MENTER! KEUANGAN P,EPUBLIK INDONESIA MENTER! KEUANGAN P,EPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Menimbang
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (ld), dan Pasal 4 ayat (3) huruf f, huruf o, dan huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur lebih lanjut ketentuan di bidang Pajak Penghasilan untuk mendukung kemudahan berusaha;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, serta Pasal 13 ayat (Sa) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur /, www.jdih.kemenkeu.go.id Mengingat ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk mendukung kemudahan berusaha;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3a), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13 ayat (6), Pasal 14 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), Pasal 17B ayat (la), Pasal 27B ayat (8), dan Pasal 44B ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur ketentuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha; d . bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah ,t www.jdih.kemenkeu.go.id beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); tentang Republik 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 902) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1467);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1468);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1951);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ยท 242/PMK.03/2014 ten tang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1973);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 180);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 538);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Menetapkan Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PELAKSANMN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara atau oleh sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang bangsa Indonesia asli atau orang bangsa lain yang telah disahkan sebagai warga negara Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah setiap orang yang bukan WNI.
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa WNI memenuhi persyaratan menjadi subjek pajak luar negeri.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disingkat P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. 17 . Pemberi Kerja adalah badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan WNA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dividen adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang saham.
Laba Setelah Pajak adalah laba setelah pajak komprehensif.
Laba Ditahan adalah akumulasi Laba Setelah Pajak yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk Dividen yang digunakan untuk membiayai berbagai kepentingan perusahaan. 21 . Badan Pengelola Keuangan Haji yang selanjutnya disingkat BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan haji.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus yang selanjutnya disebut BPIH Khusus adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji khusus .
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disingkat JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, meng1mpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN. 30 . PKP Belum Melakukan Penyerahan adalah PKP belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat PKP dikukuhkan, dan/atau tern pat objek pajak PBB diadministrasikan .
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP.
Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
lnformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maiij, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. j 41. Surat Keputusan Pemberian lmbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPIB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPPIB adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMIB.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi. 4 7. Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
BAB II
PAJAK PENGHASILAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Subjek Pajak Orang Pribadi
Pasal 2
Orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negen merupakan orang pribadi WNI maupun WNAyang:
bertempat tinggal di Indonesia;
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan orang pribadi yang:
bermukim di suatu tempat di Indonesia yang:
dikuasai atau dapat digunakan setiap saat;
dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakan; dan
bukan sebagai tempat persinggahan oleh orang pribadi tersebut;
memiliki pusat kegiatan utama di Indonesia yang digunakan oleh orang pribadi sebagai pusat kegiatan atau urusan pribadi, sosial, ekonomi, dan/atau keuangan di Indonesia; atau
menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di Indonesia, antara lain aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.
Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai 1 (satu) hari. J (4) Subjek pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari;
Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari;
kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari; atau
dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari atau dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga.
Pasal 3
Orang pribadi yang menjadi subjek pajak luar negen merupakan:
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
bertempat tinggal secara permanen di suatu tempat di luar Indonesia yang bukan merupakan tempat persinggahan;
memiliki pusat kegiatan utama yang menunjukkan keterikatan pribadi, ekonomi, dan/atau sosial di luar Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan: a) suam1 atau isteri, anak-anak, dan/atau keluarga terdekat bertempat tinggal di luar Indonesia; j b) sumber penghasilan berasal dari luar Indonesia; dan/atau c) menjadi anggota orgamsas1 keagamaan, pendidikan, sosial, dan/atau kemasyarakatan yang diakui oleh pemerintah negara setempat;
memiliki tempat menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di luar Indonesia;
menjadi subjek pajak dalam negen negara atau yurisdiksi lain; dan/atau
persyaratan tertentu lainnya.
Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1, angka 2, dan angka 3 dipenuhi secara berjenjang dengan ketentuan:
pemenuhan persyaratan bertempat tinggal di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi;
dalam hal WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan telah memenuhi persyaratan se bagaimana dimaksud pada persyaratan pusat kegiatan huruf a, pemenuhan utama dan tempat menjalankan kebiasaan di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 dan angka 3 tidak harus dipenuhi sepanjang WNI yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan bertempat tinggal atau bermukim di Indonesia se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
dalam hal yang bersangkutan memenuhi persyaratan bertempat tinggal di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 maupun bertempat tinggal atau bermukim di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak berlaku dan pemenuhan persyaratan dilanjutkan berdasarkan persyaratan pusat kegiatan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2;
dalam hal pemenuhan persyaratan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan WNI yang bersangkutan hanya memiliki pusat kegiatan utama di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2, pemenuhan persyaratan tempat menjalankan kebiasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 3 tidak harus dipenuhi; dan
dalam hal yang bersangkutan memenuhi persyaratan bertempat tinggal dan pusat kegiatan utama di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 dan angka 2 sekaligus memenuhi persyaratan bertempat tinggal dan pusat kegiatan utama di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b, ketentuan se bagaimana dimaksud pada huruf d tidak berlaku dan pemenuhan persyaratan dilanjutkan berdasarkan persyaratan tern pat menjalankan kebiasaan di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 3.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 dan angka 5 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi.
Persyaratan status subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 terpenuhi dalam hal WNI menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan domisili atau dokumen lain yang menunjukkan status subjek pajak dari otoritas pajak negara atau yurisdiksi lain tersebut dengan ketentuan: a . menggunakan bahasa Inggris;
paling sedikit mencantumkan informasi mengenai:
nama WNI terse but;
tanggal penerbitan;
periode berlakunya; dan
nama dan ditandatangani atau diberi tanda setara dengan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kelaziman di negara atau yurisdiksi yang bersangkutan; dan
periode sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3 berakhir paling lama 6 ( enam) bulan se belum permohonan penetapan status subjek pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.
Persyaratan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 5 yaitu:
telah menyelesaikan kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selama WNI tersebut menjadi subjek pajak dalam negeri; dan
telah memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf b, WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf c harus:
menyampaikan permohonan penetapan status subjek pajak yang menyatakan bahwa WNI tersebut memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf a; dan
melampirkan dokumen yang dapat membuktikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf a.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, permohonan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan:
secara langsung; atau
melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil penelitian menerbitkan:
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dalam hal WNI telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); atau
surat penolakan atas permohonan dalam hal WNI tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap.
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlewati dan Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, permohonan WNI dianggap diterima.
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dalamjangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlewati.
Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa:
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a; dan
surat penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal di kemudian hari ditemukan data dan/atau informasi bahwa kewajiban perpajakan belum atau belum sepenuhnya terpenuhi oleh WNI yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan ketetapan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 5
WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf c diperlakukan sebagai orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A Undang-Undang PPh dan menjadi subjek pajak luar negeri sejak meninggalkan Indonesia.
WNI yang pada saat akan meninggalkan Indonesia dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki niat untuk menjadi subjek pajak luar negeri berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat , ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif pada saat akan meninggalkan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Wajib Pajak melalui:
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang berada di dalam wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen pendukung yang dapat membuktikan niat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kewajiban perpajakannya telah terpenuhi. J (5) WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap harus melengkapi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat , dan ayat (5) dalam hal telah secara nyata berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dengan mengajukan permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 6
WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf c dan Pasal 5 ayat (2) yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia tidak dikenai PPh di Indonesia.
Dalam hal WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku bagi subjek pajak luar negeri.
Dalam hal WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di kemudian hari diketahui secara nyata tidak memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat , ayat (4), dan ayat (5) atau tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), terhadap WNI dimaksud:
penetapan sebagai Wajib Pajak nonefektif menjadi batal;
tetap merupakan subjek pajak dalam negeri; dan
dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku bagi subjek pajak dalam negeri.
Dalam hal terhadap WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pemotongan PPh Pasal 26 Undang-Undang PPh sejak penetapan sebagai Wajib Pajak nonefektif hingga pembatalan sebagai Wajib Pajak nonefektif, PPh Pasal 26 dimaksud dapat dikreditkan dalam menghitung pajak terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. J
Bagian Kedua
Kriteria Keahlian Tertentu serta Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Asing
Pasal 7
Atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat Undang-Undang PPh, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WNA yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan:
memiliki keahlian tertentu; dan
berlaku selama 4 (em pat) Tahun Pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh WNA sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan di luar Indonesia .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan P3B antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B tempat WNA memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.
Pasal 8
WNA dengan keahlian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a meliputi tenaga kerja asing yang menduduki pos jabatan tertentu dan peneliti asing.
WNA dengan keahlian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja, wajib memenuhi persyaratan mengenai:
penggunaan tenaga kerja asmg yang dapat menduduki pos jabatan tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan; atau
peneliti asmg yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintah di bidang riset.
Kriteria keahlian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
berkewarganegaraan asing;
memiliki keahlian di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau matematika, yang dibuktikan dengan:
sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah negara asal tenaga kerja asing;
ijazah pendidikan; dan/atau
pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, di bidang ilmu atau bidang kerja yang sesuai dengan bidang keahlian tersebut; dan
memiliki kewajiban untuk melakukan alih pengetahuan .
Ketentuan mengenai pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl.
Pasal 9
Jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dihitung sejak WNA pertama kali menjadi subjek pajak dalam negeri.
Dalam hal pada jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak se bagaimana dimaksud pada ayat (1) WNA meninggalkan Indonesia, batas akhir jangka waktu tersebut tetap dihitung sejak WNA pertama kali menjadi subjek pajak dalam negeri. J www.jdih.kemenkeu.go.id
Pasal 10
WNA dapat memilih untuk dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia atau memanfaatkan P3B antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra tempat WNA memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.
Pasal 11
WNA yang memilih untuk dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia , permohonan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan:
secara langsung; atau
melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar .
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil penelitian menerbitkan :
surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terpenuhi; atau
surat penolakan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tidak terpenuhi, I www.jdih.kemenkeu.go.id dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap.
Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa:
surat persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; dan
surat penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
WNA melaporkan penghasilan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan atas:
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, jika diterbitkan surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf a; atau
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia dan dari luar Indonesia, jika diterbitkan surat penolakan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf
Sebelum melaporkan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WNA melakukan penghitungan penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai penghi tungan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang di terima atau diperoleh dari Indonesia tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
WNA dengan keahlian tertentu yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat J www.jdih.kemenkeu.go.id dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sepanJang memenuhi persyaratan:
jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b belum terlampaui; dan
mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disetujui, pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dihitung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ยท sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat huruf b.
Bagian Ketiga
Kriteria, Tata Cara, dan Jangka Waktu Tertentu untuk lnvestasi, Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Dividen atau Penghasilan Lain yang Dikecualikan dari Objek Pajak, serta Perubahan Batasan Dividen yang Diinvestasikan Paragraf 1 Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Pasal 14
Dividen yang dikecualikan dari objek PPh merupakan Dividen yang berasal dari:
dalam negeri; atau
luar negeri, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak dalam negeri.
Pasal 15
Dividen yang berasal dari dalam negeri se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri dikecualikan dari objek PPh.
Pasal 16
Dalam hal Dividen se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat huruf a diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari jumlah Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.
Selisih dari Dividen yang diterima atau diperoleh dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat huruf b yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikecualikan dari objek PPh.
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; atau
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham. J
Pasal 18
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negen yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a dikecualikan dari objek PPh sebesar Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 19
Dalam hal Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.
Pasal 20
Selisih dari Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (2), Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negen yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b, harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Laba Setelah Pajak.
Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diinvestasikan sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Dividen tersebut sehubungan dengan penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat Undang-Undang PPh.
Dividen se bagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diinvestasikan setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Dividen terse but sehubungan dengan penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang- Undang PPh, Dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan PPh.
Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Dividen yang berasal dari Laba Setelah Pajak mulai Tahun Pajak 2020, yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 2 November 2020 .
Pasal 22
Dalam hal Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak , Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh .
Atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 Undang- Undang PPh.
Atas sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi dengan selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dikenai PPh.
Pasal 23
Dalam hal Dividen se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. ) www.jdih.kemenkeu.go.id (2) Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai PPh.
Pasal 24
Dividen yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat merupakan Dividen yang dibagikan berdasarkan:
rapat umum pemegang saham; atau
Dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rapat umum pemegang saham atau Dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk rapat sejenis dan mekanisme pembagian Dividen sejenis. Paragraf 2 Penghasilan Lain yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Pasal 25
Penghasilan lain yang dikecualikan dari objek PPh merupakan penghasilan lain yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Penghasilan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri; atau
penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak dalam negeri.
Pasal 26
Penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Laba Setelah Pajak.
Pasal 27
Dalam hal penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.
Selisih dari 30% (tiga puluh persen) Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh.
Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atas selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenai PPh .
Pasal 28
Dalam hal penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.
Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai PPh.
Pasal 29
Penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap harus memenuhi syarat:
penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negen.
Penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan yang berasal dari luar negeri yang bersumber dari kegiatan usaha di luar negeri.
Pasal 30
Dalam hal penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat I www.jdih.kemenkeu.go.id diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari jumlah penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.
Selisih dari penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikurangi dengan penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 Undang- Undang PPh . Paragraf 3 Kredit Pajak Luar Negeri
Pasal 31
Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau penghasilan lain yang berasal dari luar negen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 yang dikecualikan dari objek PPh, berlaku ketentuan:
tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang;
tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/atau
tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Dalam hal Dividen yang berasal dari luar negeri atau penghasilan lain yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak tidak seluruhnya diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, penghitungan kredit pajak atas pemotongan pajak di luar negeri dilakukan secara proporsional.
Pasal 32
Ketentuan mengenai penghitungan atas pengecualian dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 19, Pasal 22, Pasal 27, dan Pasal 30 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menter i ini. Paragraf 4 Kriteria, Tata Cara , dan Jangka Waktu Tertentu untuk Investasi
Pasal 33
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 17, Pasal 26, dan/atau Pasal 29 harus memenuhi kriteria, tata cara, dan jangka waktu tertentu .
Pasal 34
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 17, Pasal 26, dan/atau Pasal 29 dilakukan sesuai dengan kriteria bentuk investasi:
surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia;
obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
i nvestasi keuangan pada bank perseps1 termasuk bank syariah;
obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; j 1. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; J. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a sampai dengan huruf e dan huruf 1, ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan:
efek bersifat utang, termasuk medium term _notes; _ b. sukuk;
saham;
unit penyertaan reksa dana;
ef ek beragun aset;
unit penyertaan dana investasi real estat;
deposito;
tabungan;
giro; J. kon trak berj angka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia; dan/atau
instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asurans1 yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf f sampai dengan huruf k, ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan:
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha; I b. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya;
investasi langsung pada perusahaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan;
kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau h. bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf d dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas.
Sektor yang menjadi prioritas pemerintah dalam investasi sektor riil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi sektor yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Logam mulia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen).
Emas batangan atau lantakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan emas yang diproduksi di Indonesia, dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau London Bullion Market Association (LBMA). I
Pasal 36
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan paling lambat: a . akhir bulan ketiga, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
akhir bulan keempat, untuk Wajib Pajak badan, setelah Tahun Pajak berakhir, untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya Dividen atau penghasilan lain .
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan paling singkat selama 3 (tiga) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh.
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak dapat dialihkan, kecuali ke dalam bentu , k investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. Paragraf 5 Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Dividen atau Penghasilan Lain
Pasal 37
Pengecualian dari objek PPh atas Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat huruf a yang diterima atau diperoleh:
Wajib Pajak orang pribadi dalam negen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); atau
Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), dilaksanakan dengan melaporkan Dividen yang berasal dari dalam negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
Dividen yang berasal dari dalam negeri yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemotongan PPh oleh pemotong pajak tanpa Surat Keterangan Bebas.
Pengecualian dari objek PPh atas Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan melaporkan Dividen yang berasal dari luar negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
Pasal 38
Pengecualian dari objek PPh atas penghasilan lain yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan dengan melaporkan penghasilan lain yang berasal dari luar negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
Pasal 39
Dividen atau penghasilan lain yang tidak memenuhi kriteria bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, danjangka waktu investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, terutang PPh saat Dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh.
Pasal 40
PPh yang terutang atas Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan/atau Pasal 39, wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak Dividen diterima atau diperoleh.
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran PPh yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah mendapat validasi dengan NTPN dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh sesuai dengan tanggal validasi.
Pasal 41
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat , Pasal 17 ayat (1), dan/atau Pasal 25 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi investasi. I (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan laporan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, penyampaian laporan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan:
secara langsung; atau
melalui pos atau perusahaan Jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
secara berkala paling lambat pada akhir bulan ketiga untuk Wajib Pajak orang pribadi atau akhir bulan keempat untuk Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir; dan
disampaikan sampai dengan tahun ketiga sejak Tahun Pajak diterima atau diperolehnya Dividen atau penghasilan lain.
Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa laporan realisasi investasi tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan mengenai penyampaian laporan tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 6 Perubahan Batasan Dividen yang Diinvestasikan
Pasal 42
Dalam hal terdapat kebutuhan perubahan batasan Dividen yang diinvestasikan, batasan Dividen yang diinvestasikan dapat diubah. I
Pasal 43
Ketentuan mengena1 perubahan batasan Dividen yang diinvestasikan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Bagian Keempat
Dana Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan/atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan Penghasilan dari Pengembangan Keuangan Haji dalam Bidang atau Instrumen Keuangan Tertentu yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Pasal 44
Penerimaan BPKH meliputi:
setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus;
nilai manfaat keuangan haji berupa penghasilan dari pengembangan keuangan haji;
dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji;
dana abadi umat; dan/atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat .
Pasal 45
Dana setoran BPIH dan/atau BPIH khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan terten tu se bagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, yang diterima BPKH, dikecualikan dari objek PPh.
Penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
imbal hasil dari giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
imbal hasil dari obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pad a bursa ef ek di Indonesia;
Dividen yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri atau penghasilan lain berupa penghasilan setelah pajak atau penghasilan yang pajaknya dikecualikan atau dikenakan pajak 0% (nol persen) dari suatu bentuk usaha tetap maupun tidak melalui bentuk usaha tetap di luar negeri;
bagian laba yang diterima atau diperoleh dari pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif yang dapat berupa imbal hasil dari reksadana syariah, kontrak investasi kolektif efek beragun aset, kontrak investasi kolektif dana investasi real estat, kontrak investasi kolektif dana investasi infrastruktur, dan/atau kontrak investasi kolektif berdasarkan prinsip syariah sejenis; dan/atau
penjualan investasi dalam bentuk emas batangan atau rekening emas yang dikelola lembaga keuangan syariah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta pembelian emas batangan atau rekening emas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dikecualikan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Pengecualian dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan berdasarkan surat keterangan tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Untuk memperoleh surat keterangan tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPKH harus menyampaikan permohonan kepada Kepala KPP tempat BPKH terdaftar.
Ketentuan mengenai bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menyampaikan:
secara langsung; atau
melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat BPKH terdaftar.
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh dalamjangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima lengkap.
Ketentuan mengena1 bentuk dokumen berupa surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi dengan BPKH untuk tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk penghasilan dari pengembangan dana abadi umat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf d.
Dalam hal penghasilan dari pengembangan dana abadi umat sebagaimana dimaksud pada ayat (11) yang dikenai PPh bersifat final tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BPKH menyetor sendiri PPh yang terutang.
Penyetoran sendiri PPh yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan.
Dalam hal PPh yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) telah disetorkan dan divalidasi dengan NTPN, BPKH dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh sesuai dengan tanggal validasi.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh BPKH selain:
dana setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
penghasilan dari pengembangan keuangan haji sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
penghasilan dari pengembangan dana abadi umat yang PPh-nya disetor sendiri oleh BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat (12), dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pasal 46
BPKH harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
memiliki usaha yang penghasilannya dikenai PPh yang bersifat final dan tidak final; atau
menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak.
Biaya terkait dengan penghasilan yang:
dikecualikan dari obj ek PPh se bagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1); dan/atau
telah dikenai PPh yang bersifat final, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya bersama terkait dengan penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), penghasilan dari pengembangan dana abadi umat yang PPh- nya disetor sendiri oleh BPKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (12), dan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (15), yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
Pasal 47
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat berlaku sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. I, (2) Atas penghasilan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) yang telah dikenai pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang bersifat final sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, BPKH dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.
Tata cara permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Bagian Kelima
Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Pasal 48
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, dikecualikan dari objek PPh dengan syarat sebesar jumlah sisa lebih digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah sisa lebih.
Dalam hal terdapat sisa atas penggunaan s1sa lebih untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sisa lebih ditempatkan sebagai dana abadi.
Pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana serta pengalokasian dalam bentuk dana abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih diterima atau diperoleh.
Ketentuan mengenai penggunaan jumlah s1sa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam /. Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Badan atau lembaga sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan atau lembaga kesejahteraan sosial yang berbadan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial yang tidak mencan keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:
pemeliharaan kesehatan yang tidak dipungut biaya;
pemeliharaan orang lanjut usia atau pan ti jompo;
pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak atau orang telantar, dan anak atau orang cacat;
santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, kemiskinan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, tindak kekerasan, dan seJen1snya;
pemberian beasiswa; dan/atau
pelestarian lingkungan hidup.
Badan atau lembaga keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan.
Instansi yang membidangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
instansi pemerintah di tingkat pusat, tingkat provms1, atau tingkat kabupaten/kota yang membidangi urusan sosial untuk badan atau lembaga sosial; dan
instansi pemerintah di tingkat pusat, tingkat provms1, atau tingkat kabupaten/kota yang membidangi urusan agama untuk badan atau lembaga keagamaan.
Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan terse but.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), termasuk:
bantuan, sumbangan, atau harta hibahan;
biaya operasional penyelenggaraan kegiatan sosial dan/atau keagamaan; dan/atau
biaya pengadaan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk mendukung kegiatan sosial dan/atau keagamaan.
Bantuan, sumbangan, atau harta hibahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, sepanjang tidak ada hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
Tidak termasuk hubungan istimewa berupa hubungan kepemilikan dan penguasaan se bagaimana dimaksud pada ayat (10) apabila pemberi dan penerima bantuan, sumbangan, atau harta hibahan merupakan badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
Pasal 49
Saran a dan prasarana sosial dan / a tau keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat meliputi:
pengadaan sarana sosial dan/atau keagamaan;
pembangunan dan pengadaan prasarana sosial dan/atau keagamaan, termasuk gedung, tanah, kantor, rumah ibadah; dan/atau
pengadaan sarana dan prasarana untuk fasilitas umum, yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penggunaan sisa lebih dapat dialokasikan dalam bentuk dana abadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat dengan syarat:
telah terdapat pengaturan terkait dana abadi di badan a tau lembaga sosial dan/ a tau keagamaan dalam bentuk Peraturan Presiden dan/atau Peraturan Menteri yang membidangi urusan sosial atau keagamaan; dan
disetujui oleh:
p1mpman badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan; dan
pejabat instansi pemerintah di tingkat pusat, tingkat provinsi, atau kabupaten/kota yang membidangi urusan sosial atau keagamaan.
Penggunaan sisa lebih dalam bentuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain yang terdaftar pada instansi yang membidanginya sepanjang sarana dan prasarana dimaksud berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penggunaan sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (3) tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang memberikan.
Sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
Pasal 50
Badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan harus membuat laporan jumlah sisa lebih yang digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana dan/atau yang dialokasikan dalam bentuk dana abadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat dan ayat (2).
Laporan jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap tahun kepada Kepala KPP tempat badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan terdaftar sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan.
Ketentuan mengenai pelaporan jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl.
Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan harus membuat catatan mengenai rincian penggunaan sisa lebih yang dilengkapi dengan bukti pendukung.
Pasal 51
Jumlah sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana atau dana abadi dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) diakui sebagai objek PPh pada akhir Tahun Pajak setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut berakhir.
Jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan sebagai tambahan objek PPh dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak diakuinya sisa lebih tersebut sebagai koreksi fiskal.
Ketentuan mengenai penghitungan jumlah s1sa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana atau dana abadi dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 52
Dana abadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dapat dikembangkan berdasarkan praktik bisnis yang sehat dan risiko yang terkelola, dengan memperhatikan prinsip- prinsip tata kelola yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil pengembangan dana abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
dikenai pajak sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
dapat digunakan untuk kegiatan operasional terutama untuk pengadaan sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan.
Dalam hal penggunaan dana abadi yang berasal dari sisa lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1), dana abadi tersebut menjadi objek PPh pada Tahun Pajak ditemukan dan diperlakukan sebagai koreksi fiskal.
Pasal 53
Dalam hal kegiatan utama badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, perlakuan sisa lebih atas badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan dimaksud dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan PPh atas beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu dan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan.
BAB III
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Bagian Kesatu
Kriteria Belum Melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau Ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Penentuan Sektor Usaha Tertentu, serta Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan
Pasal 54
PKP Belum Melakukan Penyerahan dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PKP Belum Melakukan Penyerahan dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan pada akhir tahun buku.
Pasal 55
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat menjadi tidak dapat dikreditkan, apabila dalam jangka waktu tertentu:
PKP Belum Melakukan Penyerahan; atau
PKP Belum Melakukan Penyerahan dan melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha atau dilakukan pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
Kriteria belum melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan PKP dengan kegiatan usaha utama pada sektor:
perdagangan, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan kegiatan:
penyerahan BKP; dan/atau
ekspor BKP;
Jasa, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan kegiatan:
penyerahan JKP; dan/atau
ekspor JKP; atau c. yang menghasilkan BKP, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan kegiatan:
penyerahan BKP yang dihasilkan sendiri; dan/atau
ekspor BKP yang dihasilkan sendiri.
Termasuk dalam kriteria belum melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu apabila dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PKP semata-mata melakukan kegiatan:
pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP;
penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan; dan/atau
penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha utama PKP.
Pasal 56
Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat merupakanjangka waktu sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan.
Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 (tiga) tahun .
Penetapan jangka waktu tertentu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatasi terhadap:
sektor usaha yang menghasilkan BKP se bagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf c, ditetapkan sampai dengan 5 (lima) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan; atau
sektor usaha yang termasuk dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang mendapatkan penugasan pemerintah, ditetapkan sampai dengan 6 (enam) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan.
Pasal 57
Dalam hal PKP Bel um Melakukan Penyerahan melakukan perubahan kegiatan usaha dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat atau ayat (3) huruf a dan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang telah dikreditkan mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang baru, Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan belum diajukan permohonan pengembalian dapat dikreditkan.
Dalam hal PKP Belum Melakukan Penyerahan melakukan perubahan kegiatan usaha dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) atau ayat (3) huruf a dan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang telah dikreditkan tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang baru, Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan belum diajukan permohonan pengembalian menjadi tidak dapat dikreditkan.
PKP Belum Melakukan Penyerahan yang melakukan perubahan kegiatan usaha dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) atau ayat huruf a wajib membayar kembali Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dalam hal:
Pajak Masukan tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang baru; dan
PKP telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dan/atau telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak.
PKP harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN dalam hal Pajak Masukan menjadi tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 58
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat , setelah jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) atau ayat (3) berakhir:
wajib dibayar kembali ke kas negara oleh PKP; dan/atau
tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian.
Kewajiban pembayaran kembali Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal PKP telah menenma pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dimaksud dan/atau telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak.
Pajak Masukan tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam hal atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud telah dikompensasikan dan belum dimintakan pengembalian.
Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Pajak Keluaran atas kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3).
Pasal 59
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) sebesar Pajak Masukan yang telah diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau telah dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak.
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat:
jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) a tau ayat (3) berakhir;
tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b; atau
Masa Pajak dilakukannya perubahan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3).
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lambat:
akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tertentu se bagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1);
akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tertentu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3); atau
akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b.
Dalam hal PKP melakukan perubahan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3), pembayaran kembali Pajak Masukan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya perubahan kegiatan usaha.
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dengan mencantumkan keterangan "Pembayaran kembali Pajak Masukan" pada kolom uraian.
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan kode akun pajak 411219 untuk jenis pajak PPN lainnya dan kode jenis setoran 100 untuk pembayaran PPN lainnya yang terutang.
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak dilakukan pembayaran oleh PKP.
Ketentuan mengenai pembayaran kembali Pajak Masukan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaporan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 60
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP Belum Melakukan Penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PKP yang tidak atau kurang melakukan pembayaran kembali Pajak Masukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) atau ayat (4), diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan atas jumlah pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) ditambah sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
PKP yang melakukan pembayaran kembali Pajak Masukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) atau ayat , dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
Pembayaran kembali Pajak Masukan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak termasuk dalam Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9c) Undang-Undang PPN.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan terhadap PKP Belum Melakukan Penyerahan setelah melewati jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) atau ayat (3).
Pasal 61
Dalam hal PKP Belum Melakukan Penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a disebabkan oleh bencana (keadaan kahar atau force majeure) dengan status bencana nasional yang harus dinyatakan oleh pejabat/ instansi yang berwenang, PKP tidak wajib membayar kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1).
Bagian Kedua
Tata Cara Pengkreditan Pajak Masukan
Pasal 62
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Bagi PKP yang telah melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP namun dalam suatu Masa Pajak tidak terdapat penyerahan dan/atau ekspor dimaksud, Pajak Masukan dalam Masa Pajak dimaksud dapat dikreditkan oleh PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang-Undang PPN merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP dalam suatu Masa Pajak sejak Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (6) dan ayat (9) Undang- Undang PPN merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP dalam suatu Masa Pajak sejak Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 63
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat , tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan Pajak Masukan yang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Pajak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PKP melalui penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .
Pasal 64
Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan identitas pembeli BKP atau penerima JKP berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan merupakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf b angka 1 Undang-Undang PPN.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP pembeli BKP atau penerima JKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam j Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 65
Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP.
Ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Masa Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKPyaitu Masa Pajak sebelum tanggal pengukuhan Pengusaha sebagai PKP sebagaimana tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP terhitung sejak Pengusaha seharusnya dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sampai dengan sebelum Pengusaha dimaksud dikukuhkan se bagai PKP.
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberlakukan untuk Masa Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang dilakukan melalui:
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN; dan/atau
penetapan kewajiban PPN melalui pemeriksaan.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk suatu Masa Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Untuk menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PKP tidak dapat menggunakan:
nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A Undang-Undang PPN untuk menghitung Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut atas penyerahan BKP dan/atau JKP; dan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang PPN atau yang melakukan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7a) Undang-Undang PPN untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, yaitu: a . Surat Pemberitahuan Masa PPN, untuk PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang PPN; atau
Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, untuk PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang- Undang PPN.
Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh PKP sejak Pengusaha seharusnya dikukuhkan se bagai PKP pada:
Masa Pajak terakhir dalam tahun buku sebelum tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan; dan/atau b. Masa Pajak terakhir sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dalam tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan .
Ketentuan mengena1 pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 66
Pengusaha yang tidak membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat huruf d Undang-Undang KUP dan tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa:
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP;
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP atau Pasal 13 ayat (2) Undang- Undang KUP; dan/atau
kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP.
Penghitungan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yaitu:
un tuk bunga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP, dihitung dari tanggaljatuh tempo pembayaran untuk Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (9) sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan; atau
untuk bunga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP, dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (9) sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (6) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP oleh PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat .
Dalam hal Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP: a . PKP wajib melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan pada Tahun Pajak saat Pajak Masukan dimaksud telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP atau JKP; atau
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan PKP atau karenajabatannya melakukan pembetulan atas ketetapan atau keputusan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang KUP.
Pasal 67
Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dapat dikreditkan oleh PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan . /. www.jdih.kemenkeu.go.id (2) Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat yaitu PPN yang tercantum dalam:
Faktur Pajak; dan/atau
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pemeriksaan untuk diperhitungkan dalam ketetapan pajak yang akan diterbitkan berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang:
diberitahukan oleh PKP dengan memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen dimaksud sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemeriksaan; dan/atau
ditemukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang surat pemberitahuan hasil pemeriksaan belum disampaikan kepada PKP.
Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 68
Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak, dengan ketentuan:
ketetapan pajak dimaksud merupakan surat ketetapan pajak yang diterbitkan hanya untuk menagih Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
PKP menyetujui seluruh hasil pemeriksaan atas ketetapan pajak;
jumlah PPN yang masih harus dibayar meliputi pokok pajak dan sanksi sebagaimana tercantum dalam ketetapan pajak telah dilakukan pelunasan;
tidak dilakukan upaya hukum atas ketetapan pajak; dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pelunasan atas jumlah PPN yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh PKP dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
bukti penerimaan negara se bagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik;
bukti pemindahbukuan yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak; dan/atau
SP2D atau bukti penerimaan negara sebagai bukti kompensasi atas Utang Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Tidak dilakukan upaya hukum atas ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi tidak diajukan permohonan:
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang KUP;
banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Undang- Undang KUP;
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP;
pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP; dan/atau
penmJauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadilan pajak.
Termasuk tidak dilakukan upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu tidak diajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang KUP.
Ketetapan pajak yang dilampiri dengan seluruh Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan jumlah PPN yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara melaporkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan pajak.
Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaporan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Pasal 69
PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
penyerahan BKP se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang PPN;
penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPN;
ekspor BKP berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPN;
ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPN; dan/atau
ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPN.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
saat penyerahan BKP dan/ a tau penyerahan JKP;
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/ a tau sebelum penyerahan JKP;
saat penenmaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
saat lain yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
Pasal 70
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat , PKP dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP dan/atau penenma JKP yang sama selama 1 ( satu) bulan kalender.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP.
Pasal 71
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 70 ayat (3) tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak membuat Faktur Pajak.
PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pasal 72
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/ a tau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:
nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
nama, alamat, dan NPWP a tau nomor induk kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negen badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang- Undang PPh;
Jems barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
PPN yang dipungut;
PPnBM yang dipungut;
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Nomor induk kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 mempunyai kedudukan yang sama dengan NPWP dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan.
Pasal 73
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat :
berbentuk elektronik;
dibuat dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
dicantumkan tanda tangan berbentuk Tanda Tangan Elektronik.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Faktur Pajak atas:
penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN, dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri;
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/ a tau penerima JKP dengan karakteristik konsumen /, akhir, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (Sa) Undang-Undang PPN; dan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP, yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN.
Pasal 74
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat wajib:
diunggah oleh PKP dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
memperoleh persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak memperoleh persetujuan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bukan merupakan Faktur Pajak.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pasal 75
Faktur penjualan yang diterbitkan oleh PKP termasuk dalam pengertian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) sepanjang:
dicantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1);
diunggah dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
memperoleh persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 76
PKP dapat membuat Faktur Pajak pengganti atas Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat jika terdapat kesalahan dalam pengisian atau penulisan Faktur Pajak sehingga tidak memuat keterangan yang benar, lengkap, dan jelas.
PKP dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajakjika hasil cetak Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) rusak atau hilang.
PKP dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak jika data Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) rusak a tau hilang.
PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
Pasal 77
Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat , PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak tidak dalam bentuk elektronik.
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 78
Faktur Pajak wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas.
PKP yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi j sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Bagian Keempat
Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang Melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pembeli dengan Karakteristik Konsumen Akhir
Pasal 79
Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penenma JKP dengan karakteristik konsumen akhir merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran.
Karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pembeli barang dan/atau penerima jasa mengonsums1 secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima; dan
pembeli barang dan/atau penenma Jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima untuk kegiatan usaha.
PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/ a tau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan PKP pedagang eceran.
Pasal 80
PKP pedagang eceran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) dapat membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat huruf b serta nama dan tanda tangan penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf g.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penenma JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
Jems barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut; dan
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang seJen1s.
PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat termasuk dalam harga jual atau penggantian, atau dicantumkan secara terpisah.
Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat paling sediki t un tuk:
pembeli BKP dan/atau penerima JKP; dan
arsip PKP pedagang eceran.
Arsip PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media elektronik sebagai sarana penyimpanan data.
PKP dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas:
pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP yang tidak berkaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau digunakan untuk kegiatan yang tidak mempunyai I hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP yang bersangkutan; dan
pemberian cuma-cuma atas BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penenma JKP dengan karakteristik konsumen akhi r se bagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2).
PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pasal 81
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), Faktur Pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada pembeli BKP dan/atau penenma JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) dibuat sesua i dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat .
BKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a . angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau _yacht; _ c. angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau halon udara; d . tanah dan/atau bangunan; dan
senjata api dan/atau peluru senjata api .
JKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau _yacht; _ c. jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau halon udara; dan
jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan.
Pasal 82
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) wajib diisi secara benar, lengkap, dan jelas.
PKP pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
BAB IV
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga
Pasal 83
Imbalan bunga yang terkait dengan PPh, PPN, dan PPnBM diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat:
keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP;
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP;
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7B ayat (4) Undang-Undang KUP;
kelebihan pembayaran pajak karena pengaJuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan penmJauan kembali, dikabulkan sebagian atau seluruhnya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, atau surat keputusan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (3) Undang-Undang KUP, kecuali:
kele bihan pem bayaran Keputusan Pembetulan Persetujuan Bersama; atau pajak karena Surat yang terkait dengan 2. kelebihan pembayaran pajak karena surat keputusan pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar yang telah diterbitkan:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
Surat Ketetapan Pajak Nihil.
Jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah lebih bayar menurut Wajib Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak karena diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan I www.jdih.kemenkeu.go.id Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang berasal dari pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, baik yang disetujui maupun tidak disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Pasal 84
Dalam hal terdapat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya, imbalan bunga yang terkait dengan PBB diberikan kepada Wajib Pajak.
Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan akibat penerbitan:
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB;
Keputusan Keberatan;
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
Surat Keputusan Pembetulan;
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi PBB;
Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB; atau
Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB.
Pasal 85
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat huruf a diberikan dengan tarif bunga per bulan yang I www.jdih.kemenkeu.go.id ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB.
Batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) atau Pasal 17B Undang-Undang KUP;
diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP, Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP, dan PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang- Undang PPN;
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, surat keputusan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, atau SKPIB, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak; atau e. diterima Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Pengadilan, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. I www.jdih.kemenkeu.go.id (4) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 86
Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat huruf b diberikan dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat Undang-Undang KUP berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan .
Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 87
Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat huruf c diberikan dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Tarif bunga per bulan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 88
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang terkait dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat huruf d diberikan dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 89
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, atau surat keputusan J www.jdih.kemenkeu.go.id pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat huruf e diberikan dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak:
tanggal pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, atau surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak;
tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, atau surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak; atau
tanggal pembayaran Surat Tagihan Pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, atau surat keputusan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 90
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan dengan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dari jumlah kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah bulan sebagai dasar pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP PBB. J (3) Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat paling lama 1 (satu) bulan sejak:
diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB;
diterbitkannya Keputusan Keberatan;
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan;
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi PBB;
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB; atau
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
Pasal 91
Dalam hal terdapat imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, Wajib Pajak mengajukan permohonan pemberian imbalan bunga kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat PKP dikukuhkan.
Dalam hal terdapat imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Wajib Pajak mengajukan permohonan pemberian imbalan bunga kepada Kepala KPP tempat objek pajak PBB diadministrasikan.
Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a tau ayat (2) dilakukan secara:
elektronik, melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
tertulis, dengan mencantumkan nomor rekening dalam negen Wajib Pajak.
Permohonan secara tertulis se bagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan:
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
melalui perusahaan jasa ekspedisi a tau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat .
Pasal 92
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPIB jika permohonan pemberian imbalan bunga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat a tau Pasal 91 ayat (2):
memenuhi ketentuan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 atau Pasal 84; dan
mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3).
Penerbitan SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan pemberian imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf d, dapat dilakukan jika:
Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
Putusan Banding telah diterima oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang memberikan imbalan bunga; atau I c. Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang memberikan imbalan bunga.
Dalam hal SKPIB tidak diterbitkan karena permohonan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) atau Pasal 91 ayat (2) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan SKPIB tidak diterbitkan kepada Wajib Pajak.
SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pemberitahuan SKPIB tidak diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pemberian imbalan bunga diterima secara lengkap oleh KPP.
Ketentuan mengenai format SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan mengenai format pemberitahuan SKPIB tidak diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan nota penghitungan pemberian imbalan bunga, yang memuat penghitungan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai format nota penghitungan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan 1zm menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat, pemberian imbalan bunga terkait pajak yang terutang dalam mata uang Dolar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang Rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat: A www.jdih.kemenkeu.go.id a. diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan;
diterbitkannya surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak; atau
diterbitkannya surat keputusan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak.
Pasal 93
Pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan, termasuk di KPP tempat Wajib Pajak cabang terdaftar dan di KPP tempat objek pajak PBB diadministrasikan.
Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya adalah Utang Pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
Surat Tagihan Pajak;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau 4. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan;
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya adalah Utang Pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
Surat Tagihan Pajak;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang: a) tidak diajukan keberatan; b) diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambahjumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau c) diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak;
Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding;
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikem balikan;
Utang Pajak PBB yang tercantum dalam:
Surat Tagihan Pajak PBB;
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
Surat Ketetapan Pajak PBB;
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau 6. Surat Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
Dalam hal setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak, atas permohonan Wajib Pajak, s1sa imbalan bunga tersebut dapat diperhitungkan dengan:
pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak; dan/atau b. Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain.
Pasal 94
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dituangkan dalam nota penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga.
Ketentuan mengenai format nota penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
SKPPIB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1). /. www.jdih.kemenkeu.go.id (4) Ketentuan mengenai format SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan kelebihan imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 diakui pada saat diterbitkannya SKPPIB.
Pasal 95
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ditindaklanjuti dengan kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
Dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak bersangkutan.
Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui potongan SPMIB.
Potongan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sah dalam hal telah mendapatkan NTPN atau nomor referensi penerimaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan di bidang perbendaharaan.
Pasal 96
Atas dasar SKPPIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMIB.
Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan membetulkan SPMIB sepanjang belum diterbitkan SP2D.
Ketentuan mengenai format SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan:
lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;
lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan
lembar ke-4 untuk arsip KPP.
SKPPIB dan SPMIB beserta ADK disampaikan ke KPPN.
Pasal 97
Berdasarkan SPMIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat , Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan ketentuan :
dalam hal seluruh imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB, Kepala KPPN menerbitkan SP2D Nihil;
dalam hal masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus diberikan kepada Wajib Pajak setelah dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak yang tercantum dalam SPMIB; atau
dalam hal seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak yang tercantum dalam SPMIB.
Kepala KPPN menerbitkan bukti penerimaan negara dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB.
KPPN menyampaikan:
daftar SP2D;
SPMIB lembar ke-2; dan
bukti penerimaan negara, dalam hal terdapat imbalan bunga yang dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB, ke KPP penerbit SPMIB.
Pasal 98
Bukti penerimaan negara atas potongan SPMIB disampaikan oleh KPP penerbit SPMIB kepada Wajib Pajak.
Pasal 99
SKPPIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3) dan SPMIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak penerbitan SKPIB.
SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) diterbitkan oleh Kepala KPPN sesuai peraturan perundang- undangan di bidang perbendaharaan.
Pasal 100
Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPPIB dan SPMIB menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran.
Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang menandatangani SKPPIB dan SPMIB, pejabat pengganti harus menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN sejak yang bersangkutan menjabat.
Pasal 101
Pembayaran imbalan bunga merupakan bagian dari pengurang penerimaan pajak.
Pasal 102
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h Undang- Undang KUP untuk menagih kembali imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal diterbitkan keputusan, diterima putusan, atau ditemukan data atau informasi, yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Pasal 103
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan J Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1973), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 15, angka 16, angka 17, angka 21, angka 22, angka 23, dan angka 25 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bea Meterai.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PBB.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Masa Pajak adalahjangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang KUP.
Tahun Pajak adalahjangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah nomor identitas objek pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
Kas Negara adalah tempat peny1mpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penenmaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan sistem yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menenma setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor.
Bank Persepsi Mata U ang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara atau oleh sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Bank Persepsi atau Bank Persepsi Valas.
Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Pos Persepsi.
Nomor Penerimaan Potongan yang selanjutnya disingkat NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan Surat Perintah Membayar (SPM). J 25. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan NTB / NTP / NTL se bagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 27 . Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor yang selanjutnya disebut SSPCP adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka 1mpor berupa bea masuk, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor , serta PPnBM Impor.
Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
Bukti Pemindahbukuan yang selanjutnya disebut Bukti Pbk adalah bukti yang menunjukkan bahwa telah dilakukan Pemindahbukuan.
Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) Pasal 7 diubah, serta ditambahkan 1 (satu) ayat dalam Pasal 7 yakni ayat (11), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan .
Wajib Pajak usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.
Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;dan b. memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratusjuta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Wajib Pajak badan usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Wajib Pajak badan tidak termasuk BUT; dan
menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Untuk mendapatkan perpanJangan jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan surat permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan.
Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa:
menyetujui; atau
menolak permohonan Wajib Pajak.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu pelunasan pajak. /, (9) Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pelunasan pajak.
Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.
Di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 14 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (6a) dan ayat (6b), sehingga Pasal 14 berbunyi se bagai beriku t:
Pasal 14
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dalam mata uang Rupiah.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak serta surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat, dengan menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat.
Termasuk dalam pengertian Wajib Pajak yang telah mendapat 1zm menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu Wajib Pajak yang menyampaikan pemberitahuan secara tertulis penyelenggaraan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembayaran pajak dalam mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan ke kas negara melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam mata uang Rupiah .
Dalam hal pembayaran pajak dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak harus mengonversikan pembayaran dalam satuan mata uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.
(6a) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui potongan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, pembayaran tersebut dilakukan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal penerbitan SKPKPP.
(6b) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui potongan SPMIB, pembayaran tersebut dilakukan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal penerbitan SKPPIB.
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran PPh dalam mata uang Dolar Amerika Serikat diatur dengan Peraturan Direktur Jend e ral Pajak atau Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik secara bersama- sama maupun secara sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya. I
Pasal 21
Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus diajukan menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa khusus sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan .
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan: a . jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau
jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun se belumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.
Surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama:
pada saat Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan, untuk kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau
sebelum Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penagihan pajak dengan surat paksa, untuk pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara:
elektronik, melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
tertulis.
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b disampaikan:
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 22
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, harus memberikan jaminan aset berwujud, dengan kriteria: a . aset berwujud merupakan milik Penanggung Pajak pemohon yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas aset berwujud tersebut; dan
aset berwujud tidak sedang dijadikan jaminan atas utang Penanggung Pajak pemohon.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) harus memberikan Jamman aset berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar utang pajakyang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak.
Ketentuan ayat (1) Pasal 23 diubah, sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan jangka waktu penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6), serta setelah mempertimbangkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterima permohonan.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak;
menyetujui sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan yang dimohonkan Wajib Pajak; atau
menolak permohonan Wajib Pajak.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau disetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penolakan angsuran/ penundaan pembayaran pajak.
Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelahjangka waktu 7 (tujuh) hari kerj a terse but berakhir.
Pasal 25
Pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, atau pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat , dapat diberikan untuk:
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5) dengan angsuran paling ban yak 1 ( satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran pajak I www.jdih.kemenkeu.go.id yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; atau
paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan se bagaimana dimaksud dalam Pas al 3.
Penundaan atas kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, atau pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat diberikan untuk:
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5), untuk permohonan penundaan pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5), untuk permohonan penundaan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; atau
paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan penundaan atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3. j
Pasal 30
Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a dan huruf b, serta persetujuan yang diberikan tersebut tidak berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, dan Surat Tagihan Pajak PBB, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP, yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampa1 dengan pembayaran angsuran/ pelunasan.
Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat huruf a dan huruf b dan persetujuan yang diberikan tersebut berkaitan dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, dan Surat Tagihan Pajak PBB, Wajib Pajak dikenai denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang- Undang PBB yang dihitung dari saatjatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untukjangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Surat Pemberitahuan (SPI')
Pasal 104
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPI') (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 180), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1, angka 2, dan angka 3 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan Jasa peng1nman surat Jen1s tertentu termasuk pengiriman SPT ke Direktorat Jenderal Pajak.
Penelitian dalam Penerimaan SPT yang selanjutnya disebut Penelitian SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lam piran-lampirannya.
Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 20 diubah, sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan:
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan; atau
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari W ajib Pajak.
Pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT.
Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalamjangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menenma surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga J www.jdih.kemenkeu.go.id sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang KUP.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
Bagian Keempat
Tata Cara Pemeriksaan
Pasal 105
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1468), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.
Pemeriksaan Kan tor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal terse but sebagai Pemeriksa Pajak.
Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengena1 dilakukannya I Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan clan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan clan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data clan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan clan biaya serta jumlah harga perolehan clan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca clan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer clan/ atau pengolah data elektronik lainnya clan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
Tempat Penyimpanan Buku, Catatan, clan Dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak clan/ atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik clan benda-benda lain.
Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci clan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, clan/ atau bukti yang dikumpulkan, penguJian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. 16 . Pembahasan Akhir Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi . 1 7. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan. 19 . Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. I 21. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama .
Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
Analisis Risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan hilangnya potensi penerimaan pajak.
Ketentuan ayat (1) Pasal 4 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 4 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (la), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
Pemeriksaan untuk menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dalam hal memenuhi kriteria:
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang - Undang KUP;
terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan le bih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; I www.jdih.kemenkeu.go.id f. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko;
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau J. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. (la) Data konkret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak yang berupa:
hasil klarifikasi atau konfirmasi faktur pajak;
bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan;
data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang - Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Surat Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; dan/atau
bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan huruf i dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Pemeriksaan untuk menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
Pemeriksaan dengan kriteria se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dalam hal permohonan pengem balian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan:
laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, atau Penuntutan Tindak Pidana Perpajakan, dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor.
Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf g dan huruf j dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan.
Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h dan huruf i dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
Dalam hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan.
Pasal 11
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib:
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Jems Pemeriksaan Kantor;
memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan;
memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
alasan dan tujuan Pemeriksaan;
hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan W ajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan , kecuali untuk Pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (; dan
kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak;
menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak;
menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan; h . menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis; J. mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan .
Pasal 13
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak berhak:
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Jen1s Pemeriksaan Lapangan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
menerima SPHP;
menghadiri Pem bahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan
memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
Ketentuan ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
Pemeriksaan untuk menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
jangka waktu pengujian; dan
jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
Apabila Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu penguJian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Apabila Pemeriksaan dilakukan denganjenis Pemeriksaan Kantor, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Apabila Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 1 (satu) bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, I pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.
Apabila Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.
Ketentuan ayat (1) Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
Jangka waktu penguJian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan, kecuali untuk Pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) tidak dapat diperpanjang.
Perpanjangan jangka waktu penguJian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Pasal 21
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dilakukan dalam hal:
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
tidak ditemukan dalamjangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan;
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
dihapus;
dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang- Undang KUP;
dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang- Undang KUP; atau
dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunya1 kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Wajib Pajak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak;
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut:
dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang- Undang KUP; atau
dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Wajib Pajak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak; atau d. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2 lA sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21A
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b angka 1), huruf b angka 3), dan huruf c angka 1), penyelesaian Pemeriksaan dilakukan dengan cara membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 hurufb, dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan , masih terdapat kelebihan pembayaran pajak.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dilakukan dalam hal:
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan;
Wajib Pajak , wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
berakhirnya perpanJangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat ( atau ayat (3); atau
berakhirnya perpanJangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (1);
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP:
tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal ) Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan;
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan atas data konkret dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan;
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka terse but:
dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak; atau ' www.jdih.kemenkeu.go.id f. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut:
dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang pengujiannya belum diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya:
perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) a tau ayat (3); a tau b. perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dan dilanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan LHP.
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan atas data konkret dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan, Pemeriksaan harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
Ketentuan ayat (5) Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimile.
Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menenma SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Dalam hal Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampa1an undangan tertulis untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Ketentuan ayat (5) Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat dalam bentuk:
lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan; atau
surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan.
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat melakukan perpanjanganjangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Dalam hal Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama pada saat Wajib Pajak harus memenuhi undangan tertulis untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis .
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimile.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Ketentuan ayat (4) Pasal 43 diubah, sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
Apabila Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), undangan tertulis untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPHP.
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimile.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengena1 ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang Undang KUP dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 dan perubahannya, sepanJang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan SPHP.
Pengungkapan ketidakbenaran peng1s1an Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
penghitungan pajak yang kurang dibayar sesua1 dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak.
Ketentuan ayat (5) Pasal 62 diubah dan ayat (7) Pasal 62 dihapus, sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 62
Untuk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat , Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan surat ketetapan pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar.
Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan keadaan yang se benarnya.
Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan pengungkapan Wajib Pajak.
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf c merupakan bukti pembayaran atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat Undang-Undang KUP terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan .
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan sanksi administrasi sesua1 dengan Pasal 13 Undang-Undang KUP.
Dihapus.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 64 diubah, sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64
Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat disetujui oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan sampai dengan:
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
dihapus;
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang Undang KUP; atau
Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan bersamaan dengan disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada pemeriksa bukti permulaan dengan membuat berita acara yang ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
Salinan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Wajib Pajak.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 65 diubah, serta menambahkan 1 (satu) ayat dalam Pasal 65, yakni ayat (3) sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
Pemeriksaan yang di tangguhkan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku , apabila:
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikan dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihentikan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, apabila:
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
dihapus;
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang- Undang KUP; d . Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang- Undang KUP; dan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Wajib Pajak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c, pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan atau hasil penyidikan.
Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 66 diubah, serta menambahkan 1 (satu) ayat dalam Pasal 66 yakni ayat (6), sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
penyidikan dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
penyidikan dilanjutkan dengan penuntutan dan Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila:
penyidikan dihentikan karena Pasal 44B Undang- Undang KUP;
penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
penyidikan dilanjutkan dengan penuntutan dan Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil penyidikan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat dan ayat (3) a tau Pasal 66 ayat (4) dan ayat (6), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, atau jangka waktu perpanjangan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pasal 17 diperpanjang untukjangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat atau Pasal 66 ayat (5), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat (5) terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang Undang KUP.
Bagian Kelima
Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak
Pasal 106
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 902) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 ten tang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1467), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1 dan angka 2 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, danjumlah pajak yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak a tau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karenajumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 2 dihapus, ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (9) Pasal 2 diubah, serta di antara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (8a), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: Pasa1 ยท2 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Dihapus.
Dihapus.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan:
Hasil Pemeriksaan terhadap:
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya se bagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP atau Pasal 29 Undang-Undang KUP tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) Undang- Undang KUP; atau
Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang- Undang PPN; atau b. dihapus.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan Ulang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan karena adanya:
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri se bagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP;
dihapus;
data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
dihapus.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila jumlah kredit pajak ataujumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal berdasarkan:
hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau I www.jdih.kemenkeu.go.id b. hasil Pemeriksaan terhadap:
Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang .
(8a) Termasuk kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b angka 2, dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilanjutkan karena:
Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai akibat pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP yang telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, masih terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
penyidikan dihentikan sebagai akibat permintaan penghentian penyidikan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP diterima oleh Jaksa Agung, masih terdapat kelebihan pembayaran pajak.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atau ayat (8a) masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. J 3. Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 3
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak , atau Tahun Pajak.
Surat ketetapan pajak untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Surat ketetapan pajak untuk Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak yang tercakup dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat ketetapan pajak atas Pajak Penghasilan Pasal 21 diterbitkan 1 (satu) surat ketetapan pajak untuk seluruh Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender.
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan penelitian, Pemeriksaan, atau Pemeriksaan Ulang.
Ketentuan ayat (2) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diterbitkan berdasarkan nota penghi tung an.
Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil Pemeriksaan, atau laporan hasil Pemeriksaan Ulang. ,I 5. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 4A sehingga berbunyi sebagai berikut : (satu) (1) Direktur ketetapan Jenderal pajak
Pasal 4A
Pajak dapat menerbitkan dalam bentuk elektronik surat dan menandatanganinya secara elektronik atau menerbitkan surat ketetapan pajak dalam bentuk tertulis dan menandatanganinya secara biasa, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Dalam hal surat ketetapan pajak dibuat dalam bentuk elektronik, maka tidak dibuat surat ketetapan pajak dalam bentuk tertulis.
Ketentuan ayat (2) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dikirimkan kepada Wajib Pajak.
Pengiriman surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan:
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik dalam hal surat ketetapan pajak tersebut diterbitkan secara elektronik.
Pasal 7
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam hal: a . Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hi tung;
Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau terlambat membuat Faktur Pajak;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Pajak PPN, selain identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
dihapus;
dihapus; atau
terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal:
diterbitkan keputusan;
diterima putusan; atau
ditemukan data atau informasi, yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak.
Pasal 8
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 setelah:
meneliti data administrasi perpajakan;
melakukan Pemeriksaan; atau
melakukan Pemeriksaan Ulang.
Pasal 12A
Surat Tagihan Pajak diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
Surat Tagihan Pajak untuk PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang- Undang KUP, diterbitkan atas PPh dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar, beserta sanksi administratif terhadap Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak dimaksud.
Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa penagihan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP dapat diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya banding; dan
Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal Putusan Banding diucapkan oleh hakim Pengadilan Pajak dalam sidang terbuka untuk umum.
Ketentuan ayat (3) diubah dan ayat (5) Pasal 13 dihapus, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/ a tau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, apabila setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 12A.
Surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan terlebih dahulu mengaktifkan kembali Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah dihapus.
Dihapus.
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14A
Direktur J enderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam bentuk elektonik dan menandatanganinya secara elektronik atau dalam bentuk tertulis dan menandatanganinya secara biasa, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Dalam hal Surat Tagihan Pajak dibuat dalam bentuk elektronik, maka tidak dibuat Surat Tagihan Pajak dalam bentuk tertulis.
Surat Tagihan Pajak harus dikirimkan kepada Wajib Pajak.
Pengiriman Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan:
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik dalam hal Surat Tagihan Pajak tersebut diterbitkan secara elektronik.
Bagian Keenam
Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Pasal 107
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1951), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1 dan angka 3 Pasal 1 diubah, angka 7 Pasal 1 dihapus, serta ditambah angka 24, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPSP adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan yang meliputi Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A,Pasal 41,Pasal 41A,Pasal 41B,Pasal 41C,dan Pasal 43 Undang-Undang KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 Undang- Undang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-Undang PPSP.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan J pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan .
Dihapus.
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan . 10 . Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya .
Informasi adalah keterangan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan. 12 . Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen , buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak dan/atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang mengenai dugaan telah atau sedang atau akan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum orang pribadi atau badan yang telah melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang merugikannya.
Peristiwa Pidana adalah peristiwa yang mengandung Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Bahan Bukti adalah buku, catatan, dokumen, keterangan, data yang dikelola secara elektronik, dan/atau benda lainnya, yang dapat digunakan untuk menemukan Bukti Permulaan.
Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah unit yang berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan adalah Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan karena terjadi perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan dan/atau penggantian Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan Bahan Bukti.
Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah dokumentasi yang dibuat oleh pemeriksa Bukti Permulaan mengenai prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditempuh, Bahan Bukti yang dikumpulkan, analisis Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan, serta simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang disusun oleh pemeriksa Bukti Permulaan yang mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Laporan Kejadian adalah laporan tertulis tentang adanya Peristiwa Pidana yang terdapat Bukti Permulaan yang cukup sebagai dasar dilakukan Penyidikan.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Ketentuan Pasal 2 diubah dengan menambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan.
Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima a tau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan.
Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan dengan indikasi kuat adanya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang ditemukan dari hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan a tau Penyidikan dapat langsung ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang berkaitan dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak baik yang belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sepanJang terdapat indikasi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan setelah diterbitkan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dilakukan atas data baru selain yang termuat dalam surat ketetapan pajak.
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan meskipun telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sepanjang belum melampaui daluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh pemeriksa Bukti Permulaan sampa1 dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Apabila pemeriksa Bukti Permulaan tidak dapat melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam jangka : Vaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat memberikan perpanJangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 12 (dua belas) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2). /.
Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mempertimbangkan permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan memperhatikan:
dihapus;
daluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; atau
perkembangan penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
Pemeriksa Bukti Permulaan wajib menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara langsung kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka.
Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap orang pribadi, pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, keluarga yang telah dewasa, atau kuasa.
Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap badan, pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada wakil, kuasa, atau pegawai dari badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Dalam hal penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan:
melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
melalui faksimile; J. c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik.
Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 23 diubah, ayat (3) dihapus, serta di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya atas tindak pidana:
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d Undang-Undang KUP.
Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk:
Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP;
Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP; dan
Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB.
Dihapus.
Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus:
menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya secara tertulis dan ditandatangani; dan b. disertai dengan:
penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang di persamakan se bagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang; dan
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagai bukti pelunasan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang-Undang KUP.
(5a) Pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hurufb angka 2 dan pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b angka 3 merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat Objek Pajak diadministrasikan dan tembusannya kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 25 diubah, serta ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 25 dihapus, sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, diperhitungkan sebagai pengurang kerugian pada pendapatan negara pada tahap Penyidikan.
Dihapus.
Pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahbukukan atau diminta kembali oleh Wajib Pajak.
Dihapus.
Dihapus.
Pasal 28
Dalam hal orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan dalam rangka menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; atau
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup yang ditindaklanjuti dengan Penyidikan, Pemeriksaan ditangguhkan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 30 diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dituangkan dalam La po ran Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditindaklanjuti dengan:
Penyidikan dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang cukup;
pemberitahuan secara tertulis oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka bahwa tidak dilakukan Penyidikan dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak telah sesuai dengan keadaan yang se benarnya;
dihapus;
penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia; atau
penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka, penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e diberitahukan secara tertulis oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan atau kuasa. J www.jdih.kemenkeu.go.id
Bagian Ketujuh
Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara
Pasal 108
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 538), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 1 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, yang selanjutnya disebut Penyidikan, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Ketentuan ayat (1) Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali J www.jdih.kemenkeu.go.id jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Termasuk pajak yang dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sebagai akibat dari adanya:
penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau
penerbitan Faktur Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 lA sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 lA (1) Dokumen terkait penghentian Penyidikan dapat dibuat secara elektronik dan ditandatangani secara elektronik atau dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara biasa, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
secara langsung;
melalui pos atau Jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik.
Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl. BABV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 109
Atas Dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 yang telah dilakukan pemotongan PPh, dapat diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Pasal 110
Jangka waktu tertentu bagi PKP Belum Melakukan Penyerahan dan telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan barang modal sebelum tanggal 2 November 2020, ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri lnl.
Dalam hal PKP Belum Melakukan Penyerahan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak sebelum tanggal 2 November 2020 yang menyebabkan Surat Pemberitahuan Masa PPN menjadi lebih bayar, ketentuan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
PKP dapat mengajukan pengurangan atas jumlah pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP atas surat ketetapan pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020 sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dengan ketentuan:
hasil pemeriksaan tidak memperhitungkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65; dan b. PKP tidak menyetujui hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf
Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 yang diterbitkan sebelum tanggal 2 November 2020 dapat dikreditkan oleh PKP sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dan jumlah PPN yang masih harus dibayar meliputi pokok pajak dan sanksi sebagaimana tercantum dalam ketetapan pajak telah dilunasi sejak tanggal 2 November 2020.
Pasal 111
Pemberian imbalan bunga dan permohonan pemberian imbalan bunga yang belum diselesaikan sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, yang didasarkan pada ketetapan, keputusan, atau putusan, yang diterbitkan atau diucapkan:
sebelum tanggal 2 November 2020, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2018; atau
sejak tanggal 2 November 2020, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dan jangka waktu penyelesaian pemberian imbalan bunga paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan yang diajukan sejak Peraturan Menteri ini berlaku, diterima secara lengkap oleh KPP.
Pasal 112
Permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang belum diselesaika n sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
Pasal 113
Pajak Masukan yang telah dikembalikan atau telah dikreditkan oleh PKP yang tidak melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang-Undang PPN:
yang telah melewati batas waktu pembayaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6f) Undang-Undang PPN; dan
belum dilakukan pembayaran kembali sampa1 dengan tanggal 2 November 2020, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f Undang-Undang KUP.
Imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan dan belum dilakukan pembayaran kembali oleh Wajib Pajak sampai dengan tanggal 2 November 2020, ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h Undang-Undang KUP. Pemeriksaan Bukti
Pasal 114
Permulaan yang telah mendapat persetujuan perpanJangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum Peraturan Menteri m1 berlaku, diselesaikan sesuai jangka waktu yang ditentukan dalam persetujuan perpanJangan dimaksud berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor I www.jdih.kemenkeu.go.id 239 / PMK. 03/2014 ten tang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Pasal 115
Permohonan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang belum diselesaikan sampa1 dengan Peraturan Menteri m1 berlaku, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
Pasal 116
Pengenaan sanksi administratif terhadap:
surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020 yang memuat sanksi administratif berupa bunga, yang penghitungan sanksi administratifnya dimulai sebelum tanggal 2 November 2020; atau
pengungkapan ketidakbenaran peng1s1an Surat Pemberitahuan yang diajukan sejak tanggal 2 November 2020, dihitung menggunakan tarif bunga sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tarif bunga sebagai dasar penghitungan sanksi administratif berupa bunga dan pemberian imbalan bunga yang berlaku un tuk bulan November 2020;
Pengajuan atas:
pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
permintaan penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP, yang dilakukan oleh Wajib Pajak sejak tanggal 2 November 2020, pengenaan sanksi administrasinya sesuai dengan U ndang-U ndang KUP; dan
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP melalui Surat Tagihan J www.jdih.kemenkeu.go.id Pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020, dilakukan sesuai dengan Undang-Undang KUP.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 117
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 278);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107 /PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1043) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107 /PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 702); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1837), masih tetap berlaku sepanJang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 118
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1313);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1630) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 820); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 119
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. J www.jdih.kemenkeu.go.id Agar setiap orang ~mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ยท 17 Februari 2021 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 153 LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 .โข /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH FORMULIR PERMOHONAN BAGI WARGA NEGARA INDONESIA UNTUK DITETAPKAN SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI FORMULIR PERMOHONAN WARGA NEGARA INDONESIA UNTUK DITETAPKAN SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI โข Lengkapi semua isian dalam formulir ini apabila Anda merupakan Warga Negara Indonesia yang telah berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan . โข Berikan semua fakta mengenai status subjek pajak Anda selama berada di dalam . maupun di luar Indonesia. Selain sebagai pemenuhan persyaratan lainnya, isian formulir ini akan digunakan untuk meneliti status subjek pajak Anda. โข Lampirkan semua dokumen atau informasi yang diperlukan terkait status subjek pajak Anda bersama formulir ini. IDENTITAS Nama Lengkap Nama Panggilan Nomor Identitas Jenis Identit as I I I I I I I I D KTP D Paspor Nomor Pokok Wajib Pajak CD -I I I 1- 1~ ~~1- โก -1-~~1-_1 ~- Ala.m at selama berada di luar Indonesia Ala.mat surat me nyurat (diisi apab ila tidak sama dengan ala.mat di atas) Nomor telepon Ala.mat surat el ektron ik Tanggal Lahir Status Perkawinan fanggal Bulan Tahun D Kawin D Hidup Berpisah [TI [TI I I I D Duda/ Janda D Lajang LAMA MENINGGALKAN INDONESIA Berapa lama Anda telah meninggalkan Indonesia? Jumlah Harl ~ Jumlah Bulan~ Jumlah Tahure==) 0 Saya telah meninggalkan Indon es ia untuk selamanya dan tidak bereneana kembali bertempat tinggal di Indonesia. Tanggal Keberangkatan fanggal Bulan Tahun [I] [I] Di n egara man a anda akan tinggal ? Apa tujuan Anda meninggalkan Indon esia? 0Pek erjaan Ocuti D Pensiun D Suami/istri dari pihak yang me ninggalkan Indon es ia 0Belajar atau me ng adakan penelitianOTertanggung dari pihak yang meninggalkan Indonesia D Wirasw asta D Lainnya, jelaskan ..... INFORMASI UMUM Berilah tanda eek ( โ) pada kotak yang sesuai de ngan keadaan Anda yang se benarnya โก Anda biasanya tinggal di negara lain dan hany a berada di Indon esia untuk sementara waktu selama ...... hari dalam 12 bulan . โก And a biasanya tinggal di negara lain , tetapi masuk dan keluar Indon esia pada hari yang sama dalam rangka tug as, belajar, atau berbelanja. โก Anda biasanya tinggal di Indonesia, tetapi meninggalkan Indonesi a dalam rangka tugas , bela jar , atau berbelanja ke ne gara lain dan kembali ke Indon esia pada hari yang sama. 0And a berwisata ke luar Indonesia dan kembali ke Indonesia setelahn ya. 0 Lainnya, jelaskan ..... BAGI WNI YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 3 AYAT (1) HURUF C, AYAT (2), AYAT (3), AYAT (4), DAN AYAT (5) PMK ..... . Berilah tanda eek ( โ) pada kotak apabila pernyataan di bawah ini sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya O Saya bermukim seeara permanen di suatu tempat di luar Indon es ia yang bukan merupakan tempat persinggahan. โก Saya tidak lagi memiliki tempat di Indonesia yang dikuasai atau dapat digunakan setiap saat (at dispo sa l) . 0 Suami/istri , anak-anak, dan/atau keluarga terdekat saya bertempat tinggal di luar Indonesia. 0 Sumber penghasilan utama yang saya terima/peroleh berasal dari luar Indonesia. Osaya memiliki keanggotaan dalam organisasi keagamaan, pendidikan, sosial, dan/atau kemasyarakatan yang diakui oleh Pemerintah negara/yurisdiksi tempat saya berada. osaya me lakukan ke giatan sehari-hari ata u menjalankan kebiasaan di luar Indonesia. D Saya memiliki status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang dibuktikan dengan keberadaan Certificate of Residence yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: Omenggunakan bahasa Inggris; Omencantumkan informasi nama WNI; Omencantumkan informasi tanggal penerbitan; Omencantumkan informasi tahun pajak atau periode berlakunya ; D dibubuhkan nama dan ditandatangani atau diberi tanda setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Otahun pajak periode berlaku berakhir setidaknya 6 (enam) bulan sebelum Formulir Permohonan ini disampaikan kepada DJP . D Saya telah memenuhi kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh selama menjadi subjek pajak dalam negeri Indonesia. Os aya te l ah mengisi Formulir Permohonan WNI untuk Ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri ini dengan benar dan lengkap . PERNYATAAN SUBJEK PAJAK Apakah berdasarkan P3B dengan negara/yurisdiksi mitra Anda merupakan Subjek Pajak di negara/yurisdiksi mitra terse but dan bukan Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia? โก Ya โก Tid ak Apakah Anda merupakan Subjek atas Pajak Penghasilan di negara lain atas seluruh penghasilan Anda baik berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia? โก Y a โก Tid ak Apakah Anda merupakan Subjek Pajak dari suatu negara yang tidak memiliki P3B dengan Indonesia? โก Y a โก Tid ak Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan konfirmasi ke pemerintah negara atau yurisdiksi di mana Anda menjadi Subjek Pajak dalam tahun yang berkenaan. Direktorat Jenderal Pajak dapat meminta Anda untuk menyampaikan bukti dan/atau dokumen yang menunjukkan bahwa penghasilan Anda telah dipotong di negara atau yurisdiksi terse but . KETERIKATAN DENGAN INDONESIA Manakah dari ikatan berikut yang akan Anda miliki di Indonesia saat tinggal di negara atau yurisdiksi lain? Centang ( โ) kotak yang sesuai untuk kondisi Anda . D Suami atau istri Anda tinggal di Indonesia . Berikan nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, kewarganegaraan, dan alamat saat ini dari suami atau istri Anda. Jika Anda dan suami atau istri hidup berpisah berdasarkan putusan hukum , item ini tidak berlaku untuk Anda. Sebutkan alasan pasangan atau pasangan hukum Anda untuk tinggal di Indonesia: 0And a akan meninggalkan anak-anak atau tanggungan di Indonesia. Berikan nama, usia, kewarganegaraan, dan alamat saat ini , serta nama dan alamat tempat mereka bersekolah dan kelas tempat mereka terdaftar. Jelaskan alasan mengapa mereka tinggal di Indonesia: Manakah dari ikatan berikut yang akan Anda miliki di Indonesia saat tinggal di negara ata u yurisdiksi lain? Centang ( โ) kotak yang sesuai untuk kondisi Anda. โก And a terus mendukung seseorang di Indonesia yang tinggal di tempat tinggal yang Anda tempati sebelum keberangkatan Anda (misalnya: rumah , apartemen, kamar, suite, traile r) . โก And a tidak memiliki namun menyewa sebuah tempat tinggal di Indon esia. Tempat terse but akan disewakan kepada pihak lain selama periode ketidakhadiran Anda dari Indonesia, dan Anda bermaksud untuk memperbarui sewa saat habis masa berlakunya. I www.jdih.kemenkeu.go.id Anda akan terns memiliki tempat tinggal di Indonesia yang sesuai dengan krtteria bermukim di suatu tempat di Indon e sia sebagaimana diatur dalam PMK ... ................ dan : a) D menjaga agar tempat tinggal tetap kosong; b) D menyewakan tempat tinggal kepada orang terkait; c) D menyewakan tempat tinggal dengan persyaratan yang tidak wajar; d) D menyewakan tempat tinggal tan pa sew a tertulis ; atau e) D menyewakan tempat tinggal dengan persyaratan yang wajar, harga pasar yang wajar, dan sewa tertulis. Jelaskan pembuktian kewajarannya : โก Anda akan menyimpan kebanyakan (atau sebagian besar) barang-barang seperti fumitur, perabot, perkakas, dan perkakas Anda di Indonesia . โก Anda akan memiliki barang prtbadi di Indonesia seperti pakaian atau barang pribadi atau hewan peliharaan Anda. โก Anda akan menyimpan kendaraan di Indonesia yang terdaftar di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap di Indonesia. D Anda akan tetap memiliki Surat Izin Mengemudi di Indonesia . โก Anda akan memiliki paspor Indonesia yang valid. โก Anda akan memiliki pekerjaan yang dijamin tersedia saat Anda kembali ke Indonesia . OAnda akan dipekerjakan oleh pemberi kerja Indonesia saat berada di luar Indonesia . โก Anda akan tetap menjadi anggota organisasi sosial, rekreasi, atau keagamaan di Indonesia. Buat daftar keanggotaan di Indonesia yang Anda ikuti: Anda akan tetap memiliki rekening bank di Indonesia. Jelaskan mengapa Anda menyimpan akun ini: โก Anda akan memiliki investasi (Surat Berharga Ne gara , rekening sekurttas, dll) di Indonesia . Sebutkan investasi yang dimiliki terse but: โก Anda akan memiliki tempat tinggal musiman di Indonesia (misal: pondok singgah atau villa peristirahatan selama berlibur di Indonesia). โก Anda terdaftar untuk memperoleh layanan telepon (telepon selular dan/atau telepon rumah) di Indonesia . Jelaskan alasan pendaftaran terse but: D Anda terdaftar pada layanan asuransi jiwa atau umum, termasuk asuransi kesehatan, melalui perusahaan asuransi Indonesia. โก Anda akan terlibat dan bertanggungjawab dalam kemitraan ( partnerships), hubungan perusahaan atau bisnis, atau kontrak dukungan (endorsement contracts) di Indonesia. Je l askan secara rinci : Anda akan memiliki hubungan atau ikatan lain dengan Indonesia . Jelaskan : OTidak satu pun item di bagian ini yang sesuai untuk Anda . KETERIKATAN DENGAN NEGARA/YURISDIKSI LAIN a) Jika suami atau istri Anda tidak berada di Indonesia, mohon berikan informasi berikut : - Nama suami atau istri: _ __ ______ _ _ ____ __ ______ _ - Alamat domisili suami atau istri: _________ __ ______ ____ _ - Rencana keberadaan suami atau istri Anda di luar Indonesia (dalam bulan) ___ _ __ _ _ - Jika suami atau istri Anda merupakan WNI, se butkan tanggal ke berangkatan suami atau istri Anda dari Indonesia (tanggal/bulan/tahun): ____ ___ ____ ____ ___ _ - Jika suami atau istri Anda merupakan WNA , sebutkan kewarganegaraan dan nomor identitas kewarganegaraan atau kependudukannya : _____ ____ ____ ____ _ b) Jika Anda memiliki anak atau tanggungan di luar Indonesia , berikan nama , usia , kewarganegaraan , dan alamat saat ini, serta nama dan alamat tempat mereka bersekolah dan kelas c) Jelaskan tempat tinggal Anda di luar Indonesia . Mohan sertakan rincian ten tang alamat, jenis , dan ukuran tempat tinggal serta periode tinggal berdasarkan kontrak dengan penjual atau pemilik rumah (atau pihak agen yang mewakili). d) Jelaskan kepemilikan barang-barang seperti fumitur, perabot, peralatan , dan perkakas Anda di luar Indonesia . e) Jelaskan sumber penghasilan di luar Indonesia, termasuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dan/atau kegiatan usaha, penghasilan dari investasi pasif, dan jenis penghasilan lainnya. Sebutkan jenis penghasilan , nama pembayar penghasilan, dan porsi jumlah penghasilan jika dibandingkan dengan keseluruhan penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) tahun pajak : ij Jika Anda memiliki Surat Izin Mengemudi dari pemerintah negara atau yurisdiksi selain Indonesia , sebutkan nama pemerintah negara atau yurisdiksi yang menerbitkan serta nomor dan tanggal berlaku izin mengemudi : g) Jika Anda memiliki paspor dari pemerintah negara atau yurisdiksi selain Indonesia, sebutkan nama pemerintah n e gara atau yurisdiksi yang me nerbitkan serta nomor dan tanggal berlaku h) Sebutkan keanggotaan Anda dalam organisasi profesional, sosial, rekreasi, atau keagamaan di luar Indonesia yang diakui oleh pemerintah negara atau yurisdiksi setempat. i) Berikan rincian ikatan komersial lainnya , seperti kartu kredit, layanan asuransi, dan layanan telepon di negara atau yurisdiksi lain: /. j) Berikan rincian keterlibatan dan tanggungjawab Anda dalam kemitraan (partnerships), hubungan perusahaan atau bisnis , atau kontrak dukungan (endorsement contracts) di luar Indonesia . k) Sebutkan nama-nama negara atau yurisdiksi selain Indonesia yang Anda kunjungi selama 2 (dua) tahun belakangan, termasuk tanggal kedatangan dan durasi keberadaan di setiap negara atau yurisdiksi terse but . KUNJUNGAN KE INDONESIA Apakah anda akan melakukan kunjungan kembali ke โก Tidak Jika Ya, centang ( โ) salah satu pilihan berikut ini yang paling tepat menggambarkan kunjungan Anda ke Indonesia. D Kunjungan dalam waktu lama D Kunjungan reguler terencana D Kunjungan tidak terencana namun akan sering D Bukan salah satu di atas Mohon berikan penjelasan atas pilihan Anda : INFORMASI TAMBAHAN Mohon sampaikan informasi lain yang dapat membantu penentuan status subjek pajak Anda : PERNY ATMN AKHIR Saya menyatakan dengan ini bahwa seluruh informasi yang disampaikan dalam Formulir Permohonan ini benar, tepat, dan lengkap. Nam.a dan tanda tangan WNI pemohon Tanggal B. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI-SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor ............................... (3) Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa Wajib Pajak: nama NIK NPWP : .................................... (4) : .................................... (5) : .................................... (6) memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan menjadi subjek pajak luar negeri sejak ................ (7) sampai dengan yang bersangkutan di kemudian hari memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak dalam negeri. Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi bahwa kewajiban perpajakan belum atau belum sepenuhnya terpenuhi oleh Wajib Pajak tersebut selama menjadi subjek pajak dalam negeri, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan ketetapan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku .
................. , ....... 20 .... (8) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (9) I www.jdih.kemenkeu.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor induk kependudukan Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan saat dimulainya status subjek pajak luar negeri. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. C. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN DALAM HAL WARGA NEGARA INDONESIA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor Hal KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) ..................... (3) Penolakan atas Permohonan Warga Negara Indonesia untuk Ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri Yth ..................... (4) Menindaklanjuti permohonan Saudara Nomor...............(5) tanggal ............. (6) yang diterima pada tanggal ................. (7) atas nama Wajib Pajak: nama . ........................................ (8) NPWP NIK (9) ditolak, dengan alasan ........ . .................. (11) Demikian untuk dimaklumi.
................. , ....... 20 .... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kan tor .................................... (13) /, PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN DALAM HAL WARGA NEGARA INDONESIA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan diterima lengkap. Diisi dengan nama W ajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan nomor induk kependudukan Wajib Pajak. Diisi dengan alasan penolakan permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRA WATI No.
............................... (1) Lampiran :
............................... (3) Hal : Permohonan Pengenaan Pajak Penghasilan Hanya atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh dari Indonesia Yth. Direktur Jenderal Pajak .......... , ...................... (2) u.b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ............................... (4) Yang bertanda tangan di bawah ini: nama NPWP kewarganegaraan nomor paspor ................. .................. . .............. (5) (6) ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (7) ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท ยทยทยท ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (8) dengan ini mengajukan permohonan persetujuan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia untuk: Tahun Pajak dimulai...................................................(9) Tahun Pajak berakhir : ยทยทยทยทยทยท ยทยทยทยทยทยท ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (10) Sebagai pert i mbangan, dapat kami sampaikan b eberapa informasi tambahan sebagai berikut:
Identitas tambahan pemohon:
Visa:
.......................... .. ... (4) nomor paspor :
............................... (5) NPWP :
............................... (6) memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan menjadi subjek pajak dalam negeri yang dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sejak ................ (7) sampai dengan ................ (8). Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam I periode waktu sejak diterbitkannya Surat Persetujuan ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Surat Persetujuan ini, Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia sejak Tahun Pajak memanfaatkan P3B Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (le) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
.. .. ............. , ....... 20 .... (9) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kan tor .................................... (10) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERSETUJUAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor paspor Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan tanggal dimulainya status subjek pajak dalam negeri yang dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Diisi dengan tanggal berakhirnya status subjek pajak dalam negeri yang dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. B. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) Nomor:
................... (3) Hal Penolakan atas Permohonan Pengenaan Pajak Penghasilan Hanya atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh di Indonesia Yth ..................... (4) Menindaklanjuti permohonan Saudara Nomor ............... (5) tanggal (6) yang diterima pada tanggal ................. (7) atas nama Wajib Pajak: nama NPWP : ..................................... (8) : ..................................... (9) nomor paspor:
................................... (10) ditolak, dengan alasan .................................. (11) Demikian untuk dimaklumi. ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท , ....... 20 .... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (13) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan diterima lengkap. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan Nomor Paspor Wajib Pajak. Diisi dengan alasan penolakan permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN V PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18 /PMK . 03/2021 TENTANG PELAKSANMN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN PENGENMN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Contoh 1: Mr. MS merupakan seorang dosen biofisika asal Amerika Serikat. Pada tanggal 2 Januari 2021, Mr. MS datang ke Indonesia dan mengajar selama 6 (enam) bulan di salah satu sekolah menengah atas (SMA) internasional di Indonesia dalam rangka membantu persiapan lomba olimpiade fisika internasional. Pada tanggal 1 Juli 2021, Mr. MS menandatangani kontrak menjadi dosen biofisika di Universitas ABC di Indonesia selama 4 (empat) tahun. Mr. MS telah berniat untuk tinggal dan bekerja di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari. Mr. MS mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak di KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tempat tinggalnya pada tanggal 2 Januari 2021. Untuk Tahun Pajak 2021, Mr. MS memperoleh penghasilan dari 3 (tiga) sumber penghasilan, yaitu:
penghasilan dari kegiatan mengajar sebagai guru fisika di SMA internasional (kode ISCO /KBJI:
, yang tidak termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
penghasilan dari kegiatan mengajar sebagai dosen biofisika (kode ISCO /KBJI:
di Universitas ABC, yang termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan
penghasilan bunga obligasi perusahaan swasta dari Malaysia. Terhitung sejak tanggal 1 Juli 2021, Mr. MS telah memenuhi kriteria sebagai WNA dengan keahlian tertentu yang dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Untuk dapat menerapkan ketentuan tersebut, Mr. MS diwajibkan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri ini. Apabila permohonan ini disetujui oleh KPP tempat Mr. MS terdaftar, Mr. MS dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia terhitung sejak tanggal 2 Januari 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. Atas penghasilan bunga obligasi dari Malaysia, Mr. MS tidak dapat memanfaatkan P3B Indonesia dan Malaysia sejak diterbitkannya surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Apabila Mr. MS memanfaatkan P3B atas penghasilan bunga tersebut di tahun 2021, Mr. MS dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan luar Indonesia untuk Tahun Pajak 2021. Apabila permohonan Mr. MS tidak disetujui, Mr. MS dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan dari luar Indonesia. Contoh 2: Mr. AB merupakan warga negara Jepang. Pada tanggal 2 Januari 2018, Mr. AB menandatangani kontrak kerja selama 1 (satu) tahun dengan perusahaan konstruksi PT. DEF di Indonesia untuk menduduki jabatan sebagai manajer pengembangan bisnis (kode ISCO /KBJI:
. Mr. AB telah terdaftar di KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tempat tinggalnya pada tanggal 2 Januari 2018. Setelah kontrak berakhir, Mr. AB kembali ke Jepang dan menetap di sana. Mr. AB kembali ke Indonesia setelah menandatangani kontrak kerja yang baru dengan PT. DEF untukjabatan yang baru yaitu kepala proyek ahli teknik lapangan (kode ISCO /KBJI:
untukjangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal 1 April 2020 sampai dengan tanggal 31 Maret 2023. Untuk contoh di atas, Mr. AB memperoleh penghasilan dari 2 (dua) sumber penghasilan, yaitu:
penghasilan sebagai manaJer pengembangan bisnis PT. DEF (kode ISCO /KBJI:
, tidak termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan
penghasilan sebagai kepala proyek ahli teknik lapangan PT. DEF (kode ISCO/KBJI:
, yang termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. I www.jdih.kemenkeu.go.id Terhitung sejak tanggal 1 April 2020, Mr. AB telah memenuhi kriteria sebagai WNA dengan keahlian tertentu yang dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Untuk dapat menerapkan ketentuan tersebut, Mr. AB diwajibkan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri ini. Apabila permohonan ini disetujui oleh KPP tempat Mr. AB terdaftar, Mr. AB:
untuk Tahun Pajak 2020:
periode 1 April s.d. 1 November 2020, dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia clan dari luar Indonesia;
periode 2 November s.d. 31 Desember 2020, dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia;
Tahun Pajak 2021 : 1 Januari s.d. 31 Desember 2021 dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia;
Tahun Pajak 2022: 1 Januari s .d. 31 Desember 2022 dikenai PPh atas penghasilan yang diterima a tau diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Hal ini karena jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dihitung sejak Tahun Pajak 2018 sampai dengan Tahun Pajak 2021;
Tahun Pajak 2023: 1 Januari s. 31 Maret 2023 dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN VI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN DIVIDEN ATAU PENGHASILAN LAIN YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN Contoh 1: Tuan A memiliki 100% saham PT B yang berkedudukan di Indonesia. Pada tahun 2020, PT B membukukan Laba Setelah Pajak sebesar Rpl00.000.000,00 dan pada tanggal 1 Februari 2021 membagikan Dividen sebesar Rp20.000.000,00. Dividen sebesar Rpl5.000.000,00 diinvestasikan oleh Tuan A di dalam wilayah Indonesia. Besarnya Dividen Tuan A yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut:
Laba Setelah Pajak Rpl00.000.000,00 b. Dividen yang dibagikan Rp20.000.000,00 C. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia Rpl5.000.000,00 d. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia (b-c) Rp5.000.000,00 Dividen yang dikecualikan dari objek PPh sebesar Rp15.000.000,00 dan Dividen yang dikenai PPh sebesar Rp5.000.000,00. Contoh 2: PT C dan PT D masing-masing memiliki 0, 1 % saham Y Inc. (saham diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara V. Pada tahun 2020, Y Inc. membukukan Laba Setelah Pajak sebesar $100.000. Pada tanggal 1 Maret 2021 Y Inc.membagikan Dividen kepada PT C dan PT D masing-masing sebesar $10. PT C dan PT D menginvestasikan Dividen di Indonesia masing-masing sebesar $10 dan $7. Besarnya Dividen PT C dan PT D yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi Laba Setelah Pajak Y Inc.
Persen tase Kepemilikan C. Hak atas Laba Setelah Pajak d. Dividen yang dibagikan e. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia f. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia Dividen yang dikecualikan dari objek PPh:
PT C, sebesar $10;
PT D, sebesar $7. Dividen yang dikenai PPh:
PT C, sebesar $0 (tidak ada yang dikenai PPh);
PT D, sebesar $3. Contoh 3: PTC PTD (0, 1 %) (0, 1 %) $100.000 $100.000 0,1% 0,1% $100 $100 $10 $10 $10 $7 - $3 PT F memiliki 100% saham X Corp. (saham tidak diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara W. Pada tahun 2020, X Corp. membukukan Laba Setelah Pajak sebesar $100. Pada tanggal 10 Maret 2021:
X Corp. membagikan Dividen $50. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia se besar $30.
X Corp. membagikan Dividen $20. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia sebesar $20. Besarnya Dividen PT F yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi PTF PTF (Kasus a) (Kasus b) a. Laba Setelah Pajak X Corp. $100 $100 Kepemilikan 100% 100% C. Batasan Dividen yang seharusnya diinvestasikan $30 $30 (30% x Kepemilikan x Laba Setelah Pajak) d. Dividen dibagi $50 $20 e. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia $30 $20 f. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia $20 $0 J www.jdih.kemenkeu.go.id Dividen yang dikecualikan dari objek PPh:
Pf F (kasus a), se besar $30.
Pf F (kasus b), sebesar $20. Dividen yang dikenai PPh (selisih batasan 30% Laba Setelah Pajak dengan Dividen yang diinvestasikan):
Pf F (kasus a), sebesar $0 (tidak ada yang menjadi objek PPh);
Pf F (kasus b), sebesar $10 ($30-$20). Selisih bagian Laba Setelah Pajak dengan batasan Dividen yang seharusnya diinvestasikan:
Pf F (kasus a), sebesar $70; 2 . Pf F (kasus b), sebesar $70, tidak dikenai PPh. Contoh 4: Pada tahun 2021 Pf I (perusahaan jasa konstruksi) memperoleh penghasilan dari jasa konstruksi dari J Ltd. yang dilakukan di negara X (melalui bentuk usaha tetap) sebesar $100. Atas penghasilan tersebut:
Pf I menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $30, atau b. Pf I menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $20. Besarnya penghasilan konstruksi Pf I yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: lnformasi Pf I Pf I (Kasus a) (Kasus b) Penghasilan setelah pajak dari BUT $100 $100 b. Batasan 30% dari jumlah penghasilan $30 $30 setelah pajak C. Besarnya penghasilan setelah pajak yang $30 $20 diinvestasikan d. Besarnya penghasilan setelah pajak yang $70 $80 tidak diinvestasikan Penghasilan dari luar negeri melalui bentuk usaha tetap yang diterima Pf I yang dikecualikan dari obj ek PPh:
Pf I (kasus a), se besar $30;
Pf I (kasus b), sebesar $20. Penghasilan yang dikenai PPh:
Pf I (kasus a), sebesar $0;
Pf I (kasus b), sebesar $10 ($30 - $20). Selisih penghasilan setelah pajak dengan batasan 30% dari jumlah penghasilan:
PT I (kasus a), sebesar $70;
PT I (kasus b), sebesar $70, tidak dikenai PPh. Contoh 5: Pada tahun 2021 PT K memperoleh penghasilan dari jasa konstruksi dari L Ltd. yang dilakukan di negara Y (tanpa melalui bentuk usaha tetap) sebesar $100, dengan jangka waktu pekerjaan yang belum melebihi time test. Atas penghasilan tersebut:
PT K menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $100, atau b. PT K menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $70. Besarnya penghasilan konstruksi PT K yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi PTK PTK (Kasus a) (Kasus b) Penghasilan tidak melalui BUT $100 $100 b. Besarnya penghasilan tidak melalui BUT $100 $70 yang diinvestasikan C. Besarnya penghasilan tidak melalui BUT $0 $30 yang tidak diinvestasikan Penghasilan dari luar negen tidak melalui BUT yang diterima PT K yang dikecualikan dari objek PPh:
PT K (kasus a), se besar $100;
PT K (kasus b), sebesar $70. Penghasilan yang dikenai PPh:
PT K (kasus a), sebesar $0.
PT K (kasus b), sebesar $30 ($100 - $70) Contoh 6: PT M memiliki 0,2% saham Y Inc. (saham diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara X. Tanggal 1 April 2021 Y Inc. membagikan Dividen kepada PT M sebesar $180. PT M menginvestasikan Dividen di Indonesia se besar $150. Besarnya Dividen PT M yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh:
Dividen yang diterima PT M $180 b. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia $150 C. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia $30 I www.jdih.kemenkeu.go.id Dividen PT M yang dikecualikan dari objek PPh sebesar $150 . Dividen PT M yang dikenai PPh se besar $30. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN VII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK IN D ONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMULIR LAPORAN REALISASI INVESTASI LAPORAN REALISASI INVESTASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini: nama Wajib Pajak :
.... . .................... .... ... . ............. .. (1) NPWP alamat periode Tahun Pajak : ................. ... . ....... .. .... . ............ ... (2) : . ................................................. (3) : .. ... ... .......... . ....... .. ... ... . ............... (4) menyampaikan laporan realisasi investasi dengan informasi sebagai berikut:
Dividen atau Penghasilan Lain No . 1 2 Jenis dan Pemberi Penghasil an (5) Dividen dari Dalam Negeri PT .. .
PT ... . Dividen dari Luar Negeri 1. Saham di Bursa Efek a . ... . b . .... . 2 . Saham tidak di Bursa Efek Laba Proporsi Setelah Kepemilikan Pajak Saham (6) (7) Tanggal Jumlah Jumlah Diterima/ Dividen yang Dividen/ Diperoleh Dibagikan/ Penghasilan Dividen/ Nilai lain yang Penghasilan Penghasilan Diinvestasikan Lain Lain (10) (8) (9) a..... b .... . . 3 Penghasilan setelah Pajak dari Luar Negeri (BUT) 4 Penghasilan dari luar negeri (non BUT) Jumlah Investasi No Tanggal investasi (11) Bentuk investasi (12) Nilai investasi (13) 1 2 Jumlah Demikian laporan ini saya sampaikan dengan sebenarnya .
.. . ..... , ... . ............... 20 .. (14) ttd .
............... ... .................. (15) Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) - 191 - PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR LAPORAN REALISASI INVESTASI Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan alamat Wajib pajak. Diisi dengan tahun periode pelaporan (2021, 2022, dan seterusnya). Diisi dengan jenis penghasilan (Dividen dari dalam atau luar negeri, penghasilan setelah pajak dari suatu BUT, penghasilan dari luar negeri tanpa melalui BUT). Diisi dengan nilai Laba Setelah Pajak (untuk Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak yang berasal dari luar negeri dari suatu BUT). Diisi dengan proporsi kepemilikan saham (untuk Dividen dari luar negeri) . Diisi dengan tanggal diterima atau diperoleh Dividen dari dalam atau luar negeri, penghasilan setelah pajak dari suatu BUT, penghasilan dari luar negeri tanpa melalui BUT. Diisi dengan jumlah Dividen yang dibagikan a tau nilai penghasilan lain. Diisi dengan jumlah Dividen atau penghasilan lain yang diinvestasikan. Diisi dengan tanggal investasi. Diisi dengan bentuk investasi sesua1 kriteria bentuk. Diisi dengan nilai investasi. Diisi dengan tempat dan tanggal laporan. Nomor (15) Diisi dengan nama Wajib Pajak yang membuat laporan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN VIII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENYAMPAIAN LAPORAN REALISASI INVESTASI Tuan A memiliki 100% saham PT XYZ. Pada tahun 2019, PT XYZ membukukan Laba Setelah Pajak sebesar Rpl00.000.000,00. Pada tanggal 3 November 2020 PT X membagikan Dividen 30% dari Laba Setelah Pajak. Dividen sebesar Rp30.000.000.00 diinvestasikan oleh Tuan A di dalam wilayah Indonesia pada tanggal 10 Maret 2021. Atas Dividen yang diterima Tuan A sebesar Rp30.000.000,00 dapat dikecualikan dari objek PPh. Ketentuan penyampaian laporan investasi Tuan A sebagai berikut:
Tuan A paling lambat melakukan investasi di Indonesia pada akhir bulan Maret tahun 202
J angka waktu investasi Tuan A paling singkat selama 3 Tahun Pajak, dimulai sejak tanggal 3 November 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 202
Tuan A menyampaikan laporan realisasi investasi untuk periode: a) pertama, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2021 (periode 3 November 2020 s.d. 31 Desember 2020); b) kedua, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2022 (periode 1 Januari 2021 s.d. 31 Desember 2021); c) ketiga, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2023 (periode 1 Januari 2022 s.d. 31 Desember 2022). MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd . LAMPIRAN IX PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor Lampiran Hal : ............................... (1) : ............................... (3) : Permohonan Surat Keterangan tidak Dilakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Yth. Direktur Jenderal Pajak ......... ' ................... (2) u.b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ............................... (4) ......................................................... (5) Yang bertanda tangan di bawah ini: nama .................................................. (6) NPWP alamat (7) (8) dengan m1 mengajukan permohonan surat keterangan tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh untuk penghasilan atau transaksi sesuai Pasal 45 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Wajib Pajak ............................... (9) ยท PETUNJUK PENGISIAN FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Diisi dengan nomor permohonan BPKH. Diisi dengan tempat dan tanggal permohonan dibuat. Diisi dengan jumlah lampiran . Diisi dengan KPP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan alamat KPP tern pat BPKH terdaftar. Diisi dengan nama atau identitas BPKH. Diisi dengan NPWP BPKH. Diisi dengan alamat BPKH. Diisi dengan nama dan tanda tangan BPKH atau wakil/kuasa BPKH. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN X PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor ............................... (3) Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa Wajib Pajak: nama NPWP alamat : .................................... (4) : ........................ . ........... (5) : .................................... (6) dikecualikan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas:
Imbal hasil dari giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Imbal hasil dari obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia.
Dividen yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri atau penghasilan lain berupa penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap maupun I tidak melalui bentuk usaha tetap di luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh dari pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif (KIK) yang dapat berupa imbal hasil dari reksadana syariah, KIK efek beragun aset, KIK dana investasi real estat, KIK dana investasi infrastruktur, dan/atau KIK berdasarkan prinsip syariah sejenis, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pembelian emas batangan atau rekening emas yang dikelola lembaga keuangan syariah. Surat Keterangan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan. Demikian untuk dipergunakan seperlunya .
................. , ....... 20 .... (7) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (8) I www.jdih.kemenkeu.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan KPP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama atau identitas BPKH. Diisi dengan NPWP BPKH. Diisi dengan alamat BPKH. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Contoh 1: LAMPIRAN XI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGGUNAAN SISA LEBIH Yayasan Pelestarian Lingkungan HIS merupakan badan nirlaba yang memperoleh sisa lebih sebesar Rp80.000.000,00 pada tahun 2019. Sisa lebih tersebut ditanamkan dalam sarana dan prasarana sesua1 ketentuan sebesar Rp60.000.000,00, sedangkan sisanya Rp20.000.000,00 ditanamkan dalam dana abadi dalam waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Dengan demikian sisa le bih tahun 2019 yang diterima a tau diperoleh oleh Yayasan HIS dapat dikecualikan sebagai objek PPh karena yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana sesuai ketentuan sebesar 75% atau memenuhi paling sedikit 25% dari jumlah sisa lebih, sedangkan sisa lebih sebesar Rp20.000.000,00 ditempatkan sebagai dana abadi. Contoh 2: Apabila dalam contoh Yayasan HIS di atas, jumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana dalam waktu 4 (empat) tahun sejumlah Rp16.000.000,00, sisa le bih tahun 2019 yang diterima a tau diperoleh oleh Yayasan HIS tidak dapat dikecualikan sebagai objek PPh, karena jumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana sebesar 20% atau lebih kecil dari 25% dari jumlah sisa lebih. Contoh 3: Apabila dalam contoh Yayasan HIS di atas, jumlah yang dialokasikan dalam bentuk sarana dan prasarana dalam waktu 4 (empat) tahun sejumlah Rp20.000.000,00, ditempatkan dalam dana abadi sejumlah Rp50.000.000,00 dan digunakan untuk selain sarana dan prasarana maupun dana abadi sejumlah Rpl0.000.000 , 00, sisa lebih tahun 2019 sejumlah Rpl0.000.00,00 tidak dapat I www.jdih.kemenkeu.go.id dikecualikan sebagai objek PPh karena meskipunjumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana memenuhi paling sedikit 25% darijumlah sisa lebih, namun terdapat sisa lebih sejumlah Rpl0.000.000,00 yang tidak ditanamkan dalam sarana dan prasarana serta tidak ditempatkan dalam dana abadi. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 / PMK.03 / 2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PELAPORAN SISA LEBIH Pada Tahun Pajak 2019 sampai dengan 2022 Wajib Pajak Yayasan Sejahtera yang penyelenggaraan kegiatan sosialnya telah mendapat izin dari dinas sosial setempat memperoleh sisa lebih sebagai berikut:
Tahun Pajak 2019 sebesar Rp500 . 000.000,00;
Tahun Pajak 2020 sebesar Rp600 . 000.000,00;
Tahun Pajak 2021 sebesar Rp400.000.000,00; dan 4 . Tahun Pajak 2022 sebesar Rpl00.000.000,00. Sisa lebih tersebut ditanamkan kembali da l am bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pend i dikan dan/atau penelitian dan pengembangan dengan rincian sebagai berikut: Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2019 s . d. 2021 Sisa Lebih yang Penggunaan Sisa Lebih Penggunaan Sisa Lebih Diterima/ Diperoleh Tahun Jumlah Tahun Jumlah Sisa (Rp) Lebih yang Digunakan (Rp) 2019 500 . 000 . 000 2022 200.000.000 Di tanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 2022 100 . 000.000 Diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain sesuai ketentuan 2022 200 . 000 . 000 Dialokasikan dalam bentuk dana abadi sesuai ketentuan 2020 600.000 . 000 2022 240.000.000 Ditanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 2024 200.000 . 000 Dia l okasikan dalam bentuk dana abadi sesuai ketentuan 2024 160 . 000 . 000 Pengadaan sarana dan prasarana untuk fasilitas umum sesuai ketentuan 2021 400. 000. 000 2022 100 . 000 . 000 Ditanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 300.000.000 Belum ditanamkan dalam sarana dan prasana 2022 100. 000. 000 Belum ditanamkan dalam sarana dan prasana Contoh penghitungan dan format Laporan Penggunaan Sisa Lebih yang harus disampaikan sebagai Lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun 2022: Laporan Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2022 Penyediaan Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan Sisa Lebih dan/atau Penelitian dan Pengembangan , Alokasi ke Tahun untuk Bentuk dalam dana abadi atau Pemberian Sisa Lebih untuk Pajak Ditanamkan Penanaman Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan lain Kembali Sisa Lebih ) Selama 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun ke -1 ke-2 ke -3 ke -4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2019 500.000.000 Sarpras - - 200.000 . 000 - digunakan sendiri Sarpras - - 100.000 . 000 - diberikan ke pad a Badan/Lem - baga lain Ditanamkan - - 200 . 000.000 dalam dana abadi 2020 600.000.000 Sarpras - 240.000.000 - - digunakan sendiri Ditanamkan - - - 200.000.000 dalam dana abadi Pengadaan 160.000.000 sarpras untukfasum 2021 400.000.000 Dita namkan 100.000 . 000 - - - dalam Sarpras 2022 100.000.000 - - - - Tot al Sisa Lebih yang masih dapat ditanamkan kembali ( ................................ ) Pimpinan Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan Disetujui oleh Disusun oleh: ( ................................ ) Sisa Lebih yang Melewati Sisa Lebih Jangka Jumlah yang Belum Waktu Penggunaan Sisa Ditanamkan Pen ana man Lebih Kembali Kembali dalam Jangka Waktu 4 Tahun (Rp) (Rp) (Rp) (8) =(4)+(5)+(6)+(7) (9) = (2)-(8) (10) - - - - - - 500.000.000 - - - - - - - - 600.000.000 - - 100.000.000 300.000 . 000 - - 100.000.000 - 400.000.000 - ) 400.000.000 ( ............................. .. ) Pejabat Instansi Pemerintah terkait) Keterangan: *) Diisi sesuai penggunaan sisa lebih: sarana dan prasarana yang digunakan sendiri; sarana dan prasarana yang diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain; sarana dan prasarana untuk fasilitas umum ; atau ditanamkan dalam dana abadi. ** ) Sisa lebih yang masih dapat ditanamkan kembali sejumlah Rp400.000.000 , 00 dapat digunakan pada tahun 2023 dan tahun-tahun berikutnya sesuai ketentuan . ***) Jika ditanamkan dalam Dana Abadi MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XIII PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PM K.03 / 2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN JUMLAH SISA LEBIH DALAM HAL TERDAPAT SISA LEBIH YANG TIDAK DIGUNAKAN SESUAI DENGAN KETENTUAN Jika dalam Lampiran XII terdapat sisa lebih tahun 2020 seluruhnya ditanamkan dalam dana abadi, jumlah sisa lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu sebesar 25% dari jumlah sisa lebih yang seharusnya ditanamkan dalam bentuk sarana dan prasarana. Contoh pelaporannya: Laporan Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2022 Penyed i aan Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembanguna n dan Sisa Lebih Pengadaan Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan Sisa Lebih Sisa Lebih untuk Sentuk dan/atau Penelitian dan Pengembangan, Al okasi ke Jumlah ya ng Belum Tahun Ditanamkan dalam dana abadi atau Pemberian Sisa Lebih untuk Penggunaan Sisa Ditanamkan ya n g Tida k penanaman Pajak Kembali si sa l eb ih Sadan atau lembaga sosia l dan/atau keagamaan lain Selama 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2019 500.000.000 Sarpras - - 200.000.000 digunakan sendiri Sa rpras - - 100 . 000.000 diberikan kepada Sadan/Lem - baga l ain Ditanamkan - - 200.000.000 dalam dana abadi 2020 600.000.000 Ditanamkan - *) 240.000.000 360.000 . 000 dalam dana abadi 2021 400.000.00 0 Ditanamkan 100.000.000 - - dalam - Sarpras 2022 100.000.000 - - - Total Sisa Lebih ya ng masih dapat ditanamkan kembali (a) - (b) ( ... ........ .. ................... ) Pimpinan Badan atau Lembaga Disetujui oleh Disusun oleh: ( .................................. ) - - - - - Lebih Kembali Sesuai Ketentuan (Rp) (Rp) (Rp) (8) - (4)+(5)+(6)+(7) (9) - (2) - (8) (10) - - - - - - 500.000 . 000 - - 600.000.000 - 150 . 000 . 000 100.000.000 30 0 .0 00.000 - - 100.000.000 - (a) (b) 400.000.000 150.000.000 *) 250 . 000 . 000 ( .............. .. ..... ... ....... ) Pejabat Instansi Pemerintah terkait ** ) Keterangan: *l apabila pada tahun 2022 ยท dari sejumlah Rp240.000.000,00 yang bersumber dari sisa lebih Tahun Pajak 2020, terdapat sejumlah Rpl00.000.000,00 yang digunakan ti dak sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sisa Lebih yang Diterima Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan, dana abadi sejumlah Rpl00 . 000.000,00 menjadi objek PPh pada Tahun Pajak 2022 sebagai koreksi fiskal. ** l sisa lebih Tahun Pajak 2020 sejumlah Rp150.000.000 , 00 yang tidak digunakan sesuai ketentuan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih, diakui sebagai objek PPh pada 31 Desember 2024 dan dilaporkan sebagai penghasilan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan 2024 sebagai koreksi fiskal. ***) Jika ditanamkan dalam Dana Abadi 31 - 12-2024 ... tahun ke-1 tahun ke-2 tahun ke-3 tahun ke-4 ' ' Ir (sisa lebih) 31-12-2020 30-12-2021 30-12-2022 30-12-2023 30-12-2024 sisa lebih Tahun Pajak 2020 diterima/diperoleh pada 31-12-2020 , periode pembangunan atau pengadaan sarana dan prasarana selama 4 (empat) tahun dihitung sejak 31-12-2020: o Tahun ke-1: 31-12-2020 s.d. 30-12-2021 o Tahun ke-2 : 31-12-2021 s.d . 30-12-2022 o Tahun ke-3: 31-12-2022 s.d. 30-12-2023 o Tahun ke-4: 31-12-2023 s .d . 30-12-2024 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd . SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XIV PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGHITUNGAN PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK MASUKAN KE KAS NEGARA Contoh 1: Pada tanggal 2 Januari 2021, PT A dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, PT A melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rp 100.000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, PT A mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00.000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 10 Oktober 2021, PT A melakukan pembelian sarung sebesar Rp200 . 000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 PT A melaporkan Pajak Masukan sebesar Rp20.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rpl00.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp120.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 12 November 2021, PT A melakukan penyerahan BKP berupa sarung sebesar Rp300.000.000,00. Pada Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 PT A melaporkan Pajak Keluaran sebesar Rp30.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rp120.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 (Rp30.000.000,00 - Rp120.000.000,00) dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada Masa Pajak Desember 2021, jumlah lebih bayar sebesar Rp90.000 . 000 , 00 telah dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh Pf A serta atas permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut telah diterima oleh Pf A. Sampai dengan Masa Pajak Desember 2026, Pf A belum melakukan penyerahan alas kaki yang dihasilkan dengan mesin yang telah dibeli terse but dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Desember 2026 yang menyatakan nihil. Mengingat sampai batas waktu 5 (lima) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan, yakni Masa Pajak Desember 2026, Pf A belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka Pf A wajib membayar kembali ke kas negara paling lambat pada tanggal 31 Januari 2027 sebesar Rpl00.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Rp90 . 000.000,00 merupakan kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Desember 2021 yang telah diterima oleh Pf A; dan
Rpl0.000 . 000,00 merupakan Pajak Masukan atas perolehan mesin yang telah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak November 2021. Contoh 2: Pada tanggal 2 Januari 2021, Pf B dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, Pf B melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rpl00.000.000,00 . Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, Pf B mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00.000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya . Pada tanggal 10 Oktober 2021, Pf B melakukan pembelian sarung sebesar Rp200 . 000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 Pf B melaporkan Pajak Masukan sebesar Rp20.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rpl00.000 . 000 , 00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp120.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 12 November 2021, PT B melakukan penyerahan BKP berupa sarung sebesar Rp300.000.000,00. Pada Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 PT B melaporkan Pajak Keluaran sebesar Rp30.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rp120.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 (Rp30.000.000,00 - Rp120.000.000,00) dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Sampai dengan Masa Pajak Desember 2026, PT B belum melakukan penyerahan alas kaki yang diproduksi dengan mesin yang telah dibeli tersebut dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Desember 2026 yang menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak Januari 2027. Mengingat sampai batas waktu 5 (lima) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan, yaitu Masa Pajak Desember 2026, PT B belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka:
nilai lebih bayar pada Masa Pajak Desember 2026 sebesar Rp90.000.000,00 tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak Januari 2027 dan tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak; dan
PT B wajib membayar kembali sebesar Rpl0.000.000,00 yang merupakan Pajak Masukan atas perolehan mesm yang telah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak November 2021. Contoh 3: Pada tanggal 2 Januari 2021, PT C dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, PT C melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rp 100. 000. 000, 00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, PT C mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00 . 000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada Masa Pajak Desember 2021, jumlah lebih bayar sebesar Rpl00.000.000,00 dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh PT C serta atas permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut telah diterima oleh PT C. Pada akhir bulan Maret 2022, PT C melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha dan sampai dengan Masa Pajak Maret 2022 tersebut PT C belum melakukan penyerahan alas kaki yang dihasilkan dengan mesin yang telah dibeli tersebut. Mengingat sampai saat pembubaran (pengakhiran) usaha PT C belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka PT C wajib membayar kembali ke kas negara atas kelebihan pembayaran pajak yang telah diterima sebesar Rpl00.000.000,00 paling lama pada tanggal 30 April 2022. B. PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAPORKAN PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK MASUKAN KARENA BELUM MELAKUKAN PENYERAHAN SETELAH JANGKA WAKTU TERTENTU BERAKHIR 1. Pembayaran kembali Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 (induk) bagian IV Pembayaran Kembali Pajak Masukan bagi PKP Gagal Berproduksi, dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:
Kolom A. PPN yang wajib dibayar kembali Diisi dengan nilai pembayaran yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pembayaran kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan.
Kolom B. Dilunasi Tanggal Diisi dengan tanggal pembayaran pada Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan format dd-mm-yyyy. c. Kolom NTPN Diisi dengan NTPN yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan.
Petunjuk peng1s1an selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XV PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILA! DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA PKP EFG baru menerima Faktur Pajak atas perolehan BKP tertanggal 8 Agustus 2021 dari PKP HIJ pada tanggal 14 Desember 2021. Perolehan BKP tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha PKP EFG. PKP EFG telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, dan Oktober 2021. PKP EFG belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021. PKP EFG belum membebankan sebagai biaya dan tidak menambahkan (mengapitalisasikan) dalam harga perolehan BKP. Pajak Masukan atas perolehan BKP yang Faktur Pajaknya tertanggal 8 Agustus 2021 tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran oleh PKP EFG melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, atau Oktober 2021, atau melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG TERCANTUM DALAM FAKTUR PAJAK YANG DIBUAT DENGAN MENCANTUMKAN IDENTITAS PENGUSAHA KENA PAJAK ORANG PRIBADI SELAKU PEMBELI BARANG KENA PAJAK ATAU PENERIMA JASA KENA PAJAK BERUPA NAMA, ALAMAT, DAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN Tuan G telah dikukuhkan sebagai PKP pada KPP Pratama SUB. Tuan G melakukan pembelian barang elektronik dari PT H dan PT H membuat Faktur Pajak pada tanggal 1 7 Desember 2021 dengan mencantumkan nomor induk kependudukan Tuan G. Berdasarkan contoh di atas, Tuan G selaku pembeli BKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan identitas pembeli berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan Tuan G sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK PT IJK merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan garmen. Selama tahun 2019, PT IJK membukukan total peredaran bruto sebesar Rp4 . 500.000.000,00 sehingga PT IJK belum wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. PT IJK membukukan total peredaran bruto periode tanggal 1 Januari 2020 sampai dengan 7 Mei 2020 sebesar Rp4.800.000.000,00, sehingga PT IJK seharusnya melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama tanggal 30 Juni 2020. PT IJK baru melaporkan usahanya un tuk dikukuhkan se bagai PKP pada tanggal 19 Oktober 2020. Pada tanggal 18 Februari 2022, KPP Pratama OPQ melakukan pemeriksaan PPN terhadap PT IJK untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2020. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak menemukan data sebagai berikut:
peredaran bruto PT IJK untuk tahun buku 2020 yaitu sebesar Rpl0.000.000.000,00;
penyerahan garmen sejak PT IJK dikukuhkan sebagai PKP (tanggal 19 Oktober 2020) sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 yaitu sebesar Rpl.700.000 . 000,00; dan
penyerahan garmen oleh PT IJK untuk periode sejak PT IJK seharusnya dikukuhkan sebagai PKP yaitu tanggal 30 Juni 2020 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2020 yaitu sebesar Rp2.500.000.000,00. Penghitungan Pajak Masukan atas penyerahan garmen sebelum PT IJK dikukuhkan sebagai PKP yaitu: Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut: (Rp2.500.000.000,00 x 10%) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan: (Rp250.000.000,00 x 80%) Jumlah PPN kurang bayar Rp250.000.000,00 Rp200.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 i www.jdih.kemenkeu.go.id B. CONTOH DAN PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGKREDITKAN PAJAK MASUKAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK 1. Kolom Masa:
d. Diisi dengan:
Masa Pajak terakhir dalam suatu tahun buku sebelum tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan; atau
Masa Pajak terakhir sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dalam tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan. Contoh: PT D dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 April 2020. Periode tahun buku PT D adalah Januari sampai dengan Desember. Diketahui bahwa ternyata PT D seharusnya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada Masa Pajak Agustus 2018. PT D dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebelum PT D dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut sejak Masa Pajak Agustus 2018. Petunjuk pengisian kolom Masa Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN PT D yaitu sebagai berikut:
untuk Masa Pajak Agustus sampai dengan Desember 2018, diisi dengan 12 s.d. 12 - 2018;
untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2019, diisi dengan 12 s.d. 12 - 2019; dan
untuk Masa Pajak Januari sampai dengan April 2020, diisi dengan 03 s.d. 03 - 2020. Catatan: Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan tanggal 1 sampai dengan 14 April 2020 dilaporkan di Masa Pajak Maret 2020.
Pelaporan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111. Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB dengan mengikuti petunjuk pengisian sebagai berikut:
Pajak Keluaran dilaporkan secara digunggung dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB bagian I.B.2 Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung; dan b. Pajak Masukan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB bagian III.B.3 Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagai penambah (pengurang) Pajak Masukan, sebesar 80% dari Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada huruf Contoh: Diketahui data PT D sebagaimana dimaksud dalam contoh pada angka 1 sebagai berikut: Total Penyerahan Penyerahan Penyerahan Deemed Barang Jasa Setelah Setelah Pajak Pajak No. Masa Pajak Setelah Dikurangi Dikurangi Keluaran Masukan Dikurangi Pembatalan Retur/ (Rupiah) (Rupiah) Retur (Rupiah) (Rupiah) Pembatalan (Rupiah) (1) (2) (3) (4) (5) = (3) + (4) (6) = 10% X (5) (7) = 80% X (6) Agustus s.d. 1 Desember 2.500.000 . 000 100.000.000 2. 600.000.000 260 . 000.000 208.000.000 2018 Januari s.d. 2 Desember 6.000.000.000 200.000.000 6.200 . 000.000 620.000.000 496.000.000 2019 Januari s .d. 3 April2020 1.500.000.000 0 1.500 . 000 . 000 150.000.000 120.000.000 (1 Januari s.d. 14 April 2020) Berdasarkan data tersebut:
bagian I.B.2 Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: kolom DPP diisi 2.600.000.000; kolom PPN diisi 260.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: kolom DPP diisi 6.200.000.000; kolom PPN diisi 620.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: kolom DPP diisi 1.500.000.000; kolom PPN diisi 150.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
bagian 111.B.3 Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan sebagai Penambah (Pengurang) Pajak Masukan diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018, kolom PPN diisi 208.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019, kolom PPN diisi 496.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020, kolom PPN diisi 120.000.000.
Pelaporan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM. Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM pada Formulir 1111 DM dengan mengikuti petunjuk pengisian sebagai berikut:
Bagian Identitas Pada pilihan D Berdasarkan Peredaran U saha a tau D Berdasarkan Kegiatan Usaha, diisi dengan memberikan tanda silang (X) pada D Berdasarkan Kegiatan U sah
Bagian I Penyerahan Barang dan Jasa 1) Bagian I.A Penyerahan Barang Diisi dengan jumlah seluruh penyerahan barang dikurangi dengan retur barang yang diterima.
Bagian I.B Penyerahan Jasa Diisi dengan jumlah seluruh penyerahan Jasa dikurangi dengan pembatalan jasa.
Bagian I.C Jumlah (I.A+ I.B) Diisi dengan jumlah penyerahan barang dan jasa dari bagian I.A+ LB. Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada angka 2, bagian I Penyerahan Barang dan Jasa diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian I .A Penyerahan Barang diisi 2. 500. 000. 000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 100.000.000; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 2.600.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian I.A Penyerahan Barang diisi 6.000.000.000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 200.000.000; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 6.200.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: bagian I.A Penyerahan Barang diisi 1.500.000.000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 0; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 1.500.000.000.
Bagian II Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar 1) Bagian II.A Pajak Keluaran a) Bagian II.A.1 Penyerahan Barang = 10% xjumlah pada I.A Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran untuk barang yang merupakan hasil dari jumlah penyerahan barang pada bagian I.A dikalikan dengan 10% (sepuluh persen). b) Bagian II.A.2 Penyerahan Jasa = 10% xjumlah pada I.B Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran untuk jasa yang merupakan hasil dari jumlah penyerahan jasa pada bagian I.B dikalikan dengan 10% (sepuluh persen). c) Bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran dari bagian II.A.1 + II.A.2. Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada huruf b, bagian II.A Pajak Keluaran diisi se bagai beriku t: a) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian II .A.1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 250.000.000; bagian II .A. 2 Penyerahan J asa = 10% x jumlah pada I.B diisi 10.000.000; bagian II .A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 260.000.000; b) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian II .A. 1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 600.000.000; bagian II.A.2 Penyerahan Jasa = 10% x jumlah pada LB diisi 20 . 000.000; bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 620.000.000; c) untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020 : bagian II .A .1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 150.000.000; bagian II .A.2 Penyerahan Jasa = 10% x jumlah pada LB diisi 0; bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 150.000.000.
Bagian II.C Pajak Masukan yang dapat dikreditkan a) Bagian II.C. l Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 Kolom persentase diisi 80. Kolom PPN diisi nilai hasil penghitungan 80% dari Pajak Keluaran pada bagian II.A. l . b) Bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % xjumlah pada II.A.2 Kolom persentase diisi 80. Kolom PPN diisi nilai hasil penghitungan 80% dari Pajak Keluaran pada Bagian II.A.2. c) Bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C. Diisi dengan jumlah Pajak Masukan yang dapat Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada huruf c, bagian II.C Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diisi sebagai berikut : a) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian II. C .1 Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 200.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 8.000.000; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 208.000.000; b) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian II.C. l Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 480.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 16.000.000; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 496.000.000; c) untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: bagian II. C .1 Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 120.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 0; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 120.000.000.
Bagi PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111, petunjuk pengisian selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Bagi PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM, petunjuk pengisian selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat ~ Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SP'f Masa PPN) bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan . MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVIII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DILAPORKAN DALAM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBERITAHUKAN DAN/ATAU DITEMUKAN PADA WAKTU DILAKUKAN PEMERIKSAAN Contoh 1: PT L merupakan badan usaha yang bergerak dalam industri manufaktur otomotif. PT L telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2016. Pada bulan Agustus 2020, KPP Madya PQR melakukan pemeriksaan lapangan terhadap PT L atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januar i sampai dengan Desember 2018 . Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, PT L memberitahukan Faktur Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Februari 2018 kepada pemeriksa pajak dengan menyampaikan dokumen bukti pungutan PPN berupa Faktur Pajak dimaksud. Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa pajak kepada PT L pada tanggal 20 Oktober 2020 dan ketetapan pajak diterbitkan oleh KPP Madya PQR pada tanggal 30 November 2020. Berdasarkan hal tersebut, Pajak Masukan yang diberitahukan oleh PT L tidak dapat dikreditkan karena surat pemberitahuan hasil pemeriksaan telah disampaikan kepada PT L sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mulai berlaku (tanggal 2 November 2020) . Contoh 2: PT M merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan peralatan kantor. PT M telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2017. KPP Pratama TUV, tempat PT M terdaftar, melakukan peme r iksaan lapangan terhadap PT M atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2019 di bulan Oktober 2021. Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, I pemeriksa pajak menemukan Faktur Pajak dengan identitas pembeli atas nama PT M pada Masa Pajak Juli 2019, namun belum pernah dilaporkan oleh PT M sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam suatu Masa Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa pajak memperhitungkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang ditemukan tersebut sebagai Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN XIX PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN YANG DITAGIH DENGAN PENERBITAN KETETAPAN PAJAK PT N merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan mainan. PT N telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2018. Dalam melakukan usahanya, PT N diwajibkan membayar royalti kepada O Ltd. yang berlokasi di Negara Jepang. Royalti tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha PT N. Berdasarkan kontrak antara PT N dan O Ltd., pembayaran royalti dilakukan setiap bulan paling lama tanggal 5 (lima). Pada tanggal 5 November 2019, PT N melakukan pembayaran royalti namun belum melakukan pemungutan dan penyetoran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud tersebut. Pada tanggal 20 Agustus 2020, KPP Pratama XYZ menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud yang belum dipungut sebesar Rpl.180.000.000,00 yang terdiri dari pokok pajak sebesar Rpl.000.000.000,00 dan sanksi administrasi sebesar Rp180.000.000,00. PT N menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan tidak melakukan upaya hukum atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dimaksud. PT N melakukan pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 7 September 2020 sebesar Rp500.000.000,00 dan tanggal 10 November 2020 sebesar Rp680.000.000,00. Berdasarkan contoh di atas, PT N telah melakukan pelunasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 10 November 2020 sehingga pokok pajak sebesar Rpl.000.000.000,00 dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan pada Masa Pajak November 2020 atau pada Masa Pajak berikutnya yaitu Masa Pajak Desember 2020, Januari 2021, atau Februari 2021. B. PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGKREDITKAN PAJAK MASUKAN YANG DITAGIH DENGAN PENERBITAN KETETAPAN PAJAK Bagi PKP pembeli BKP dan/atau penenma JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean , yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok PPN yang tercantum dalam ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan . Pajak Masukan dimaksud dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
Untuk ketetapan pajak yang terkait dengan impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/ a tau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilaporkan dalam Formulir 1111 B Apabila pelaporan dalam Formulir 1111 B 1 dimaksud belum dapat dilakukan pada aplikasi yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Masukan dilaporkan dalam Formulir 1111 B2.
Untuk ketetapan pajak yang terkait dengan perolehan BKP dan/atau JKP, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilaporkan dalam Formulir 1111 B
Dalam hal Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut dilaporkan dalam Formulir 1111 B MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ' ttd .
SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XX PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPIB) Menimbang Mengingat KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ......... . ......... .... (1) TENTANG PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ................... . (2) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, : a. bahwa berdasarkan surat permohonan .................... (3) nomor ....... .... . .......... (4) tanggal ....................... (5) mengenai pemberian imbalan bunga ;
bahwa berdasarkan penelitian sehubungan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Wajib Pajak bersangkutan berhak menerima imbalan bunga sesua1 Pasal ............. . (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
bahwa berdasarkan pertimbangan se bagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pemberian Imbalan Bunga kepada ............ . ...... (7); : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 I Menetapkan PERTAMA Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor ... , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ... );
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ............... ................. (8) Memberikan imbalan bunga kepada: Nama Wajib Pajak :
......... . ...................................... (9) Alamat :
.............................................. (10) NPWP :
........ .. .. . ................................. (11) NOP :
........................................... ... (12) Alamat Objek Pajak :
.............................................. (13) Jenis Pajak :
.. .. .......................................... (14) KEDUA KETIGA KEEMPAT Masa/Tahun*)Pajak :
.............................................. (15) Sejumlah Terbilang : Rp .......................................... . (16) : ....... ....... .......... ..... .............. .... (17) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA diberikan berkenaan dengan .. . .............. (18) Masa/Tahun*) Pajak .......... .. (19) sesuai Pasal ............ (20) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 disampaikan kepada:
........................... (21) Ditetapkan di ........................... (22) pada tanggal ............................ (23) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK. ..... (24), ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท ยทยท ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(25) PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPIB) Nomor (1) Nomor (2) dan (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7), (8), dan (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Diisi dengan nomor surat keputusan. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan tanggal surat permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan Pasal yang sesuai, yaitu Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), Pasal 27B ayat (1), atau Pasal 27B ayat (3) Undang-Undang KUP. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan Nomor Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan alamat Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan jenis pajak yang diberikan imbalan bunga. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pajak. Diisi dengan jumlah Rupiah imbalan bunga yang diberikan. Diisi dengan jumlah terbilang imbalan bunga yang di berikan. Diisi dengan alasan penerbitan SKPIB sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), Pasal 27B ayat (1), atau Pasal 27B ayat (3) Undang-Undang KUP. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pajak. Diisi dengan Pasal Undang-Undang KUP yang mendasari alasan pada Nomor (18). Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) *) Keterangan: Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nama kota tempat diterbitkan surat keputusan. Diisi dengan tanggal diterbitkan. surat keputusan Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan surat keputusan. Diisi dengan nama dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi salah satu yang sesuai. Surat keputusan terse but dibuat/ dicetak dalam 2 (dua) rangkap, yang peruntukannya sebagai berikut:
. : โข . untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; dan untuk arsip KPP . MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XXI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN SKPIB TIDAK DITERBITKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) ....... ... . .................................................. (2) Nomor Sifat Hal : ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (3) : Segera : Pemberitahuan SKPIB Tidak Diterbitkan Yth .......................... .. (5) NPWP:
. ...................... (6) ........................... ........ (7) ............... (4) Sehubungan dengan surat permohonan pemberian imbalan bunga nomor .......... .. (8) tanggal ............ (9) , atas jenis pajak ............ (10) Masa Pajak/Tahun Pajak*) .... . ........ (11) sebesar ........... .. (12), dengan ini diberitahukan bahwa atas permohonan Saudara tersebut tidak diterbitkan SKPIB karena berdasarkan hasil penelitian kami Saudara tidak memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan uraian sebagai berikut:
... ... . ............ .. .... . ...................... ... ... (13) Demikian disampaikan , atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. Kepala Kan tor, ................... .. (14) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN SKPIB TIDAK DITERBITKAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) ) Diisi dengan nama kantor wilayah atasan unit kantor yang menerbitkan surat. Diisi dengan nama, alamat, dan informasi kontak unit kantor yang menerbitkan surat. Diisi dengan nomor surat. Diisi dengan tanggal surat. Diisi dengan nama Wajib Pajak pemohon pemberian imbalan bunga. Diisi dengan NPWP pemohon pemberian imbalan bunga. Diisi dengan alamat Wajib Pajak pemohon pemberian imbalan bunga. Diisi dengan nomor surat permohonan pemberian imbalan bunga yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Diisi dengan tanggal surat permohonan pemberian imbalan bunga yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Diisi denganjenis pajak yang diajukan permohonan pemberian imbalan bunga. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pajak yang diajukan permohonan pemberian imbalan bunga. Diisi dengan jumlah imbalan bunga yang diajukan permohonan. Diisi dengan uraian penjelasan terkait tidak diterbitkannya SKPIB. Diisi dengan nama dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi salah satu yang sesuai. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XXII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT NOTA PENGHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ..... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. (2) NOTA PENGHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA D Pasal 11 ayat (3) D Pasal 27B ayat (1) D Pasal 17B ayat (3) D Pasal 27B ayat (3) D Pasal 17B ayat (4) A. IDENTITAS WAJIB PAJAK Nama Alamat NPWP NOP (3) (4) (5) (6) Alamat Objek Pajak................................................................................ . (7) B. PERMOHONAN WAJIB PAJAK Nomor /Tanggal................................................................................ . . (8) C. DASAR PEMBERIAN IMBALAN BUNGA 1. Dasar Pemberian Imbalan Bunga.................................................... . . (9) 2. Jenis Pajak 3. Masa/Tahun) Pajak D. URAIAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA 1. Tanggal SPT diterima ........................... (12) 0 KB : Rp/$)......... 0 LB : Rp/$)....... ..... 0 Nihil (13) 2. Ketetapan, keputusan, atau putusan, yang terkait dengan pemberian imbalan bunga:
(11) (14) Tanggal Pembayaran Penerbitan Batas Jumlah ) Jenis Surat Nomor Surat Akhir (Rp/$) Tgl Pen er bi tan Surat Ketetapan pajak yang telah diterbitkan atas SPT: SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN STP Dasar pemberian imbalan bunga: SKPKPP / SKPPIB (terlambat terbit) SKPKPP PBB '. (terlambat terbit) SKPLB (terlambat terbit) SK Keberatan Putusan Banding Putusan Peninjauan I i Kembali .. SK Pembetulan SK pengurangan atau pembatalan surat ketetapan paiak SK pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak E. PENGHITUNGAN IMBALAN BUNGA 1. Persentase Imbalan Bunga ............ per bulan (15) 2. Masa Imbalan Bunga mulai tanggal ......... (16) s.d. tanggal ........... . (17) sebanyak ......... bulan ..... .... hari (18), 3. Dasar Penghitungan Imbalan Bunga dibulatkan menjadi ........... (19) bulan Rp / $) .......... ..... (20) Rp/$ - 4. Imbalan Bunga yang dapat diberikan ... ...... (21) x ....... (22) x Rp/$*) ......... (23) = Rp/$ *) ..... ........ .... (24) 5. Nilai Imbalan Bunga dalam Rupiah $ .. ...... (25) x kurs:
............ (26) DIHITUNG 28 Tanda tangan , nama/NIP & Tan al =Rp . ................... (27) DITELITI 29 Tanda tangan , nama/NIP & Tan al DISETUJUI 30 Tanda tangan, nama/NIP & Tan al DITETAPKAN 31 Tanda tangan, nama/NIP & tan al I Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) - 235 - PETUNJUK PENGISIAN NOTA PENGHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA Diisi dengan nama kantor wilayah atasan unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama Wajib Pajak sesua1 dengan Master File. Diisi dengan alamat Wajib Pajak sesuai dengan Master File. Diisi dengan NPWP sesuai dengan Master File. Diisi dengan Nomor Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan alamat Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan nomor dan tanggal surat permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan alasan yang mendasari pemberian imbalan bunga sesuai dengan Undang-Undang KUP, contoh: "keterlambatan penerbitan SKPLB". Diisi dengan jenis pajak yang diberikan imbalan bunga. Diisi dengan Masa Pajak (apabila ada), Tahun Pajak yang diberikan imbalan bunga. Diisi dengan tanggal Surat Pemberitahuan Tahunan atau Masa yang bersangkutan diterima di KPP. Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dan diisi jumlah Rupiah/Dolar Amerika Serikat sesuai yang dinyatakan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Kolom *) diisi dengan tanda silang (X) pada ketetapan, keputusan, atau putusan yang terkait dengan pemberian imbalan bunga. Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Ko lorn "N omor" diisi dengan nomor surat yang bersangku tan. Kolom " Tanggal Penerbitan Surat" diisi dengan tanggal penerbitan surat yang bersangkutan. Kolom "Tanggal Batas Akhir Penerbitan Surat" diisi dengan tanggal batas akhir penerbitan surat yang bersangkutan. Kolom "Jumlah" diisi dengan jumlah Rupiah/Dolar Amerika Serikat sesuai dengan yang tercantum dalam surat. Kolom "Pembayaran" diisi dengan tanggal dan jumlah Rupiah/Dolar Amerika Serikat pemba y aran yang telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Diisi dengan persentase imbalan bunga per bulan yang sesuai, yaitu berdasarkan tarif bunga per bulan y ang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Diisi dengan tanggal mulai penghitungan imbalan bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Diisi dengan tanggal akhir penghitungan imbalan bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Diisi dengan jumlah bulan dan hari antara tanggal mulai sampai dengan tanggal akhir penghitungan imbalan bunga. Diisi dengan jumlah bulan yang telah dibulatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Diisi dengan jumlah Rupiah/Dolar Amerika Serikat yang menjadi dasar penghitungan imbalan bunga. Diisi sama dengan Nomor (15). Diisi sama dengan Nomor (19). Diisi sama dengan Nomor (20). Diisi dengan hasil perkalian antara Nomor (21), Nomor (22) dan Nomor (23). I www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (25) Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (31) *) Keterangan: Diisi dengan jumlah Dolar Amerika Serikat pada Nomor (24). Tidak perlu diisi dalam hal jumlah pada Nomor (24) dalam mata uang Rupiah. Diisi dengan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 92 Peraturan Menteri ini. Diisi dengan hasil perkalian antara Nomor (25) dan Nomor (26). Apabilajumlah pada Nomor (24) dalam mata uang Rupiah, diisi sama dengan jumlah pada Nomor (24) tersebut. Kolom "DIHITUNG" diisi oleh petugas yang melakukan perighitungan pemberian imbalan bunga. Kolom "DITELITI" diisi oleh Kepala Seksi atasan petugas yang melakukan . penghitungan pemberian imbalan bunga. Kolom "DISETUJUI" diisi oleh Kepala KPP yang bersangkutan. Kolom "DITETAPKAN" diisi oleh Kepala KPP yang bersangku tan. Diisi salah satu yang sesuai. Beri tanda X pada D yang sesua1. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XXIII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILA! DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT NOTA PENGHITUNGAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK .............. (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. (2) NOTA PENGHITUNGAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA D Pasal 11 ayat (3) D Pasal 27B ayat (1) D Pasal 17B ayat (3) D Pasal 27B ayat (3) D Pasal 17B ayat (4) A. IDENTITAS WAJIB PAJAK Nama Alamat NPWP NOP Alamat Objek Pajak :
................................................................... . Rekening : Bank:
............................................................ . N ama rekening:
............................................. . N omor rekening:
............................................ . B. DASAR PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPIB) Nomor :
. ................ (11) tanggal .............. (12) Nilai : Rp .............. (13) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) C. KOMPENSASI IMBALAN BUNGA KE UTANG PAJAK DAN/ATAU PAJAK YANG AKAN TERUTANG: Rp ..................... (14) (Rincian terlampir) D. IMBALAN BUNGA YANG DIBAYARKAN (B-C): Rp ....... .................... (15) DIHITUNG (16) DITELITI ( 1 7) DISETUJUI (18) DITETAPKAN (19) Tanda tangan, Tanda tangan, Tanda tangan, Tanda tangan, nama/NIP & nama/NIP & nama/NIP & nama/NIP & tanggal tanggal tanggal tanggal "' No.
.......................................... (3) NPWP:
.......................................... (4) Utang Pajak/ Nomor NPWP ^Nama ^Alamat Nomor Nama Nama ^Masa/ Kode Kode pajak Surat Wajib Wajib Tahun Akun Jenis yang Kurs Ketetapan ^/NOP Pajak Pajak ^Rekening ^Rekening ^Bank Pajak Pajak Setoran akan terutang ($) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) Utang Pajak/ Pajak Yang akan terutang (Rp) (18) Jumlah Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang ..... (20) Total Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang DIHITUNG (22) DITELITI (23) DISETUJUI (24) DITETAPKAN (25) Tanda tangan, nama/ Tanda tangan, nama/ Tanda tangan, nama/ Tanda tangan, nama/ NIP & tanggal NIP & tanggal NIP & tanggal NIP & tanggal Kompensasi (Rp) (19) .... . (21) t0 0,.) I.O PETUNJUK PENGISIAN NOTA PENGHITUNGAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Diisi dengan nama kantor wilayah atasan unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama Wajib Pajak sesua1 dengan Master File. Diisi dengan alamat Wajib Pajak sesuai dengan Master File. Diisi dengan NPWP sesuai dengan Master File. Diisi dengan Nomor Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan alamat Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan nama dan tempat kedudukan Bank. Diisi dengan nama rekening bank Wajib Pajak. Diisi dengan nomor rekening bank Wajib Pajak. Diisi dengan nomor SKPIB. Diisi dengan tanggal penerbitan SKPIB. Diisi dengan jumlah Rupiah imbalan bunga yang diberikan sesuai SKPIB. Diisi dengan jumlah total kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan jumlah Nomor (13) dikurangi dengan jumlah Nomor (14). Kolom "DIHITUNG" diisi oleh petugas yang melakukan penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga. Kolom "DITELITI" diisi oleh Kepala Seksi atasan petugas yang melakukan penghi tungan perhitungan pemberian imbalan bunga. Nomor (18) Nomor (19) Kolom " DISETUJUI" diisi oleh Kepala KPP yang bersangku tan. Kolom "DITETAPKAN" diisi oleh Kepala KPP yang bersangkutan. PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN NOTA PENGHITUNGAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA RINCIAN KOMPENSASI IMBALAN BUNGA KE UTANG PAJAK DAN/ ATAU PAJAK YANG AKAN TERUTANG Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Diisi dengan nama kantor wilayah atasan unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan Nota Penghitungan. Diisi dengan nama Wajib Pajak sesuai dengan Master File. Diisi dengan NPWP sesuai dengan Master File. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor surat ketetapan dari Utang Pajak yang dikompensasikan. Dalam hal dikompensasikan ke pajak yang akan terutang, Nomor (6) tidak perlu diisi. Diisi dengan NPWP/Nomor Objek Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nomor rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama bank tempat rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan Masa/Tahun Pajak dari Utang Pajak atau pajak yang akan terutang yang dikompensasikan. Diisi dengan Kode Akun Pajak yang sesuai. Diisi dengan Kode Jenis Setoran yang sesuai . Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) - 243 - Diisi clengan jumlah Dolar Amerika Serikat Utang Pajak atau pajak yang akan terutang yang clikompensasikan. Ticlak perlu cliisi clalam hal Utang Pajak atau pajak yang akan terutang clalam mata uang Rupiah. Diisi clengan nilai tukar atau kurs yang clitetapkan Menteri Keuangan yang berlaku pacla tanggal penerbitan SKPPIB sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran clan penyetoran pajak. Diisi clengan jumlah Rupiah Utang Pajak atau pajak yang akan terutang yang clikompensasikan. Diisi clengan jumlah Rupiah kompensasi ke Utang Pajak atau pajak yang akan terutang. Diisi clengan jumlah total Utang Pajak clan/ atau pajak yang akan terutang pacla Kolom (18). Diisi clengan jumlah total kompensasi ke Utang Pajak clan/ atau pajak yang akan terutang pacla Kolom (19). Kolom "DIHITUNG" cliisi oleh petugas yang melakukan penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga . . Kolom "DITELITI" cliisi oleh Kepala Seksi atasan petugas yang melakukan penghitungan perhitungan pemberian imbalan bunga. Kolom "DISETUJUI" cliisi oleh Kepala KPP yang bersangkutan. Kolom "DITETAPKAN" cliisi oleh Kepala KPP yang bersangkutan. - . . - - --------------------------------- MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttcl. LAMPIRAN XXIV PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPPIB) Menimbang KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ....................... (1) TENTANG PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ..................... (2) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, a. bahwa berdasarkan surat permohonan .................... (3) nomor .... .................. (4) tanggal ....................... (5) mengenai pemberian imbalan bunga;
bahwa imbalan bunga yang akan diberikan telah ditatausahakan melalui SKPIB ................. (6) nomor ....... ... ..... (7) tanggal ............. (8) Masa/Tahun Pajak*) ............... (9) sebesar Rp ................ ( ................... )(10);
bahwa atas pemberian imbalan bunga tersebut diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebesar Rp .............. . ( ......... .. ....... )(11) sebagaimana tercantum dalam Nota Penghitungan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga sehingga sisa imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak sebesar Rp .......... .... ( ......... ...... )(12);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Mengingat Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga kepada ............... (13);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor...Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor ... , Tambahan Lembaran Neg~ra Republik Indonesia Nomor ... );
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/202 1 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; I Menetapkan PERTAMA KEDUA KETIGA KEEMPAT
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ................................ (14) Kepada: Nama Wajib Pajak :
............................................... (15) Alamat :
............................................... (16) NPWP :
............................................... (17) NOP :
............................................... (18) Alamat Objek Pajak:
............................................... (19) diberikan imbalan bunga ................... (20) untuk Masa Pajak/Tahun Pajak*) ............................ (21) sebesar Rp .................... ( ........................ )(22). Pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA dikompensasikan sebesar Rp ............. . ( ...................... )(23) untuk dibayarkan ke sejumlah Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, dibayarkan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui Potongan SPMIB sejumlah Rp.................... ( ...................... )(24) dengan rmcian se bagaimana terlampir. Pemberian imbalan bunga se bagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA: โก โก diperhitungkan seluruhnya dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang serta tidak terdapat sisa imbalan bunga. diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang serta masih tersisa sebesar Rp........................... ( ........................ )(25) untuk dipindahbukukan oleh Bank ....................... (26) di ................. (27) ke rekening Wajib Pajak dengan KELIMA KEENAM nama rekening ................. (28) dan nomor rekening ......... .... ... ...... (29) pada Bank .................... (30) di ...................... (31). Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 disampaikan kepada:
ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(32) 2. ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(33) Ditetapkan di ........................... (34) pada tanggal ............................ (35) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK. ..... (36), ... ............................................................ (37) I www.jdih.kemenkeu.go.id ~ KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ............ ... ..... (2) LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA Nomor:
............... (3) Tanggal:
.......... . .. .. (4) RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK DAN/ATAU PAJAK YANG AKAN TERUTANG Nama Wajib Pajak:
.... ................ .... .................. (5) NPWP:
........................................ .. (6) Utang Pajak/ Nomor NPWP/ ^Nama Alamat Nomor Nama Nama Masa/ Kode Kode pajak yang Kompensasi No. Surat Wajib Wajib Tahun Akun Jenis akan Ketetapan NOP Pajak Pajak Rekening Rekening Bank Pajak Pajak Setoran terutang (Rp) (Rp) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) 1. 2. dst. Total kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang .. .. ....... (20) a.n DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK. ........... ... (21) . .............................. . .. ....................................... (22) tv -/: > 00 PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPPIB) Nomor (1) Nomor (2) dan (3) Nomor (4) dan (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13), (14), dan (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Diisi dengan nomor surat keputusan. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor dan tanggal surat permohonan W ajib Pajak. Diisi dengan jenis pajak. Diisi dengan nomor SKPIB. Diisi dengan tanggal SKPIB. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pajak. Diisi dengan jumlah Rupiah imbalan bunga yang akan diberikan kepada Wajib Pajak sesuai SKPIB (dalam angka dan huruf). Diisi dengan jumlah Rupiah kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang (dalam angka dan huruf). Apabila tidak ada kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, maka diisi 'NIHIL'. Diisi dengan jumlah Rupiah imbalan bunga yang tersisa, yaitu sebesar imbalan bunga yang diberikan ke Wajib Pajak setelah dilakukan perhitungan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang (dalam angka dan huruf). Apabila tidak ada sisa imbalan bunga, maka diisi 'NIHIL'. Diisi dengan nama W ajib Pajak. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan Nomor Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB). Diisi dengan alamat Objek Pajak (diisi dalam hal pemberian imbalan bunga PBB. Diisi dengan jenis pajak. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pajak. Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) dan (27) Nomor (28) dan (29) Nomor (30) dan (31) Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) Nomor (36) Nomor (37) Keterangan: *) - 250 - Diisi dengan jumlah Rupiah imbalan bunga yang akan diberikan kepada Wajib Pajak sesuai SKPIB (dalam angka dan huruf). Diisi sesuai dengan jumlah pada N omor (11). Diisi dengan jumlah Rupiah kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang yang dibayarkan melalui Potongan SPMIB (dengan angka dan huruf). Diisi sesuai dengan jumlah pada Nomor (12). Diisi dengan nama Bank Pembayar dan tempat kedudukannya. Diisi dengan nama dan nomor rekening yang dimiliki oleh Wajib Pajak di Bank Penerima yang ditunjuk Wajib Pajak untuk dicairkan SPMIB, bukan dimiliki oleh Wajib Pajak lain. Diisi dengan nama Bank Penerima tujuan pemindahbukuan yang dimiliki Wajib Pajak dan tempat kedudukan Bank. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan KPPN yang terkait. Diisi dengan nama kota tempat diterbitkannya surat keputusan. Diisi dengan tanggal surat keputusan diterbitkan. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan surat keputusan . Diisi dengan nama dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi salah satu yang sesuai. โข D Beri tanda X pada yang sesuai. โข Surat keputusan terse but dibuat/ dicetak dalam 3 (tiga) rangkap, yang peruntukannya sebagai berikut: untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; untuk KPPN, selaku unit kantor perbendaharaan yang akan membayarkan imbalan bunga; dan untuk arsip KPP. PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPPIB) RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK DAN/ATAU Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) PAJAK YANG AKAN TERUTANG Diisi dengan nama kantor wilayah atasan unit kantor yang menerbitkan SKPPIB. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan SKPPIB. Diisi dengan nomor SKPPIB yang diterbitkan. Diisi dengan tanggal penerbitan SKPPIB. Diisi dengan nama Wajib Pajak penerima SKPPIB. Diisi dengan NPWP penerima SKPPIB. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor surat ketetapan dari Utang Pajak yang dikompensasikan. Dalam hal dikompensasikan ke pajak yang akan terutang, Nomor (8) tidak perlu diisi. Diisi dengan NPWP/Nomor Objek Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nomor rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan nama bank tempat rekening Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi. Diisi dengan Masa/Tahun Pajak dari Utang Pajak atau pajak yang akan terutang yang dikompensasikan. Diisi dengan Kode Akun Pajak yang sesuai. Diisi dengan Kode J enis Setoran yang sesuai. Diisi dengan jumlah Rupiah Utang Pajak atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan jumlah Rupiah kompensasi ke Utang I www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) ~ Pajak atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan jumlah total kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang pada kolom Nomor (19). Diisi dengan nama KPP yang menerbitkan SKPPIB. Diisi dengan nama dan tanda tangan Kepala KPP yang menerbitkan SKPPIB. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XXV PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK. ................ (1) SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) Nomor ................ (2) Tanggal ............... (3) Berdasarkan SKPPIB Nomor:
........................... (4) KEPADA: Kuasa Bendahara Umum Negara, KPPN ........... . Agar membayar/memindahbukukan Imbalan Bunga ............................... (6) PadaAkun I I I I I I I (7) ................................. (8) BA, Eselon, Satker DJ [D I I I I I ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท ....... (9) Fungsi, Subfungsi, Program:
00 . 00 (10) Kode Kegiatan dan Output :
000 (11) Kelompok Akun :
..................................... (12) Jenis Kewenangan : KD (13) Cara Bayar :
Giro Bank (14) Tahun Anggaran Sebesar atas nama Wajib Pajak Alamat : ...................... . ........ ..... (15) : Rp ......... . ................. ..... (16) ( .................................................................. ) ( 1 7) : ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(18) : ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(19) NPWP ITJ I I I 11 I I I โก I I I 11 I I I (20) NOP OJ ITJ I I I I ITIJ [II] I I I I I โก (21) Kabupaten/Kota : ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (22) I www.jdih.kemenkeu.go.id dengan memperhitungkan kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB sejumlah : Rp .......................... ( ...... . ....................... ) (23) dengan rincian sebagaimana terlampir, *) sehingga dibayarkan sebesar : Rp .......................... ( .............................. ) (24) untuk diberikan/ dibayarkan kepada Wajib Pajak sejumlah Rp .............. .. ( ................... )(25) melalui rekening Wajib Pajak dimaksud pada: *) Bank :
................................................................................... (26) nama rekening nomor rekening (27) (28) atas beban Rekening Bendahara Umum Negara pada Bank Operasional I Pusat.
..................... , tgl. .................... (29) .... ..... .. ........ ............ (31) a.n Menteri Keuangan I l lli l m1r111111111 I I 1n 00 lffl Il l U II~ 418 882 687 7-1 (32) ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(30) NIP Keterangan: *) dalam hal Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang NIHIL, Lampiran SPMIB (rincian kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang) tidak dilampirkan/ dicetak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK ............ .. ...... (1) LAMPIRAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) Nomor ................ (2) Tanggal .. ........... . (3) RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK DAN/ATAU PAJAK YANG AKAN TERUTANG MELALUI POTONGAN SPMIB Nama Wajib Pajak:
..... ................................... .. (4) NPWP :
.. .. ... .. ............................... .. (5) Nomor NPWP/ Nama Alamat Nomor Nama Nama ^Masa/ Kode Kode Kode Kompensasi No. Surat Wajib Wajib Tahun Akun Jenis Ketetapan NOP Pajak Pajak Rekening Rekening Bank Pajak Pajak Setoran Kab./Kota (Rp) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (1 7) (18) 1. 2. dst . Total = ( .... .... . .. ........ ........... .. ... ............... . ............. ............ ............. ......... . ............. ..... ......... .......... .. ............. ..... .......... . ) Rp ..... ... (19) .... .... . .. .... ..... ,tgl. ........ ... .. ....... ... ... .... (20) 1 11m1 1 1m l (I II III m l ll l~ l ffl im 1 0 Il l 41 8 882 687 7-1 (23) ~i~ยท .. . ... .. .. ... . .. ... .. . .. .. ยท ยท ยท ยท ยท .. ยท .... ยท .. (21) t0 (Jl (Jl Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) - 256 - PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan SPMIB. Diisi dengan nomor SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan tanggal penerbitan SPMIB. Diisi dengan nomor SKPPIB yang diterbitkan. Diisi dengan uraian nama KPPN tempat pencairan dana diikuti dengan kode KPPN, misalnya : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta I (018). Diisi dengan dasar hukum pemberian imbalan bunga, yaitu Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), Pasal 27B ayat (1), atau Pasal 27B ayat (3) Undang-Undang KUP. Diisi dengan 6 (enam) digit Akun Pendapatan Pajak sesuai dengan jenis Pendapatan Pajak yang menyebabkan pemberian imbalan bunga. Diisi dengan uraian Akun Pendapatan Pajak sesuai dengan kode Akun Pendapatan Pajak yang menyebabkan pemberian imbalan bunga. Misalnya: 411121 uraiannya diisi: Pendapatan PPh Pasal 21. Diisi dengan 2 (dua) digit Kode Bagian Anggaran, 2 (dua) digit Kode Eselon 1 dan 6 (enam) digit Kode Satuan Kerja (KPP yang bersangkutan): Sebagai contoh: KPP Pratama Jakarta Gambir dengan kode kantor 123456 maka kolom yang bersangkutan akan terisi menjadi: 1504123456 diikuti dengan uraian KPP yang bersangkutan (misalnya: KPP Pratama Jakarta Gambir). Diisi dengan kode fungsi, subfungsi, dan program sebagai berikut:
00.00. Diisi dengan kode kegiatan dan output sebagai berikut:
Giro Bank. Diisi dengan tahun anggaran SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan jumlah Rupiah (dengan angka) pemberian imbalan bunga sejumlah SKPIB. Diisi dengan jumlah Rupiah (dengan huruf) pemberian imbalan bunga sejumlah SKPIB. Diisi dengan nama Wajib Pajak penerima SPMIB. Diisi dengan alamat Wajib Pajak penerima SPMIB. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak penenma SPMIB. Diisi dengan Nomor Objek Pajak dalam hal pemberian imbalan bunga PBB. Diisi dengan lokasi Kabupaten/Kota tempat objek PBB berada. Diisi dengan jumlah Rupiah (dengan angka dan huruf) Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang yang dikompensasikan melalui melalui potongan SPMIB. Dalam hal Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang NIHIL, lampiran nncian kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB tidak perlu dicetak. Diisi dengan hasil dari jumlah Rupiah pada Nomor (17) dikurangkan dengan jumlah Rupiah pada Nomor (23) (dengan angka dan huruf). Diisi dengan jumlah Rupiah (dengan angka dan huruf) imbalan bunga yang diberikan/ dibayarkan kepada Wajib Pajak atau diisi dengan jumlah Rupiah pada Nomor (24). Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (31) Nomor (32) Diisi dengan Bank Penerima yang ditunjuk oleh Wajib Pajak untuk dicairkannya SPMIB. Diisi dengan nama rekening Wajib Pajak pada Bank Penerima untuk dicairkannya SPMIB sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tertera pada buku rekening di Bank Penerima tempat dicairkannya SPMIB. Diisi dengan nomor rekening Wajib Pajak pada Bank Penerima untuk dicairkannya SPMIB. Diisi dengan tempat dan tanggal SPMIB diterbitkan. Diisi dengan nama kantor, nama, NIP, dan tanda tang an Kepala KPP. Diisi dengan tanggal dan nomor SP2D yang diterbitkan. Diisi barcode hasil enkripsi aplikasi SPM. PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK DAN/ATAU PAJAK YANG AKAN TERUTANG MELALUI POTONGAN SPMIB Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan SPMIB. Diisi dengan nomor SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan tanggal penerbitan SPMIB. Diisi dengan nama Wajib Pajak penerima SPMIB. Diisi dengan NPWP penerima SPMIB. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor surat ketetapan dari Utang Pajak yang dikompensasikan. Dalam hal dikompensasikan ke pajak yang akan terutang, Nomor (7) tidak perlu diisi. Diisi dengan NPWP /Nomor Objek Pajak dari Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang yang dikompensasikan. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan nomor rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi Utang Pajak dan/ a tau pajak yang akan terutang. Diisi dengan nama rekening bank Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Diisi dengan nama bank tempat rekening Wajib Pajak yang mendapatkan kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang berada. Diisi dengan Masa/Tahun Pajak dari Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang yang dikompensasikan. Diisi dengan Kode Akun Pajak yang sesuai. Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) - 260 - Diisi dengan Kode Jenis Setoran yang sesuai . Diisi dengan kode Kabupaten/Kota lokasi KPPN tempat pencairan dana SPMIB. Diisi denganjumlah Rupiah kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB. Diisi dengan total kumulatif dari jumlah pada kolom Nomor (18) (dengan angka dan huruf). Diisi dengan tempat dan tanggal SPMIB diterbitkan. Diisi dengan nama kantor, nama, NIP, dan tanda tangan Kepala KPP yang bersangkutan. Diisi dengan tanggal dan nomor SP2D yang diterbitkan. Diisi barcode hasil enkripsi aplikasi SPM. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XXVI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor . .................... ..... ...... (1) . .......... , ................... (2) Lampiran ...................... . ......... (3) Hal Permohonan Pengangsuran Pembayaran Pajak Yth. Direktur Jenderal Pajak u. b. Kepala KPP ....................... .
.......... .. . ................ .................. (4) Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
.................................. (5) NPWP :
.................................. (6) Jabatan :
...................... .. .......... (7) Alamat :
. .... ............................. (8) Nomor Telepon :
... . ........... . ................. (9) Bertindak selaku : D Wajib Pajak D Wakil D Kuasa dari Wajib Pajak Nama :
........ ... .............. ... . ..... (10) NPWP :
...... .. ...... ............... .. ... (11) NOP :
......... . .................... .... (12) Alamat:
............................. ..... (13) menyatakan masih mempunyai Utang Pajak berdasarkan: โก STP โก SK Pembetulan โก Putusan Peninjauan Kembali โก SKPKB โก SK Keberatan โก SPPT / SKP PBB / STP PBB*) โก SKPKBT โก Putusan Banding โก SPT Tahunan PPh sebagai berikut: Jumlah Jenis Masa/Tahun Nomor Ketetapan/ Pajak yang Tanggal Keputusan/ Masih Harus Jatuh Pajak Pajak Putusan Dibayar Tempo (Rp) (14) (15) (16) (17) (18) Terhadap Utang Pajak tersebut, saya mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak sebesar Rp ............... (19) selama .. ............ (20) bulan dengan pembayaran angsuran per bulan sebesar Rp .............. (21), karena mengalami kesulitan likuiditas/keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur} *) dengan bukti berupa .... ... (22). Sebagai kelengkapan syarat permohonan, berikut disertakan jaminan aset berwujud berupa ....... (23). Demikian surat permohonan kami sampaikan untuk dapat dipertimbangkan. Wajib Pajak/Wakil/Kuasa *) .............................. (24) Keterangan:
Beri tanda[XJ pada yang sesuai 2. Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh kuasa harus dilampiri surat kuasa khusus. *) coret/hapus yang tidak sesuai PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Diisi sesuai dengan penomoran surat Wajib Pajak, jika ada. Diisi dengan nama kota dan tanggal surat permohonan ditandatangani. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan nama dan alamat Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Diisi dengan nama Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Pengertian wakil adalah se bagaimana dimaksud ยท dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, Nomor (7) tidak perlu diisi. Diisi dengan alamat Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan nama Wajib Pajak dalam hal yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak, dalam hal yang menandatangani surat permohonan Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) - 264 - pengangsuran pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan Nomor Objek Pajak Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan alamat Wajib Pajak apabila yang menandatangani surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan jenis pajak yang akan dilakukan pengangsuran (contoh: Pajak Penghasilan Badan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Pasal 21). Diisi dengan Masa Pajak atau Tahun Pajak yang akan dilakukan pengangsuran. Diisi dengan Nomor Ketetapan/Keputusan/ Putusan yang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau diisi dengan "PPh Pasal 29" dalam hal permohonan pengangsuran pembayaran pajak diajukan atas SPT Tahunan PPh. Diisi dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Ketetapan/Keputusan/ Putusan. Diisi dengan tanggal jatuh tempo pembayaran Ketetapan / Kepu tusan / Pu tusan yang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diis i dengan jumlah pajak yang dimohon untuk diperpanjang jangka waktu pelunasannya dan dilakukan pengangsuran. Diis i dengan jangka waktu yang dimohon untuk diperpanjang jangka waktu pelunasannya. Diisi dengan jumlah angsuran per bulan yang dimohonkan oleh Wajib Pajak. Diisi dengan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak antara lain berupa laporan keuangan interim, laporan Nomor (23) Nomor (24) keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. Diisi dengan jenis aset berwujud yang dijadikan Jam1nan. Diisi dengan nama dan tanda tangan pemohon sebagaimana tercantum dalam Nomor (5). B. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor Lampiran Hal : .............................................. (1) ....... , ................ (2) :
........................................... (3) : Permohonan Penundaan Pembayaran Pajak Yth. Direktur Jenderal Pajak u. b. Kepala KPP ....................... .
...... ............ .. ........................... (4) Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
............................... ... (5) NPWP :
.................................. (6) Jabatan :
.................................. (7) Alamat :
.................................. (8) Nomor Telepon :
........................... ...... (9) Bertindak selaku : D Wajib Pajak D Wakil D Kuasa dari Wajib Pajak Nama :
.................................. (10) NPWP :
........ ................. ......... (11) NOP :
.... ..... ... ............ .......... (12) Alamat :
.................................. (13) menyatakan masih mempunyai Utang Pajak berdasarkan: 0 STP D SK Pembetulan 0 SKPKB O SK Keberatan D Putusan Peninjauan Kembali 0 SPPT / SKP PBB / STP PBB*) 0 SKPKBT โก Putusan Banding O SPT Tahunan PPh sebagai berikut: Nomor Jumlah Masa/Tahun Ketetapan/ Pajak yang Jenis Pajak Masih Harus Pajak Keputusan/ Dibayar Putusan (Rp) (14) (15) ( 16) (17) Tanggal Jatuh Tempo (18) Terhadap Utang Pajak tersebut, saya mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak sebesar Rp ............... (19) selama .............. (20) bulan, karena mengalami kesulitan likuiditas/keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeury ) dengan bukti berupa ....... (21). Sebagai kelengkapan syarat permohonan, berikut disertakan jaminan aset berwujud berupa .... .............. (22). Demikian surat permohonan kami sampaikan untuk dapat dipertimbangkan. Wajib Pajak/Wakil/Kuasa) ........................... (23) I www.jdih.kemenkeu.go.id Keterangan:
Beri tanda X pada D yang sesuai 2. Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh kuasa harus dilampiri surat kuasa khusus. *) coret/hapus yang tidak sesuai PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Diisi sesuai dengan penomoran surat Wajib Pajak, jika ada. Diisi dengan nama kota dan tanggal surat permohonan ditandatangani. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan nama dan alamat Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Diisi dengan nama Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Pengertian wakil adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, Nomor (7) tidak perlu diisi. Diisi dengan alamat Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak/wakil/kuasa yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nama Wajib Pajak dalam hal yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak, dalam hal yang menandatangani surat permohonan penundaan I www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan Nomor Objek Pajak Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan alamat Wajib Pajak apabila yang menandatangani surat permohonan penundaan pembayaran pajak adalah wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. Diisi dengan jenis pajak yang akan dilakukan penundaan (contoh: Pajak Penghasilan Badan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Pasal 21). Diisi dengan Masa Pajak atau Tahun Pajak yang akan dilakukan penundaan. Diisi dengan N omor Ketetapan/Keputusan/Putusan yang diajukan permohonan penundaan pembayaran pajak atau diisi dengan "PPh Pasal 29" dalam hal permohonan penundaan pembayaran pajak diajukan atas SPT Tahunan PPh. Diisi dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Ketetapan/Keputusan/ Putusan. Diisi dengan tanggal jatuh tempo pembayaran Ketetapan/Keputusan/Putusan yang diajukan permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan jumlah pajak yang dimohon untuk diperpanjang jangka waktu pelunasannya dan dilakukan penundaan. Diisi dengan jangka waktu yang dimohon untuk ditunda jangka waktu pelunasannya. Diisi dengan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak antara lain berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. Nomor (22) Nomor (23) Diisi dengan jenis aset berwujud yang dijadikan Jam1nan. Diisi dengan nama dan tanda tangan pemohon sebagaimana tercantum dalam Nomor (5). C. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ................... (1) TENTANG PERSETUJUAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
bahwa berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas
nama .................... (2) nomor (3) tanggal.. ................. (4) yang diterima oleh .............. (5) tanggal.. .................. (6) berdasarkan lembar pengawasan arus dokumen nomor ..................... (7) tanggal ..................... (8) tentang permohonan pengangsuran pembayaran pajak;
bahwa berdasarkan laporan penelitian pengangsuran pembayaran pajak nomor ............... (9) tanggal ...................... (10);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pengangsuran Pembayaran Pajak;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Menetapkan PERTAMA Angsuran ke- (21) KEDUA 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor ...... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERSETUJUAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK. Memberikan persetujuan kepada: Wajib Pajak NPWP Alamat : ................................... (11) :
.................................. (12) :
.................................. (13) untuk melakukan pengangsuran pembayaran pajak berdasarkan ................ (14) Nomor .............. (15) Masa/Tahun*) Pajak ................... (16) yang jatuh tempo pada tanggal ............... (17) sebesar Rp ................... (18) dengan ketentuan bahwa jumlah pajak yang dapat diangsur adalah sebesar Rp................ (19) selama...................(20) bulan dengan rincian pembayaran angsuran per bulan: Jumlah Jatuh Saldo Sanksi Tempo Angsuran Pembavaran Utang Administratif (22) (23) (24) (25) Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di .................... (26) pada tanggal ..................... (27) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK .......................................... (28) .......................................... (29) PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PENGANGSURAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Diisi dengan nomor keputusan. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mengajukan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang menenma surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak Wajib Pajak. Diisi dengan tanggal surat Wajib Pajak diterima di Kantor Pelayanan Pajak. Diisi dengan nomor lembar pengawasan arus dokumen . Diisi dengan tanggal lembar pengawasan arus dokumen. Diisi dengan nomor laporan penelitian pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal laporan penelitian pengangsuran pembayaran pajak. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT / SKP PBB / STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali, atau kurang bayar berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang diajukan permohonan. Diisi dengan Nomor STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan , SK Keberatan , Putusan Banding, SPPT / SKP PBB / STP PBB a tau Putusan Peninjauan Kembali yang diajukan permohonan. Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) *) - 274 - Diisi dengan Masa/Tahun Pajak STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT/SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Tahun Pajak SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan tanggal jatuh tempo STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT/SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Kurang Bayar SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan besarnya utang pajak sesuai dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT /SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh. Diisi dengan jumlah pajak yang disetujui diangsur. Diisi dengan jangka waktu pengangsuran pajak. Diisi sesuai dengan periode angsuran yang akan dilakukan. Diisi sesua1 dengan jumlah pembayaran angsuran yang dilakukan . Diisi dengan tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran. Diisi dengan saldo utang pajak setiap kali dilakukan angsuran. Diisi dengan jumlah sanksi administratif untuk non-PBB atau denda administrasi untuk PBB, yang dihitung berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Diisi dengan tempat penerbitan Surat Keputusan. Diisi dengan tanggal penerbitan Surat Keputusan. Diisi dengan namajabatan yang menandatangani keputusan. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat yang menandatangani keputusan. Coret/hapus yang tidak sesuai. D. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR .................... (1) TENTANG PERSETUJUAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
bahwa berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas
nama .................... (2) nomor (3) tanggal.. ................. (4) yang diterima oleh .............. (5) tanggal.. .................. (6) berdasarkan lembar pengawasan arus dokumen nomor . .................... (7) tanggal ..................... (8) ten tang permohonan penundaan pembayaran pajak; ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(10); penundaan (9) tanggal c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Menetapkan PERTAMA KEDUA 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor ...... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERSETUJUAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK. Memberikan persetujuan kepada: Wajib Pajak NPWP Alamat : ................................... (11) :
.................................. (12) :
.................................. (13) untuk melakukan penundaan pembayaran pajak berdasarkan ................ (14) Nomor.............. (15) Masa/Tahun*) Pajak ................... (16) yang jatuh tempo pada tanggal ............... (17) sebesar Rp ................... (18) dengan ketentuan bahwajumlah pajak yang dapat ditunda pembayarannya adalah sebesar Rp ................ (19) selama ................... (20) sehingga pembayaran akan dilakukan pada........................ (21), dengan sanksi administratif sebesar Rp...... ...... . .. . (22). Keputusan Direktur Jenderal Pajak m1 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di ...................... (23) pada tanggal ...................... (24) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(25) ........................................... (26) PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Diisi dengan nomor keputusan. Diisi dengan nama W ajib Pajak yang mengajukan surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang menenma surat permohonan penundaan pembayaran pajak Wajib Pajak. Diisi dengan tanggal surat Wajib Pajak diterima di Kantor Pelayanan Pajak. Diisi dengan nomor lembar pengawasan arus dokumen. Diisi dengan tanggal lembar pengawasan arus dokumen. Diisi dengan nomor laporan penelitian penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal laporan penelitian penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT/SKP PBB/STP PBB, atau Putusan Peninjauan Kembali, atau kurang bayar berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang diajukan permohonan. Diisi dengan Nomor STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT/SKP PBB/STP PBB, atau Putusan Peninjauan Kembali yang diajukan permohonan. Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) ) - 278 - Diisi dengan Masa/Tahun Pajak STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT / SKP PBB / STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Tahun Pajak SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan tanggal jatuh tempo STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT / SKP PBB / STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Kurang Bayar SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan besarnya utang pajak sesuai dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT / SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh. Diisi dengan jumlah pajak yang disetujui ditunda. Diisi dengan jangka waktu penundaan pajak. Diisi dengan tanggal pelunasan pajak. Diisi dengan jumlah sanksi administratif untuk non-PBB atau denda administrasi untuk PBB, yang dihitung berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Diisi dengan tempat penerbitan keputusan. Diisi dengan tanggal penerbitan keputusan. Diisi dengan namajabatan yang menandatangani keputusan. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat yang menandatangani keputusan. Coret/hapus yang tidak sesuai. J www.jdih.kemenkeu.go.id E. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENOLAKAN PENGANGSURAN/ PENUNDAAN) PEMBAYARAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ................... (1) TENTANG PENOLAKAN PENGANGSURAN/PENUNDAAN*) PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
bahwa berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas
nama .................... (2) nomor (3) tanggal.. ................. (4) yang diterima oleh .............. (5) tanggal.. .................. (6) berdasarkan lembar pengawasan arus dokumen nomor ..... ................ (7) tanggal ..................... (8) ten tang permohonan pengangsuran/penundaan*) pembayaran pajak;
bahwa berdasarkan laporan penelitian pengangsuran/penundaan*) pembayaran pajak nomor ............... (9) tanggal ...................... (10);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penolakan Pengangsuran/Penundaan*) Pembayaran Pajak;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); ,I www.jdih.kemenkeu.go.id Menetapkan PERTAMA KEDUA 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor ...... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENOLAKAN PEN GAN GS URAN/ PENUNDAAN*) PEMBAYARAN PAJAK. bahwa berdasarkan penelitian terhadap permohonan untuk mengangsur/menunda*) pembayaran utang pajak yang diajukan oleh: WajibPajak :
.............................. .... .. (11) NPWP :
.................................... (12) Alamat :
.................................... (13) untuk melakukan pengangsuran/penundaan*) pembayaran pajak berdasarkan ................ (14) Nomor .............. (15) Masa/Tahun*) Pajak .............. (16) yang jatuh tempo pada tanggal ............... (17) sebesar Rp ................... (18), dengan ini dinyatakan ditolak. Keputusan Direktur Jenderc;
l Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di ......... .. ........... (19) pada tanggal ...................... (20) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK .......................................... (21) ยทยท ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท ยทยทยท ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท(22) PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PENOLAKAN PENGANGSURAN/PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Diisi dengan nomor keputusan. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mengajukan surat permohonan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan pengangsuran/ penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal surat permohonan pengangsuran/ penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang menenma surat pengangsuran/penundaan Wajib Pajak. permohonan pembayaran pajak Diisi dengan tanggal surat Wajib Pajak diterima di Kantor Pelayanan Pajak. Diisi dengan nomor lembar pengawasan arus dokumen. Diisi dengan tanggal lembar pengawasan arus dokumen. Diisi dengan nomor laporan penelitian pengangsuran/ penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan tanggal laporan penelitian pengangsuran/penundaan pembayaran pajak. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT/SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali, atau kurang bayar berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang diajukan permohonan. Diisi dengan Nomor STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (21) Nomor (22) *) SPPT / SKP PBB / STP PBB atau Putusan Peninjauan Kembali yang diajukan permohonan. Diisi dengan Masa/Tahun Pajak STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT /SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Tahun Pajak SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan tanggal jatuh tempo STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT PBB/SKP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau Kurang Bayar SPT Tahunan PPh yang diajukan permohonan. Diisi dengan besarnya utang pajak sesuai dengan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, SPPT / SKP PBB/STP PBB, Putusan Peninjauan Kembali atau kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh. Diisi dengan kota tempat penerbitan Surat Keputusan. Diisi dengan tanggal penerbitan Surat Keputusan. Diisi dengan nama Jabatan yang menandatangani Surat Keputusan. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat yang menandatangani surat keputusan. caret/ hapus yang tidak sesuai. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XXVII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN Yth. Menteri Keuangan Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama.................................................... . . (1) NPWP Alamat Pekerjaan/ Jabatan bertindak atas nama atau melalui:
(3) (4) Nama Wajib Pajak..................................... ..... . ........... (5) NPWP ...................................................... (6) Alamat (7) mengajukan permohonan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan Pasal 44B ayat (2) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor ................ (8) tanggal . ยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยทยท (9). Berdasarkan hal tersebut di atas , bersama ini dinyatakan bahwa:
saya mengaku bersalah dan menyesal atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah saya lakukan sebagaimana disangkakan; dan
saya telah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dengan menggunakan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak (terlampir). Demikian surat ini dibuat dengan kesadaran sendiri tanpa paksaaan dari pihak manapun.
.......... (10), .................... (11) . ..................................... (12) Tembusan: Direktur Jenderal Pajak I www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN Diisi dengan nama Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan NPWP yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan alamat lengkap Wajib Pajak yang mengajukan Penyidikan. permohonan penghentian Diisi dengan pekerjaan/jabatan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan nama:
Wajib Pajak badan dalam hal permohonan diajukan oleh wakil Wajib Pajak badan; atau b. Wajib Pajak yang diatasnamakan atau dilalui dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa/ pegawai/ pihak lain yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atas nama atau melalui Wajib Pajak. Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri, Nomor (5) tidak perlu diisi. Diisi dengan NPWP se bagaimana dimaksud pada Nomor (5). Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri, Nomor (6) tidak perlu diisi. Diisi dengan alamat lengkap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada Nomor (5). Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri, Nomor (7) tidak perlu diisi. Diisi dengan nomor Surat Perintah Penyidikan terhadap Wajib Pajak. Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Diisi dengan tanggal Surat Perintah Penyidikan terhadap Wajib Pajak. Diisi dengan nama kota tempat surat permohonan dibuat. Diisi dengan tanggal surat permohonan dibuat. Diisi dengan nama dan tanda tangan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. B. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DARI MENTER! KEUANGAN ....................... (1) Nomor Sifat Lampiran Hal S- ............................ (2) ........... ..................... .. (3) Sangat Segera .............. .... ....... ..... (4) Penolakan Permohonan Penghentian Penyidikan Yth ...................... .
........................... (5) Sehubungan dengan permohonan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan Pasal 44B ayat (2) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bersama ini disampaikan hasil keputusan atas permohonan yang dimaksud. Berdasarkan hasil penelitian, dengan ini disampaikan bahwa permohonan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang disampaikan oleh: Nama :
................. .............. .................................... (6) NPWP :
................................................................... (7) Alamat :
................................................................... (8) Pekerjaan/ Jabatan :
................................................................... (9) bertindak atas nama atau melalui: Nama Wajib Pajak NPWP Alamat : .................... ................... (10) :
...................................... (11) :
...................................... (12) atas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor ................ (13) tanggal ................. (14), dinyatakan ditolak. Demikian disampaikan. Menteri, ........................................... (15) Tembusan: Direktur Jenderal Pajak I www.jdih.kemenkeu.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DARI MENTERIKEUANGAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Diisi dengan kepala surat (kop). Diisi dengan nomor Surat Penolakan Permohonan Penghentian Penyidikan dari Menteri Keuangan. Diisi dengan tanggal Surat Penolakan Permohonan Penghentian Penyidikan dari Menteri Keuangan. Diisi dengan jumlah lampiran. Diisi dengan nama dan alamat lengkap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghentian penyidikan. Diisi dengan nama yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan NPWP yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan alamat lengkap yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan pekerjaan/jabatan yang mengajukan permohonan penghentian Penyidikan. Diisi dengan nama:
Wajib Pajak badan dalam hal permohonan diajukan oleh wakil Wajib Pajak badan; atau
Wajib Pajak yang diatasnamakan atau dilalui dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa/pegawai/pihak lain yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atas nama atau melalui Wajib Pajak. Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri, Nomor (10) tidak perlu diisi. Diisi dengan NPWP se bagaimana dimaksud pada Nomor (10). j www.jdih.kemenkeu.go.id ...... Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri, Nomor (11) tidak perlu diisi. Diisi dengan alamat lengkap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada Nomor (10). Dalam hal permohonan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi atas nama diri sendiri , Nomor (12) tidak perlu diisi. Diisi dengan nomor Surat Perintah Penyidikan terhadap Wajib Pajak. diisi dengan tanggal Surat Perintah Penyidikan terhadap Wajib Pajak. Diisi dengan nama dan tanda tangan Menteri Keuangan Republik Indonesia MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI