single entry point adalah input data pada suatu modul SAKTI digunakan sebagai input data pada modul SAKTI terkait.
Single Database adalah Database SAKTI diletakkan, disimpan dan dipelihara pada satu tempat tertentu dan tidak terpisah-pisah dalam rangka pengintegrasian sistem aplikasi Satker.
Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Metode Perpetual adalah metode pengukuran perolehan dan pemakaian persediaan yang dihitung berdasarkan pencatatan jumlah unit yang dipakai, dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan.
Dana Titipan adalah dana yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran selain Uang Persediaan dalam rangka pelaksanaan APBN.
Surat Bukti Setor yang selanjutnya disingkat SBS adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh Bendahara pada penyetor.
Dokumen Pendukung adalah semua dokumen yang secara peraturan perundang-undangan menjadi pendukung dan wajib ada sebagai bagian pengajuan sebuah surat, dokumen, formulir, dan segala dokumen resmi lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disebut dengan TIK adalah segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan pemindahan informasi antar media.
Data Center adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menempatkan sistem komputer dan komponen terkaitnya, seperti sistem telekomunikasi dan penyimpanan data.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pelaksanaan penggunaan Piloting SAKTI meliputi seluruh modul yang terdapat dalam SAKTI, yaitu:
Modul Penganggaran;
Modul Komitmen;
Modul Bendahara;
Modul Pembayaran e. Modul Persediaan;
Modul Aset Tetap;
Modul Piutang; dan
Modul Akuntansi dan Pelaporan.
Pelaksanaan Piloting SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh:
pengelolaan Sistem Administrasi SAKTI; dan
pengelolaan Portal SAKTI.
BAB III
PRINSIP DASAR
Pasal 3
SAKTI digunakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan Kementerian Negara/Lembaga.
Transaksi yang dilaksanakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sistem elektronik.
Piloting SAKTI dilaksanakan secara daring dengan menggunakan sistem/konsep database terpusat, multi user dan/atau multi satker.
Hak Akses SAKTI hanya diberikan kepada Pengguna sesuai kewenangannya.
Setiap perubahan data pada SAKTI akan tercatat dalam histori transaksi meliputi perubahan pengguna, perubahan waktu, dan perubahan data.
Pengiriman data SAKTI ke SPAN dilakukan pengamanan secara elektronik.
KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan operasionalisasi SAKTI pada Satker.
Pasal 4
Periodisasi transaksi dalam SAKTI meliputi periode:
Januari sampai dengan Desember;
unaudited; dan
audited.
Pencatatan periode transaksi dan tanggal buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Januari sampai dengan Desember diberi kode periode 1 sampai dengan 12 dan tanggal buku sesuai dengan transaksi dimaksud;
unaudited diberi kode periode 13 dan tanggal buku 31 Desember; dan
audited diberi kode periode 14 dan tanggal buku 31 Desember.
Pasal 5
Tutup buku transaksi pada SAKTI merupakan proses tutup buku saat periode transaksi dinyatakan berakhir dan dilakukan sebelum Modul Akuntansi dan Pelaporan melakukan periode tutup buku.
Dalam hal Modul Akuntansi dan Pelaporan melakukan tutup buku permanen maka modul lain secara otomatis akan tertutup untuk periode berikutnya.
Dalam hal terdapat transaksi yang belum dicatat setelah dilakukan tutup buku permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka transaksi dimaksud dicatat pada periode transaksi berikutnya.
Pasal 6
Dalam rangka mendukung kelancaran Pelaksanaan Piloting SAKTI, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat membentuk tim atau kelompok kerja.
BAB IV
TAHAPAN PELAKSANAAN PILOTING SAKTI
Pasal 7
Piloting SAKTI dilaksanakan sebelum SAKTI diterapkan pada seluruh Satker di Kementerian Negara/Lembaga.
Piloting SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada seluruh Satker lingkup Kementerian Keuangan dan beberapa Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Satker yang menerapkan Piloting SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Piloting SAKTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat dilaksanakan pada bulan Desember 2018.
BAB V
TATA CARA PELAKSANAAN PILOTING SAKTI
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sistem Administrasi SAKTI Paragraf 1 Pengguna SAKTI
Pasal 8
Pengguna SAKTI terdiri atas:
Administrator; dan
operasional modul.
Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai Kode Akses sesuai dengan kewenangan Pengguna.
Pengguna bertanggung jawab atas kepemilikan dan penggunaan Kode Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Paragraf 2 Administrator
Pasal 9
Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat huruf a terdiri atas:
Administrator Pemelihara Sistem;
Administrator Pusat;
Administrator tingkat Kementerian Negara /Lembaga; dan
Administrator lokal.
Administrator Pemelihara Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh CIO Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memiliki tugas paling sedikit sebagai berikut:
set-up konfigurasi sistem;
mengelola database SAKTI; dan
mengelola update SAKTI.
Administrator Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh CIO Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memiliki tugas paling sedikit sebagai berikut:
set-up konfigurasi operasional;
mengelola data referensi pusat; dan
mengelola akun pengguna Admin kementerian.
Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh Unit Pengelola TIK Kementerian Negara/Lembaga, yang memiliki kewenangan dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan data pengguna dan hak akses pada seluruh Satker di lingkup Kementerian Negara/Lembaganya.
Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga dapat melimpahkan kewenangan pengelolaan data pengguna dan hak akses kepada Eselon I di bawahnya dengan surat keputusan/penetapan.
Surat keputusan/penetapan penunjukan eselon I ditetapkan oleh CIO pada unit pengelola TIK Kementerian Negara/Lembaga atau pejabat yang ditunjuk yang setara dengan CIO unit pengelola TIK Kementerian Negara/Lembaga.
Administrator lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh Unit Pengelola TIK Satker, yang memiliki kewenangan dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan data referensi lokal.
Pasal 10
Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat huruf a dan huruf b ditetapkan melalui surat keputusan oleh CIO Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c ditetapkan oleh CIO pada unit pengelola TIK Kementerian Negara/Lembaga melalui surat keputusan.
Dalam hal Kementerian Negara/Lembaga tidak memiliki unit pengelola TIK, Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk yang setara dengan CIO unit pengelola TIK Kementerian Negara/Lembaga.
Administrator Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d ditetapkan oleh KPA melalui surat keputusan. Paragraf 3 Set-up konfigurasi Satker dan Konsolidator
Pasal 11
Set-up konfigurasi sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a meliputi pengelolaan jaringan dan database.
Set-up konfigurasi operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a meliputi penentuan Satker dan Konsolidator.
Konsolidator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang ditunjuk untuk melakukan tugas konsolidasi Laporan Keuangan dan Laporan BMN bagi instansi yang dikonsolidasi. Paragraf 4 Operasional Modul
Pasal 12
Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat huruf b terdiri atas:
Operator, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas perekaman data dalam SAKTI;
Validator, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas pengujian/penelitian atas perekaman data yang dilakukan Operator; dan
Approver, yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas persetujuan atas perekaman data yang dilakukan oleh Operator dan/atau atas perekaman data yang telah disetujui oleh Validator.
Kewenangan Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan perangkapan dalam modul yang sama.
Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui surat keputusan oleh PA/KPA/Pejabat yang ditunjuk.
Pengguna operasional modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelompokkan menurut tugas dan tanggung jawab sebagai KPA, KPB, PPK, PPSPM, Bendahara, dan pejabat/pegawai yang berwenang sesuai dengan ketentuan.
Operator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagai Operator Modul.
Validator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh :
PPK untuk Modul Pembayaran;
KPA untuk Modul Pembayaran dalam hal penerbitan SPP APD-PL/SPP APD-PP/SPP, SKP-L/C dan Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Belanja (SPP- PB);
Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagai Validator untuk Modul Penganggaran dan Modul Aset Tetap;
Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagai Validator Eselon I untuk Modul Penganggaran; dan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Pelaksanaan Anggaran, dan Direktorat Jenderal Anggaran untuk Modul Penganggaran.
Approver sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh:
PPK untuk Modul Komitmen;
PPSPM untuk Modul Pembayaran;
KPA untuk Modul Pembayaran dalam hal penerbitan SPM KP Pajak (SPM KP-P) , SPM KP Pajak Bumi dan Bangunan (SPM KP- PBB) , SPM KP Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SPM KP-BPHTB), SPM Pengembalian Kredit, Pungutan Ekspor (SPM KPE), SPM Pengembalian Bea Keluar (SPM KBK), SPM Pengembalian Cuka, (SPM KC), SPM Pengembalian PNBP (SPM P-PNBP), SPM P-DTP, SPM BM-DTP, SPM IB Bea Cukai (SPM IB-BC) , SPM IB- BPHTB;
KPA untuk Modul Penganggaran;
Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagai Approver Eselon I untuk Modul Penganggaran; dan
Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagai Approver untuk Modul Aset Tetap dan Modul Persediaan.
Pasal 13
Dalam hal Pengguna operasional modul berhalangan/tidak dapat menjalankan tugasnya, maka diatur ketentuan sebagai berikut:
pejabat yang berwenang menetapkan pegawai untuk melaksanakan tugas sebagai pengguna Operasional Modul melalui surat keputusan;
surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga; dan
atas dasar surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga memberikan Hak Akses Pengguna Operasional Modul kepada pegawai yang ditunjuk.
Dalam hal Pengguna operasional modul yang tidak lagi mempunyai kewenangan antara lain mutasi, pensiun, atau meninggal, diatur ketentuan sebagai berikut:
pejabat yang berwenang menetapkan pegawai untuk melaksanakan tugas sebagai pengguna Operasional Modul melalui surat keputusan;
surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga; dan
atas dasar surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Administrator tingkat Kementerian Negara/Lembaga menghapus Hak Akses Pengguna operasional modul. Bagian kedua Pengelolaan Infrastruktur dan Jaringan
Pasal 14
Unit pengelolaan infrastruktur jaringan terdiri atas:
Pengelolaan infrastruktur dan jaringan pada kementerian keuangan; dan
Pengelolaan infrastruktur dan jaringan pada Kementerian Negara/Lembaga.
Pembagian kewenangan pengelolaan infrastruktur dan jaringan pada kementerian keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga mengacu kepada kebijakan tata kelola TIK pada masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.
Kementerian keuangan bertanggung jawab terhadap penyediaan layanan infrastruktur dan jaringan pada data center kementerian keuangan sesuai kebijakan pengelolaan IT lingkup kementerian keuangan.
Kementerian Negara/Lembaga bertanggung jawab terhadap pengelolaan infrastruktur dan jaringan pada kantor pusat Kementerian Negara/Lembaga dan atau seluruh kantor vertikalnya.
Pasal 15
Pengelolaan infrastruktur dan jaringan pada data center Kementerian Keuangan menjadi tanggung jawab dan kewenangan Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) Kementerian Keuangan.
Pengelolaan Infrastruktur dan jaringan pada Kementerian Negara/Lembaga menjadi tanggung jawab masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.
Tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan kebijakan tata kelola TIK masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.
Pasal 16
Instansi pengguna SAKTI bertanggung jawab atas pemenuhan standar keamanan dan kelancaran jaringan dalam penggunaan SAKTI sesuai kebijakan tata kelola TIK dan standar sistem manajemen keamanan informasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Bagian Ketiga
Modul Penganggaran Paragraf 1 Umum
Pasal 17
Modul Penganggaran melakukan proses antara lain sebagai berikut:
penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK);
penyusunan Anggaran berupa Kertas Kerja atau RKAKL/DIPA;
Standar Struktur Biaya;
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah e. Rencana Penarikan Dana;
Rencana Penerimaan Dana; dan
Revisi Anggaran dan Review Revisi Anggaran.
Pasal 18
Kewenangan pengguna pada Modul Penganggaran dilaksanakan oleh:
Kementerian Negara/Lembaga;
Direktorat Jenderal Anggaran; dan
Direktorat Jenderal Perbendaharan.
Kewenangan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh masing-masing tingkat kewenangan meliputi tingkat Satker, tingkat Unit Eselon I, dan tingkat Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Kewenangan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan Direktorat Jenderal Anggaran c.q Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Kewenangan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Pelaksanaan Anggaran sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pelaksanaan tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran.
Pasal 19
Referensi pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dalam Modul Penganggaran bersumber dari Direktorat Jenderal Anggaran. Paragraf 2 Penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK)
Pasal 20
Dalam proses penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK), Kementerian Negara/Lembaga c.q. Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga mengajukan usulan SBK kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran yang bersumber dari Modul Penganggaran.
Mekanisme penyusunan Usulan SBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perekaman Usulan SBK berdasarkan dokumen pendukung Usulan SBK yang telah disetujui di tingkat Kementerian Negara/ Lembaga;
Approver meneliti kesesuaian data dan menyetujui Usulan SBK dengan dokumen pendukung Usulan SBK; dan
Operator mengirimkan Usulan SBK yang telah disetujui oleh Approver ke Direktorat Jenderal Anggaran.
Pasal 21
Ketentuan penyusunan SBK mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya Keluaran. Paragraf 3 Penyusunan Anggaran Kertas Kerja atau RKAKL/DIPA
Pasal 22
Penyusunan Usulan RKA-K/L meliputi:
pembuatan RKA oleh Satker; dan
pembuatan RKA-K/L oleh Unit Eselon I.
Penyusunan Usulan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:
migrasi data tahun anggaran berjalan untuk tahun anggaran berikutnya oleh Satker dan/atau Unit Eselon I;
input data awal belanja pada Pengguna Operator tingkat satker dan/atau tingkat unit oleh Satker dan Unit Eselon I; dan
salinan data antarsatker dibawah unitnya oleh Unit Eselon I.
Dalam hal diterapkan pengelolaan database gaji secara terpusat, penyusunan Usulan RKA-K/L berkenaan dengan perhitungan perkiraan belanja pegawai pusat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh melalui sistem pengelolaan gaji terpusat.
Pasal 23
Mekanisme Pembuatan Kertas Kerja dan RKA Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat huruf a, dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perekaman usulan Kertas Kerja dan RKA Satker berdasarkan dokumen pendukung;
Approver meneliti kesesuaian data usulan Kertas Kerja dan RKA Satker dengan dokumen pendukung; dan c. dalam hal data usulan Kertas Kerja dan RKA Satker disetujui oleh Approver, data usulan Kertas Kerja dan RKA Satker akan secara otomatis terkirim kepada Pengguna Unit Eselon I.
Mekanisme Pembuatan RKA-K/L Unit Eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b, dilakukan sebagai berikut:
berdasarkan usulan Kertas Kerja dan RKA Satker Operator melakukan penyusunan Usulan RKA-K/L Unit Eselon I dengan menginput data baru atau melakukan salinan data antarsatker dibawahnya;
Approver meneliti kesesuaian data usulan RKA-K/L Unit Eselon I dengan dokumen usulan Kertas Kerja dan RKA Satker; dan
dalam hal data usulan RKA-K/L Unit Eselon I disetujui oleh Approver, data Usulan Kertas Kerja dan RKA-K/L Unit Eselon I akan otomatis terkirim pada pengguna level Kementerian Negara/Lembaga dan/atau DJA.
Pasal 24
Ketentuan penyusunan Usulan RKA-K/L mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan Pengesahan DIPA.
Pasal 25
Berdasarkan RKA-K/L dari Kementerian Negara/Lembaga, Direktorat Jenderal Anggaran mengesahkan DIPA.
Berdasarkan DIPA yang telah disahkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) data DIPA Satker secara otomatis masuk ke dalam modul Penganggaran. Paragraf 4 Standar Struktur Biaya
Pasal 26
Berdasarkan data usulan Kertas Kerja dan RKA Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat huruf c, Operator Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga melakukan proses validasi atas Standar Struktur Biaya.
Proses validasi Standar Struktur Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Proses validasi Standar Struktur Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan kesesuaian antara pencatatan data belanja dengan Standar Struktur Biaya. Paragraf 5 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Pasal 27
RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c menjadi dasar perhitungan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Perkiraan Maju Tahun Pertama, Kedua, dan Ketiga.
Perhitungan Perkiraan Maju Tahun Pertama, Kedua, dan Ketiga dalam proses KPJM pada SAKTI dilakukan secara otomatis. Paragraf 6 Penyusunan Rencana Penarikan Dana
Pasal 28
Dalam proses penyusunan RKA-K/L, Satker melakukan penyusunan Rencana Penarikan Dana bulanan dalam satu tahun anggaran.
Mekanisme Pembuatan Rencana Penarikan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perekaman Rencana Penarikan Dana sesuai dengan kebutuhan Satker; dan
Approver meneliti kesesuaian antara data Rencana Penarikan Dana dengan dokumen pendukung.
Pemutakhiran Rencana Penarikan Dana dilakukan apabila dalam bulan berjalan terdapat perbedaan antara realisasi dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Hasil pemutakhiran tersebut digunakan sebagai dasar mengajukan proses revisi anggaran, berupa ralat Rencana Penarikan Dana pada DIPA yang memuat Rencana Penarikan Dana Bulanan. Paragraf 7 Penyusunan Rencana Penerimaan Dana
Pasal 29
Kementerian Negara/Lembaga yang ditetapkan sebagai Satker pengguna PNBP, harus menyusun Rencana Penerimaan Dana.
Rencana Penerimaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam satu tahun anggaran.
Rencana Penerimaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan jenis-jenis penerimaan yang diperkirakan dapat diterima dan menetapkan target Penerimaan Dana per bulan dan per jenis penerimaan.
Pembuatan Rencana Penerimaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator melakukan perekaman Rencana Penerimaan Dana sesuai dengan perkiraan penerimaan Satker; dan
Approver meneliti kesesuaian antara data Rencana Penerimaan Dana dengan dokumen pendukung.
Pemutakhiran Rencana Penerimaan Dana dilakukan dalam hal bulan berjalan terdapat perbedaan antara realisasi penerimaan dan target penerimaan yang telah ditetapkan.
Hasil pemutakhiran tersebut digunakan sebagai dasar mengajukan proses revisi anggaran, berupa perubahan Rencana Penerimaan Dana pada DIPA yang memuat Rencana Penerimaan Dana.
Pasal 30
Ketentuan penyusunan Rencana Penarikan Dana dan Rencana Penerimaan Dana mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas. Paragraf 8 Revisi Anggaran
Pasal 31
Dalam hal pelaksanaan anggaran memerlukan adanya revisi anggaran, Kementerian Negara/Lembaga dapat melakukan revisi DIPA.
Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada tingkat:
Satker; dan/atau
Unit Eselon I.
Pasal 32
Mekanisme pembuatan Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a, dengan kewenangan Satker dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perekaman data Usulan Revisi DIPA berdasarkan perintah KPA dan dokumen usulan Revisi Anggaran;
Approver meneliti kesesuaian data Revisi DIPA dengan dokumen usulan Revisi Anggaran; dan
Approver melakukan aktivasi pagu jika Revisi DIPA disetujui.
Mekanisme pembuatan Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf a, dengan kewenangan pengesahan Kanwil DJPb dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perubahan data Usulan Revisi DIPA berdasarkan perintah KPA dan dokumen usulan Revisi Anggaran;
Approver meneliti kesesuaian data Revisi DIPA dengan dokumen usulan Revisi Anggaran;
dalam hal data Revisi DIPA disetujui oleh Approver, data Usulan Revisi DIPA beserta dokumen pelengkapnya akan secara otomatis terkirim kepada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
berdasar data Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam huruf c, validator melakukan review atas usulan revisi DIPA; dan
berdasarkan review sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Validator dapat memberikan persetujuan dengan melakukan pengesahan Usulan Revisi DIPA.
Pasal 33
Mekanisme pembuatan Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b, dengan kewenangan pengesahan Direktorat Pelaksanaan Anggaran dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perubahan data Usulan Revisi DIPA berdasarkan perintah KPA dan dokumen usulan Revisi Anggaran;
Approver meneliti kesesuaian data Revisi DIPA dengan dokumen usulan Revisi Anggaran;
dalam hal data Revisi DIPA disetujui oleh Approver, data Usulan Revisi DIPA beserta dokumen pelengkapnya akan secara otomatis terkirim kepada Direktorat Pelaksanaan Anggaran;
berdasar data Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam huruf c, validator melakukan review atas usulan revisi DIPA; dan
berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Validator dapat memberikan persetujuan dengan melakukan pengesahan Usulan Revisi DIPA.
Mekanisme pembuatan Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat huruf b, dengan kewenangan pengesahan Direktorat Jenderal Anggaran dilakukan sebagai berikut:
Operator melakukan perubahan data Usulan Revisi DIPA berdasarkan perintah KPA dan dokumen usulan Revisi Anggaran;
Approver meneliti kesesuaian data Revisi DIPA dengan dokumen usulan Revisi Anggaran;
dalam hal data Revisi DIPA disetujui oleh Approver, data Usulan Revisi DIPA beserta dokumen pelengkapnya akan secara otomatis terkirim kepada Direktorat Jenderal Anggaran;
berdasar data Usulan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam huruf c, validator melakukan review atas usulan revisi DIPA; dan
berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Validator dapat memberikan persetujuan dengan melakukan pengesahan Usulan Revisi DIPA.
Dalam hal SAKTI telah terhubung secara interkoneksi dengan aplikasi yang dikembangkan oleh DJA terkait penelahaan usulan revisi DIPA, mekanisme penelahaan data usulan revisi DIPA , dilakukan dengan aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Pasal 34
Ketentuan Revisi DIPA mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Tata Cara Revisi Anggaran.
Bagian Keempat
Modul Komitmen Paragraf 1 Umum
Pasal 35
Modul Komitmen melakukan pengelolaan data supplier dan kontrak.
Proses pengelolaan data supplier meliputi aktivitas pembuatan dan pendaftaran, perubahan, dan penonaktifan data supplier.
Proses pengelolaan data kontrak meliputi pembuatan dan pendaftaran, perubahan, dan pembatalan data kontrak. Paragraf 2 Pengelolaan Data Supplier
Pasal 36
Seluruh pihak yang berhak menerima atau menjadi tujuan pembayaran atas beban APBN harus terdaftar sebagai supplier.
Pengelolaan data supplier, terdiri atas:
pembuatan dan pendaftaran data supplier;
perubahan data supplier; dan
penonaktifan data supplier.
Pembuatan dan pendaftaran atas supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator menerima ADK data supplier keluaran dari aplikasi existing dan/atau dokumen pendukung yang memuat struktur dan elemen data supplier;
Operator mengunggah ADK data supplier dan/atau merekam data supplier sesuai dengan dokumen pendukung; dan
Approver melakukan verifikasi kebenaran data supplier sesuai dengan dokumen pendukung.
Untuk data supplier yang telah tercatat dalam SPAN, mekanisme pembuatan dan pendaftaran data supplier selain dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan melalui unggah data supplier yang diperoleh dari aplikasi Online Monitoring SPAN (OM SPAN) atau sarana lainnya.
Perubahan data supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator menerima ADK data supplier keluaran dari aplikasi existing dan/atau dokumen pendukung yang memuat struktur dan elemen data supplier;
Operator mengunggah ADK data supplier dan/atau merekam perubahan data supplier sesuai dengan dokumen pendukung; dan
Approver melakukan verifikasi kebenaran data supplier sesuai dengan dokumen pendukung.
Penonaktifan data supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Approver memerintahkan Operator untuk menonaktifkan data supplier; dan
Operator menonaktifkan data supplier berdasarkan perintah PPK.
Dokumen pendukung dalam melakukan pencatatan supplier, paling sedikit meliputi:
referensi bank, yang menunjukkan nama rekening dan nomor rekening;
fotokopi kartu NPWP; dan/atau
fotokopi akta pendirian badan usaha.
Data supplier sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menjadi data awal pada database SPAN, untuk selanjutnya diterbitkan Nomor Register Supplier (NRS) oleh KPPN melalui SPAN.
Untuk keperluan pembuatan SPP Gaji, Operator melakukan unggah ADK gaji ke Modul Komitmen untuk dilakukan validasi secara sistem.
Dalam hal pengelolaan database gaji telah dilaksanakan secara terpusat, validasi data supplier pegawai dan data gaji dilakukan melalui sistem pengelolaan gaji terpusat.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tipe, struktur dan mekanisme pengelolaan data supplier mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang SPAN dan ketentuan pelaksanaannya. Paragraf 3 Pengelolaan Data Kontrak
Pasal 38
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran kepada pihak ketiga melalui mekanisme SPM-LS kontraktual, Satker harus mendaftarkan data kontrak kepada KPPN.
Data Kontrak yang didaftarkan ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
data kontrak yang belum dicatat dalam SPAN; dan
perubahan data kontrak yang telah dicatat dalam SPAN.
Pengelolaan data kontrak pada Modul Komitmen meliputi:
pembuatan dan pendaftaran data kontrak;
perubahan data kontrak; dan
pembatalan data kontrak.
Pembuatan dan pendaftaran data kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
pembuatan dan pendaftaran Data Kontrak Tahun Tunggal;
pembuatan dan pendaftaran Data Kontrak Tahun Jamak; dan
pembuatan dan pendaftaran Data Komitmen Tahunan Kontrak Tahun Jamak.
Pembuatan dan pendaftaran data kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator menerima dokumen pendukung dalam rangka perekaman data kontrak berupa Dokumen Kontrak/Perikatan dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran;
Operator merekam data kontrak dan menyampaikan dokumen pendukung kepada PPK; dan
Approver melakukan verifikasi kebenaran data kontrak sesuai dengan dokumen pendukung.
Perubahan data kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator menerima dokumen pendukung dalam rangka perubahan data kontrak berupa Dokumen Addendum Kontrak/Perikatan dan/atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran;
dalam hal perubahan data kontrak dengan addendum, Operator terlebih dahulu merekam nomor dan tanggal addendum kontrak berdasarkan dokumen pendukung;
Operator melakukan perubahan struktur dan/atau elemen data kontrak berdasarkan dokumen pendukung; dan
Approver melakukan verifikasi perubahan data kontrak sesuai dengan dokumen pendukung.
Pembatalan data kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Operator menerima dokumen pendukung dalam rangka pembatalan data kontrak dari PPK berupa Dokumen Kontrak/Dokumen Perikatan dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran; dan
Operator melakukan pembatalan data kontrak sesuai dengan dokumen pendukung.
Data Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan oleh KPPN untuk menguji kesesuaian tagihan yang tercantum pada SPM, meliputi:
pihak yang berhak menerima pembayaran;
nilai pembayaran; dan
jadwal pembayaran.
Data kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didaftarkan ke KPPN untuk selanjutnya diterbitkan Nomor Register Kontrak/Nomor Register Kontrak Perubahan melalui aplikasi SPAN.
Pasal 39
Ketentuan pembuatan, perubahan dan pembatalan Data Kontrak mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang SPAN dan ketentuan pelaksanaannya. Paragraf 4 Perekaman Dokumen Pelaksanaan Kegiatan
Pasal 40
Perekaman Berita Acara Kemajuan Pekerjaan (BAKP)/Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP)/Berita Acara Serah Terima (BAST) mengacu pada data kontrak dan/atau data supplier.
Perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi nomor, tanggal, nilai penyelesaian pekerjaan, serta prosentase penyelesaian pekerjaan.
Perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme sesuai ketentuan yang berlaku. Paragraf 5 Monitoring Kontrak
Pasal 41
Dalam hal pelaksanaan monitoring realisasi anggaran, PPK melakukan pengawasan dan pengendalian atas:
nilai realisasi kontrak melalui Kartu Pengawasan Kontrak; dan
ketersediaan pagu anggaran melalui Laporan Ketersediaan Dana.
Bagian Kelima
Modul Bendahara Paragraf 1 Umum
Pasal 42
Kewenangan pengguna Operator dalam Modul Bendahara adalah melakukan perekaman, perubahan, dan penghapusan data transaksi bendahara melalui SAKTI. Paragraf 2 Bendahara Pengeluaran
Pasal 43
Penatausahaan transaksi Bendahara Pengeluaran dalam Modul Bendahara antara lain terdiri atas:
migrasi Saldo Awal Bendahara Pengeluaran;
transaksi Uang Persediaan (UP);
transaksi Penggantian Uang Persediaan (GUP)/GUP Nihil;
transaksi Tambahan Uang Persediaan (TUP);
transaksi Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan (PTUP);
transaksi Uang Persediaan Kembali Pajak (UPKP);
transaksi Penggantian Uang Persediaan Kembali Pajak (GUPKP);
transaksi dan Pembayaran LS Bendahara/dana titipan;
transaksi Setoran PNBP Umum;
transaksi Pungutan dan Setoran Perpajakan;
transaksi Setoran Pengembalian Belanja;
transaksi Pengelolaan Kas Hibah;
transaksi Pencatatan Dana Kas Masuk Badan Layanan Umum; dan
Transaksi Pengelolaan Rekening Pemerintah.
Pasal 44
Migrasi Saldo Awal Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a dilaksanakan dalam hal:
penggunaan SAKTI untuk kali pertama; dan/atau
terjadi pergantian tahun anggaran.
Migrasi saldo awal bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perekaman data saldo akhir tahun anggaran yang lalu ke dalam saldo awal tahun anggaran berjalan oleh Operator.
Pasal 45
Penatausahaan transaksi UP pada Modul Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b terdiri atas:
membuat usulan UP; dan
mencatat pembukuan SP2D UP.
Usulan UP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menjadi dasar pembuatan SPM UP.
Dalam hal SPM UP telah diterbitkan SP2D, Bendahara Pengeluaran melakukan pencatatan SP2D UP dalam pembukuan bendahara.
Pasal 46
Penatausahaan transaksi GUP/GUP Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c terdiri atas penatausahaan:
transaksi GUP/GUP Nihil tanpa Uang Muka; dan
transaksi GUP/GUP Nihil dengan Uang Muka.
Pasal 47
Dalam penatausahaan transaksi TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d, Bendahara Pengeluaran merekam Rincian Pembiayaan TUP.
Dalam rangka membuat Rincian Pembiayaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran merekam rincian akun dan nilai TUP yang diminta.
Dalam hal SPM TUP telah diterbitkan SP2D, Bendahara Pengeluaran melakukan pencatatan SP2D TUP dalam pembukuan bendahara.
Pasal 48
Penatausahaan transaksi PTUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e, dilakukan dengan mencatat SP2D PTUP pada pembukuan bendahara setelah SPM PTUP diterbitkan SP2D.
Transaksi PTUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
transaksi PTUP tanpa Uang Muka; dan
transaksi PTUP dengan Uang Muka.
Pasal 49
Penatausahaan transaksi UPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f, dilakukan dengan mencatat SP2D UPKP pada pembukuan bendahara setelah SPM UPKP diterbitkan SP2D.
Pasal 50
Penatausahaan transaksi GUPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g, dilakukan dengan mencatat SP2D GUPKP pada pembukuan bendahara setelah SPM GUPKP diterbitkan SP2D.
Pasal 51
Penatausahaan transaksi LS Bendahara/dana titipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf h dilakukan dengan membukukan SP2D LS Bendahara pada pencatatan kas masuk bendahara pengeluaran.
Penataausahaan dana titipan selain LS Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf h dilakukan dengan mencatat dana titipan pada pembukuan bendahara.
Penyaluran Dana LS Bendahara/dana titipan kepada pihak yang berhak menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pembayaran dana titipan.
Penyaluran Dana titipan selain LS Bendahara kepada pihak yang berhak menerima sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan membukukan dana titipan pada pencatatan kas keluar Bendahara pengeluaran.
Pasal 52
Penatausahaan transaksi Setoran PNBP Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf i terdiri atas penatausahaan:
transaksi Setoran PNBP tanpa SBS (non SBS); dan
transaksi Setoran PNBP dengan SBS.
Penatausahaan Setoran PNBP non SBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan mencatat detil setoran dan NTPN.
Dalam penatausahaan Setoran PNBP dengan SBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Bendahara Pengeluaran melakukan hal sebagai berikut:
mencatat uang masuk;
mencatat setoran PNBP umum; dan
mencetak SBS.
Pasal 53
Penatausahaan transaksi Pungutan dan Setoran Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf j merupakan penatausahaan terhadap pajak yang berasal dari transaksi uang persediaan Bendahara Pengeluaran.
Penatausahaan Pungutan Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mencatat pungutan perpajakan atas dasar Surat Perintah Bayar atau dokumen lainnya yang ditentukan.
Penatausahaan Setoran Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mencatat detil setoran atas pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 54
Penatausahaan transaksi Setoran Pengembalian Belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf k merupakan penatausahaan terhadap setoran pengembalian belanja yang telah dilakukan proses pencatatan SP2D.
Penatausahaan Setoran Pengembalian Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mencatat detil setoran pengembalian belanja dan pengesahan pengembalian belanja.
Pasal 55
Penatausahaan transaksi Pengelolaan Kas Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf l merupakan penatausahaan terhadap dana hibah yang telah tercatat dalam DIPA.
Penatausahaan transaksi kas hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan merekam transaksi masuk kas hibah dan kuitansi kas hibah.
Pasal 56
Penatausahaan transaksi Pencatatan Dana Kas Masuk Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf m merupakan penatausahaan terhadap pencatatan uang masuk dana kas BLU.
Penatausahaan transaksi kas BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan merekam transaksi uang masuk bendahara penerimaan.
Pasal 57
Penatausahaan transaksi Pengelolaan Rekening Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf n merupakan penatausahaan terhadap informasi rekening pemerintah berupa pengelolaan rekening Bendahara Pengeluaran dan Rekening Pemerintah Lainnya. Paragraf 3 Bendahara Pengeluaran Pembantu
Pasal 58
Dalam menatausahakan transaksi, Bendahara Pengeluaran dapat dibantu oleh 1 (satu) atau beberapa Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) dengan menggunakan kewenangan Operator Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Kewenangan Operator Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh kewenangan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 57, kecuali:
mencatat SP2D pada pembukuan bendahara;
merekam transaksi hibah;
membuat usulan UP; dan
membuat rincian pembiayaan TUP. Paragraf 4 Bendahara Penerimaan
Pasal 59
Penatausahaan transaksi Bendahara Penerimaan meliputi:
migrasi saldo awal Bendahara Penerimaan;
transaksi setoran PNBP Fungsional;
transaksi pengelolaan rekening pemerintah; dan
transaksi pengelolaan dana titipan Bendahara Penerimaan.
Pasal 60
Migrasi saldo awal Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a dilaksanakan dalam hal:
penggunaan SAKTI untuk kali pertama; dan/atau
terjadi pergantian tahun anggaran.
Migrasi saldo awal Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perekaman data saldo akhir tahun anggaran yang lalu kedalam saldo awal tahun anggaran berjalan oleh Operator.
Pasal 61
Penatausahaan transaksi Setoran PNBP Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b dilakukan sesuai dengan pengaturan mengenai penatausahaan transaksi Setoran PNBP Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.
Pasal 62
Penatausahaan transaksi Pengelolaan Rekening Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c merupakan penatausahaan terhadap informasi rekening pemerintah berupa pengelolaan rekening Bendahara Penerimaan dan Rekening Pemerintah Lainnya.
Pasal 63
Penatausahaan transaksi Pengelolaan Dana Titipan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf d merupakan penatausahaan terhadap dana titipan yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan.
Penatausahaan transaksi Pengelolaan Dana Titipan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf d dilakukan dengan pencatatan kas masuk Dana Titipan pada pembukuan Bendahara Penerimaan.
Pengembalian Dana Titipan kepada pihak yang berhak menerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf d, dilakukan dengan pencatatan kas keluar Dana Titipan. Paragraf 5 Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
Pasal 64
Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara meliputi dua kondisi, yaitu:
secara periodik; dan
secara insidentil/sewaktu-waktu.
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran;
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pembantu; dan
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara mencetak LPJ Bendahara Penerimaan.
LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan ke KPPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai kedudukan dan tanggung jawab Bendahara pada Satker pengelola APBN.
Bagian Keenam
Modul Pembayaran Paragraf 1 Umum
Pasal 65
Modul Pembayaran melakukan proses antara lain sebagai berikut:
Pencatatan SPP;
Penerbitan SPM;
Pencatatan SP2D;
Pencatatan RPD Harian;
Monitoring SPP; dan
Monitoring pengiriman ADK SPM. Paragraf 2 Pencatatan SPP
Pasal 66
Dokumen sumber Surat Permintaan Pembayaran terdiri atas:
perhitungan kebutuhan besaran UP/TUP/UPKP yang telah disetujui oleh KPPN;
daftar Rincian Permintaan Pembayaran (DRPP) dari bendahara;
BAKP/BAPP/BAST/dokumen lainnya yang dipersamakan dari PPK;
daftar gaji/honor/lembur dari PPABP; dan/atau
dokumen pendukung lain yang dipersamakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mekanisme pencatatan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berkut:
Operator merekam tagihan sesuai dengan dokumen sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
Operator mencetak SPP sesuai dengan perekaman tagihan yang telah dilakukan;
Validator memeriksa SPP dan dokumen tagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
Validator melakukan validasi secara sistem dan menandatangani SPP.
Penerbitan SPP di tingkat Satker dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Paragraf 2 Pencatatan SPM
Pasal 67
Dokumen sumber Surat Perintah Membayar, terdiri atas:
Surat Permintaan Pembayaran; dan/atau
Dokumen pendukung lain yang dipersamakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mekanisme pencatatan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Operator mencetak SPM;
berdasarkan Dokumen pendukung lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Operator merekam tagihan;
Approver memeriksa SPM dan/atau tagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
Approver melakukan validasi secara sistem dan menandatangani SPM.
Penerbitan SPM di tingkat Satker dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Paragraf 3 Pencatatan SP2D
Pasal 68
Pencatatan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf c, dilakukan melalui unggah data nomor SP2D secara otomatis dari database SPAN. Paragraf 4 Pencatatan Rencana Penarikan Dana Harian
Pasal 69
Operator mencatat Rencana Penarikan Dana Harian tingkat satker untuk semua jenis SPP yang nilainya masuk dalam klasifikasi transaksi besar.
Penentuan klasifikasi transaksi besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai Rencana Penarikan Dana, Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Dalam hal nilai SPM yang direkam termasuk dalam klasifikasi transaksi besar dan Operator tidak mengisi RPD Harian, maka RPD Harian akan terbentuk secara otomatis dalam jangka waktu pencairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 5 Koreksi Belanja dan Penyesuaian Pagu DIPA
Pasal 70
Koreksi data transaksi pengeluaran dilakukan terhadap:
Bagan Akun Standar (BAS);
Pembebanan Rekening Khusus; dan
Deskripsi/uraian pengeluaran.
Koreksi data transaksi pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Koreksi oleh Satker kepada KPPN.
Surat Permintaan Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai koreksi data transaksi pengeluaran mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai SPAN.
Pasal 71
Satker dapat melakukan penyesuaian sisa pagu DIPA terhadap pengembalian belanja atas beban APBN yang dilakukannya.
Pengembalian belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara dalam tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Satker mengajukan surat permintaan penyesuaian sisa pagu DIPA ke KPPN.
Atas penyampaian surat permintaan penyesuaian sisa pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPN melakukan penyesuaian pagu DIPA dan menerbitkan surat pemberitahuan atas penyesuaian sisa pagu DIPA kepada Satker.
Berdasarkan surat pemberitahuan atas penyesuaian sisa pagu DIPA dari KPPN, Satker melakukan penyesuaian sisa pagu DIPA dengan merekam SPP Pengembalian Belanja.
Bagian Ketujuh
Modul Persediaan
Pasal 72
Metode pencatatan yang digunakan dalam Modul Persediaan adalah Metode Perpetual.
Metode penilaian dalam Modul Persediaan SAKTI meliputi metode harga perolehan/satuan terakhir, metode harga rata-rata tertimbang (weighted average) dan metode FIFO.
Penetapan penggunaan metode penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh unit yang berwenang dalam pengaturan Barang Milik Negara (BMN) dan/atau kebijakan laporan keuangan pemerintah.
Pasal 73
Perekaman pada modul persediaan mencakup transaksi persediaan masuk, persediaan keluar, koreksi, dan inventarisasi fisik.
Pasal 74
Modul persediaan menghasilkan Laporan antara lain terdiri atas:
Buku Persediaan;
Laporan Persediaan; dan
Laporan Posisi Persediaan di Neraca.
Bagian Kedelapan
Modul Aset Tetap
Pasal 75
Modul Aset Tetap melakukan proses antara lain sebagai berikut:
Perekaman data transaksi BMN, KDP, Aset Tetap Renovasi, BMN Bersejarah, dan Barang Milik Pihak Ketig
Pencatatan Kartu Identitas Barang (KIB), Daftar Barang Ruangan (DBR), dan Daftar Barang Lainnya (DBL).
Perhitungan penyusutan/amortisasi secara otomatis.
Proses Pembuatan data Summary untuk keperluan pelaporan.
Penutupan Periode Bulanan.
Pencetakan buku/daftar, laporan, dan label BMN.
Pasal 76
Kewenangan pengguna Operator dalam Modul Aset Tetap adalah melakukan perekaman transaksi, summary database, pencetakan laporan dan penutupan periode;
Kewenangan pengguna Validator dalam Modul Aset Tetap adalah melakukan validasi atas transaksi dengan status rekam dan melakukan pembatalan validasi atas transaksi.
Kewenangan pengguna Approver dalam Modul Aset Tetap adalah melakukan persetujuan/Approver atas transaksi yang berstatus validasi.
Pasal 77
Perekaman data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf a, terdiri atas:
transaksi BMN antara lain berupa Perolehan, Perubahan, BMN Hilang, Penghentian Penggunaan, Usulan Penghapusan BMN, Penghapusan BMN;
transaksi Konstruksi Dalam Pengerjaan antara lain berupa Perolehan, Perubahan/Pengembangan dan penghapusan;
transaksi BMN Bersejarah antara lain berupa Perolehan dan Penghapusan; dan
transaksi Barang Pihak Ketiga berupa Perolehan dan Penghapusan.
Pasal 78
Modul Aset Tetap menghasilkan Laporan antara lain sebagai berikut:
Buku/Daftar antara lain berupa Buku Barang, Kartu Identitas Barang (KIB), Daftar Barang Ruangan (DBR), Daftar Transaksi BMN, History BMN, Kartu Konstruksi Dalam Pengerjaan, Daftar Barang RB/H yang Diusulkan ke Pengelola, dan Daftar SPM Terkait BMN;
Laporan antara lain berupa Laporan Barang, Laporan Penyusutan, Laporan Kondisi Barang, Laporan Posisi BMN di Neraca, dan Catatan Ringkas BMN.
Pasal 79
Konsolidasi laporan BMN dalam Modul Aset Tetap dilakukan oleh konsolidator pada tingkat:
UAPPB-W;
UAPPB-E1; dan
UAPB.
Konsolidator Laporan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pencetakan Laporan BMN Konsolidasian sesuai dengan level konsolidasiannya.
Konsolidator Laporan BMN dapat melakukan pencetakan Laporan BMN per UAKPB dibawahnya.
Laporan BMN Konsolidasian dan Laporan BMN per UAKPB dapat digunakan sebagai bahan verifikasi kewajaran Laporan BMN sesuai dengan level konsolidasian.
Dalam hal UAKPB membentuk UAPKPB, Laporan BMN UAKPB mencakup data BMN pada UAPKPB dibawahnya.
Pasal 80
Mekanisme pelaksanaan konsolidasi transaksi BMN mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai konsolidasi BMN.
Pasal 81
Rekonsiliasi pada Modul Aset Tetap dilakukan antara Pengelola Barang dan/atau Kuasa Pengelola Barang dengan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
Mekanisme pelaksanaan Rekonsiliasi BMN mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai rekonsiliasi BMN.
Pasal 82
Metode perhitungan penyusutan Aset Tetap/Amortisasi Aset Lainnya pada Modul Aset Tetap mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyusutan BMN.
Bagian Kesembilan
Modul Piutang
Pasal 83
Modul Piutang menatausahakan jenis transaksi piutang antara lain sebagai berikut:
transaksi Piutang PNBP;
transaksi Piutang Tagihan Penjualan Angsuran; dan
transaksi Piutang Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
Pasal 84
Pengguna pada Modul Piutang adalah Operator.
Kewenangan pengguna Operator dalam Modul Piutang sebagaimana tercantum pada ayat (1), antara lain melakukan:
pencatatan referensi debitur;
pencatatan transaksi piutang;
pencatatan penerimaan pembayaran/pelunasan piutang;
perekaman surat penagihan;
pencatatan dokumen reklasifikasi kualitas piutang;
perhitungan penyisihan piutang;
transfer keluar-transfer masuk transaksi piutang;
pencatatan hapus buku/ hapus tagih; dan
pencatatan koreksi transaksi piutang.
Pasal 85
Modul piutang menghasilkan laporan antara lain sebagai berikut:
Kartu Piutang;
Laporan Piutang; dan
Laporan Penyisihan Piutang.
Bagian Kesepuluh
Modul Akuntansi dan Pelaporan
Pasal 86
Modul Akuntansi dan Pelaporan melakukan proses antara lain sebagai berikut:
migrasi saldo awal;
jurnal transaksi;
jurnal manual dan penyesuaian khusus;
validasi atas pencatatan jurnal dan posting jurnal;
pencatatan realisasi kinerja satker;
monitoring jurnal; dan
tutup buku dan monitoring tutup transaksi.
Proses migrasi saldo awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk memindahkan saldo akun transaksi keuangan dari aplikasi existing ke SAKTI.
Proses jurnal transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terbentuk dari modul pengangggaran, modul komitmen, modul bendahara, modul pembayaran, modul persedian, modul aset tetap, dan modul piutang.
Proses jurnal manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, digunakan untuk:
pencatatan jurnal koreksi atas jurnal transaksi; dan
pencatatan jurnal penyesuaian yang tidak terdapat pada Modul Penganggaran, Modul Komitmen, Modul Bendahara, Modul Pembayaran, Modul Persediaan,Modul Aset Tetap, dan Modul Piutang.
Proses validasi atas pencatatan jurnal dan posting jurnal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d menghasilkan laporan jurnal transaksi.
Proses pencatatan realisasi kinerja satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan setiap bulan dengan memilih periode, program, kegiatan, output, dan mencatat nilai realisasi output berdasarkan dokumen sumber.
Proses monitoring jurnal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan untuk memastikan kebenaran jurnal yang terbentuk berdasarkan dokumen sumber.
Pasal 87
Modul Akuntansi dan Pelaporan menghasilkan laporan antara lain sebagai berikut:
Laporan Buku Besar;
Neraca Percobaan;
Laporan Operasional;
Neraca;
Laporan Realisasi Anggaran;
Laporan Realisasi Anggaran Belanja;
Laporan Realisasi Anggaran Pengembalian Belanja;
Laporan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah;
Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan Negara dan Hibah;
Laporan Perubahan Ekuitas;
Laporan Rekonsiliasi Neraca dengan Sub Ledger; dan
Laporan Ketersediaan Dana.
Pasal 88
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, digunakan sebagai bahan untuk proses konsolidasi dalam Modul Akuntansi dan Pelaporan.
Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat:
UAPPA-W;
UAPPA-E1; dan
UAPA.
Konsolidator Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pencetakan Laporan Keuangan Konsolidasian sesuai dengan tingkat konsolidasiannya.
Konsolidator Laporan Keuangan dapat melakukan pencetakan Laporan Keuangan tingkat UAKPA dibawahnya.
Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA dapat digunakan sebagai bahan verifikasi kewajaran Laporan Keuangan sesuai dengan tingkat konsolidasian.
Pasal 89
Untuk meningkatkan keakuratan data, Operator melakukan proses rekonsiliasi keuangan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai rekonsiliasi keuangan antara kementerian negara/lembaga dengan BUN.
Bagian Kesebelas
Pengelolaan Portal SAKTI
Pasal 90
Portal SAKTI diakses melalui halaman utama (homepage) situs resmi dengan nama domain yang ditentukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Portal SAKTI dapat diakses oleh Pengguna yang mendapatkan kode akses berupa User-ID dan Password.
Pasal 91
Pengguna Portal SAKTI terdiri atas:
Pengguna Kantor Pusat DJPb;
Pengguna Kanwil DJPb; dan
Pengguna KPPN.
Pengguna Portal SAKTI Kantor Pusat DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Administrator.
Kewenangan pengguna Administrator Portal SAKTI Kantor Pusat DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut:
manajemen referensi;
monitoring ADK;
monitoring Renkas;
monitoring transaksi ;
monitoring data pejabat; dan
manajemen pengguna KPPN.
Pengguna Portal SAKTI Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:
Administrator; dan
Operator.
Kewenangan pengguna Administrator Portal SAKTI Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a adalah melakukan pengelolaan pengguna Operator Portal SAKTI Kanwil.
Kewenangan pengguna Operator Portal SAKTI Kanwil DJPb sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b adalah menyetujui atau menolak usulan perubahan proporsi uang persediaan kartu kredit Satker.
Pengguna Portal SAKTI KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh a. Administrator; dan
Operator.
Kewenangan pengguna Administrator Portal SAKTI KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a adalah melakukan pengelolaan pengguna Operator Portal SAKTI KPPN.
Kewenangan pengguna Operator Portal SAKTI KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b adalah sebagai berikut:
pendaftaran pejabat;
manajemen Renkas;
monitoring transaksi MPHLBJS;
unduh dokumen pendukung; dan
mapping Satker dengan Front Office KPPN. Bagian Kedua belas Monitoring data SAKTI
Pasal 92
Dalam mendukung pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan pada Satker dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan manajerial, SAKTI dilengkapi dengan sarana monitoring.
Fitur utama monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup monitoring realisasi anggaran, data supplier, data kontrak, status tagihan, dan indikator pelaporan. Bagian Ketiga belas Ketentuan Teknis Pelaksanaan Piloting SAKTI
Pasal 93
Ketentuan mengenai teknis pelaksanaan Piloting SAKTI diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
BAB VI
KEADAAN KAHAR ( _FORCE MAJEURE_ )
Pasal 94
Dalam hal terdapat gangguan yang menyebabkan SAKTI dan/atau aplikasi pendukung SAKTI tidak berfungsi, diberlakukan Keadaan Kahar (Force Majeure).
Deklarasi kondisi Keadaan Kahar ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Ketua Komite Steering BCP.
Dalam hal diberlakukan Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan prosedur BCP.
Ketentuan mengenai prosedur BCP ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Migrasi Data
Pasal 95
Migrasi data dalam SAKTI meliputi:
Migrasi Persediaan;
Migrasi Aset Tetap; dan
Migrasi Buku Besar Neraca.
Pasal 96
Migrasi Persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a merupakan proses pemindahan Referensi dan Saldo Awal dari aplikasi existing ke dalam Modul Persediaan.
Migrasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf b merupakan proses pemindahan data aset dari aplikasi existing ke dalam Modul Aset Tetap.
Migrasi Buku Besar Neraca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf c merupakan proses pemindahan Saldo Neraca dari aplikasi existing ke dalam Modul Akuntansi dan Pelaporan.
Data Migrasi Persediaan, Aset Tetap, dan Buku Besar Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berdasarkan data LK Audited tahun sebelumnya.
Migrasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan data Summary history BMN.
Hasil pelaksanaan migrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dituangkan dalam berita acara migrasi.
Bagian Kedua
Layanan Pengguna
Pasal 97
Penyediaan layanan pengguna SAKTI dibedakan menjadi 2 (dua) jenis layanan, yaitu:
Layanan proses bisnis, aplikasi, dan database; dan
Layanan jaringan pada data center kementerian keuangan.
Layanan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur sebagai berikut:
Layanan pengguna terkait proses bisnis, aplikasi dan database disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk seluruh kementerian /lembaga;
Mekanisme layanan pengguna terkait proses bisnis dan aplikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
Mekanisme layanan pengguna terkait database sebagaimana dimaksud dalam huruf a, mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kebijakan dan Standar Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan.
Layanan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur sebagai berikut:
Layanan pengguna dilakukan oleh unit Service Desk Pusintek Kementerian Keuangan;
Cakupan dalam layanan pengguna sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi layanan koneksi jaringan antara unit eselon I/ Kementerian Negara/Lembaga dengan data center Kementerian Keuangan.
Mekanisme layanan pengguna sebagaimana dimaksud dalam huruf b, mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kebijakan dan Standar Manajemen Layanan TIK Area Service Support di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Bagian Ketiga
Peranan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Pasal 98
KPPN bertanggung jawab melaksanakan kegiatan Piloting SAKTI pada satker mitra kerja.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup:
Penyelenggaraan sosialisasi dan bimbingan teknis yang berkelanjutan; dan
Publikasi dan Komunikasi.
Pasal 99
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertanggung jawab melaksanakan koordinasi monitoring, dan evaluasi Piloting SAKTI di KPPN lingkup wilayahnya.
Dalam hal diperlukan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat menyelenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis, serta publikasi dan komunikasi kepada satker dalam lingkup wilayahnya.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertanggung jawab melaksanakan koordinasi dengan satker Kementerian Negara/Lembaga tingkat wilayah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 100
Piloting SAKTI yang telah dilaksanakan oleh Satker di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.05/2015 tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1882) sebagaimana telah beberapa kali telah diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.05/2015 tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1737) diakui sebagai pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 101
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.05/2015 tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1882) sebagaimana telah beberapa kali telah diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.05/2015 tentang Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1737), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 102
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2018 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA