bahwa agar pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui platform pembayaran pemerintah dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan secara lebih efektif, efisien, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip good governance pengelolaan keuangan negara, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.05/2020 tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PILOTING PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI PLATFORM PEMBAYARAN PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Platform Pembayaran Pemerintah ( Government Payment Platform ) yang selanjutnya disebut Platform adalah interkoneksi sistem antara core system dengan sistem pendukung, sistem mitra, dan sistem monitoring dalam rangka pelaksanaan pembayaran pemerintah.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Pengadaan Sederhana adalah pengadaan barang/jasa dengan nilai paling banyak sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui e-purchasing dan marketplace berbasis Platform.
Pengelola Platform adalah unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memiliki tugas untuk mengelola Platform.
Core System adalah sistem utama pembayaran yang disediakan dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Sistem Pendukung adalah sistem yang dikelola dan digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan/atau sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang diinterkoneksikan dengan Core System dalam rangka pembayaran APBN melalui Platform.
Sistem Mitra adalah sistem yang dimiliki oleh selain Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kementerian Negara/Lembaga yang diinterkoneksikan dengan Core System dalam rangka pembayaran APBN melalui Platform.
Sistem Monitoring adalah sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disingkat SPAN adalah bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara yang meliputi penetapan proses bisnis dan sistem informasi manajemen perbendaharaan dan anggaran negara terkait manajemen daftar isian pelaksanaan anggaran, penyusunan anggaran, manajemen kas, manajemen komitmen, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan, dan manajemen pelaporan.
Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi yang selanjutnya disingkat SAKTI adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem perbendaharaan dan penganggaran negara pada instansi pemerintah meliputi antara lain modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul bendahara, modul persediaan, modul aset tetap, modul piutang, serta modul akuntansi dan pelaporan.
Aplikasi Gaji Berbasis Web yang selanjutnya disebut Aplikasi Gaji adalah program aplikasi komputer berbasis web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan digunakan untuk melakukan pengelolaan administrasi belanja pegawai bagi pegawai Aparatur Sipil Negara pusat, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Aplikasi DIGIT adalah aplikasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang digunakan sebagai penyedia layanan autentikasi Single Sign On (SSO) dan dapat terhubung dengan platform aplikasi lain sebagai klien ( client ).
Aplikasi Kepegawaian adalah sistem informasi pengelolaan data sumber daya manusia yang dikelola oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Aplikasi Perjalanan Dinas adalah aplikasi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban perjalanan dinas.
Sistem Belanja Bantuan Sosial adalah sistem aplikasi yang dipergunakan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Sistem Belanja Bantuan Pemerintah adalah sistem aplikasi yang dipergunakan dalam pengelolaan belanja bantuan pemerintah oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Pihak Mitra adalah penyelenggara sistem elektronik yang memiliki dan/atau mengelola Sistem Mitra.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail ), telegram, telex, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.
Interkoneksi adalah keterhubungan antar Sistem Elektronik yang digunakan dalam Platform.
Penjaminan Mutu ( Quality Assurance ) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian pelaksanaan setiap tahapan pengembangan Sistem Elektronik dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Secure Socket Layer (SSL) adalah teknologi keamanan standar untuk membangun koneksi terenkripsi antara webserver ( website ) dengan client ( browser ) atau antara mail server dengan mail client sehingga koneksi antara client dan server dapat berjalan secara aman dari pihak lain yang tidak berkepentingan.
Server Message Block (SMB) adalah protokol client / server yang ditujukan sebagai layanan untuk berbagi berkas ( file sharing ) di dalam sebuah jaringan.
Business Continuity Plan adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar siap untuk digunakan dalam keadaan kahar.
Disaster Recovery Plan adalah dokumen yang berisikan rencana tindak yang diperlukan guna pemulihan layanan Sistem Elektronik setelah keadaan kahar.
Integration Testing adalah pengujian integrasi dari unit- unit dalam Sistem Elektronik yang sudah teruji.
User Acceptance Test adalah uji penerimaan terhadap Sistem Elektronik yang dilakukan oleh pemilik proses bisnis dan pengguna, antara lain uji penerimaan sistem (s ystem acceptance test ), pilot acceptance test , uji setiap fase roll-out , dan pengujian akhir ( final acceptance test ).
Keadaan Kahar ( Force Majeure ) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali, dan kemampuan pengelola Sistem Elektronik, serta tidak dapat diperkirakan sebelumnya yang mengakibatkan Sistem Elektronik pada Platform tidak berfungsi, baik sebagian maupun secara keseluruhan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai yang selanjutnya disingkat PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi belanja pegawai.
Pengelola Basis Data Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PBDK adalah pejabat atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala Satker untuk diberi tugas dan tanggung jawab dalam mengelola data kepegawaian pada Aplikasi Kepegawaian Satker.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
BAB II
RUANG LINGKUP, PRINSIP DASAR, DAN PELAKSANAAN TAHAPAN _PILOTING_
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
Piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dilaksanakan untuk memastikan sistem berjalan dengan baik sebelum diterapkan ke seluruh Satker Kementerian/Lembaga.
Piloting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk:
belanja pegawai, antara lain:
gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;
tunjangan kinerja;
uang makan; dan
uang lembur dan uang makan lembur.
belanja operasional, antara lain:
belanja jasa listrik; dan
belanja jasa telekomunikasi.
belanja Pengadaan Sederhana;
belanja perjalanan dinas; dan
belanja bantuan sosial dan belanja bantuan pemerintah.
Bagian Kedua
Prinsip Dasar
Pasal 3
Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan menerapkan prinsip efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Tahapan _Piloting_
Pasal 4
Piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan secara bertahap.
Tahapan pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2022, untuk pembayaran:
belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji; dan
belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
tahap II mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2023, untuk pembayaran:
belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;
belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
belanja pegawai untuk pembayaran tunjangan kinerja;
belanja pegawai untuk pembayaran uang makan;
belanja pegawai untuk pembayaran uang lembur dan uang makan lembur; dan
belanja perjalanan dinas.
tahap III mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2024, untuk pembayaran:
belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;
belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
belanja pegawai untuk pembayaran tunjangan kinerja;
belanja pegawai untuk pembayaran uang makan;
belanja pegawai untuk pembayaran uang lembur dan uang makan lembur;
belanja perjalanan dinas;
belanja Pengadaan Sederhana; dan
belanja bantuan sosial dan belanja bantuan pemerintah.
Perubahan atas tahapan dan waktu pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.
BAB III
SISTEM PLATFORM
Bagian Kesatu
Sistem Elektronik pada Platform
Pasal 5
Sistem Elektronik pada Platform meliputi:
Core System meliputi SPAN, SAKTI, dan Aplikasi Gaji;
Sistem Pendukung meliputi:
sistem Aplikasi Kepegawaian;
sistem Aplikasi Perjalanan Dinas;
Sistem Belanja Bantuan Sosial dan Sistem Belanja Bantuan Pemerintah;
sistem pengadaan barang/jasa; dan
aplikasi lainnya.
Sistem Mitra; dan
Sistem Monitoring.
Sistem Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain:
sistem pembayaran yang disediakan oleh Pihak Mitra yang terhubung dengan penyedia barang/jasa, antara lain e-marketplace , e-commerce , e-catalogue , dan sistem lainnya;
sistem pembayaran yang dimiliki oleh Pihak Mitra sebagai penyedia barang/jasa, antara lain sistem perusahaan listrik negara, sistem perusahaan telekomunikasi, dan sistem lainnya;
sistem penyaluran bantuan sosial dan bantuan pemerintah yang disediakan oleh bank dan/atau pos sebagai Pihak Mitra yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
sistem yang dikelola oleh perbankan penerbit kartu kredit pemerintah yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menyediakan informasi tagihan.
Bagian Kedua
Pengelola Platform
Pasal 6
Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Platform, Menteri Keuangan membentuk Pengelola Platform.
Pengelola Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pengelola Platform memiliki fungsi sebagai berikut:
pengembangan kerja sama layanan;
pengembangan teknologi informasi;
layanan operasional; dan
manajemen mutu dan hukum.
Dalam hal Pengelola Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan tim untuk melaksanakan fungsi Pengelola Platform.
BAB IV
INTERKONEKSI SISTEM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Untuk piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform, dilakukan Interkoneksi antara Core System dengan:
Sistem Pendukung;
Sistem Mitra; dan
Sistem Monitoring.
Bagian Kedua
Interkoneksi _Core System_ dengan Sistem Pendukung
Pasal 8
Untuk dapat melakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I harus memenuhi persyaratan:
memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Pendukung yang terinterkoneksi dengan Core System ; dan
memiliki Sistem Pendukung yang mampu:
melaksanakan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyediakan fungsi jejak audit (a udit trails );
menyediakan aspek terkait dengan Penjaminan Mutu ( Quality Assurance ), Business Continuity Plan , dan Disaster Recovery Plan ; dan
memenuhi standar data/informasi dan proses bisnis yang dibutuhkan oleh C ore System .
Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan usulan untuk melakukan interkoneksi antara Core System dengan Sistem Pendukung melalui surat kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan yang ditandatangani oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I.
Surat usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengusul yang berisi:
kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
ketersediaan sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Pendukung yang terinterkoneksi dengan Core System ;
kesediaan untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
cakupan penggunaan Sistem Pendukung untuk 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I;
Sistem Pendukung menerapkan Secure Sockets Layer (SSL) dan telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan dilakukan pembaharuan/ update , serta menutup/ disable service / port Server Message Block (SMB);
kesediaan untuk dilakukan Integration Testing dan User Aceptance Test oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap Sistem Pendukung; dan
narahubung berupa nomor induk pegawai/nomor register pokok, nama, jabatan, dan alamat surat elektronik resmi kantor.
Pasal 9
Terhadap usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat menerima atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat .
Dalam hal Direktur Jenderal Perbendaharaan menerima usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dilaksanakan Integration Testing dan User Acceptance Test terhadap Sistem Pendukung oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal Direktur Jenderal Perbendaharaan menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), penolakan dimaksud disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengusul, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat usulan dan dokumen kelengkapan diterima secara lengkap.
Pasal 10
Dalam hal berdasarkan Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Sistem Pendukung dinyatakan tidak lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Integration Testing dan User Acceptance Test kepada pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan Sistem Pendukung.
Perbaikan Sistem Pendukung harus diselesaikan oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Berdasarkan perbaikan Sistem Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan kembali Integration Testing dan User Acceptance Test terhadap Sistem Pendukung.
Dalam hal pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I tidak dapat menyelesaikan perbaikan Sistem Pendukung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Pendukung secara tertulis.
Dalam hal berdasarkan Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau pada ayat (3) Sistem Pendukung dinyatakan lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan Interkoneksi Core System dengan Sistem Pendukung dalam Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 11
Berdasarkan penetapan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), ditetapkan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengguna Sistem Pendukung sebagai peserta piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.
Bagian Ketiga
Interkoneksi _Core System_ dengan Sistem Mitra
Pasal 12
Untuk dapat melakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, Pihak Mitra harus memenuhi persyaratan:
memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Mitra yang terinterkoneksi dengan Core System ;
memiliki sistem yang mampu:
melaksanakan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyediakan fungsi jejak audit ( audit trails );
menyediakan aspek terkait dengan Penjaminan Mutu ( Quality Assurance ), Business Continuity Plan , dan Disaster Recovery Plan ; dan
memenuhi standar data/informasi dan proses bisnis yang dibutuhkan oleh Core System. (2) Pihak Mitra yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan usulan untuk melakukan interkoneksi antara Core System dengan Sistem Mitra melalui surat kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi Pihak Mitra.
Surat usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi Pihak Mitra pengusul yang berisi mengenai:
kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
ketersediaan sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Mitra yang terinterkoneksi dengan Core System ;
kesediaan untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
Sistem Mitra menerapkan SSL dan telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan dilakukan pembaharuan/ update , serta menutup/ disable service / port SMB;
kesediaan untuk dilakukan Integration Testing dan User Acceptance Test oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap Sistem Mitra; dan
narahubung berupa nama, jabatan, dan alamat surat elektronik resmi perusahaan.
Pasal 13
Terhadap usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat menerima atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat .
Dalam hal Direktur Jenderal Perbendaharaan menerima usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dilaksanakan Integration Testing dan User Acceptance Test terhadap Sistem Mitra oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal Direktur Jenderal Perbendaharaan menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), penolakan dimaksud disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Pihak Mitra, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat usulan dan dokumen kelengkapan diterima secara lengkap.
Pasal 14
Dalam hal berdasarkan Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Sistem Mitra dinyatakan tidak lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Integration Testing dan User Acceptance Test kepada pimpinan Pihak Mitra untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan Sistem Mitra.
Perbaikan Sistem Mitra harus diselesaikan oleh pimpinan Pihak Mitra dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Berdasarkan perbaikan Sistem Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan kembali Integration Testing dan User Acceptance Test terhadap Sistem Mitra.
Dalam hal pimpinan Pihak Mitra tidak dapat menyelesaikan perbaikan Sistem Mitra dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Mitra secara tertulis.
Dalam hal berdasarkan Integration Testing dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) atau pada ayat (3) Sistem Mitra dinyatakan lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan dan pimpinan tertinggi Pihak Mitra menandatangani perjanjian kerja sama.
Pasal 15
Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) paling sedikit memuat:
tujuan dan maksud perjanjian;
tugas dan wewenang para pihak;
data dan sistem yang digunakan;
jadwal pembayaran;
penanganan gangguan sistem dan jaringan;
penyelesaian perselisihan; dan
Keadaan Kahar ( Force Majeure ).
Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengguna Sistem Mitra ditetapkan sebagai peserta Piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan setelah penandatanganan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5).
Bagian Keempat
Interkoneksi _Core System_ dengan Sistem Monitoring
Pasal 16
Untuk memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform, dilakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c.
Dalam Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Core System menyediakan data pembayaran dalam periode tertentu untuk ditampilkan dalam Sistem Monitoring.
BAB V
ADMINISTRASI KEUANGAN SECARA ELEKTRONIK
Pasal 17
Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf b dan huruf c dan bersifat end-to-end .
Sifat end-to-end sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. Sistem Pendukung menyediakan dan mengelola:
data pegawai dan administrasi data belanja pegawai;
data administrasi belanja perjalanan dinas;
data pengadaan barang dan/atau jasa; dan
data penerima bantuan sosial dan/atau bantuan pemerintah, yang dilaksanakan oleh pejabat berwenang pada Satker berkenaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Sistem Mitra menyediakan dan mengelola data tagihan dan/atau kontrak yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang pada Satker sesuai pengaturan pada sistem berkenaan;
penyelesaian tagihan dilaksanakan pada Core System sesuai dengan kewenangan Satker berkenaan; dan
pencairan dana dilaksanakan pada Core System oleh KPPN.
Pasal 18
Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform menerapkan administrasi keuangan secara elektronik.
Administrasi keuangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penggunaan:
Data Elektronik;
Transaksi Elektronik; dan
Dokumen Elektronik.
Administrasi keuangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembuatan atau perekaman komitmen dan/atau dokumen kepegawaian lainnya, pengajuan tagihan, penyelesaian tagihan, dan pencairan dana.
Administrasi keuangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
pejabat pengadaan barang/jasa;
PBDK;
PPABP;
Bendahara Pengeluaran;
PPK;
PPSPM; dan
KPA, sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masin
Pasal 19
Tugas dan wewenang pejabat pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
Tugas dan wewenang PBDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b, meliputi:
menguji kesesuaian data kepegawaian pada Aplikasi Kepegawaian dengan dokumen kepegawaian;
melakukan persetujuan perubahan data kepegawaian pada Aplikasi Kepegawaian;
memproses perubahan data yang tercantum pada surat keterangan untuk mendapatkan tunjangan keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan keluarga pada Aplikasi Kepegawaian;
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen kepegawaian yang tersimpan dalam sistem; dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pengelolaan administrasi kepegawaian.
Tugas dan wewenang PPABP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf c, meliputi:
melakukan pengujian secara elektronik terhadap data pegawai untuk keperluan pembayaran gaji sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
memproses pembuatan Daftar Gaji Induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Gaji Terusan, Uang Muka Gaji, Tunjangan Kinerja, Uang Lembur, Uang Makan, Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Gaji lainnya;
memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
menyampaikan Daftar Gaji dan daftar perubahan data pegawai kepada PPK;
melakukan penatausahaan data utang pegawai kepada Negara;
menyampaikan informasi utang pegawai kepada Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAI); dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pengelolaan administrasi belanja pegawai.
Tugas dan wewenang Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat huruf d, PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf e, PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf f, dan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf g dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
Pasal 20
Data Elektronik, Transaksi Elektronik, dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) disahkan dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4).
Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sistem Elektronik pada Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tanda Tangan Elektronik yang tersertifikasi.
Dalam hal Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dapat diterapkan, digunakan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi yang diamankan secara elektronik.
Sistem Pendukung dan/atau Sistem Mitra wajib menggunakan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi paling lama 2 (dua) tahun sejak interkoneksi dengan Core System ditetapkan.
Pasal 21
Data Elektronik dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat merupakan alat bukti yang sah sebagai dasar pembayaran atas beban APBN.
Pemeliharaan atas Data Elektronik dan Dokumen Elektronik oleh pengelola Sistem Elektronik, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENYELESAIAN TAGIHAN
Pasal 22
Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan komitmen dan/atau tagihan berupa Data Elektronik yang dihasilkan dari Aplikasi Gaji, Sistem Pendukung, dan/atau Sistem Mitra.
Penyelesaian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan SAKTI.
Penyelesaian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan batas waktu terhadap:
pengajuan tagihan kepada PPK;
pembuatan dan penyampaian SPP kepada PPSPM;
pembuatan dan penyampaian SPM kepada KPPN; dan
penerbitan dan tanggal SP2D.
Pasal 23
Pembayaran atas tagihan kepada negara dilakukan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening penerima hak pembayaran.
Dalam hal pembayaran tidak dapat dilakukan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening penerima hak pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembayaran dapat dilakukan secara langsung melalui rekening Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran:
perjalanan dinas; dan
belanja pegawai yang tidak dapat dibayarkan secara langsung kepada penerima.
Dalam hal pembayaran tidak dapat dilakukan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pembayaran kepada penerima hak pembayaran selain untuk pembayaran belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dapat dilakukan menggunakan uang persediaan.
Pembayaran belanja bantuan sosial dan/atau belanja bantuan pemerintah dapat dilaksanakan melalui bank/pos penyalur sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran bantuan pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga.
Pasal 24
Dalam rangka penyelesaian tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PPK melakukan pengujian terhadap kebenaran tagihan.
Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik paling kurang terhadap:
kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN; dan
kebenaran perhitungan tagihan termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara.
Untuk selain belanja pegawai, selain melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK melakukan pengujian terhadap:
kesesuaian antara tagihan dengan barang/jasa yang diserahterimakan/diselesaikan serta spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam komitmen; atau
kesesuaian pelaksanaan perjalanan dinas dengan komitmen.
Untuk belanja Pengadaan Sederhana, selain melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), PPK juga melakukan pengujian ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan.
Dalam hal berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tagihan memenuhi ketentuan, PPK menerbitkan SPP dan mengesahkannya menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
PPK menyampaikan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) secara elektronik kepada PPSPM.
Dalam hal berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tagihan tidak memenuhi ketentuan, PPK menolak tagihan.
Pasal 25
PPSPM melakukan penelitian dan pengujian secara elektronik atas SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6), meliputi:
ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA;
kesesuaian keluaran antara yang tercantum dalam komitmen dengan keluaran yang tercantum dalam DIPA;
kebenaran administratif atas hak tagih meliputi:
pihak yang berhak untuk menerima pembayaran; dan
nilai tagihan yang harus dibayar.
kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
ketepatan penggunaan kode bagan akun standar antara SPP dengan DIPA/Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)/Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satker.
Penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data/informasi pada SAKTI.
Data/informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa:
data DIPA/POK/RKA Satker;
komitmen; dan
tagihan.
Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPP memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM dan mengesahkannya menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
PPSPM menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara elektronik ke KPPN.
Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPP tidak memenuhi ketentuan, PPSPM menolak SPP.
Pasal 26
Dalam rangka pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian secara elektronik atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5).
Penelitian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada penelitian kebenaran SPM secara sistem meliputi:
keabsahan Tanda Tangan Elektronik pada SPM;
kesesuaian penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
Pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
ketersediaan dana pada kegiatan/keluaran/jenis belanja dalam DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
kesesuaian data supplier pada SPM dengan data supplier pada SPAN; dan
persyaratan pencairan dana.
Pengujian persyaratan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
Penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data/informasi pada SPAN.
Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPM memenuhi ketentuan, KPPN menerbitkan SP2D menggunakan SPAN.
Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPM tidak memenuhi ketentuan, KPPN menolak SPM.
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 27
Pengelola Platform melaksanakan monitoring dan evaluasi meliputi:
analisis pengelolaan belanja; dan
analisis perilaku pengguna.
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kebijakan antara lain terkait dengan:
efisiensi belanja pemerintah;
efektivitas pembayaran pemerintah; dan/atau
pelaksanaan tugas pejabat perbendaharaan.
PA/KPA melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
pengelolaan dan pelaksanaan belanja; dan
penyelesaian tagihan.
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Aplikasi DIGIT.
BAB VIII
KEADAAN KAHAR ( _FORCE MAJEURE_ )
Pasal 28
Dalam hal terdapat gangguan yang menyebabkan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat tidak berjalan sebagaimana mestinya, Pengelola Platform segera melakukan koordinasi menggunakan sarana komunikasi tercepat dengan pengelola masing-masing sistem untuk melakukan penanganan awal sesuai dengan prosedur kerja penanganan gangguan pada masing-masing sistem.
Informasi gangguan terhadap Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Pengelola Platform dari pengguna sistem, pengelola sistem, Sistem Monitoring Platform dan/atau dari pihak lain.
Dalam hal setelah penanganan awal gangguan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil dan menyebabkan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) tidak berfungsi sebagian maupun secara keseluruhan, diberlakukan keadaan kahar ( force majeure ).
Deklarasi kondisi keadaan kahar ( force majeure ) dilakukan segera dan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah Pengelola Platform mengusulkan keadaan kahar ( force majeure ) kepada penanggung jawab Pengelola Platform.
Deklarasi kondisi keadaan kahar ( force majeure ) dilakukan segera oleh penanggung jawab Pengelola Platform atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan menggunakan sarana komunikasi tercepat dengan memperhatikan masukan dari pengelola sistem.
Dalam hal terdapat deklarasi keadaan kahar ( force majeure ) sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan Business Continuity Plan .
Prosedur Business Continuity Plan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Business Continuity Plan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Prosedur Business Continuity Plan pada Sistem Pendukung dan Sistem Mitra mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Business Continuity Plan pada masing-masing sistem.
BAB IX
KETENTUAN LAIN LAIN
Pasal 29
Untuk penambahan belanja baru pada setiap tahapan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform tahap I sampai dengan tahap III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
penetapan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I menjadi peserta piloting interkoneksi Core System dengan Sistem Pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2);
penetapan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I menjadi peserta piloting interkoneksi Core System dengan Sistem Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilakukan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2);
berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10; dan
berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf b, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Pasal 14, dan Pasal 15 ayat (1).
Pasal 30
Ketentuan mengenai Petunjuk teknis yang mengatur sistem elektronik dan proses bisnis pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Tahapan pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform yang telah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.05/2020 tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1556) dinyatakan sebagai bagian dari tahap I pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan pelaksana dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.05/2020 tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1556), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 33
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.05/2020 tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1556), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY