bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 107 ayat (1) huruf e dan ayat (1A) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, pemotongan penyaluran Transfer ke Daerah dapat dilakukan dalam hal terdapat daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan, yang tata cara pemotongannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dapat dilakukan penundaan dan/atau pemotongan dalam hal daerah menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah melalui Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 537) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1081);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN IURAN JAMINAN KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan .
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Tunggakan Kewajiban Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Tunggakan adalah kewajiban Iuran Jaminan Kesehatan yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada pihak penyelenggara program jaminan kesehatan, baik sebelum maupun sesudah terbentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
Kapasitas Fiskal Daerah adalah gambaran dari kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja pegawai.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan terhadap Pemerintah Daerah yang mempunyai Tunggakan.
Tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun dan telah dilakukan upaya penagihan secara optimal oleh BPJS Kesehatan.
Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai penyelesaian Tunggakan.
BAB III
PENETAPAN BESARAN TUNGGAKAN
Pasal 3
BPJS Kesehatan melakukan rekonsiliasi dengan Pemerintah Daerah untuk menentukan besaran Tunggakan yang disepakati oleh Pemerintah Daerah dengan BPJS Kesehatan berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki oleh masing-masing pihak.
Dalam pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan menyampaikan surat pemberitahuan kepada gubernur/bupati/wali kota yang paling sedikit memuat:
jumlah Tunggakan; dan
waktu pelaksanaan rekonsiliasi;
Jumlah Tunggakan yang disepakati dalam rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi yang ditandatangani oleh Kepala Cabang BPJS Kesehatan setempat dan gubernur/bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk.
Berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit memuat:
nama daerah;
jumlah rincian Tunggakan yang disepakati dan/atau tidak disepakati; dan
penyelesaian atas Tunggakan.
Berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Utama BPJS Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk menetapkan besaran Tunggakan masing-masing Pemerintah Daerah.
Format berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
Dalam hal Pemerintah Daerah:
tidak bersedia melakukan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); dan/atau
tidak menyepakati sebagian atau seluruh jumlah Tunggakan, BPJS Kesehatan dapat meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan audit atas besaran Tunggakan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama BPJS Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk, menetapkan besaran Tunggakan masing-masing Pemerintah Daerah.
BAB IV
PEMOTONGAN DAU DAN/ATAU DBH
Pasal 5
Berdasarkan penetapan besaran Tunggakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat (2), Direktur Utama BPJS Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagai penyelesaian Tunggakan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
penetapan besaran Tunggakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat (2);
bukti upaya penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
asli berita acara hasil rekonsiliasi yang ditandatangani oleh gubernur/bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk dan Kepala Perwakilan BPJS Kesehatan setempat dan/atau hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan; dan
asli surat penunjukkan pejabat yang menandatangani berita acara rekonsiliasi dari gubernur/bupati/wali kota, dalam hal berita acara rekonsiliasi ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk.
Pasal 6
Berdasarkan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat , Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan besaran dan tahapan pemotongan DAU/atau DBH.
Perhitungan besaran pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya permintaan pemotongan, besarnya penyaluran, sanksi pemotongan dan/atau penundaan lainnya, serta Kapasitas Fiskal Daerah yang bersangkutan.
Kapasitas Fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Kapasitas Fiskal Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
nama daerah;
jumlah Tunggakan;
besaran dan tahapan pemotongan DAU dan/atau DBH; dan
waktu pelaksanaan pemotongan.
Pasal 7
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transfer Dana Perimbangan melaksanakan pemotongan DAU dan/atau DBH.
Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada saat proses penerbitan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar penyaluran DAU dan/atau DBH.
Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Pasal 8
Direktur Dana Perimbangan atas nama Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan realisasi pemotongan DAU dan/atau DBH kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan tembusan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana.
Pasal 9
Dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH untuk penyelesaian Tunggakan dicatat dengan menggunakan kode akun Penerimaan Nonanggaran.
Penerimaan Nonanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan komponen penerimaan Dana Perhitungan Fihak Ketiga sebagai bagian dari iuran Pemerintah Daerah.
Tata cara pembayaran Dana Perhitungan Fihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada BPJS Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Dana Perhitungan Fihak Ketiga.
BAB V
PENUTUP
Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.