MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.02/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 102/PMK.02/2018 TENTANG KLASIFIKASI ANGGARAN Menimbang
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Menteri Keuangan telah nienetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran;
bahwa untuk menyesuaikan nomenklatur bagian anggaran kementerian negarajlembaga pada klasifikasi organisasi dan menyempurnakan ketentuan mengenai tata cara pengusulan, penetapan, penggabungan, dan pembubaran bagian anggaran dan satuan kerja anggaran, dan untuk memberikan pedoman terkait program yang dapat bersifat lintas kementerian negarajlembaga sesuai dengan kebijakan Pemerintah, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran; Mengingat Menetapkan 1. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1173);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 102/PMK.02/2018 TENTANG KLASIFIKASI ANGGARAN. Pasall Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1173), diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Penyusunan RKA-K/L dan RDP BUN berdasarkan Klasifikasi Fungsi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b angka 2 dilakukan secara berjenjang yang terdiri atas:
perumusan fungsi dilakukan untuk level Kernen terian I Lem bag a;
perumusan Program dilakukan untuk level unit eselon I atau setara unit eselon I sesuai dengan visi dan misi KementerianjLembaga atau untuk PPA BUN yang mencerminkan kebijakan pemerin tah; dan
perumusan Kegiatan dilakukan untuk level unit eselon II atau setara unit eselon II atau Satker yang mencerminkan penjabaran dari Program atau penugasan tertentu KementerianjLembaga.
Untuk penyusunan RKA-K/L dan RDP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan fungsinya, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran mengusulkan fungsi/ subfungsi/ProgramjKegiatan kepada Kementerian Perencanaan Keuangan Pembangunan dan Kementerian Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Tata cara pengusulan fungsi/ subfungsi/Program/ Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A
Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf b dapat bersifat lintas antar unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang sama atau lintas antar Kementerian/Lembaga.
Program lintas antar unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang sama, dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal atau pejabat unit eselon I Kementerian/Lembaga yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Program lintas antar Kementerian/Lembaga dikoordinasikan oleh Kementerian/Lembaga yang ditetapkan sebagai koordinator.
Dalam hal Program yang diusulkan oleh Pengguna Anggaran merupakan Program lintas antar Kementerian/Lembaga, Pengguna Anggaran wajib berkoordinasi terlebih dahulu dengan koordinator Program lintas antar Kementerian/Lembaga.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penerapan Program yang bersifat lintas antar unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang sama atau lintas antar Kementerian/Lembaga dapat diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Anggaran.
Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Dalam rangka penyusunan RKA-K/L dan RDP BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, KementerianjLembaga dan PPA BUN menyusun Program dan Kegiatan untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan berupa keluaran (output) dan hasil (outcome). (2) Keluaran (output) sebagaimana dimaksud pada ayat terdiri a tas:
keluaran (output) yang dihasilkan untuk memenuhi keperluan internal organisasi; dan
keluaran (output) yang dihasilkan untuk pemangku kepentingan atau penerima manfaat.
Keluaran (output) dihasilkan melalui tahapan- tahapan (komponen).
Dalam rangka pencapaian keluaran (output) yang dihasilkan untuk memenuhi keperluan internal organ1sas1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan standardisasi rumusan, kode, tahapan (komponen), dan akun yang digunakan sesuai dengan Klasifikasi Jenis Belanja.
Standardisasi tahapan (komponen) keluaran (output) yang dihasilkan untuk memenuhi keperluan internal organ1sas1 se bagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengena1 petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran kementerianjlembaga dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran.
Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1173) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Men teri ini.
Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1173) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2019 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 20 19 DIREKTUR JENDERAL PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd . WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1627 Plt. LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR 187 /PMK.02/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 102/PMK.02/2018 TENTANG KLASIFIKASI ANGGARAN KLASIFIKASI ORGANISASI KODE DAN NOMEKLATUR BAGIAN ANGGARAN DALAM KLASIFIKASI ORGANISASI No. Kode Bagian Uraian Anggaran 1. 001 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 2. 002 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 3. 004 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 4. 005 Mahkamah Agung Republik Indonesia 5. 006 Kejaksaan Republik Indonesia 6. 007 Kementerian Sekretariat Negara 7. 010 Kementerian Dalam Negeri 8. 011 Kementerian Luar Negeri 9. 012 Kementerian Pertahanan 10. 013 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 11. 015 Kementerian Keuangan 12. 018 Kementerian Pertanian 13. 019 Kementerian Perindustrian 14. 020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral No. Kode Bagian Uraian Anggaran 15. 022 Kernenterian Perhubungan 16. 023 Kernenterian Pendidikan dan Kebudayaan 17. 024 Kernenterian Kesehatan 18. 025 Kernenterian Agarna 19. 026 Kernen terian Ketenagakerj aan 20. 027 Kernenterian Sosial 21. 029 Kernenterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 22. 032 Kernenterian Kelautan dan Perikanan 23. 033 Kernenterian Pekerjaan Urn urn dan Perurnahan Rakyat 24. 034 Kernenterian Koordinator Bidang Politik, Hukurn, dan Kearnanan 25. 035 Kernenterian Koordinator Bidang Perekonornian 26. 036 Kernenterian Koordinator Bidang Pernbangunan Manusia dan Kebudayaan 27. 040 Kernenterian Pariwisata dan Ekonorni Kreatif /Bad an Pariwisata dan Ekonorni Kreatif 28. 041 Kernenterian Badan Usaha Milik Negara 29. 042 Kernen terian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi N asional 30. 044 Kernenterian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. Kode Bagian Uraian Anggaran 31. 047 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 32. 048 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 33. 050 Bad an In telij en N egara 34. 051 Badan Siber dan Sandi Negara 35. 052 Dewan Ketahanan Nasional 36. 054 Badan Pusat Statistik 37. 055 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 38. 056 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan N asional 39. 057 Perpustakaan N asional Republik Indonesia 40. 059 Kementerian Komunikasi dan Informatika 41. 060 Kepolisian Negara Republik Indonesia 42. 063 Badan Pengawasan Obat dan Makanan 43. 064 Lembaga Ketahanan Nasional 44. 065 Badan Koordinasi Penanaman Modal 45. 066 Badan Narkotika Nasional 46. 067 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 47. 068 Bad an Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional No. Kode Bagian Uraian Anggaran 48. 074 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 49. 075 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 50. 076 Komisi Pemilihan Umum 51. 077 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 52. 078 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 53. 079 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 54. 080 Badan Tenaga Nuklir Nasional 55. 081 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 56. 082 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 57. 083 Badan Informasi Geospasial 58. 084 Badan Standardisasi Nasional 59. 085 Badan Pengawas Tenaga Nuklir 60. 086 Lembaga Administrasi Negara 61. 087 Arsip Nasional Republik Indonesia 62. 088 Badan Kepegawaian Negara 63. 089 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 64. 090 Kementerian Perdagangan 65. 092 Kementerian Pemuda dan Olahraga 66. 093 Komisi Pemberantasan Korupsi 67. 095 Dewan Perwakilan Daerah 68. 100 Komisi Yudisial Republik Indonesia No. Kode Bagian Uraian Anggaran 69. 103 Badan Nasional Penanggulangan Bencana 70. 104 Bad an Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia 71. 106 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ J as a Pemerintah 72. 107 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan 73. 108 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha 74. 109 Badan Pengembangan Wilayah Suramadu 75. 110 Ombudsman Republik Indonesia 76. 111 Badan Nasional Pengelola Perbatasan 77. 112 Bad an Pengusahaan Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas Batam 78. 113 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 79. 114 Sekretariat Kabinet 80. 115 Badan Pengawas Pemilihan Umum 81. 116 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia 82. 117 Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia 83. 118 Bad an Pengusahaan Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas Sabang 84. 119 Badan Keamanan Laut 85. 120 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi No. Kode Bagian Anggaran 86. 122 87. 999 . . ·~ -~· '- . . Uraian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Bendahara Umum Negara MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN II PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR 187 /PMK. 02/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 102/PMK.02/2018 TENTANG KLASIFIKASI ANGGARAN TATA CARA PENGUSULAN DAN PENETAPAN BAGIAN ANGGARAN DAN SATUAN KERJA ANGGARAN DALAM KLASIFIKASI ORGANISASI, TATA CARA PENGUSULAN DAN PENETAPAN FUNGSI/SUBFUNGSI/PROGRAM/KEGIATAN DALAM KLASIFIKASI FUNGSI, DAN PENGGUNAAN AKUN DAN STANDARDISASI TAHAPAN KELUARAN ( OUTPU1) DALAM KLASIFIKASI JENIS BELANJA A. PENDAHULUAN Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diatur bahwa belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Dalam prakteknya, pengklasifikasian Belanja Negara menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja tersebut disusun berdasarkan informasi yang terdapat dalam RKA-K/L yang disusun oleh Kementerian/Lembaga dan RDP BUN yang disusun oleh Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) Bagian Anggaran BUN. Informasi yang terdapat dalam RKA-K/L dan RDP BUN meliputi antara lain Pengguna Anggaran dan KPA, nomenklatur dan kode Bagian Anggaran dan/ a tau Satker anggaran, fungsi, Program, Kegiatan, (keluaran) output, dan jenis belanja. Berkaitan dengan hal tersebut, sebelum menyusun RKA-K/L dan RDP BUN, Menteri/Pimpinan Lembaga harus terlebih dahulu menyampaikan usulan mengenai:
nomenklatur dan kode Bagian Anggaran dan/atau Satker anggaran, dalam hal belum memiliki nomenklatur dan kode Bagian Anggaran dan/ a tau Satker;
fungsi, Program, Kegiatan yang akan digunakan dalam memenuhi tugas dan fungsi yang ditetapkan oleh Presiden; dan
pejabat perbendaharaan terkait. Usul mengenai nomenklatur dan kode Bagian Anggaran danjatau Satker anggaran beserta pejabat perbendaharaan terkait diproses di Kementerian Keuangan. Sementara itu, usul mengenai fungsi, Program, Kegiatan Kementerian/Lembaga selain diproses di Kementerian Keuangan, JUga disampaikan ke Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal usul penambahanjpenguranganjpenggabungan/ perubahan nomenklatur dan/atau kode Bagian Anggaran dan/ a tau Satker dilakukan pada tahun berjalan, pengusulannya mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara rev1s1 anggaran. Demikian pula, dalam hal usul penambahanj penghapusan/ penggabungan/ perubahan nomenklatur dan/ a tau kode Program dan/ a tau Kegiatan dilakukan pada tahun berjalan, pengusulannya mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran. B. PENGUSULAN DAN PENETAPAN BAGIAN ANGGGARAN DAN SATUAN KERJA ANGGARAN DALAM KLASIFIKASI ORGANISASI 1. Ketentuan Umum Bagian Anggaran dan Satuan Kerja Anggaran Berdasarkan Penjelasan Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa rincian Belanja Negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan Kementerian/Lembaga pemerintahan pusat. Pembentukan Kementerian berdasarkan Undang-Undang mengenai Kementerian Negara, dan pembentukan lembaga negara berdasarkan Undang- Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden. Selanjutnya, jumlah Kementerian/Lembaga dipengaruhi oleh pembentukan, pengubahan, dan pembubaran KementerianjLembaga. Pembentukan KementerianjLembaga adalah pembentukan Kementerian/Lembaga dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpahjjanji. Pengubahan Kementerian/Lembaga adalah pengubahan nomenklatur KementerianjLembaga dengan cara menggabungkan, memisahkan, danjatau mengganti nomenklatur KementerianjLembaga yang sudah terbentuk. Pembubaran Kementerian/Lembaga adalah menghapus Kementerian/Lembaga yang sudah terbentuk. Sementara itu, dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diatur bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaranjpengguna barang KementerianjLembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas, an tara lain:
menyusun rancangan anggaran Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya;
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; dan
rnelaksanakan dipirnpinnya. anggaran Kernen terian I Lern bag a yang Pirnpinan Lernbaga tidak serta rnerta rnerupakan Pengguna Anggaranlpengguna barang Lernbaga yang dipirnpinnya. Dengan dernikian, Pirnpinan Lernbaga tidak serta rnerta dapat rnelaksanakan tugas sebagairnana diarnanatkan dalarn Pasal 9 Undang-Undang Nornor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini berlaku bagi Lernbaga Nonstruktural yang pirnpinannya belurn ditetapkan sebagai Pengguna Anggaran. Secara urnurn, struktur organ1sas1 KernenterianiLernbaga adalah Menteril Pirnpinan Lernbaga, pejabat level eselon I, pejabat level eselon II, pejabat level eselon III, pejabat level eselon IV, dan pelaksana. Selain itu, terdapat juga pejabat fungsional yang levelnya dapat disetarakan dengan level pejabat struktural. Sernentara itu, struktur anggaran rneliputi Pengguna Anggaran, PPA (khusus untuk BA BUN), dan KPA. Berkaitan dengan hal tersebut, pengelolaan keuangan negara lingkup KernenterianiLernbaga dibedakan dengan pengelolaan keuangan lingkup Lernbaga Nonstruktural, sebagai berikut:
Pengelolaan Keuangan KernenterianiLernbaga:
Presiden selaku pernegang kekuasan pengelolaan keuangan negara rnenguasakan pengelolaan keuangan negara tersebut kepada MenteriiPirnpinan Lernbaga selaku Pengguna Anggaranlpengguna barang KernenterianiLernbaga yang dipirnpinnya (Pasal 6 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nornor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara);
MenteriiPirnpinan Lernbaga adalah Pengguna Anggaran I pengguna barang bagi Kernen terian I Lern bag a yang dipirnpinnya (Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nornor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara);
Lernbaga adalah Lernbaga Negara dan Lernbaga Pernerintah Nonkernenterian Negara (LPNK);
Lernbaga dapat dikategorikan sebagai LPNK apabila dalarn landasan hukurn pernbentukannya (berupa Peraturan Pernerintah atau Peraturan Presiden) rnenyatakan bahwa pirnpinan lernbaga bertanggung jawab kepada Presiden, dan status lernbaga sebagai LPNK. Dalarn kondisi dernikian, lembaga tersebut berhak mengusulkan dan mendapatkan Bagian Anggaran dengan kode tersendiri ke Kementerian Keuangan.
Di lingkungan Lembaga Negara, yang dimaksud dengan Pimpinan Lembaga adalah Pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Lembaga yang bersangkutan (Penjelasan Pasal 6 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara);
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya (Pasal 4 Ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana KeDa dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga); dan
Bagian Anggaran merupakan kelompok anggaran menurut nomenklatur KementerianjLembaga, oleh karenanya setiap KementerianjLembaga mempunyai kode Bagian Anggaran tersendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Menteri, Pimpinan LPNK, atau Sekretaris Jenderal Lembaga Negara adalah Pengguna Anggaran yang mendapat kuasa dari Presiden untuk mengelola keuangan negara dari Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya;
Selaku Pengguna Anggaran, para pejabat pada angka 1) bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasakan kepadanya; dan
Agar dapat menyusun RKA-K/L, Pengguna Anggaran wajib memiliki Bagian Anggaran sendiri, yang dicerminkan dari kode dan nomenklatur Bagian Anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga. Selain itu, KementerianjLembaga yang bersangkutan juga membentuk KPA (level eselon I atau di bawahnya) yang memiliki kode Satker anggaran tersendiri.
Pengelolaan Keuangan Lembaga Nonstruktural (LNS):
LNS adalah Lembaga selain kementerian atau LPNK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden yang pembiayaannya dibebankan kepada APBN;
Pengelolaan keuangan LNS dapat diselenggarakan sebagai Bagian Anggaran yang mandiri atau sebagai Satker dari Kernen terian j Lem bag a;
LNS dapat menjadi Bagian Anggaran yang mandiri atau sebagai Satker apabila memenuhi syarat-syarat administratif dan substantif. Selanjutnya, Pengguna Anggaran memberikan kuasa kepada KPA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada KementerianjLembaga bersangkutan. Secara umum, KPA dijabat oleh Kepala Satker, namun dalam keadaan tertentu KPA dapat dijabat oleh pejabat di bawah Kepala Satker sebagai berikut:
Satker yang dipimpin oleh pejabat eselon I atau setingkat eselon I;
Satker yang mengelola dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; dan
Satker yang mempunyai tugas fungsional.
Pengajuan Usulan Bagian Anggaran Baru Kementerian yang baru dibentuk diutamakan untuk mendapatkan Bagian Anggaran. KementerianjLembaga dapat mengusulkan Bagian Anggaran untuk dapat melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan keuangan secara mandiri apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Syarat Administratif 1) Surat usulan permintaan Bagian Anggaran baru Menteri/Pimpinan Lembaga;
Dasar pendiriannya merupakan amanat Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden;
Keputusan/Peraturan penetapan Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran oleh Presiden;
Surat Keputusan tentang kelengkapan struktur organ1sas1 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; Surat pernyataan bahwa dua tahun sejak mendapatkan Bagian Anggaran tidak mengajukan penambahan pagu untuk keluaran (outpu~ operasionaljkeluaran (outpu~ internal. Kelima syarat tersebut di atas berlaku untuk pengajuan Bagian Anggaran baru LNS. Khusus untuk Kementerian, syarat administratif yang harus dipenuhi adalah syarat nomor 1), 2), dan . Sedangkan untuk LPNK, syarat administratif yang harus dipenuhi adalah syarat nomor 1), 2), 3) dan 4).
Syarat Substantif 1) Harusjwajib memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan akuntansi);
Mempunyai Program tersendiri;
Tugas dan fungsi mendukung prioritas nasional;
Tug as dan fungsi tidak dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga lain;
Bukan lembaga ad _hoc; _ dan 6) Rasio anggaran selama 2 (dua) tahun terakhir minimal 50°/o (lima puluh persen) untuk keluaran ( outpu~ teknis a tau di ten tukan lain berdasarkan arah ke bij akan yang ditetapkan oleh Presiden. Keenam syarat tersebut di atas berlaku untuk pengajuan Bagian Anggaran baru LNS. Khusus untuk Kementerian syarat substantif yang harus dipenuhi adalah syarat nomor 1), 2), dan 3). Adapun untuk LPNK, syarat substantif yang harus dipenuhi adalah syarat nomor 1), 2), 3), 4), dan . Syarat administratif dan syarat substantif sebagaimana tersebut di atas juga berlaku bagi Kementerian/Lembaga yang sesuai dengan perubahan organ1sas1 dan/ a tau kebijakan penganggaran, digabungkan dengan atau dikembangkan dari Kementerian/Lembaga lain. Penyelesaian atas usulanjpenetapan Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan permintaan Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana tersebut di atas.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Direktorat Anggaran, menganalisisjmenilai usulan permintaan Bagian Anggaran KementerianjLembaga berdasarkan kriteria tersebut di atas.
Apabila berdasarkan hasil penilaian usulan tersebut dianggap memenuhi persyaratan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui, maka Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan nota rekomendasi serta meminta kode Bagian Anggaran kepada Direktorat Sistem Penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan persetujuanjpenolakan atas usulan dimaksud kepada Kernen terian j Lem bag a yang bersangku tan secara tertulis.
Pengubahan dan Penghapusan Bagian Anggaran Dalam rangka pelaksanaan kebijakan Presiden, Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dapat diubah. Pengubahan suatu Bagian Anggaran dapat berbentuk:
Penggabungan Bagian Anggaran;
Pemisahan Bagian Anggaran; dan / a tau c. Penggantian nomenklatur Bagian Anggaran. Penggabungan dan/ a tau pemisahan Bagian Anggaran dapat dilakukan melalui:
Penggabungan sebagian unit beserta struktur anggaran dari suatu Bagian Anggaran ke Bagian Anggaran lain yang telah ada; dan b. Penggabungan beberapa Bagian Anggaran menjadi satu Bagian Anggaran baru. Penghapusan suatu Bagian Anggaran dilakukan dengan mengahapus Bagian Anggaran yang sudah terbentuk dan menyebabkan seluruh struktur anggarannya tidak dapat digunakan (non aktif). Syarat administratif pengubahan atau penghapusan Bagian Anggaran adalah:
Surat usulan permintaan pengubahan atau penghapusan Bagian Anggaran;
Dasar penggabungan atau penghapusan Bagian Anggaran merupakan amanat Undang-undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden;
Surat Keputusan tentang kelengkapan struktur organisasi untuk Kementerian/Lembaga yang digabungkan, yang diterbitkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
Surat pernyataan bahwa dua tahun sejak mendapatkan Bagian Anggaran tidak mengajukan penambahan pagu untuk keluaran (outpu~ operasionaljkeluaran (outpu~ internal. Dalam rangka percepatan, pada masa awal pemerintahan Presiden baru, persyaratan huruf c dapat disusulkan setelah pengajuan usulan pengubahan atau penghapusan Bagian Anggaran ke Direktorat Jenderal Anggaran. Selain syarat administratif terse but, Bagian Anggaran yang akan digabungkan harus memenuhi persyaratan subtantif sebagai suatu Bagian Anggaran. Penyelesaian atas usulanjpenetapan pengubahan atau penghapusan Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
Sekretaris JenderaljSekretaris UtamajSekretaris n. Menteri/ Pimpinan Lembaga mengajukan usulan pengubahan atau penghapusan kode Bagian Anggaran kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana tersebut di atas.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, (Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat J enderal Anggaran), menganalisisjmenilai usulan permintaan Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga berdasarkan kriteria tersebut di atas.
Apabila berdasarkan hasil penilaian usulan tersebut dianggap memenuhi persyaratan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui, maka Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan nota rekomendasi serta meminta penghapusanjpenonaktifkan kode Bagian Anggaran kepada Direktorat Sistem Penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan persetujuanjpenolakan atas usulan dimaksud kepada KementerianjLembaga yang bersangkutan secara tertulis.
Pengajuan Usulan Satuan Kerja Baru Dalam rangka efektivitas pengelolaan anggaran, Kementerian/Lembaga dapat mengusulkan Satker baru sebagai KPA untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan yang berasal dari kantor pusat Kementerian/Lembaga. Dalam hal ini, Satker yang dimintakan penetapannya ke Kementerian Keuangan merupakan Satker anggaran, bukan Satker struktural yang penetapannya dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Syarat-syarat untuk mengajukan usulan Satker anggaran baru ke Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
Syarat Administratif:
Surat usulan permintaan menjadi Satker baru dari Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/ Sekretaris a.n. Menteri/Pimpinan Lembaga;
Surat Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga tentang Penetapan Satker dan/ a tau Struktur Organisasi dan Tata Kerja; dan
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait kelembagaan, dalam hal yang diajukan merupakan satker struktural.
Syarat Substantif:
Diberikan penugasan dan tanggung jawab untuk mengelola Kegiatan dan alokasi Kegiatan;
Harusjwajib memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan akuntansi);
Merupakan bagian Kernen terian / Lem bag a dari danjatau fungsi Kementerian/Lembaga; struktur organisasi melaksanakan tugas- 4) Karakteristik tugas/Kegiatan yang ditangani bersifat kompleksjspesifik dan berbeda dengan kantor induknya;
Adanya penugasan secara khusus dari Pengguna Anggaran/KPA eselon I Satker yang bersangkutan; dan
Lokasi Satker yang bersangkutan berada pada provinsi/kabupatenjkota yang berbeda dengan kantor induknya.
Syarat tambahan: Dalam rangka penyederhanaan Satker, Pimpinan Satker dijabat oleh minimal pejabat eselon III, kecuali untuk kantor-kantor pada wilayah tertentu yang dipimpin oleh pejabat eselon IV dan secara geografis tidak efisien apabila digabung dengan eselon III- nya. Syarat administratif, syarat substantif, dan syarat tambahan sebagaimana tersebut di atas juga berlaku bagi Satker anggaran, yang sesua1 dengan perubahan organisasi danjatau kebijakan penganggaran internal Kementerian/Lembaga digabungkan dengan atau dikembangkan dari Satker lain dalam Kementerian/Lembaga terse but. Selanjutnya, usulanjpenetapan Satker Kementerian/Lembaga dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
Sekretaris Jenderal/Sekretaris UtamajSekretaris n. Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan permintaan Satker Kementerian/Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana terse but di atas.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran, menganalisisjmenilai usulan permintaan Satker sebagai KPA dari Kementerian/Lembaga berdasarkan kriteria tersebut di atas.
Apabila berdasarkan hasil penilaian usulan tersebut dianggap memenuhi persyaratan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui, maka Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan nota rekomendasi serta meminta kode Satker sebagai KPA kepada Direktorat Sistem Penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan persetujuanjpenolakan atas usulan dimaksud kepada Kernen terian / Lem bag a yang bersangku tan secara tertulis. Untuk keperluan pelaksanaan anggaran dimungkinkan untuk dibuat Satker pelaksanaan anggaran, antara lain untuk pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan anggaran yang berasal dari BA BUN, dengan tugas dan fungsi terbatas pada pelaksanaan anggaran dan pelaporan kinerja anggaran.
Penghapusan dan/ a tau penggabungan Satker Sejalan dengan prinsip efektivitas pengelolaan organisasi, dalam pelaksanaannya dimungkinkan terjadi penghapusanjpenggabungan Satker anggaran berupa:
penghapusan satujbeberapa Satker;
penggabungan beberapa Satker menjadi satu Satker baru;
penggabungan beberapa Satker ke salah satu Satker lama Penghapusanjpenggabungan ini dapat disebabkan oleh kondisi sebagai berikut:
perubahan organisasi;
perubahan identitas entitas akuntansi atau entitas pelaporan c. tidak mendapat alokasi anggaran pada tahun anggaran berikutnya;
tidak lagi beroperasinya Satker tersebut yang diakibatkan oleh sebab-sebab lain, yang antara lain meliputi perubahan menjadi Badan Layanan Umum atau Badan Usaha Milik Negara dan sebaliknya, kebijakan penyederhanaan Satker anggaran; danjatau e. Perubahan status Unit Badan Lainnya (UBL) Satker menjadi UBL Bagian Satker atau UBL Bukan Satker. Adapun syarat-syarat untuk mengajukan penghapusan atau penggabungan Satker adalah sebagai berikut:
Telah selesai melaksanakan proses sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengena1 pelaksanaan likuidasi entitas akuntansi dan entitas pelaporan pada Kernen terian / Lem bag
Surat Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai penghapusanj penggabungan Satker dan/ a tau Surat Keputusan ten tang struktur dan organisasi tata kerja yang baru; dan
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait kelembagaan, dalam hal usulan penghapusanjpenggabungan Satker merupakan tindak lanjut dari penghapusanjperubahan organisasi sebagaimana diatur melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Usul penghapusanjpenggabungan Satker dapat disertai dengan perubahan nomenklatur Satker dan/ a tau perubahan nomor kode Satker. Sehubungan dengan hal tersebut, usulan penghapusan atau penggabungan Satker KementerianjLembaga dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
Sekretaris Jenderal/ Sekretaris U tamaj Sekretaris n. Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan penghapusan j pengga bung an Sa tker Kernen terian j Lem bag a kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan persyaratan administratif se bagaimana terse but di a tas.
Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan penyederhanaan jumlah Satker bagi Satker yang telah terbentuk sebelum dikeluarkan Peraturan Menteri ini dan tidak memenuhi kriteria yang diwajibkan, Satker tersebut harus digabungkan dengan Satker lain atau dihapus, setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.
Direktorat Jenderal Anggaran q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat J enderal Anggaran menganalisis j menilai usulan permintaan penghapusanjpenggabungan Satker dari KementerianjLembaga berdasarkan syarat-syarat tersebut di atas.
Apabila berdasarkan hasil penilaian usulan tersebut dianggap memenuhi persyaratan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui, maka Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan nota rekomendasi serta meminta penonaktifan kode Satker yang tidak dipergunakan lagi dalam referensi kepada Direktorat Sistem Penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan persetujuan/ penolakan atas us ulan dimaksud kepada Kernen terian / Lem bag a yang bersangku tan secara tertulis. Dalam rangka penyederhanaan jumlah Satker, bagi Satker yang telah terbentuk sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri ini dan tidak memenuhi kriteria yang diwajibkan, Satker tersebut harus digabungkan dengan Satker lain atau dihapus kecuali dengan pertimbangan lain. Sebagai contoh: Satker Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kementerian Agama yang berada di kecamatanjkelurahan, karena tidak memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan akuntansi), maka Satker tersebut harus dihapus, dan digabungkan dengan Satker yang lain di tingkat kabupatenjkota. Selanjutnya, dalam rangka pertanggungjawaban keuangan, penghapusan dan/ a tau penggabungan suatu Satker dengan Satker lain mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan likuidasi entitas akuntansi dan entitas pelaporan pada Kementerian j Lembaga.
Satker yang mengelola Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP) dan Satker dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) Dilihat dari mekanisme penggunaan anggaran yang bersumber dari PNBP, Satker dapat dibedakan menjadi Satker yang mengelola PNBP dan Satker dengan PPK BLU. Kedua jenis Satker ini merupakan Satker yang dapat memungut dan mengelola PNBP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kedua Satker ini juga merupakan penunjang fungsi Kementerian/Lembaga di atasnya. Namun ada beberapa hal yang membedakan Satker yang mengelola PNBP dan Satker dengan PPK BLU yaitu : Kategori PNBP PPKBLU Dasar Keputusan Menteri PMK Peraturan Pengalokasian Keuangan mengenai izin Menteri Keuangan Anggaran penggunaan mengena1 pen eta pan sebagai Satker BLU Kategori PNBP PPKBLU Pengelolaan • Seluruh pendapatan PPK BLU dapat Dana Yang harus disetorkan ke langsung Diterima kas negara menggunakan seluruh Dokumen Penganggaran • Sebagian pendapatan pendapatannya dapat digunakan setelah mendapat Izin Penggunaan yang ditetapkan dengan KMK Rencana Penerimaan Rencana Bisnis dan dan RKA-K/L Anggaran BLU (RBA- BLU) dan RKA-K/L Penunjukkan Satker KementerianjLembaga sebagai Satker yang mengelola PNBP dilakukan secara internal di masing-masing Kementerian/Lembaga. Satker yang dibentuk berdasarkan pengaturan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi anggaran ini dapat menjadi Satker yang mengelola PNBP sepanjang diberikan kewenangan oleh Kementerian/Lembaga untuk memungut dan menggunakan sebagian dana PNBP berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian/Lembaga dan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP pada KementerianjLembaga atau Satker. Sementara itu, pembentukan Satker dengan PPK BLU harus diusulkan oleh KementerianjLembaga yang bersangkutan untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam hal 1n1, instansi pemerintah dapat ditetapkan untuk menerapkan PPK BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi Pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
Penyediaan barang dan/ a tau jasa layanan umum;
Pengelolaan wilayah kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; danjatau c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/ a tau layanan kepada masyarakat. Persyaratan substantif tidak terpenuhi apabila instansi pemerintah menyelenggarakan pelayanan umum berupa penyediaan jasa pelayanan umum yang berkaitan dengan layanan perizinan, layanan peradilan dan kejaksaan, layanan pertahanan, layanan keamananjkepolisian, dan layanan hubungan luar negeri. Persyaratan teknis terpenuhi dengan memperhatikan potensi pengembangan pelayanan kepada masyarakat dan kinerja keuangan. Selanjutnya, persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi Pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan:
dokumen kerangka kerja BLU yang ditandatangani oleh pemimpin instansi Pemerintah yang diusulkan menerapkan PK BLU dan Menteri/Pimpinan LembagajSekretaris Daerah (Sekda)/Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan kewenangannya untuk disepakati bersama dengan Menteri Keuangan/ Gubernur /BupatijWalikota sesua1 kewenangannya;dan b. rencana strategis bisnis. Dokumen kerangka kerja BLU pada huruf a paling kurang memuat:
gambaran umum;
layanan;
kelembagaan;
sumber daya manusia;
perencanaan;
pengelolaan;
pertanggungjawaban dan pengendalian; dan
evaluasi Dokumen rencana strategis bisnis pada huruf b, merupakan dokumen perencanaan yang disusun dalam rangka menjelaskan strategi pengelolaan BLU dengan mempertimbangkan alokasi sumber daya dan kinerja dengan menggunakan teknik analisis bisnis. Termasuk di dalamnya perhitungan kemampuan satker BLU untuk memenuhi belanja operasionalnya secara mandiri. Dalam hal persyaratan substantif, teknis, dan administratif terpenuhi, maka Satker PNBP dapat ditetapkan menjadi PK BLU, dengan tata cara yang sama dengan pengajuan usul Satker PNBP.
Satker Pelaksana Kegiatan dan Satuan Kerja Penyalur Dana Dalam implementasi pengelolaan keuangan di BA BUN, dikenal Satker Pelaksana Kegiatan dan Satker Penyalur Dana. Yang dimaksud dengan Satker Pelaksana Kegiatan adalah Satker dimana KPA BUN secara langsung mengelola dan melaksanakan Kegiatan yang alokasi anggarannya bersumber dari BA BUN. Sedangkan Satker Penyalur Dana adalah Satker dimana KPA BUN sebagai penyalur dana yaitu KPA BUN yang hanya berperan menyalurkan dana kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam pelaksanaannya, Satker Pelaksana Kegiatan bertugas untuk melaksanakan Kegiatan sampai dengan tercapai keluaran ( outpu~ yang telah ditetapkan sehingga Satker Pelaksana Kegiatan bertanggung jawab penuh secara formal dan materiil atas Kegiatan yang dilaksanakannya. Sesuai dengan namanya, Satker Penyalur Dana bertugas hanya menyalurkan dana kepada pelaksana Kegiatan (executing agency) dan membuat laporan atas dana yang disalurkan tersebut. Dari segi tanggung jawab, Satker penyalur dana hanya bertanggung jawab secara formal saja. C. PENGUSULAN DAN PENETAPAN FUNGSI/SUBFUNGSI/PROGRAM/ KEGIATAN DALAM KLASIFIKASI FUNGSI 1. Ketentuan umum mengenai FungsijSubfungsi/ProgramjKegiatan Setelah KementerianjLembaga memperoleh Bagian Anggaran dengan kode tersendiri, dan juga Satker anggaran yang telah memiliki kode tersendiri, Kementerian/Lembaga dapat mengajukan alokasi anggaran yang akan digunakan untuk membiayai Program dan/atau Kegiatan yang akan dikelolanya. Yang dimaksud Program adalah penjabaran kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa Kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misinya. Program bisa dilaksanakan oleh beberapa unit eselon I dalam satu Kementerian/Lembaga yang sama maupun oleh beberapa KementerianjLembaga untuk program- program strategis yang pelaksanaannya bersifat lintas sektor /bidang. Program dikategorikan dalam beberapa jenis yaitu Program Dukungan Manajemen, Program Teknis, dan Program Lintas. Program Dukungan Manajemen merupakan Program-Program yang menampung Kegiatan-Kegiatan pendukung pelaksanaan fungsi Kementerian/Lembaga dan administrasi pemerintahan (pelayanan internal) yang dilaksanakan oleh unit kesekretariatan Kementerian/Lembaga. Sedangkan Program Teknis adalah Program- Program untuk menampung Kegiatan-kegiatan sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga untuk menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaranjmasyarakat (pelayanan eksternal) sesuai tugas dan fungsinya. Adapun Program Lintas adalah Program-Program yang dimaksudkan untuk mencapai sasaran strategis nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah yang pelaksanaannya bersifat lintas sektor /bidang oleh beberapa Kementerian/Lembaga. Selain melibatkan Kementerian/Lembaga, Program Lintas dapat juga melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah, terutama untuk pelaksanaan Program-Program yang menurut peraturan perundangan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Dengan adanya Program yang bersifat lintas, baik internal Kementerian/Lembaga maupun antar Kementerian/Lembaga, maka hubungan antara struktur organ1sas1 dengan struktur anggaran/kinerja dapat digambarkan sebagai berikut: Struktur RKA-K/L Program Lintas dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Kementerian/Lembaga. Wewenang dan tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga tercermin dalam sasaran, indikator, dan Kegiatan masing-masing. Penyusunan Program Lintas dirumuskan bersama oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga. Pelaksanaan Program Lintas dikoordinasikan oleh Kementerian/Lembaga yang secara tugas dan fungsi berkewajiban untuk menghasilkan sasaran utama atas program dimaksud. Contoh, untuk Program Lintas dengan sasaran utama di sektorjbidang kesehatan, maka Kementerian Kesehatan menjadi koordinator. Dalam hal terdapat kebijakan lain untuk menetapkan koordinator Program Lintas yang melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga, maka koordinator tersebut dapat ditetapkan antara lain melalui:
Direktif Presiden; dan
Kesepakatan setiap Kementerian/Lembaga yang melakukan Program Lintas. Dalam rangka pelaksanaan Program Lintas, Kementerian/ Lembaga yang menjadi koordinator memiliki tugas dan tanggung jawa sebagai berikut:
membahas rancangan Program Lintas bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
membahas bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, KementerianjLembagajSatuan Kerja Perangkat Daerah yang akan terlibat dalam pencapaian Program Lintas;
menyiapkan rancangan sasaran Program Lintas;
membahas rancangan indikator sasaran Program Lintas bersama Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang akan terlibat;
mengkoodinasikanjmengkompilasi capa1an indikator sasaran program; dan
melaporkan capa1an Program Lintas kepada Menteri Keuangan dan Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan adanya Program Lintas, maka Program-Program yang tertuang dalam Rencana Kerja (Renja) KementerianjLembaga, dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) akan sama dengan program-program yang terdapat dalam Rencana Kerja Pemerintah yang sifatnya lintas. Ilustrasi: Sementara itu, kumpulan Program merupakan Fungsi. Dalam hal ini, Fungsi merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional, sedangkan Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjutjlebih detail dari deskripsi fungsi. Subfungsi terdiri atas kumpulan Program, dan Program terdiri atas kumpulan Kegiatan. Adapun Kegiatan adalah nomenklatur yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang bersangkutan untuk menunjang Program yang telah ditentukan. Kegiatan merupakan bagian dari Program yang terdiri atas sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, dan/ a tau kombinasi dari beberapa a tau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (inpu~ untuk menghasilkan keluaran (outpu~ dalam bentuk barang/jasa. Kegiatan dapat dilaksanakan oleh beberapa unit eselon II dan/ a tau Satker dalam satu eselon I yang sama. Pada hakikatnya KementerianiLembaga menjalankan FungsiiSubfungsi dalam rangka menjalankan tugas kepemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki. Dalam rangka menjalankan FungsiiSubfungsi tersebut, KementerianiLembaga merumuskan Program sesua1 tugas dan fungsi KementerianiLembaga yang akan dilaksanakan oleh unit-unit eselon I di bawahnya. Selain itu unit eselon I pada KementerianiLembaga tertentu dapat juga memiliki satullebih program strategis yang bersifat lintas sektor lbidang jika mendapat penugasan dari pemerintah. Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan Program yang telah dirumuskan oleh MenteriiPimpinan Lembaga unit eselon I menyusun satu atau lebih Kegiatan untuk setiap Program yang dilaksanakannya sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya. Kegiatan yang telah dirumuskan dilaksanakan oleh Satkerlunit eselon II sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pengajuan Usulan FungsiiSubfungsiiProgramiKegiatan Fungsi I Su bfungsi rna sing- rna sing Kernen terian I Lem bag a ditetapkan oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran berdasarkan usulan dari KementerianiLembaga. Ketentuan mengenai penetapan FungsiiSubfungsi masing-masing Kernen terian I Lem bag a:
Disesuaikan dengan tugas dan fungsi mas1ng-mas1ng Kernen terian I Lem bag Misalnya, di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan terdapat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan merupakan unit pendukung yang menyediakan pelayanan umum. Sementara itu, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan sesuai dengan tugas dan fungsinya termasuk dalam unit yang menyediakan layanan pendidikan. Secara umum, Kementerian Keuangan sesua1 dengan Klasifikasi Fungsi termasuk dalam fungsi Pelayanan Umum. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan sesuai dengan Klasifikasi Fungsi termasuk dalam fungsi Pelayanan Umum (fungsi sesua1 tugas dan fungsi menurut dasar hukum pendiriannya), meskipun di dalamnya terdapat juga fungsi pendidikan.
Sesuai dengan sistem penganggaran Belanja Negara yang menggunakan sis tern Unified Budget (Penganggaran Terpadu), dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin (belanja operasional) dan pengeluaran pembangunan (belanja nonoperasional), maka dalam suatu Program, belanja operasional dan belahja nonoperasional KementerianiLembaga dikategorikan kedalam suatu fungsi yang sama. Sebagai contoh: Kementerian Pertanian, sesua1 dengan fungsi utamanya termasuk dalam Fungsi Ekonomi. Penuangannya dalam RKA-KIL, belanja operasional maupun non-operasional masuk dalam fungsi Ekonomi (untuk menampung belanja operasional, tidak dimasukkan dalam Fungsi Pelayanan Umum). Pengajuan usulan barulperubahan FungsiiSubfungsi diatur dengan tata cara sebagai berikut:
Sekretaris J enderal I Sekretaris Utamal Sekretaris n. MenteriiPimpinan Lembaga mengajukan usulan FungsiiSubfungsi kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, serta ditembuskan kepada Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran;
Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menganalisis I menilai us ulan Fungsi I Su bfungsi terse but didasarkan pada v1s1, m1s1, dan tugas dan fungsi KementerianiLembaga yang bersangkutan. Dalam hal diperlukan, penetapan usul Fungsil Subfungsi KementerianiLembaga dapat berkoordinasi dengan Direktorat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Direktorat Sistem Penganggaran-Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan.
Apabila berdasarkan hasil penilaian usulan tersebut dianggap memenuhi persyaratan dan dapat dipertimbangkan untuk disetujui, maka Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan nota rekomendasi serta meminta kode FungsiiSubfungsi kepada Direktorat Sistem Penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran c.q Direktorat Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran memberitahukan persetujuan/ penolakan atas us ulan dimaksud kepada KementerianjLembaga yang bersangkutan secara tertulis. Dalam hal terjadi perubahan FungsijSubfungsi sesudah ditetapkan, mekanisme tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap proses perubahan ProgramjKegiatan. Sementara itu, penetapan Program/Kegiatan dilakukan oleh mitra Kementerian/Lembaga di Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan PembangunanjBadan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting). Pengajuan usulan ProgramjKegiatan baru diatur dengan tata cara sebagai berikut:
Sekretaris J enderal j Sekretaris U tama/ Sekretaris n. Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan permintaan ProgramjKegiatan kepada Menteri Perencanaan c.q. Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan dan Deputi Mitra Kerja KementerianjLembaga serta Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, serta ditembuskan kepada Direktorat Mitra Kerja Kementerian/Lembaga di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan, disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti antara lain:
restrukturisasi Program/ Kegiatan dalam Kementerianj Lembaga yang bersangkutan;
kebijakan Pemerintah terkait perubahan tugas dan fungsi;
adanya penugasan dari Pemerintah mengkoordinasikan j melaksanakan j mend ukung untuk program yang bersifat lintas antar Kementerian/Lembaga sesua1 dengan tugas dan fungsinya; dan
seJ en1snya.
Mitra Kementerian/Lembaga di Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan N asional mengoordinasikan Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan Nasioanal, dan Kementerian Keuangan membahas usulan ProgramjKegiatan yang baru tersebut.
Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan memberikan tanggapan dan persetujuan atas usulan tersebut dalam dokumen catatan hasil Pertemuan Tiga Pihak _(Trilateral Meeting); _ d. Apabila usul Program/ Kegiatan disetujui, Kementerian/ Lembaga akan mendapatkan kode Program/Kegiatan yang baru terse but;
Selanjutnya kode Program/Kegiatan dijadikan pedoman dalam penyusunan RKA-K/L. Dalam hal pengajuan usulan ProgramjKegiatan terjadi pada saat penyusunan Rencana Kerja, penetapan usulan Program dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal pengajuan usulan Program/Kegiatan terjadi pada saat pelaksanaan anggaran, penetapan usulan Program dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan. Mekanisme tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap proses perubahan Program/Kegiatan. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan sesuai tugas dan fungsi masing-masing, suatu program lintas dapat dinyatakan telah selesai (mencapai sasaran yang telah ditetapkan) atau dihentikan (karena adanya perubahan kebijakanjasumsi yang mengakibatkan program lintas dihentikan). Selanjutnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionaljBadan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk melakukan langkah-langkah penutupan Program lintas. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI