bahwa untuk melaksanakan tahapan pemilihan umum yang lebih tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, perlu adanya pedoman tata cara pelaksanaan anggaran dalam rangka tahapan pemilihan umum;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran dalam rangka Tahapan Pemilihan Umum;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1736);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN DALAM RANGKA TAHAPAN PEMILIHAN UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.
Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya disebut KPU Provinsi adalah Penyelenggara Pemilu di provinsi.
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut KPU Kabupaten/Kota adalah Penyelenggara Pemilu di kabupaten/kota.
Panitia Pemilihan Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.
Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat kelurahan/desa atau nama lain.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
Panitia Pemilihan Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPLN adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri yang selanjutnya disingkat KPPSLN adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Pemilu Provinsi yang selanjutnya disebut Bawaslu Provinsi adalah badan yang mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi.
Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Bawaslu Kabupaten/Kota adalah badan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan yang selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.
Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa yang selanjutnya disebut Panwaslu Kelurahan/Desa adalah petugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kelurahan/desa atau nama lain.
Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri yang selanjutnya disebut Panwaslu LN adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk membantu Panwaslu Kelurahan/Desa.
Tahapan Pelaksanaan Pemilu adalah urutan proses pelaksanaan Pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU yang mengatur mengenai tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran UP.
Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas TUP.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.
Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas TUP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Rekening Dana Pemilu yang selanjutnya disingkat dengan RDP adalah rekening pemerintah lainnya pada Satker Bawaslu Provinsi atau Satker KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menampung dana Pemilu yang digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur tata cara pelaksanaan anggaran dalam rangka Tahapan Pelaksanaan Pemilu pada KPU dan Bawaslu.
BAB III
PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 3
Penyelenggara Pemilu pada KPU terdiri atas:
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
Badan Ad Hoc. (2) Badan Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri; dan
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
Panitia Pemilihan Kecamatan;
PPS; dan
KPPS.
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
PPLN; dan
KPPSLN.
Pasal 4
Penyelenggara Pemilu pada Bawaslu terdiri atas:
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota; dan
Badan Ad Hoc .
Badan Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri; dan
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
Panwaslu Kecamatan;
Panwaslu Kelurahan/Desa; dan
Pengawas TPS.
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Panwaslu LN.
BAB IV
ALOKASI ANGGARAN TAHAPAN PELAKSANAAN PEMILU
Pasal 5
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu dialokasikan pada DIPA:
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Dalam hal alokasi anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak tersedia pada DIPA Bawaslu Kabupaten/Kota, alokasi anggaran disediakan pada DIPA Bawaslu Provinsi.
Pasal 6
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri di KPU dialokasikan pada DIPA masing-masing KPU Kabupaten/Kota.
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri di KPU dialokasikan pada DIPA KPU.
Pasal 7
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri di Bawaslu dialokasikan pada DIPA masing-masing Bawaslu Kabupaten/Kota.
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri di Bawaslu dialokasikan pada DIPA Bawaslu.
Dalam hal alokasi anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri di Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia pada DIPA Bawaslu Kabupaten/Kota, alokasi anggaran disediakan pada DIPA Bawaslu Provinsi.
Pasal 8
Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc , meliputi:
belanja honor untuk panitia/petugas pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu; dan
belanja untuk keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.
Pasal 9
Biaya-biaya yang timbul karena selisih kurs, biaya transfer, dan/atau biaya administrasi lainnya untuk penyelenggaraan tahapan Pemilu yang dilaksanakan di luar negeri, dialokasikan pada DIPA KPU dan DIPA Bawaslu.
BAB V
TATA CARA PELAKSANAAN PEMBAYARAN TAHAPAN PEMILU
Pasal 10
Pelaksanaan pembayaran tagihan dilakukan dengan Pembayaran LS kepada penerima hak, yang meliputi:
penyedia barang/jasa;
Bendahara Pengeluaran; atau
pihak lainnya.
Dalam hal Pembayaran LS kepada penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan UP.
Pasal 11
UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari maupun membiayai kegiatan tahapan Pemilu yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya ( revolving ).
Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh BPP, dalam pengajuan UP ke KPPN harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP.
Pembiayaan Tahapan Pelaksanaan Pemilu menggunakan UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh:
Satker KPU dan Bawaslu;
Satker KPU/Bawaslu Provinsi;
Satker KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota;
Satker Bawaslu Kabupaten/Kota yang tidak memiliki DIPA; dan/atau
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri pada KPU/Bawaslu.
Pasal 12
Untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu, pemberian UP tahun anggaran berjalan pada Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, dan KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota, diatur dengan ketentuan:
DIPA tahun anggaran berjalan telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
sisa dana UP/TUP Tunai tahun anggaran sebelumnya telah disetor ke Kas Negara;
Satker telah menyelesaikan rekonsiliasi laporan keuangan tahun anggaran sebelumnya; dan
Satker telah menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal masih terdapat sisa UP tahun anggaran sebelumnya yang belum disetor ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPN dapat memberikan UP tahun anggaran berjalan kepada Bendahara Pengeluaran dengan memperhitungkan sisa UP tahun anggaran sebelumnya yang belum disetor ke Kas Negara.
Dalam hal Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota belum selesai melakukan rekonsiliasi laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan/atau menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, KPPN dapat memberikan UP dengan persyaratan:
Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota telah sepenuhnya mempertanggungjawabkan TUP tahun anggaran sebelumnya; dan
pengajuan UP dengan melampirkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh KPA bahwa Satker akan segera menyelesaikan rekonsiliasi laporan keuangan dan menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember tahun anggaran sebelumnya kepada KPPN.
Pasal 13
Untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu, Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota dapat mengajukan permohonan UP melampaui besaran UP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan permohonan UP melampaui besaran UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dengan melampirkan:
alasan atau pertimbangan diperlukannya perubahan besaran UP; dan
perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian permohonan UP melampaui besaran UP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun; dan
perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan untuk membiayai belanja operasional dan Tahapan Pelaksanaan Pemilu melebihi UP sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat:
menolak; atau
memberikan persetujuan sebagian atau keseluruhan, atas pengajuan permohonan UP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, KPPN dapat memberikan UP melampaui ketentuan.
Pasal 14
Dalam hal UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang mendesak/tidak dapat ditunda, KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota dapat mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN.
TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk membiayai operasional sehari-hari atau Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Pengajuan permintaan TUP untuk membiayai operasional sehari-hari diajukan secara terpisah dengan pengajuan permintaan TUP untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Pasal 15
Dalam mengajukan permintaan TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota melampirkan:
rincian rencana penggunaan TUP; dan
surat pernyataan yang memuat syarat penggunaan dan pertanggungjawaban TUP paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan serta tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan Pembayaran LS.
Dalam hal KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.
Pasal 16
Untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri, permintaan TUP yang diajukan dapat dipergunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan.
KPA Satker KPU/Bawaslu dalam mengajukan permintaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan melampirkan:
rincian rencana penggunaan TUP; dan
surat pernyataan yang memuat syarat penggunaan dan pertanggungjawaban TUP paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan serta tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan Pembayaran LS.
Dalam hal KPA Satker KPU/Bawaslu mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 3 (tiga) bulan.
Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi paling lama 5 (lima) bulan.
Pasal 17
Dalam hal TUP untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu yang diajukan sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke Kas Negara, KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota dapat mengajukan permintaan TUP untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Permintaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dengan melampirkan:
alasan pengajuan TUP untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu meskipun TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke Kas Negara;
surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota yang berisi pernyataan tidak mengajukan TUP kembali dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke Kas Negara; dan
rincian rencana penggunaan TUP.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas permintaan TUP yang diajukan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Berdasarkan hasil penilaian, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat menolak atau memberikan persetujuan seluruh/sebagian permintaan persetujuan TUP.
Persetujuan seluruh/sebagian atas permintaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan tidak memperhitungkan TUP sebelumnya yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetor ke Kas Negara.
Berdasarkan persetujuan seluruh/sebagian permintaan TUP dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan TUP kepada Kepala KPPN.
BAB VI
REKENING DANA PEMILU
Pasal 18
Untuk keperluan penyaluran dana Tahapan Pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri, dilakukan pembukaan RDP pada bank umum yang telah melakukan kerja sama dengan KPU/Bawaslu.
Bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bank umum di dalam negeri yang telah memiliki perjanjian kerja sama pengelolaan rekening milik Satker Kementerian Negara/Lembaga dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pembukaan RDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kerja sama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara PA KPU/Bawaslu dengan pimpinan bank umum.
PA KPU/Bawaslu dapat mendelegasikan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Sekretaris Jenderal KPU/Bawaslu.
Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
pengertian atau ketentuan umum;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
pengelolaan RDP, termasuk di dalamnya:
monitoring dan pelaporan;
memberikan layanan unggulan;
mempunyai teknologi informasi yang berkualitas dan andal serta mampu memenuhi fasilitas pengelolaan RDP;
menyediakan fasilitas Cash Management System (CMS); dan
bebas biaya administrasi.
peringatan dan sanksi;
jangka waktu dan pengakhiran kerja sama;
keadaan kahar;
penyelesaian perselisihan;
ketentuan lain-lain; dan
ketentuan penutup.
Pasal 19
Berdasarkan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dilakukan pembukaan RDP oleh:
KPA Satker KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota; atau
KPA Satker Bawaslu Provinsi untuk masing-masing Satker Bawaslu Kabupaten/Kota yang tidak memiliki DIPA.
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan penutupan RDP setelah tidak digunakan sesuai tujuan dan peruntukannya.
Tata cara pembukaan dan penutupan RDP dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik satuan kerja kementerian negara/lembaga.
Pasal 20
RDP dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh kepala Satker.
Pasal 21
Mekanisme pemilihan dan penetapan bank umum, perjanjian kerja sama, dan pengelolaan RDP pada Satker KPU Kabupaten/Kota diatur dengan peraturan KPU.
Mekanisme pemilihan dan penetapan bank umum, perjanjian kerja sama, dan pengelolaan RDP pada Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi diatur dengan peraturan Bawaslu.
BAB VII
PENYALURAN DAN PENGGUNAAN DANA PEMILU
Pasal 22
PPK Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, dan KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota menyusun rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana untuk keperluan pembiayaan Tahapan Pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan oleh:
Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, dan KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota;
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri pada KPU/Bawaslu; dan
Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri pada KPU/Bawaslu.
Rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing KPA Satker KPU/Bawaslu, KPU/Bawaslu Provinsi, dan KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota.
Rincian kebutuhan dana untuk keperluan pembiayaan Tahapan Pelaksanaan Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (1) huruf c yang telah ditetapkan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan batas tertinggi penyaluran dana dan belanja pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.
Dalam hal diperlukan perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PPK Satker Bawaslu Provinsi atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota dapat mengajukan usulan perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana kepada KPA Satker Bawaslu Provinsi atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota.
Dalam hal diperlukan perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, PPK Satker KPU/Bawaslu dapat mengajukan usulan perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana kepada KPA Satker KPU/Bawaslu.
KPA Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota menetapkan perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
Perubahan rincian kebutuhan dana untuk keperluan pembiayaan Tahapan Pelaksanaan Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu yang ditetapkan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan batas tertinggi penyaluran dana dan belanja pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.
Mekanisme penyusunan, perubahan, dan penetapan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
Bagian Kesatu
Penyaluran dan Penggunaan Dana Pemilu Pada Badan _Ad Hoc_ Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri Paragraf 1 KPU
Pasal 23
Penyaluran dana untuk anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri dilaksanakan melalui mekanisme Pembayaran LS ke RDP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 24
Berdasarkan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) atau perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), PPK Satker KPU Kabupaten/Kota menyusun rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan pada masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
belanja honor untuk panitia/petugas pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri; dan
belanja untuk keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
KPA Satker KPU Kabupaten/Kota menetapkan besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah disusun oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 25
PPK Satker KPU Kabupaten/Kota membuat SPP-LS untuk keperluan penyaluran dana bagi Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan penyaluran dana yang mencakup kebutuhan 1 (satu) bulan.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP dengan rekening tujuan RDP.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan:
rencana kegiatan; dan
rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah ditetapkan oleh KPA Satker KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4).
PPK Satker KPU Kabupaten/Kota menyampaikan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota disertai dengan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b.
PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota melakukan pengujian atas SPP-LS beserta lampiran dokumen yang disampaikan oleh PPK Satker KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah memenuhi persyaratan, PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota menerbitkan SPM-LS untuk diajukan ke KPPN.
Pasal 26
PPK Satker KPU Kabupaten/Kota atas nama KPA Satker KPU Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Perintah Bayar (SPBy) kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota untuk membayar/mentransfer sejumlah dana kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri, dengan melampirkan:
rencana kegiatan;
rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah ditetapkan oleh KPA Satker KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4); dan
batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana yang diterima sebagaimana diatur dengan peraturan KPU.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota berdasarkan SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyalurkan dana Pemilu dari RDP kepada rekening masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri, yaitu:
Panitia Pemilihan Kecamatan; dan
PPS.
Penyaluran dana untuk KPPS dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota melalui rekening PPS.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota menyimpan bukti transfer atas penyaluran dana Pemilu masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
Mekanisme penyaluran, penggunaan, dan ketentuan batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan KPU. Paragraf 2 Bawaslu
Pasal 27
Penyaluran dana untuk anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri dilaksanakan melalui mekanisme Pembayaran LS ke RDP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota.
Untuk Satker Bawaslu Kabupaten/Kota yang tidak memiliki DIPA, penyaluran dana untuk kebutuhan Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri dilaksanakan melalui mekanisme Pembayaran LS ke RDP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Provinsi.
Pasal 28
Berdasarkan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) atau perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menyusun rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan pada masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
belanja honor untuk panitia/petugas pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri; dan
belanja untuk keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.
KPA Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menetapkan besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah disusun oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi membuat SPP-LS untuk keperluan penyaluran dana bagi Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan penyaluran dana yang mencakup kebutuhan 1 (satu) bulan.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP dengan rekening tujuan RDP.
SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan:
rencana kegiatan; dan
rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah ditetapkan oleh KPA Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4).
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menyampaikan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi disertai dengan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b.
PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi melakukan pengujian atas SPP-LS beserta lampiran dokumen yang disampaikan oleh PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi.
Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah memenuhi persyaratan, PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menerbitkan SPM-LS untuk diajukan ke KPPN.
Pasal 30
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atas nama KPA Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau PPK Satker Bawaslu Provinsi atas nama KPA Satker Bawaslu Provinsi menerbitkan SPBy kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi untuk membayar/mentransfer sejumlah dana kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri, dengan melampirkan:
rencana kegiatan;
rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah ditetapkan oleh KPA Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4); dan
batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana yang diterima sebagaimana diatur dengan peraturan Bawaslu.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi berdasarkan SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyalurkan dana Pemilu dari RDP kepada rekening Panwaslu Kecamatan.
Penyaluran dana untuk Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi melalui rekening Panwaslu Kecamatan.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menyimpan bukti transfer atas penyaluran dana Pemilu kepada Panwaslu Kecamatan.
Mekanisme penyaluran, penggunaan, dan ketentuan batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan Bawaslu.
Bagian Kedua
Penyaluran dan Penggunaan Dana Pemilu Pada Badan _Ad Hoc_ Penyelenggara Pemilu Luar Negeri
Pasal 31
Penyaluran dana Pemilu di luar negeri untuk keperluan belanja honor panitia/petugas Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri menggunakan mekanisme Pembayaran LS.
Penyaluran dana Pemilu di luar negeri untuk belanja keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri menggunakan mekanisme UP/TUP.
Dalam hal pembayaran menggunakan mekanisme Pembayaran LS untuk keperluan belanja honor panitia/petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pembayaran dilakukan dengan menggunakan mekanisme UP/TUP.
Pasal 32
PPK Satker KPU/Bawaslu berdasarkan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) atau Pasal 22 ayat (6), menyusun rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan pada masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Tahapan Pelaksanaan Pemilu.
Besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
belanja honor untuk panitia/petugas pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri; dan
belanja untuk keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.
KPA Satker KPU/Bawaslu menetapkan besaran rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah disusun oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 33
PPK Satker KPU/Bawaslu atas nama KPA Satker KPU/Bawaslu menerbitkan SPBy kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu untuk membayar/mentransfer sejumlah dana kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri dengan melampirkan:
rencana kegiatan;
rencana penyaluran dana untuk kebutuhan setiap bulan yang telah ditetapkan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4); dan
batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana yang diterima sebagaimana diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
Pembayaran/transfer sejumlah dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari TUP untuk kebutuhan 3 (tiga) bulan.
Pembayaran/transfer sejumlah dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu kepada Rekening Milik Perwakilan RI di luar negeri.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu menyimpan bukti transfer atas penyaluran dana Pemilu masing-masing Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.
Batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang yang diterima oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak boleh melampaui batas waktu 3 (tiga) bulan dan/atau pertanggungjawaban TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
Pasal 34
Mekanisme penyaluran, penggunaan, dan ketentuan batas waktu pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN DANA PEMILU
Bagian Kesatu
Pertanggungjawaban Dana Pemilu Pada Badan _Ad Hoc_ Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri Paragraf 1 KPU
Pasal 35
Masing-masing Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS wajib menyampaikan pertanggungjawaban dana Pemilu yang telah diterima kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat huruf c.
Pertanggungjawaban dana Pemilu oleh masing-masing Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTJB); dan
bukti-bukti pengeluaran.
Pertanggungjawaban dana Pemilu oleh KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota melalui PPS.
Dalam rangka percepatan penyelesaian pertanggungjawaban dana Pemilu, penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota dapat dalam bentuk softcopy dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dalam bentuk softcopy sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menggugurkan kewajiban untuk menyampaikan asli SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota.
SPTJB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Mekanisme penyampaian pertanggungjawaban dan bukti-bukti pengeluaran penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 36
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian atas kesesuaian jumlah uang yang telah disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) beserta SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh masing- masing Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian SPTJB dan bukti- bukti pengeluaran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota mengembalikan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU Kabupaten/Kota menyampaikan SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS yang telah sesuai kepada PPK Satker KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 37
PPK Satker KPU Kabupaten/Kota melakukan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dengan SPBy beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat .
Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan, PPK Satker KPU Kabupaten/Kota melakukan pengesahan SPTJB serta bukti-bukti pengeluaran.
PPK Satker KPU Kabupaten/Kota menerbitkan dan menyampaikan SPP-LS untuk kebutuhan dana bulan berikutnya bagi Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS yang telah memenuhi persyaratan kepada PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota, dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4).
PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota melakukan pengujian terhadap SPP-LS beserta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal pengujian terhadap SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah memenuhi persyaratan, PPSPM Satker KPU Kabupaten/Kota menerbitkan SPM- LS untuk diajukan ke KPPN.
Mekanisme penelitian dan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan KPU. Paragraf 2 Bawaslu
Pasal 38
Masing-masing Panwaslu Kecamatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dana Pemilu yang telah diterima kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat huruf c.
Pertanggungjawaban dana Pemilu oleh masing-masing Panwaslu Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
SPTJB; dan
bukti-bukti pengeluaran.
Dalam rangka percepatan penyelesaian pertanggungjawaban dana Pemilu, penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi dapat dalam bentuk softcopy dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dalam bentuk softcopy sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menggugurkan kewajiban untuk menyampaikan asli SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi.
SPTJB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Mekanisme penyampaian pertanggungjawaban dan bukti-bukti pengeluaran penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan Bawaslu.
Pasal 39
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi melakukan penelitian atas kesesuaian jumlah uang yang telah disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) beserta SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh masing-masing Panwaslu Kecamatan.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian SPTJB dan bukti- bukti pengeluaran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi mengembalikan kepada Panwaslu Kecamatan bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menyampaikan SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Panwaslu Kecamatan yang telah sesuai kepada:
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota; atau
PPK Satker Bawaslu Provinsi dalam hal Satker Bawaslu Kabupaten/Kota tidak memiliki DIPA.
Pasal 40
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a atau Satker Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b melakukan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Bendahara Pengeluaran/BPP dengan SPBy beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat .
Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan, PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a atau Satker Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b melakukan pengesahan SPTJB serta bukti-bukti pengeluaran.
PPK Satker Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat huruf a atau Satker Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b menerbitkan dan menyampaikan SPP-LS untuk kebutuhan dana bulan berikutnya bagi Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS yang telah memenuhi persyaratan kepada PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi, dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4).
PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi melakukan pengujian terhadap SPP-LS beserta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal pengujian terhadap SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah memenuhi persyaratan, PPSPM Satker Bawaslu Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi menerbitkan SPM-LS untuk diajukan ke KPPN.
Mekanisme penelitian dan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri diatur dengan peraturan Bawaslu.
Bagian Kedua
Pertanggungjawaban Dana Pemilu pada Badan _Ad Hoc_ Penyelenggara Pemilu Luar Negeri
Pasal 41
Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN wajib menyampaikan pertanggungjawaban dana Pemilu yang telah diterima kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat huruf c.
Pertanggungjawaban dana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
SPTJB; dan
bukti-bukti pengeluaran.
Dalam rangka percepatan penyelesaian pertanggungjawaban dana Pemilu, penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu dapat dalam bentuk softcopy dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Penyampaian SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menggugurkan kewajiban Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN untuk menyampaikan asli SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu.
SPTJB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Mekanisme penyampaian pertanggungjawaban dan bukti-bukti pengeluaran penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
Pasal 42
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu melakukan penelitian atas kesesuaian jumlah uang yang telah disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dengan SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh masing-masing Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian SPTJB dan bukti- bukti pengeluaran berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu mengembalikan kepada Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu menyampaikan SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN yang telah sesuai kepada PPK Satker KPU/Bawaslu.
Pasal 43
PPK Satker KPU/Bawaslu melakukan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran dari Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dengan SPBy beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat .
Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan, PPK Satker KPU/Bawaslu melakukan pengesahan SPTJB serta bukti- bukti pengeluaran.
PPK Satker KPU/Bawaslu menerbitkan dan menyampaikan SPP-GUP untuk kebutuhan dana bagi Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kepada PPSPM Satker KPU/Bawaslu dengan melampirkan dokumen:
SPTJB;
bukti-bukti pengeluaran;
rencana kegiatan; dan
rencana penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4).
Penerbitan SPP-GUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang alokasi anggaran masih cukup tersedia.
PPK Satker KPU/Bawaslu menerbitkan dan menyampaikan SPP-PTUP atas pertanggungjawaban dari Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kepada PPSPM Satker KPU/Bawaslu dengan melampirkan dokumen:
SPTJB;
bukti-bukti pengeluaran; dan
bukti setor pengembalian TUP ke Kas Negara dalam hal terdapat sisa TUP.
PPSPM Satker KPU/Bawaslu melakukan pengujian SPP- GUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau SPP- PTUP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) (7) Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat telah memenuhi persyaratan, PPSPM Satker KPU/Bawaslu menerbitkan:
SPM-GUP dalam hal dana untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri berasal dari UP; atau
SPM-PTUP dalam hal dana untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri berasal dari TUP; untuk diajukan ke KPPN.
Mekanisme penelitian dan pengujian atas SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
Bagian Ketiga
Pengembalian Sisa Dana Pemilu Pada Badan _Ad Hoc_ Penyelenggara Pemilu
Pasal 44
Sisa dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu pada Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum hari kerja terakhir pada bulan Desember.
Dalam hal masa tugas Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu berakhir sebelum bulan Desember, sisa dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dikembalikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berakhirnya masa tugas Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota meneliti sisa dana Pemilu yang dikembalikan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk mengetahui kebenaran sisa dana Pemilu yang dikembalikan.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota menyetorkan sisa dana Pemilu yang telah dikembalikan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara paling lambat pada hari kerja terakhir bulan Desember.
Bendahara Pengeluaran/BPP Satker KPU/Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota menyetorkan sisa dana Pemilu yang telah dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu mengembalikan sisa dana Pemilu.
Penyetoran sisa dana Pemilu ke Kas Negara menggunakan akun sesuai dengan ketentuan.
Pasal 45
Mekanisme pengembalian dan penyetoran sisa dana Pemilu pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri dan luar negeri diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
Transaksi pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu dikenakan pajak dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mekanisme penyetoran dan pelaporan pajak pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu diatur dengan peraturan KPU/Bawaslu.
Pasal 47
Sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, pelaksanaan anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.05/2022 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN DALAM RANGKA TAHAPAN PEMILIHAN UMUM FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB BELANJA (SPTJB) BADAN AD HOC PENYELENGGARA PEMILU SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB BELANJA (SPTJB) BULAN : ……………………………… (1) NOMOR :
.………………………… (2) TANGGAL :
.……………………….. (3) Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
..........................(4).................................... NIP :
...........................(5).................................... Jabatan :
...........................(6).................................... Kecamatan :
...........................(7).................................... Kelurahan :
...........................(8).................................... Pemda :
...........................(9).................................... Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
Bertanggungjawab atas penggunaan dana Pemilu bulan...………… (10) tahun...…… (11) sebesar Rp…………… (12) sebagaimana terdapat pada daftar lampiran SPTJB ini untuk keperluan pelaksanaan kegiatan Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan lampiran SPTJB ini, masih terdapat sisa dana Pemilu yang belum dipergunakan sebesar Rp…………………… (13).
Apabila di kemudian hari terdapat dana Pemilu yang belum dipergunakan dan mengakibatkan kekurangan dalam pertanggungjawabannya, maka kami bersedia untuk menyetor kekurangan tersebut ke Kas Negara.
Apabila di kemudian hari penggunaan Dana Pemilu tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan kerugian bagi Negara, maka kami bersedia untuk mengembalikan dan menyetor kerugian negara ke Kas Negara. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
................(14), .................................. (15) KOP SURAT PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB BELANJA (SPTJB) BADAN AD HOC PENYELENGGARA PEMILU NO KETERANGAN (1) Diisi dengan bulan pelaporan (2) Diisi dengan nomor SPTJB (3) Diisi dengan tanggal SPTJB (4) Diisi dengan Nama Pembuat SPTJB (Sekretaris Panitia Pemilihan Kecamatan/PPS/KPPS/Sekretaris Panwaslu Kecamatan/Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN) (5) Diisi dengan NIP bagi yang PNS, diisi dengan nomor identitas lainnya bagi yang bukan PNS (6) Diisi dengan Nama Jabatan (Sekretaris Panitia Pemilihan Kecamatan/PPS/KPPS/Sekretaris Panwaslu Kecamatan/Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN) (7) Diisi dengan nama kecamatan (8) Diisi dengan nama kelurahan (9) Diisi dengan nama Pemda (10) Diisi dengan bulan (11) Diisi dengan tahun (12) Diisi dengan nilai realisasi belanja bulan berkenaan (13) Diisi dengan sisa dana Pemilu yang masih berada di Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu (14) Diisi dengan tempat (15) Diisi dengan tanggal, bulan, tahun (16) Diisi dengan Nama Pembuat Pernyataan (Sekretaris Panitia Pemilihan Kecamatan/PPS/KPPS/Sekretaris Panwaslu Kecamatan/Sekretaris PPLN/Kepala Sekretariat Panwaslu LN) Catatan: Untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri nomor (7), (8), dan (9) tidak perlu diisi. LAMPIRAN SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB BELANJA (SPTJB) BULAN...………………… 20XX NOMOR...…………. TANGGAL...……….. No Uraian *) Jumlah Dana yang sudah Diterima s.d. Bulan Ini Jumlah Dana yang sudah Dibelanjaka n s.d. Bulan Lalu Jumlah Dana yang sudah Dibelanjaka n Pada Bulan Ini Jumlah Dana yang sudah Dibelanjaka n s.d. Bulan Ini Sisa Dana s.d. Bulan Ini a b c d e f = d + e g = c - f 1 ^Honorariu m …………… …...……………...……………...…………… ^………… … 2 ^Belanja Bahan …………… …...……………...……………...…………… ^………… … 3 ^Belanja Transport …………… …...……………...……………...…………… ^………… … 4 ^Belanja Sewa …………… …...……………...……………...…………… ^………… … 5 ^Belanja Konsumsi …………… …...……………...……………...…………… ^………… … 6 Dst...………… …...……………...……………...…………… ^………… … JUMLAH...………… …...……………...……………...…………… ^………… … *) Contoh uraian Lampiran Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTJB) ini dibuat dengan sebenar-benarnya disertai dengan bukti-bukti pengeluaran yang sah sebagaimana terlampir dan merupakan satu kesatuan dengan SPTJB. ……………,...…………… 20XX Nama MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI