bahwa untuk menyempurnakan ketentuan mengenai tata kelola pemindahtanganan barang milik negara dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 74A Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1018);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.06/2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1018), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 11 Pasal 1 diubah dan di antara angka 11 dan angka 12 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 11a sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau dari Pemerintah Pusat kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan BMN yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham/aset neto/kekayaan bersih milik negara pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
11a. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas Penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
Ketentuan Pasal 5 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
BMN dapat dipindahtangankan setelah dilakukan penetapan status penggunaan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk BMN yang tidak memerlukan penetapan status penggunaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Dalam hal BMN pada Pengguna Barang yang diusulkan Pemindahtanganan BMN belum ditetapkan status penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang yang menerima permohonan Pemindahtanganan BMN terlebih dahulu menetapkan status Penggunaan BMN tersebut.
Judul BAB II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG 4. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang bertugas:
melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas Pemindahtanganan BMN;
melakukan penatausahaan BMN yang dilakukan Pemindahtanganan BMN; dan
melakukan tugas lainnya di bidang Pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang berwenang:
mengajukan usul Pemindahtanganan BMN yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan BMN yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden;
memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan BMN yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Presiden;
memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan BMN yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Presiden;
menetapkan Pemindahtanganan BMN yang berada pada Pengelola Barang;
menandatangani perjanjian Pemindahtanganan BMN antara lain akta jual beli, perjanjian Tukar Menukar, dan naskah Hibah yang berada pada Pengelola Barang;
mengenakan sanksi yang timbul dalam Pemindahtanganan BMN yang berada pada Pengelola Barang;
melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Pemindahtanganan BMN berupa tanah dan/atau bangunan;
menetapkan Pihak Lain yang dapat menerima Hibah; dan
melakukan kewenangan lainnya di bidang Pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
Direktur Jenderal; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilimpahkan kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 11 diubah sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Pengelola Barang dapat melimpahkan tugas dan wewenang untuk memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan BMN kepada Pengguna Barang.
Pelimpahan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelimpahan tugas dan wewenang tertentu dari Pengelola Barang kepada Pengguna Barang.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk persetujuan atas usul Pemindahtanganan BMN berupa Penjualan dan Hibah BMN yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Presiden.
Pelaksanaan tugas dan wewenang Pengelola Barang yang telah dilimpahkan kepada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang bertugas:
melakukan Pemindahtanganan BMN, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang;
melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya;
melakukan penatausahaan BMN yang dipindahtangankan yang berada dalam penguasaannya;
melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya; dan
melakukan tugas lainnya di bidang Pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang berwenang:
mengajukan usul Pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
menandatangani perjanjian Pemindahtanganan BMN yang berada pada Pengguna Barang, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang;
mengenakan sanksi yang timbul dalam Pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya;
menetapkan peraturan dan kebijakan teknis pelaksanaan Pemindahtanganan BMN yang berada di dalam penguasaannya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN; dan
melakukan kewenangan lainnya di bidang Pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang dapat melimpahkan tugas dan wewenang Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada pejabat di lingkungannya.
Ketentuan mengenai penunjukan pejabat dan teknis pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang.
Ketentuan ayat (2) Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
Penjualan BMN dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
BMN yang bersifat khusus, yaitu:
tanah dan bangunan rumah negara golongan III atau bangunan rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada pejabat negara, mantan pejabat negara, pegawai aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau perorangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penjualan BMN berupa kendaraan perorangan dinas; atau
BMN lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan Penjualan tanpa melalui lelang;
BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum;
BMN berupa tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran, antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang diperuntukkan bagi pegawai negeri;
BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang jika dijual secara lelang dapat merusak tata niaga berdasarkan pertimbangan dari instansi yang berwenang;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa yang dijual kepada Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa pemilik tanah tersebut; atau
BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
Dalam rangka Penjualan BMN dilakukan Penilaian untuk mendapatkan nilai wajar atau nilai taksiran.
Dikecualikan dari ketentuan melakukan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Penjualan BMN berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana.
Nilai jual BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat :
untuk tanah dan/atau bangunan, dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang;
untuk selain tanah dan/atau bangunan:
yang berada pada Pengelola Barang, dilakukan oleh Penilai Pemerintah;
yang berada pada Pengguna Barang, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, atau menggunakan Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan:
nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk Penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik; atau
nilai taksiran, untuk Penilaian yang dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.
Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan batasan terendah yang disampaikan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang.
Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya diperhitungkan dengan faktor penyesuaian untuk menjadi dasar penetapan nilai limit oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang.
Tata cara pelaksanaan Penilaian mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian.
Ketentuan ayat (2) Pasal 18 diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
BMN berupa tanah atau BMN berupa tanah dan bangunan yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang yang tidak laku terjual pada lelang pertama, dapat dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali.
Pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan/surat persetujuan, terlebih dahulu dilakukan Penilaian ulang.
Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang, BMN berupa tanah atau BMN berupa tanah dan bangunan yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang tetap tidak laku terjual, Pengelola Barang dapat melakukan alternatif bentuk lain pengelolaan BMN, baik BMN yang berada pada Pengelola Barang maupun BMN yang berada pada Pengguna Barang.
Ketentuan ayat (2) Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang yang tidak laku terjual pada lelang pertama, dapat dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali.
Pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan/surat persetujuan, terlebih dahulu dilakukan Penilaian ulang.
Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang, BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang tetap tidak laku terjual:
Pengelola Barang dapat melakukan alternatif bentuk lain pengelolaan BMN, untuk BMN yang berada pada Pengelola Barang; atau
Pengelola Barang dapat menyetujui alternatif bentuk lain pengelolaan BMN berdasarkan usulan Pengguna Barang, untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang.
Ketentuan huruf a angka 1 dan angka 2 Pasal 24 diubah sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
Penjualan BMN berupa tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri dilakukan dengan persyaratan:
pengajuan permohonan Penjualan disertai dengan:
bukti perencanaan awal antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri;
rekomendasi dari hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah; dan
surat pernyataan yang memuat kebenaran formil dan materiil atas BMN yang diusulkan untuk dijual.
Penjualan dilaksanakan kepada masing-masing pegawai negeri yang ditetapkan oleh Pengguna Barang;
pembayaran hasil Penjualan dilaksanakan secara tunai yang seluruhnya disetor ke kas negara;
nilai jual tanah kavling didasarkan pada nilai wajar;
luas tanah kavling ditetapkan oleh Pengguna Barang dengan mengikuti luas tanah sesuai ketentuan peraturan rumah negara;
Penjualan dilaksanakan kepada pegawai negeri yang belum pernah membeli tanah kavling atau rumah negara;
Penjualan dilaksanakan secara langsung antara Pengguna Barang dengan pegawai negeri calon pembeli di hadapan pejabat pembuat akta tanah; dan
segala biaya yang timbul akibat Penjualan tanah kavling dibebankan kepada pegawai negeri calon pembeli.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 26 diubah sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
Selain berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, terhadap Penjualan BMN berupa kendaraan bermotor dinas operasional, harus memenuhi persyaratan usia kendaraan yaitu paling singkat 7 (tujuh) tahun:
terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun perolehannya sesuai dokumen kepemilikan, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau
terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya sesuai dokumen kepemilikan, untuk perolehan tidak dalam kondisi baru.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjualan BMN berupa kendaraan bermotor dapat dilakukan dalam hal kendaraan bermotor tersebut rusak berat dengan kondisi fisik paling tinggi 30% (tiga puluh persen) berdasarkan surat keterangan tertulis dari instansi yang berwenang.
Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengelola Barang membuat perencanaan Penjualan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada lokasi, pelaksanaan Penjualan, dan pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
Pengelola Barang melakukan:
penelitian data administratif, yaitu: a) data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku; b) data bangunan, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku, serta dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); dan
penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik tanah dan/atau bangunan yang akan dijual dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit memuat hasil penelitian data administratif, hasil penelitian fisik, dan rekomendasi mekanisme pelaksanaan Penjualan;
Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dijual;
hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf d diajukan sebagai dasar penetapan nilai limit Penjualan BMN;
dalam hal Penjualan memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal Penjualan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Presiden;
berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b dan/atau persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada huruf f atau Presiden sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengelola Barang menetapkan keputusan Penjualan, yang paling sedikit memuat data BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dijual, nilai wajar BMN berupa tanah dan/atau bangunan, dan nilai limit Penjualan dari BMN bersangkutan;
dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf h menetapkan Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan secara lelang, Pengelola Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
dalam hal permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf j menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya, Pengelola Barang menetapkan perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Pengelola Barang yang telah ditetapkan sebelumnya;
dalam hal BMN berupa tanah dan/atau bangunan tidak laku terjual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali;
pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada huruf l yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf m menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya:
Pengelola Barang menetapkan perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Pengelola Barang yang telah ditetapkan sebelumnya; dan
Pengelola Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf h menetapkan Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan tanpa melalui lelang, Pengelola Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon pembeli berdasarkan keputusan tersebut;
serah terima barang dilaksanakan:
berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal Penjualan BMN dilakukan secara lelang; atau
berdasarkan akta jual beli notaris/pejabat pembuat akta tanah, dalam hal Penjualan BMN dilakukan tanpa melalui lelang;
serah terima barang sebagaimana dimaksud pada huruf p dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf q, Pengelola Barang melakukan Penghapusan BMN tersebut dari Daftar Barang Pengelola dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengelola Barang membuat perencanaan Penjualan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada lokasi, pelaksanaan Penjualan, dan pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
Pengelola Barang melakukan:
penelitian data administratif, meliputi tetapi tidak terbatas pada tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku;
penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik BMN yang akan dijual dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit memuat hasil penelitian data administratif, hasil penelitian fisik, dan rekomendasi mekanisme pelaksanaan Penjualan;
Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian atas BMN selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijual;
hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf d diajukan sebagai dasar penetapan nilai limit Penjualan BMN;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Presiden;
berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b dan/atau persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada huruf f atau Presiden sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengelola Barang menetapkan keputusan Penjualan, yang paling sedikit memuat data BMN selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijual, nilai BMN selain tanah dan/atau bangunan, dan nilai limit Penjualan dari BMN bersangkutan;
dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf h menetapkan Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilakukan secara lelang, Pengelola Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
apabila permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf j menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya, Pengelola Barang menetapkan perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Pengelola Barang yang telah ditetapkan sebelumnya;
dalam hal BMN selain tanah dan/atau bangunan tidak laku terjual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali;
pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada huruf l yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf m menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya:
Pengelola Barang menetapkan perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Pengelola Barang yang telah ditetapkan sebelumnya; dan
Pengelola Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf h menetapkan Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilakukan tanpa melalui lelang, Pengelola Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon pembeli berdasarkan keputusan tersebut;
serah terima barang dilaksanakan:
berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal Penjualan BMN dilakukan secara lelang; atau
berdasarkan perjanjian jual beli, dalam hal Penjualan BMN dilakukan tanpa melalui lelang;
serah terima barang sebagaimana dimaksud pada huruf p dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf q, Pengelola Barang melakukan Penghapusan BMN tersebut dari Daftar Barang Pengelola dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan Penjualan, meliputi:
melakukan penelitian data administratif, yaitu: a) data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku; b) data bangunan, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku, serta dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); dan
melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan kesesuaian fisik tanah dan/atau bangunan yang akan dijual dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
dalam hal diperlukan, Pengguna Barang dapat melibatkan instansi teknis yang kompeten untuk melakukan persiapan permohonan Penjualan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
berdasarkan berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pengguna Barang mengajukan permohonan Penjualan BMN kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan dan pertimbangan Penjualan BMN, dengan disertai:
data administratif;
berita acara penelitian fisik;
hasil Penilaian, dalam hal telah dilakukan Penilaian; dan 4. surat pernyataan tanggung jawab atas kebenaran formil data dan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 serta materiil objek yang diusulkan;
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Penjualan BMN, dengan tahapan:
melakukan penelitian atas pertimbangan permohonan Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
melakukan penelitian data administratif;
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
melakukan penelitian terhadap dokumen hasil Penilaian, termasuk mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian atas BMN berupa tanah dan/atau bangunan, dalam hal permohonan Penjualan BMN tidak disertai hasil Penilaian; dan
melakukan penelitian fisik BMN yang direncanakan dilakukan Penjualan dengan mencocokkan data administratif yang ada, dalam hal diperlukan;
berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d, Pengelola Barang menyetujui atau menolak permohonan Penjualan;
dalam hal Penjualan memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal Penjualan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Presiden;
dalam hal permohonan Penjualan BMN tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/Presiden, Pengelola Barang menyampaikan secara tertulis kepada Pengguna Barang disertai dengan alasannya;
dalam hal permohonan Penjualan BMN disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada huruf f atau Presiden sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Penjualan BMN kepada Pengguna Barang, yang paling sedikit memuat:
data objek Penjualan, meliputi tetapi tidak terbatas pada data BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dijual, nilai BMN berupa tanah dan/atau bangunan, dan nilai limit Penjualan dari BMN bersangkutan; dan
kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan Penjualan BMN kepada Pengelola Barang;
dalam hal surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf i menetapkan Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan secara lelang, Pengguna Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
apabila permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf k menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya, Pengelola Barang menerbitkan surat perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat persetujuan Pengelola Barang yang telah diterbitkan sebelumnya;
dalam hal BMN berupa tanah dan/atau bangunan tidak laku terjual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali;
pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada huruf m yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal surat persetujuan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf n menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya:
Pengelola Barang menerbitkan surat perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat persetujuan Pengelola Barang yang telah diterbitkan sebelumnya; dan
Pengguna Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
dalam hal surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf i menetapkan Penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan tanpa melalui lelang, Pengguna Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon pembeli berdasarkan surat persetujuan tersebut;
serah terima barang dilaksanakan:
berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal Penjualan dilakukan secara lelang; atau
berdasarkan akta jual beli notaris/pejabat pembuat akta tanah, dalam hal Penjualan dilakukan tanpa melalui lelang;
serah terima barang sebagaimana dimaksud pada huruf q dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf r, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN tersebut dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan Penjualan, meliputi:
melakukan penelitian data administratif, meliputi tetapi tidak terbatas pada tahun perolehan, identitas barang, keputusan penetapan status penggunaan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku; dan
melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan kesesuaian fisik BMN yang akan dijual dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
Pengguna Barang dapat melakukan Penilaian BMN dengan:
membentuk tim internal yang dapat melibatkan instansi teknis yang kompeten; atau
menggunakan Penilai;
hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b, diajukan sebagai dasar penetapan nilai limit Penjualan BMN;
Pengguna Barang mengajukan permohonan Penjualan BMN kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan dan pertimbangan Penjualan BMN dengan disertai:
data administratif;
berita acara penelitian fisik;
nilai limit Penjualan, dalam hal dilakukan Penilaian; dan 4. surat pernyataan tanggung jawab atas kebenaran formil data dan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 serta materiil objek yang diusulkan;
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Penjualan BMN, dengan tahapan:
melakukan penelitian atas pertimbangan permohonan Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
melakukan penelitian data administratif;
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
melakukan penelitian terhadap dokumen hasil Penilaian, termasuk mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian atas BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan, dalam hal permohonan Penjualan BMN tidak disertai hasil Penilaian; dan
melakukan penelitian fisik BMN yang direncanakan dilakukan Penjualan dengan mencocokkan data administratif yang ada, dalam hal diperlukan;
berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e, Pengelola Barang menyetujui atau menolak permohonan Penjualan;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Presiden;
dalam hal permohonan Penjualan BMN tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/Presiden, Pengelola Barang menyampaikan secara tertulis kepada Pengguna Barang disertai dengan alasannya;
dalam hal permohonan Penjualan BMN disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada huruf g atau Presiden sebagaimana dimaksud pada huruf h, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Penjualan BMN kepada Pengguna Barang, yang paling sedikit memuat:
data objek Penjualan, meliputi tetapi tidak terbatas pada tahun perolehan, identitas barang, jenis, jumlah, nilai BMN, dan nilai limit Penjualan; dan
kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan Penjualan BMN kepada Pengelola Barang;
dalam hal surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf j menetapkan Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilakukan secara lelang, Pengguna Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
apabila permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang diajukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan Penjualan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf l menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya, Pengelola Barang menerbitkan surat perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat persetujuan Pengelola Barang yang telah diterbitkan sebelumnya;
dalam hal BMN selain tanah dan/atau bangunan tidak laku terjual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali;
pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada huruf n yang dilakukan lebih dari 6 (enam) bulan sejak tanggal surat persetujuan, dilakukan Penilaian ulang;
dalam hal hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada huruf o menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai sebelumnya:
Pengelola Barang menerbitkan surat perubahan nilai limit yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat persetujuan Pengelola Barang yang telah diterbitkan sebelumnya; dan
Pengguna Barang menyampaikan permohonan Penjualan BMN dengan cara lelang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang;
dalam hal surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf j menetapkan Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilakukan tanpa melalui lelang, Pengguna Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon pembeli berdasarkan surat persetujuan tersebut;
serah terima barang dilaksanakan:
berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal Penjualan dilakukan secara lelang; atau
berdasarkan perjanjian jual beli, dalam hal Penjualan dilakukan tanpa melalui lelang;
serah terima barang sebagaimana dimaksud pada huruf r dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
terhadap Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna:
dalam hal terdapat Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN tersebut dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN; atau
dalam hal tidak terdapat Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna, Pengguna Barang menyampaikan laporan pelaksanaan Pemindahtanganan BMN kepada Pengelola Barang.
Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan berupa bongkaran bangunan yang berasal dari:
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa dan Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa tersebut akan menggunakan tanah tersebut;
BMN berupa bangunan dalam kondisi rusak berat dan/atau membahayakan lingkungan sekitar;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah yang menjadi objek pemanfaatan dalam bentuk Kerja Sama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur;
BMN berupa bangunan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
BMN berupa bangunan yang dihapuskan karena terkena program strategis nasional atau terkena pembangunan untuk kepentingan umum; atau
BMN berupa sebagian bangunan:
yang melekat pada bangunan milik Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa; dan
Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa tersebut akan menggunakan bangunan miliknya tersebut, dilakukan sesuai tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan berupa bongkaran bangunan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
permohonan persetujuan Penjualan BMN diajukan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang dalam satu kesatuan dengan persetujuan Penghapusan BMN;
permohonan persetujuan Pengelola Barang atas permohonan Penjualan menjadi satu kesatuan dengan persetujuan Penghapusan bangunan; dan
Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN tersebut dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
Nilai barang pengganti atas Tukar Menukar paling sedikit seimbang dengan nilai wajar BMN yang dilepas.
Nilai barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
nilai penawaran pemenang tender, dalam hal Tukar Menukar dilakukan melalui tender; atau
nilai kesepakatan dengan mitra Tukar Menukar, dalam hal Tukar Menukar dilakukan tidak melalui tender, yang dituangkan dalam perjanjian Tukar Menukar.
Nilai wajar BMN yang dilepas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai wajar yang ditetapkan dalam persetujuan Tukar Menukar dan dituangkan dalam perjanjian Tukar Menukar.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian bagian dari barang pengganti dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam perjanjian Tukar Menukar:
mitra Tukar Menukar wajib menyesuaikan bagian dari barang pengganti sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian Tukar Menukar; atau
mitra Tukar Menukar wajib mengganti kekurangan yang timbul akibat ketidaksesuaian tersebut dengan uang dan/atau barang senilai kekurangan tersebut.
Uang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b disetorkan ke kas negara paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum berita acara serah terima ditandatangani.
Ketentuan huruf a Pasal 42 diubah sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
Mitra Tukar Menukar meliputi:
Pemerintah Daerah/Desa;
BUMN;
BUMD;
badan hukum lainnya yang dimiliki negara;
swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan; atau
pemerintah negara lain.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
Pemilihan mitra dilakukan melalui tender.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilihan mitra dapat dilakukan melalui penunjukan langsung terhadap Tukar Menukar:
BMN berupa tanah, atau tanah dan bangunan:
yang dilakukan dengan Pemerintah Daerah/Desa, pemerintah negara lain, dan/atau Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum;
untuk menyatukannya dalam 1 (satu) lokasi;
untuk menyesuaikan bentuk BMN berupa tanah agar penggunaannya lebih optimal;
untuk melaksanakan rencana strategis Pemerintah; atau
guna mendapatkan/memberikan akses jalan;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain; atau
BMN selain tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan:
Pemerintah Daerah/Desa; dan/atau
Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum.
Penunjukan langsung mitra Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada Pengelola Barang; atau
Pengguna Barang, untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang.
Ketentuan ayat (2) Pasal 80 diubah sehingga Pasal 80 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80
Penyerahan BMN dan barang pengganti dituangkan dalam berita acara serah terima.
Berita acara serah terima ditandatangani oleh mitra Tukar Menukar dan Pengelola Barang/Pengguna Barang atau pejabat struktural yang ditunjuk:
paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal penandatanganan perjanjian Tukar Menukar, untuk barang pengganti yang telah siap digunakan pada tanggal perjanjian Tukar Menukar ditandatangani; atau b. paling lama 3 (tiga) tahun setelah tanggal penandatanganan perjanjian Tukar Menukar, untuk barang pengganti yang belum siap digunakan pada tanggal perjanjian Tukar Menukar ditandatangani.
Penandatanganan berita acara serah terima hanya dapat dilakukan dalam hal mitra Tukar Menukar telah memenuhi seluruh ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan seluruh klausul yang tercantum dalam perjanjian Tukar Menukar.
Di antara Pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 81A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81A
Terhadap proses Tukar Menukar antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Desa, dalam hal berdasarkan penelitian Pengelola Barang atas objek Tukar Menukar terdapat selisih nilai lebih pada BMN yang menjadi objek Tukar Menukar:
selisih nilai lebih pada BMN yang menjadi objek Tukar Menukar dapat dilakukan Hibah;
persetujuan atas Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf a dicantumkan pula dalam persetujuan Tukar Menukar;
pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf a dituangkan dalam suatu naskah Hibah yang merupakan satu kesatuan dengan perjanjian Tukar Menukar; dan
serah terima objek Hibah dan objek Tukar Menukar dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses tindak lanjut atas Hibah mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Ketentuan huruf b, huruf e, dan huruf f ayat (1) dan ayat (2) Pasal 86 diubah sehingga Pasal 86 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 86
Pihak yang dapat menerima Hibah:
lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial;
masyarakat, baik perorangan maupun kelompok, untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
pemerintah negara lain dalam kerangka hubungan internasional;
masyarakat internasional yang terkena akibat dari bencana alam, perang, atau wabah penyakit endemik;
Pemerintah Daerah/Desa;
BUMN berbentuk perusahaan umum untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan atau BUMN lainnya dalam rangka penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
Pihak Lain yang ditetapkan oleh Pengelola Baran
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan akta pendirian, anggaran dasar/anggaran rumah tangga, atau pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud.
Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 93
Pelaksanaan Hibah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan persetujuan Hibah, meliputi:
melakukan penelitian data administratif, yaitu: a) data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku; b) data bangunan, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku, serta dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); c) data calon penerima Hibah, meliputi tetapi tidak terbatas pada identitas calon penerima Hibah; dan
melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan kesesuaian fisik tanah dan/atau bangunan dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Pengelola Barang yang memuat:
data calon penerima Hibah;
alasan untuk menghibahkan;
data dan dokumen atas tanah dan/atau bangunan;
peruntukan Hibah;
tahun perolehan;
status dan bukti kepemilikan atau dokumen lainnya yang setara;
nilai perolehan;
jenis/spesifikasi BMN yang dimohonkan untuk dihibahkan; dan
lokasi, dengan disertai surat pernyataan dari calon penerima Hibah mengenai kesediaan menerima Hibah;
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan dalam hal diperlukan, dapat melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan yang diusulkan untuk dihibahkan;
dalam hal Hibah memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal Hibah tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi BMN yang akan dihibahkan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Presiden;
dalam hal permohonan Hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan, disertai dengan alasannya;
dalam hal permohonan Hibah disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan pelaksanaan Hibah yang paling sedikit memuat:
identitas penerima Hibah;
objek Hibah, yaitu mengenai rincian tanah dan/atau bangunan;
nilai tanah dan/atau bangunan;
peruntukan Hibah;
kewajiban Pengguna Barang untuk menghapus BMN yang dihibahkan dari Daftar Barang Pengguna; dan
kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan Hibah kepada Pengelola Barang;
berdasarkan persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengguna Barang membuat naskah Hibah yang ditandatangani oleh Pengguna Barang dan penerima Hibah;
berdasarkan persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf g dan naskah Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf h, Pengguna Barang melakukan serah terima BMN kepada penerima Hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf i, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dihibahkan dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
26 Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 94
Pelaksanaan Hibah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang yang dari sejak awal pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dengan penambahan persyaratan dan penelitian terkait dokumen penganggaran antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa memerlukan:
persetujuan Hibah dari Dewan Perwakilan Rakyat;
data administratif berupa Kartu Identitas Barang (KIB); dan
surat pernyataan dari calon penerima Hibah mengenai kesediaan menerima Hibah.
Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95
Pelaksanaan Hibah BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan persetujuan Hibah, meliputi:
melakukan penelitian data administratif: a) BMN, meliputi tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan; dan b) calon penerima Hibah, meliputi tetapi tidak terbatas pada identitas calon penerima Hibah; dan 2. melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan kesesuaian fisik BMN dengan data administratif, yang dituangkan dalam berita acara penelitian;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Pengelola Barang yang memuat:
data calon penerima Hibah;
alasan untuk menghibahkan;
peruntukan Hibah;
tahun perolehan;
bukti kepemilikan atau dokumen lainnya yang setara;
nilai perolehan;
jenis/spesifikasi BMN yang dimohonkan untuk dihibahkan; dan
lokasi/data teknis, dengan disertai surat pernyataan dari calon penerima Hibah mengenai kesediaan menerima Hibah;
Pengelola Barang melakukan penelitian kelayakan Hibah dan data administratif, dan dalam hal diperlukan dapat melakukan penelitian fisik;
dalam hal BMN yang akan dihibahkan memiliki nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal BMN yang akan dihibahkan memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Presiden;
dalam hal permohonan Hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan, disertai dengan alasannya;
dalam hal permohonan Hibah disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan pelaksanaan Hibah yang paling sedikit memuat:
BMN yang dihibahkan;
pihak yang menerima Hibah;
peruntukan Hibah; dan
kewajiban Pengguna Barang menetapkan jenis, jumlah, dan nilai BMN yang akan dihibahkan;
berdasarkan persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengguna Barang membuat naskah Hibah yang ditandatangani oleh Pengguna Barang dan penerima Hibah;
berdasarkan persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf g dan naskah Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf h, Pengguna Barang melakukan serah terima BMN kepada penerima Hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf i, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dihibahkan dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 96
Pelaksanaan Hibah BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang yang dari sejak awal pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dengan penambahan persyaratan dan penelitian terkait dengan dokumen penganggaran antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa memerlukan:
persetujuan Hibah dari Dewan Perwakilan Rakyat;
data administratif berupa Kartu Identitas Barang (KIB); dan
surat pernyataan dari calon penerima Hibah mengenai kesediaan menerima Hibah.
Ketentuan Pasal 99 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 99 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 99
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan, dan/atau meningkatkan kapasitas usaha BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pertimbangan:
BMN yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau
BMN lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
Di antara Pasal 104 dan Pasal 105 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 104A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104A
Penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dilakukan paling lama:
1 (satu) tahun sejak akhir tahun anggaran pengadaan BMN; atau
1 (satu) tahun sejak akhir tahun anggaran kontrak tahun jamak.
Pasal 106
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) huruf a dan BMN selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) huruf b yang berada pada Pengelola Barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengelola Barang melakukan analisis mengenai kelayakan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1);
dalam hal berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada huruf a, rencana Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat ditindaklanjuti:
Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian BMN yang akan menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat;
Pengelola Barang melakukan kajian bersama dengan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Kementerian/Lembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan BUMN atau instansi Pemerintah Daerah yang terkait, dan/atau Kementerian/Lembaga sektor terkait;
Penilai menyampaikan laporan Penilaian kepada Pengelola Barang yang menjadi salah satu data dukung dalam pelaksanaan kajian bersama; dan
hasil kajian bersama dituangkan dalam dokumen hasil kajian;
dalam hal berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada huruf b, Penyertaan Modal Pemerintah Pusat layak dilaksanakan, calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat menyampaikan surat pernyataan kesediaan menerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN;
dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah Pusat tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi BMN yang menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Presiden;
berdasarkan persetujuan dari Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang menetapkan keputusan Pemindahtanganan BMN menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat;
Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan nilai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan hasil Penilaian pada saat persetujuan Pengelola Barang dan melakukan pembahasan dengan melibatkan instansi terkait;
Pengelola Barang mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada huruf g kepada Presiden untuk ditetapkan;
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Pengelola Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf i, Pengelola Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari Daftar Barang Pengelola dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Pasal 108
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) huruf a dan ayat (3) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan inventarisasi BMN berupa tanah dan/atau bangunan, serta identifikasi pihak penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan tujuan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2);
Pengguna Barang melakukan persiapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, meliputi:
menyiapkan kelengkapan data administratif, meliputi tetapi tidak terbatas pada: a) data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku; b) data bangunan, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan nilai perolehan dan/atau nilai buku, serta dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); c) keputusan penetapan status penggunaan BMN yang diusulkan; dan
menyiapkan kajian yang memuat latar belakang dan pertimbangan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat serta dampak bagi calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari aspek finansial dan operasional;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan/pertimbangan mengenai permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan disertai:
kelengkapan data administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1;
hasil penelitian BMN;
hasil kajian; dan
pernyataan kesediaan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat untuk menerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN;
Pengelola Barang meneliti permohonan Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian antara permohonan tersebut dengan tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1);
dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d, permohonan tidak dapat ditindaklanjuti, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d, permohonan dapat ditindaklanjuti:
Pengelola Barang melakukan pembahasan bersama dengan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Kementerian/Lembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan BUMN atau instansi Pemerintah Daerah yang terkait, dan/atau Kementerian/Lembaga sektor terkait;
Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian BMN yang akan menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat;
Penilai menyampaikan laporan Penilaian kepada Pengelola Barang;
hasil pembahasan bersama dituangkan dalam dokumen hasil pembahasan; dan
dalam hal berdasarkan pembahasan bersama: a) permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat ditolak, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya; atau b) permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat diproses lebih lanjut, Pengelola Barang melakukan tindak lanjut proses persetujuan;
dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal Penyertaan Modal Pemerintah Pusat tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi BMN yang menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Presiden;
berdasarkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau dari Presiden, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemindahtanganan BMN menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat kepada Pengguna Barang;
Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan nilai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan hasil Penilaian pada saat persetujuan Pengelola Barang dan melakukan pembahasan dengan melibatkan instansi terkait;
Pengelola Barang mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada huruf j kepada Presiden untuk ditetapkan;
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf l, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) huruf b dan ayat (3) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan inventarisasi BMN selain tanah dan/atau bangunan, serta identifikasi pihak penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan tujuan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2);
Pengguna Barang melakukan persiapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, meliputi:
menyiapkan kelengkapan data administratif, meliputi tetapi tidak terbatas pada: a) Kartu Identitas Barang (KIB); b) daftar BMN yang diusulkan dengan paling sedikit memuat jenis, jumlah, kondisi, nilai perolehan dan/atau nilai buku, dan tahun perolehan; dan c) keputusan penetapan status penggunaan BMN yang diusulkan;
menyiapkan kajian yang memuat latar belakang dan pertimbangan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat serta dampak bagi calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari aspek finansial dan operasional; dan
melakukan Penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan;
Pengguna Barang dapat melakukan Penilaian BMN dengan:
membentuk tim internal yang dapat melibatkan instansi teknis yang kompeten; atau
menggunakan Penilai;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan/pertimbangan mengenai permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan disertai:
kelengkapan data administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1;
hasil penelitian BMN;
hasil kajian Pengguna Barang; dan
hasil Penilaian BMN yang telah ditetapkan oleh Pengguna Barang;
Pengelola Barang meneliti permohonan Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian antara permohonan tersebut dengan tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1);
dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e, permohonan tidak dapat ditindaklanjuti, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e, permohonan dapat ditindaklanjuti:
Pengelola Barang melakukan pembahasan bersama dengan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Kementerian/Lembaga yang bertanggungjawab di bidang pembinaan BUMN atau instansi Pemerintah Daerah yang terkait, dan/atau Kementerian/Lembaga sektor terkait;
Pengelola Barang dapat mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian BMN yang akan menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat;
Penilai menyampaikan laporan Penilaian kepada Pengelola Barang;
hasil pembahasan bersama dituangkan dalam dokumen hasil pembahasan; dan
dalam hal berdasarkan pembahasan bersama: a) permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat ditolak, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya; atau b) permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat diproses lebih lanjut, Pengelola Barang melakukan tindak lanjut proses persetujuan;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memiliki nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
dalam hal BMN yang menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat memiliki nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Presiden;
berdasarkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau dari Presiden, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemindahtanganan BMN menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat kepada Pengguna Barang;
Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan nilai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan hasil Penilaian pada saat persetujuan Pengelola Barang dan melakukan pembahasan dengan melibatkan instansi terkait;
Pengelola Barang mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada huruf k kepada Presiden untuk ditetapkan;
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf m, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Di antara Pasal 109 dan 110 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 109A dan 109B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109A
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN berupa tanah dan/atau bangunan dan/atau selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dijadikan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat meliputi tetapi tidak terbatas pada:
menyiapkan kelengkapan data administratif, antara lain: a) dokumen penganggaran berupa Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA); b) Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO), dalam hal BMN telah diserahkan untuk dioperasionalkan oleh calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, yang paling sedikit memuat jenis BMN, hak dan kewajiban calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, dan kewajiban pencatatan BMN; c) daftar BMN yang diusulkan, paling sedikit memuat data mengenai jenis, jumlah, kondisi, dan nilai realisasi anggaran; d) selain data sebagaimana dimaksud pada huruf c):
dalam hal BMN yang diusulkan berupa tanah, daftar BMN yang diusulkan dilengkapi dengan data meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, dan luas; dan/atau
dalam hal BMN yang diusulkan berupa bangunan, daftar BMN yang diusulkan dilengkapi dengan data meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); e) dokumen pembahasan perencanaan pengadaan BMN bersama dengan BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, yang merupakan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat; f) dokumen penugasan pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden; dan g) hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah atas nilai realisasi anggaran pengadaan BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat; dan
menyiapkan kajian yang meliputi latar belakang, pertimbangan, dan tujuan pemberian Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berupa BMN dikaitkan dengan penugasan pemerintah;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan dan pertimbangan mengenai permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan disertai:
kelengkapan data administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1;
hasil kajian Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2; dan
surat pernyataan kesediaan yang ditandatangani oleh pimpinan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat untuk menerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN;
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian antara permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan pertimbangan dan tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, serta adanya penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99;
dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b memenuhi persyaratan, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemindahtanganan BMN menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat kepada Pengguna Barang;
Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan nilai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan surat persetujuan Pengelola Barang dan melakukan pembahasan dengan melibatkan instansi terkait;
Pengelola Barang mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada huruf e kepada Presiden untuk ditetapkan;
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Pasal 109B
Dalam hal BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109A tidak ditetapkan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sampai dengan batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104A, BMN tersebut:
tetap dicatat sebagai BMN pada Kementerian/Lembaga yang melakukan pengadaan; dan
proses penetapannya sebagai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 atau Pasal 109.
Di antara Pasal 118 dan Pasal 119 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 118A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 118A
Proses pelaksanaan Pemindahtanganan BMN dapat dilakukan secara elektronik.
Ketentuan ayat (1) Pasal 120 diubah sehingga Pasal 120 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 120
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap BMN berupa persediaan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan dan telah telanjur dipindahtangankan oleh Pengguna Barang kepada penerima Hibah sebelum mendapat persetujuan Hibah dari Pengelola Barang yang telah dilaksanakan sebelum 1 Juli 2015, Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada Pengelola Barang dengan ketentuan:
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang membuat surat pernyataan atas pelaksanaan Hibah tersebut;
terdapat laporan aparat pengawasan intern pemerintah atas pelaksanaan Hibah yang dilakukan Pengguna Barang;
permohonan Pengguna Barang disampaikan kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) tahun setelah Peraturan Menteri ini diundangkan;
segala akibat hukum yang menyertai proses Hibah sebelum diberikannya persetujuan Pengelola Barang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang; dan
pelaksanaan pengajuan permohanan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 93 atau Pasal 95, dengan pengecualian persyaratan mengenai perlu adanya:
persetujuan Hibah dari Dewan Perwakilan Rakyat; dan
surat pernyataan dari calon penerima Hibah mengenai kesediaan menerima Hibah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan aparat pengawasan intern pemerintah atas pelaksanaan Hibah yang dilakukan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur tersendiri oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Di antara Pasal 120 dan Pasal 121 disisipkan 4 (empat) pasal yakni Pasal 120A, Pasal 120B, Pasal 120C, dan Pasal 120D, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 120A
Tukar Menukar BMN yang telah dilaksanakan oleh Pengguna Barang tanpa persetujuan pejabat berwenang sebelum tanggal 24 April 2014 dan barang pengganti telah tersedia seluruhnya dilanjutkan dengan serah terima BMN dengan barang pengganti, yang dituangkan dalam berita acara serah terima.
Pelaksanaan serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
antara Pengguna Barang dengan mitra Tukar Menukar; dan
terlebih dahulu dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Pengguna Barang harus memastikan bahwa nilai barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sama dengan nilai BMN yang dipertukarkan.
Pengguna Barang membuat surat pernyataan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Tukar Menukar BMN yang dilakukan tanpa persetujuan pejabat berwenang.
Pasal 120B
Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120A ayat (2) huruf b terdapat selisih nilai kekurangan barang pengganti, Pengguna Barang menetapkan besaran kekurangan nilai barang pengganti yang harus dipenuhi oleh mitra Tukar Menukar dalam nilai Rupiah dengan memperhitungkan nilai saat ini dari kekurangan yang terjadi.
Mitra Tukar Menukar dapat memenuhi selisih nilai kekurangan barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:
menyediakan barang pengganti tambahan paling sedikit sesuai nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kebutuhan Pengguna Barang dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan/atau
menyetorkan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke rekening Kas Umum Negara.
Serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120A ayat (1), dilakukan setelah mitra Tukar Menukar memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 120C
Berdasarkan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120A ayat , Pengguna Barang mengajukan permohonan Penghapusan kepada Pengelola Barang atas BMN objek Tukar Menukar yang telah dilaksanakan tanpa persetujuan pejabat berwenang.
Permohonan Penghapusan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan pertimbangan Penghapusan dan paling sedikit dilampiri dengan:
data dan informasi BMN yang dihapus;
rincian barang pengganti;
identitas mitra Tukar Menukar;
surat pernyataan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Tukar Menukar yang ditandatangani oleh Pengguna Barang;
laporan hasil audit Tukar Menukar dari aparat pengawasan intern pemerintah; dan
berita acara serah terima barang.
Tata cara pengajuan permohonan Penghapusan oleh Pengguna Barang dan persetujuan Penghapusan oleh Pengelola Barang atas BMN yang telah diserahterimakan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Pasal 120D
Pengguna Barang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan atas barang pengganti yang telah tersedia seluruhnya.
Tata cara penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penggunaan BMN.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 November 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd BENNY RIYANTO