bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pedoman pengelolaan badan layanan umum, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap beberapa aspek khususnya mengenai pengelolaan kas dan surplus, pemanfaatan aset, pengelolaan piutang, pejabat pengelola dan dewan pengawas, remunerasi, dan tata kelola dan kinerja;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1046);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 129/PMK.05/2020 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1046) diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 9 Pasal 1 diubah, di antara angka 14 dan angka 15 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 14A, ketentuan angka 42, angka 44, angka 46, dan angka 47 diubah, di antara angka 54 dan angka 55 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 54A, serta ketentuan angka 62 dan angka 64 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Praktik Bisnis yang Sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan Praktik Bisnis yang Sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Pemerintah adalah pemerintah pusat.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas bidang tugas BLU yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.
Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Satker adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.
Pejabat Pengelola BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Pengelola adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang bertanggung jawab terhadap kinerja operasional dan keuangan BLU, yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.
Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola dalam menjalankan pengelolaan BLU dengan didukung oleh Sekretaris Dewan Pengawas yang dapat dibantu oleh Sekretariat Dewan Pengawas, dan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat dibantu oleh Komite Audit.
Pemimpin BLU adalah Pejabat Pengelola yang bertugas sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU.
Pejabat Keuangan BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Keuangan adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan BLU.
Pejabat Teknis BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Teknis adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing- masing pada BLU.
Sekretaris Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretaris Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang diangkat untuk mendukung penyelenggaraan tugas Dewan Pengawas.
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas. 14A. Sekretariat Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretariat Dewan Pengawas adalah orang perseorangan dan/atau tim yang diangkat untuk membantu Sekretaris Dewan Pengawas dalam penyelenggaraan tugas teknis dan administratif kesekretariatan Dewan Pengawas.
Pegawai BLU yang selanjutnya disebut Pegawai adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang mendukung kinerja BLU sesuai dengan kebutuhan BLU.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Strategis Bisnis BLU yang selanjutnya disingkat RSB adalah dokumen perencanaan lima tahunan yang disusun oleh Pemimpin BLU dengan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
RBA Definitif adalah RBA yang telah disesuaikan dengan RKA-K/L dan Peraturan Presiden mengenai rincian anggaran pendapatan dan belanja negara yang telah disahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Petikan BLU yang selanjutnya disebut DIPA Petikan BLU adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran per Satker BLU yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan Satker BLU.
Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.
Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA Petikan BLU.
Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBA yang berisikan program, kegiatan dan sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan format RKA-K/L dan format DIPA Petikan BLU.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Rekening Operasional BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Operasional Penerimaan BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Operasional Pengeluaran BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah rekening lainnya milik BLU yang dapat berbentuk deposito pada Bank Umum dan/atau rekening pada bank kustodian untuk penempatan idle cash yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.
Rekening Dana Kelolaan BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada Bank Umum, untuk menampung dana yang dapat berasal dari alokasi bagian anggaran bendahara umum negara, salah satunya dana bergulir dan/atau dana yang belum menjadi hak BLU.
Beauty Contest adalah metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada aturan yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Piutang BLU adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada BLU dan/atau hak BLU yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Penanggung Utang kepada BLU yang selanjutnya disebut Penanggung Utang adalah badan atau orang yang berutang kepada BLU menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun termasuk badan atau orang yang menjamin seluruh penyelesaian utang penanggung utang.
PSBDT adalah Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih.
Pinjaman BLU yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah semua transaksi yang mengakibatkan BLU menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga BLU tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Perjanjian Pinjaman adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman antara BLU dengan pemberi Pinjaman.
Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Aset Lancar BLU adalah Aset BLU yang diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek yang diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca, dan/atau berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi, meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, piutang lain-lain, persediaan, uang muka, dan biaya dibayar di muka.
Aset Tetap BLU adalah Aset BLU yang berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset Lainnya BLU adalah Aset BLU selain Aset Lancar BLU, investasi jangka panjang BLU, dan Aset Tetap BLU.
Pemanfaatan Aset adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU, melalui kerja sama antara BLU dengan pihak lain yang dituangkan dalam naskah perjanjian dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen yang selanjutnya disebut KSM adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari BLU dan/atau pihak lain, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan dan meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan manfaat ekonomi dari Aset BLU.
Mitra Pemanfaatan Aset atau KSM yang selanjutnya disebut Mitra adalah pihak lain yang melakukan perikatan dengan BLU dalam rangka Pemanfaatan Aset atau KSM.
Tugas dan Fungsi BLU adalah kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola dan/atau Pegawai pada BLU dalam rangka memberikan dan/atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja pada BLU yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan adalah pendayagunaan atas tanah dan/atau gedung dan bangunan milik BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.
Pemanfaatan Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan adalah pendayagunaan atas aset selain tanah dan/atau bangunan yang dikuasai atau dimiliki oleh BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.
Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Dana Kelolaan adalah dana yang dikelola oleh BLU yang bersumber dari bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan investasi Pemerintah.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan surat perintah membayar.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari bendahara umum negara untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa bendahara umum negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPPN yang menyatakan bahwa surplus anggaran dan/atau Dana Kelolaan telah disetor dan dibukukan KPPN.
Tata Kelola yang Baik pada BLU yang selanjutnya disebut Tata Kelola yang Baik adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan BLU berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran, untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan BLU yang memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan BLU, berlandaskan peraturan perundang- undangan dan Praktik Bisnis yang Sehat. 54A. Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU adalah suatu cara dalam menilai pengelolaan BLU dengan menggunakan basis hasil dan proses pada aspek dan indikator yang selaras dan ekuivalen untuk seluruh BLU berdasarkan prinsip dasar penilaian maturitas yang terdiri atas 5 (lima) tingkatan utama.
Nilai Omzet adalah jumlah seluruh pendapatan operasional yang diterima oleh BLU yang berasal dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, dalam satu tahun anggaran.
Nilai Aset adalah jumlah aset yang tercantum dalam neraca BLU pada akhir suatu tahun buku tertentu.
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh Pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengawasan Intern adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional BLU, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola BLU.
Satuan Pengawasan Intern BLU yang selanjutnya disingkat SPI adalah unit kerja BLU yang menjalankan fungsi pengawasan intern.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Gaji adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap yang diterima oleh Pejabat Pengelola dan Pegawai setiap bulan.
Honorarium adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap, yang diterima oleh Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas setiap bulan.
Tunjangan Tetap adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji, yang diterima oleh pimpinan BLU setiap bulan.
Insentif adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji/Honorarium, yang diterima oleh Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Hari Raya adalah Hari Raya Idul Fitri.
Setelah ketentuan ayat (10) Pasal 4 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (11) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang didelegasikannya kepada BLU dan menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja BLU dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/Lembaga sebagai instansi induk.
Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Layanan BLU dapat diarahkan untuk menghasilkan manfaat yang mendukung stabilisasi ekonomi dan fiskal.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan Praktik Bisnis yang Sehat.
Dalam rangka mewujudkan konsep bisnis yang sehat, BLU harus senantiasa meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang dapat berupa kewenangan merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan.
Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU.
Pasal 6
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terpenuhi apabila Satker menyelenggarakan jenis pelayanan umum berupa:
penyediaan barang dan/atau jasa pelayanan umum yang dapat berupa bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang lainnya;
pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum yang dapat berupa badan pengusahaan kawasan, otorita, dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu; dan/atau
pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat yang dapat berupa lembaga/badan pengelolaan dana investasi, dana bergulir, dan dana abadi pendidikan.
Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
pelayanan umum yang bersifat operasional sesuai dengan tugas dan fungsi Satker; dan
pelayanan umum yang menghasilkan pendapatan.
Pelayanan umum yang menghasilkan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuktikan dengan dokumen rencana tarif layanan.
Setelah ketentuan ayat (2) Pasal 11 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Menteri Keuangan melakukan penilaian terhadap usulan penetapan penerapan PPK-BLU yang diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Penilaian oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pengujian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan terhadap pemenuhan persyaratan substantif, pemenuhan persyaratan teknis, dan pemenuhan persyaratan administratif; dan
penilaian yang dilakukan oleh tim penilai terhadap dokumen persyaratan administratif.
Kewenangan untuk menunjuk tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 13
Penilaian terhadap dokumen persyaratan administratif yang dilakukan oleh tim penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(1a) Dalam hal terdapat perintah perbaikan dokumen persyaratan administratif oleh tim penilai, Satker menyampaikan perbaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan ditembuskan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah ditetapkannya surat perintah perbaikan dokumen persyaratan administratif.
Hasil penilaian oleh tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rekomendasi:
penetapan penerapan PPK-BLU berupa pemberian status BLU, dalam hal dokumen persyaratan administratif dan hasil perbaikan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan Tim Penilai; atau
penolakan, dalam hal dokumen persyaratan administratif tidak mendapatkan persetujuan Tim Penilai atau Satker tidak menyampaikan perbaikan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1a).
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat:
informasi mengenai Satker;
jenis dan bidang pelayanan umum Satker; dan
hasil penilaian persyaratan administratif.
Tim penilai menyampaikan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 14A
Ketentuan mengenai persyaratan dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 berlaku mutatis mutandis terhadap pembentukan BLU yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Menteri Keuangan dapat mencabut penerapan PPK-BLU berdasarkan:
hasil monitoring dan evaluasi serta Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan/atau
usulan dari Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pasal 16
Penerapan PPK-BLU dapat dicabut, apabila berdasarkan:
hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU tidak lagi memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/atau persyaratan administratif;
hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU; dan/atau
hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU dikelompokkan dalam kriteria buruk dan/atau tidak mencapai ambang batas nilai yang ditentukan.
BLU tidak lagi memenuhi persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila pelayanan umum yang diberikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6.
BLU tidak lagi memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7.
BLU tidak lagi memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila tidak mencapai target sesuai dengan rencana pencapaian kinerja yang tercantum dalam dokumen persyaratan administratif yang disampaikan pada saat pengusulan penetapan penerapan PPK-BLU.
Dihapus.
Pasal 17
Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU:
tidak lagi memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/atau persyaratan administratif;
tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU; dan/atau
berdasarkan hasil penilaian kinerja BLU dan/atau hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU dikelompokkan dalam kriteria buruk dan/atau tidak mencapai ambang batas nilai yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Jenderal Perbendaharaan memberikan surat peringatan kepada BLU.
BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tenggang waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima untuk melakukan pemenuhan persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/atau persyaratan administratif, mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU, dan/atau memperbaiki kinerja dan/atau tata kelola.
Apabila setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BLU tidak dapat memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/atau persyaratan administratif, tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU, dan/atau tidak menunjukkan peningkatan kinerja dan/atau tata kelola, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengusulkan pencabutan penerapan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan melalui tim penilai.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
Tim penilai melakukan penilaian terhadap usulan pencabutan penerapan PPK-BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3).
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan hasil monitoring dan evaluasi serta penilaian kinerja yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan/atau hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU.
Berdasarkan hasil penilaian, tim penilai memberikan rekomendasi pencabutan status BLU yang paling sedikit memuat:
informasi mengenai BLU;
jenis dan bidang pelayanan umum BLU; dan
hasil penilaian.
Tim penilai menyampaikan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (2) Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
Satker yang telah dicabut penerapan PPK-BLU-nya oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dan huruf b diberikan masa transisi dalam rangka peralihan menjadi Satker yang tidak menerapkan PPK-BLU.
Hal-hal yang diselesaikan dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
pembentukan penanggung jawab likuidasi;
penyelesaian likuidasi terhadap status kepegawaian, dokumen pelaksanaan anggaran, dan struktur organisasi Satker pasca pencabutan penerapan PPK-BLU;
penyelesaian hak dan kewajiban Satker, termasuk hak dan kewajiban Satker terkait dengan kerja sama dengan pihak ketiga;
penyusunan laporan keuangan atas penyelesaian hak dan kewajiban sampai dengan penyajian aset dan kewajiban pada neraca bersaldo nihil; dan
penyampaian usulan jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak dalam hal berubah status menjadi Satker penerimaan negara bukan pajak.
Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU Satker berkenaan ditetapkan.
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 27 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), serta ketentuan ayat (2) Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
Dalam hal terdapat perubahan jenis pelayanan umum BLU, Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan penetapan kembali sebagai Satker yang menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan, dengan mengikuti ketentuan mengenai pengajuan, penilaian dan penetapan usulan penerapan PPK-BLU, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(1a) Perubahan jenis pelayanan umum BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perubahan jenis dan bidang pelayanan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1).
(1b) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), penilaian ulang dapat dilakukan terhadap perubahan jenis pelayanan umum berdasarkan hasil analisis Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal terdapat perubahan nomenklatur BLU namun tidak berakibat pada perubahan jenis pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan perubahan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan Satker yang menerapkan PPK- BLU kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan penetapan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi mengenai perubahan nomenklatur BLU dan peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai organisasi dan tata kerja BLU.
Dalam hal perubahan nomenklatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan perubahan kode unik bagian anggaran, kode unik unit eselon I, dan/atau kode unik Satker, Satker yang menerapkan PPK-BLU melakukan proses likuidasi administrasi terhadap Satker lama paling sedikit sebagai berikut:
pembentukan penanggung jawab likuidasi;
penyelesaian likuidasi terhadap dokumen pelaksanaan anggaran;
penyelesaian hak dan kewajiban; dan
penyusunan laporan keuangan atas penyelesaian hak dan kewajiban sampai dengan penyajian aset dan kewajiban pada neraca bersaldo nihil.
Pasal 31
BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan dalam bentuk tarif.
Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh BLU untuk menghasilkan barang/jasa layanan.
Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan, hasil per investasi dana, dan/atau kebijakan Pemerintah.
(3a) Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
kepentingan nasional dan kesinambungan pengelolaan sumber daya alam antargenerasi;
hubungan atau perjanjian internasional;
perlindungan kesejahteraan masyarakat;
peningkatan kegiatan ekonomi nasional;
program pembangunan nasional;
pengelolaan keuangan negara; dan/atau
arahan presiden.
Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
tarif layanan lebih besar dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan;
tarif layanan sama dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan; dan/atau
tarif layanan lebih kecil dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan.
Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37A
Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif BLU dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
BLU menyusun RSB 5 (lima) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau surat Menteri/ Pimpinan Lembaga mengenai kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga untuk periode RSB yang akan disusun.
RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
keterkaitan dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga;
visi, misi, program, sasaran strategis;
evaluasi pelaksanaan RSB sebelumnya;
analisis strategis bisnis BLU; dan
RSB yang dirinci 5 (lima) tahun dan indikator kinerja yang terukur.
Format RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 2 (dua) bulan sejak berakhirnya periode RSB sebelumnya.
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Strategis dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga yang berdampak pada RSB dan/atau kondisi yang menyebabkan perlunya penyesuaian target capaian dalam RSB, Pemimpin BLU melakukan revisi RSB dimaksud paling lama 2 (dua) bulan sejak perubahan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga.
Revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya RSB yang telah direvisi.
Ketentuan ayat (2) Pasal 45 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), serta ketentuan ayat (8) Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada RSB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat .
RBA tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
seluruh program dan kegiatan;
indikator kinerja utama;
target kinerja;
kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
asumsi mikro dan makro;
kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan;
estimasi saldo awal kas dan estimasi saldo akhir kas BLU;
perkiraan beban;
prakiraan maju ( forward estimate ); dan
ambang batas.
(2a) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
(2b) Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Target kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan target yang terukur, dapat dicapai, relevan dengan tenggat waktu yang jelas berdasarkan kemampuan dan potensi BLU yang dijabarkan dalam aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan BLU disertai dengan indikator keberhasilan dan kebutuhan anggarannya.
RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan:
basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya; dan
kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima.
Basis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara target kinerja yang direncanakan dan biaya yang dibutuhkan termasuk pemenuhan pendanaannya, serta efisiensi dalam pencapaian kinerja.
Perhitungan akuntansi biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit menyajikan perhitungan biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan standar biaya yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.
Dalam hal BLU belum menyusun standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), BLU menggunakan standar biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kemampuan Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri dari:
penerimaan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni);
penerimaan negara bukan pajak BLU; dan
pendapatan hibah BLU.
Penyusunan target pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b mempertimbangkan:
target volume layanan dan tarif layanan;
pengembangan layanan;
target dan realisasi pendapatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya; dan
kondisi-kondisi yang memengaruhi pencapaian target pendapatan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 46
Rencana belanja BLU yang dicantumkan ke dalam RBA mencakup belanja yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), belanja yang didanai dari pendapatan BLU, termasuk penggunaan saldo awal kas BLU.
Dalam hal belanja lebih besar dari pendapatannya, BLU memprioritaskan penggunaan saldo awal kas.
Ketentuan ayat (2) Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
RBA menganut Pola Anggaran Fleksibel dengan suatu Persentase Ambang Batas tertentu.
Pola Anggaran Fleksibel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan untuk belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU dan pendapatan hibah BLU.
Persentase Ambang Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas.
Penetapan Persentase Ambang Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan target dan realisasi pendapatan/belanja serta fluktuasi kegiatan operasional BLU.
Persentase Ambang Batas belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam RKA- K/L dan DIPA Petikan BLU.
Pencantuman ambang batas dalam RKA-K/L dan DIPA Petikan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa keterangan atau catatan yang memberikan informasi besaran Persentase Ambang Batas.
Di antara Pasal 47 dan Pasal 48 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 47A dan Pasal 47B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47A
Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. pejabat eselon I yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pembina teknis paling lambat pada akhir Desember 2 (dua) tahun sebelum tahun pelaksanaan RBA.
Dalam hal BLU penyusun RBA menggunakan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6), penyampaian RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimal, tarif layanan, dan/atau standar biaya tersebut dengan dilampiri surat pernyataan tanggung jawab mutlak.
Pasal 47B
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47A.
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas meliputi perbandingan antara keluaran yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan keluaran ( output ) layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran serta dapat melibatkan Kementerian Negara/Lembaga dan/atau BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU, serta dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 48 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 48 dihapus, sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
Dalam rangka penggabungan ke dalam RKA-K/L, RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47B disertai Ikhtisar RBA.
Dihapus.
Ketentuan ayat (3) Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
BLU mencantumkan rencana penerimaan dan pengeluaran yang tercantum dalam RBA ke dalam pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Ikhtisar RBA termasuk belanja dan pengeluaran pembiayaan yang didanai dari saldo awal kas.
Rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang dicantumkan dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan basis kas.
Rencana pendapatan BLU yang dicantumkan ke dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pendapatan penerimaan negara bukan pajak BLU dan pendapatan hibah BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
Rencana belanja BLU yang dicantumkan ke dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat mencakup semua belanja BLU, termasuk belanja yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), belanja yang didanai dari penerimaan negara bukan pajak BLU, belanja yang didanai dari pendapatan hibah BLU, penerimaan pembiayaan, dan belanja yang didanai dari saldo awal kas.
Rencana belanja BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan ke dalam Ikhtisar RBA dalam 3 (tiga) jenis belanja yang terdiri dari belanja Pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
Ketentuan ayat (4) Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
Rencana pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat mencakup semua penerimaan pembiayaan BLU dan pengeluaran pembiayaan BLU.
Rencana penerimaan pembiayaan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penerimaan yang bersumber dari Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, dan/atau penerimaan kembali/ penjualan investasi jangka panjang BLU.
Rencana pengeluaran pembiayaan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pengeluaran untuk pembayaran pokok Pinjaman, pengeluaran investasi jangka panjang dan/atau pemberian Pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan BLU yang dicantumkan dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun berjalan dan penerimaan negara bukan pajak BLU, dan pendapatan hibah BLU.
Pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah tercantum dalam DIPA selain DIPA Petikan BLU, atau anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun lalu dan telah dipertanggungjawabkan dalam pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara sebelumnya, tidak dicantumkan dalam Ikhtisar RBA.
Pasal 54
RBA yang sudah disesuaikan dengan hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47B dan Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat yang telah disetujui dan ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran yang merupakan bagian dari RKA-K/L.
Pengajuan RBA yang sudah disesuaikan dengan hasil analisis dan Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal dalam ketentuan penyusunan RKA-K/L.
Dalam menyusun RBA yang merupakan bagian dari RKA-K/L selain mengacu pada RSB juga mengacu pada pagu anggaran K/L tahun RBA dan mempertimbangkan hasil analisis oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47B.
Di antara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 54A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54A
Pagu anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari pendapatan BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu klasifikasi rincian output , dan jenis belanja.
Ketentuan ayat (1) Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 55
Pemimpin BLU melakukan penyesuaian atas RBA yang merupakan bagian dari RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 menjadi RBA Definitif setelah Peraturan Presiden mengenai rincian anggaran belanja pemerintah ditetapkan dengan memperhatikan arah indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penetapan arah indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan paling sedikit meliputi:
tema dan fokus anggaran pendapatan dan belanja negara;
kebijakan Pemerintah; dan/atau
pemenuhan layanan dasar (kesehatan, pendidikan, dan perumahan), pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan pengentasan kemiskinan.
RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas, serta disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga.
Dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas, RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga, serta disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat melimpahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pemimpin BLU menyampaikan RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat minggu kedua bulan Januari tahun pelaksanaan RBA.
RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar dalam melakukan aktivitas/kegiatan BLU.
Ketentuan ayat (2) Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 56
RBA Definitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat dapat dilakukan revisi dalam hal paling sedikit meliputi:
terlampauinya target penerimaan negara bukan pajak BLU;
penggunaan saldo awal kas untuk menambah pagu belanja; dan/atau
perubahan target kinerja BLU.
Kewenangan pengesahan revisi RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yakni sebagai berikut:
Setiap revisi RBA Definitif harus ditandatangani oleh Pemimpin BLU.
Revisi RBA Definitif untuk:
belanja yang melebihi pagu DIPA Petikan BLU baik dalam ambang batas fleksibilitas maupun melebihi ambang batas fleksibilitas; dan/atau
penggunaan saldo awal kas, harus ditandatangani oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas.
Pemimpin BLU menyampaikan revisi RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penyusunan RBA tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), dan revisi RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 70
Belanja BLU terdiri atas:
belanja Pegawai;
belanja barang; dan
belanja modal.
Belanja Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan belanja Pegawai yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), sedangkan belanja Pegawai yang didanai dari pendapatan BLU dimasukkan ke dalam belanja barang BLU.
Belanja barang dan belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c terdiri dari belanja barang dan belanja modal yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan yang didanai dari pendapatan BLU.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Pasal 72
Pengelolaan kas pada BLU meliputi:
pengelolaan penerimaan kas;
pengelolaan pengeluaran kas; dan
pengelolaan optimalisasi kas.
Pengelolaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Praktik Bisnis yang Sehat.
Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas di BLU semaksimal mungkin dilakukan melalui sistem perbankan dan/atau sistem pembayaran elektronik yang meliputi:
Cash Management System ;
Kartu Kredit;
Internet Banking ;
Mobile Banking ;
Electronic Money/e-wallet ;
Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS); dan/atau
mekanisme lain yang dilakukan melalui sistem perbankan dan/atau sistem pembayaran elektronik sesuai peraturan perundang- undangan.
BLU harus menganalisis biaya dan manfaat atas pengelolaan kas pada sistem perbankan dan/atau sistem pembayaran elektronik lainnya untuk mengurangi hilangnya potensi pendapatan dari kas.
Untuk mendukung keandalan nilai kas dari pengelolaan kas pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BLU mengembangkan sistem dan menyusun rekonsiliasi bank sebagai kebutuhan manajerial dan pelaporan keuangan posisi kas pada tanggal pelaporan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 80 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80
BLU melakukan pelimpahan kas secara berkala dari Rekening Operasional Penerimaan BLU ke Rekening Operasional Pengeluaran BLU dalam rangka belanja untuk kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat huruf a dan belanja terkait dengan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) huruf a, berdasarkan perencanaan kebutuhan dana yang akurat atau berdasarkan dokumen pengeluaran kas yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
Perencanaan dana yang akurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan kas yang diperlukan untuk segera dilakukan pengeluaran.
Pelaksanaan belanja untuk kegiatan operasional yang sumber dananya dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BLU dapat membentuk kas kecil dalam rangka belanja untuk kegiatan operasional dengan nilai transaksi yang tidak mungkin dan/atau tidak efisien dilakukan melalui mekanisme perbankan.
Ketentuan ayat (3) Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 83
BLU harus mengoptimalkan kas pada Rekening Operasional Penerimaan BLU dan/atau Rekening Dana Kelolaan BLU dengan melakukan investasi jangka pendek.
Termasuk dalam pengertian kas yang harus dioptimalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kas yang dimiliki sebagai akibat perbedaan waktu diterimanya kas dengan saat dikeluarkannya kas.
Pemimpin BLU menetapkan batas maksimal saldo dalam Rekening Operasional Penerimaan BLU dan Rekening Dana Kelolaan BLU di luar yang dicadangkan sebagai kas penyangga dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitas.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) berlaku mutatis mutandis terhadap BLU yang menerapkan 1 (satu) jenis Rekening Operasional BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3).
Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 84
Investasi jangka pendek BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat merupakan investasi dalam rangka pengelolaan kelebihan kas yang belum digunakan dalam kegiatan operasional BLU dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi berupa bunga dan/atau bagi hasil.
Investasi jangka pendek BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan BLU.
Ketentuan ayat (2) Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 85
Untuk memastikan ketersediaan kas pada saat diperlukan, BLU harus mengelola portofolio investasi dengan memperhatikan bauran instrumen investasi.
Bauran instrumen investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kredibilitas lembaga penyedia instrumen investasi, jatuh tempo, nominal, dan ketentuan penalti.
Ketentuan ayat (1) Pasal 90 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 90 dihapus, sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90
BLU menyajikan data dan informasi pelaksanaan investasi jangka pendek yang dapat diakses secara berkala oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dihapus.
Penyajian data dan informasi laporan pelaksanaan investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 95 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 95 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95
Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan Praktik Bisnis yang Sehat.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin BLU menetapkan pedoman pengelolaan Piutang BLU.
Pedoman pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit mencakup:
prosedur dan persyaratan pemberian piutang;
keringanan piutang;
penatausahaan dan akuntansi piutang;
tata cara penagihan piutang; dan
pelaporan piutang.
(3a) Pedoman pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai piutang negara dan mengenai penerimaan negara bukan pajak.
Dalam rangka pengelolaan piutang dan/atau penyaluran dana, BLU dapat menggunakan sistem layanan informasi keuangan yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan.
Ketentuan ayat (2) Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 97
Pengurusan Piutang BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dilakukan oleh PUPN sampai lunas, selesai, atau optimal.
Pengurusan Piutang BLU dinyatakan telah optimal, dalam hal telah dinyatakan sebagai:
PSBDT oleh PUPN; atau
pernyataan Piutang Negara telah optimal oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, atas Piutang Negara yang tidak dapat diserahkan kepada PUPN.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 98
Terhadap Piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT oleh PUPN atau pernyataan Piutang Negara telah optimal oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2), Pemimpin BLU melakukan penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dengan menerbitkan surat keputusan penghapusan.
Format surat keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menghapuskan Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa menghapuskan hak tagih negara.
Penghapusan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan dilengkapi:
daftar nominatif para Penanggung Utang;
besaran piutang yang dihapuskan; dan
surat pernyataan PSBDT dari PUPN atau pernyataan Piutang Negara telah optimal dari Menteri/Pimpinan Lembaga.
Di antara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 105A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105A
Pemimpin BLU yang tidak melaksanakan pengelolaan Piutang BLU dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ayat (5) Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
Ruang lingkup pengelolaan Pinjaman dalam Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pengelolaan Pinjaman jangka pendek.
BLU dapat mengadakan Pinjaman jangka pendek atas namanya sendiri sesuai kebutuhan.
Pinjaman jangka pendek dilakukan dalam rangka menutup selisih antara jumlah kas yang tersedia ditambah aliran kas masuk yang diharapkan dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan dalam suatu tahun anggaran ( mismatch ).
Pinjaman jangka pendek digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja operasional.
Kebutuhan belanja operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan kebutuhan pengeluaran yang memberikan manfaat jangka pendek atau jangka panjang dalam hal kewajiban pembayaran telah jatuh tempo.
Pasal 125
Pengadaan barang/jasa pada BLU dikecualikan dari peraturan pengadaan barang dan jasa Pemerintah pada umumnya.
Pengadaan barang/jasa pada BLU diatur tersendiri dengan peraturan Pemimpin BLU.
(2a) Peraturan Pemimpin BLU mengenai pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan memperhatikan peraturan lembaga yang membidangi kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah mengenai pedoman pengadaan barang/jasa yang dikecualikan pada pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari:
jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;
hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain;
hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya; dan/atau
penerimaan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni).
Pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip- prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, ekonomis, dan Praktik Bisnis yang Sehat.
Pengaturan pengadaan barang/jasa dalam peraturan Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, persiapan pemilihan, pelaksanaan pemilihan, dan pelaksanaan kontrak.
Ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) memperhatikan ketentuan mengenai tata cara pembayaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Dihapus.
Pedoman pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditinjau/disempurnakan sesuai kebutuhan.
Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah atau mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang disetujui oleh pemberi hibah dimaksud.
Ketentuan Pasal 132 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 132
Pelaksanaan pengelolaan aset pada BLU dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:
tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat;
biaya berkenaan dengan pelaksanaan kerja sama tidak boleh dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni);
manfaat dari pengelolaan Aset BLU dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan;
tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain; dan
efektif, efisien, dan saling menguntungkan.
Pelaksanaan pengelolaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme Pemanfaatan Aset atau KSM.
Biaya yang timbul dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemanfaatan Aset atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni).
Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 133
Pemanfaatan Aset dan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) bertujuan untuk:
meningkatkan penyediaan pelayanan umum kepada masyarakat;
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU; dan
meningkatkan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA.
Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 134
Pemanfaatan Aset dan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) berupa:
Pemanfaatan Aset terhadap Aset BLU;
Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain; dan
KSM pada BLU dan/atau pihak lain.
Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 135
Pemimpin BLU melakukan Pemanfaatan Aset dan/atau KSM untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU.
Pemanfaatan Aset dan/atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan melibatkan pihak lain sebagai Mitra.
Pemanfaatan Aset dan/atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam naskah perjanjian antara Pemimpin BLU dengan Mitra.
Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang mengalihkan Pemanfaatan Aset dan/atau KSM kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pemimpin BLU dan disertai pembayaran kompensasi dalam hal terdapat keuntungan atas pengalihan Pemanfaatan Aset dan/atau KSM dimaksud.
Ketentuan Pasal 136 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 136
Tarif yang dikenakan kepada masyarakat terhadap layanan yang dihasilkan dari Pemanfaatan Aset dan/atau KSM ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 137 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 137
Mitra terdiri atas:
Kementerian Negara/Lembaga/Satker;
pemerintah daerah;
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
BLU;
BLU daerah;
perusahaan swasta;
yayasan;
koperasi;
perorangan; dan/atau
subjek hukum/badan hukum/entitas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 138 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 138
Pemimpin BLU menyusun rencana Pemanfaatan Aset dan/atau KSM yang paling sedikit menjelaskan secara ringkas tentang maksud dan tujuan, bentuk, dan hasil analisis dan evaluasi dari aspek teknis, aspek keuangan, dan aspek hukum.
Rencana Pemanfaatan Aset dan/atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam RBA.
Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 139 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 139
Pemanfaatan Aset terhadap Aset BLU dilakukan terhadap objek Pemanfaatan Aset berupa:
tanah;
gedung dan bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau gedung dan bangunan.
Aset BLU selain tanah dan/atau gedung dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk aset tak berwujud.
Aset tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
perangkat lunak komputer ( software );
lisensi dan franchise ;
hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang;
hak cipta ( copyright ), paten, dan hak kekayaan intelektual lainnya;
merk dagang;
karya seni yang mempunyai nilai sejarah/budaya; dan
aset tak berwujud lainnya.
Ketentuan Pasal 140 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 140
Pemanfaatan Aset terhadap Aset BLU dilakukan dalam bentuk:
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan; dan/atau
Pemanfaatan Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan.
Ketentuan Pasal 141 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 141
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a dilakukan dalam bentuk:
Mitra mendayagunakan tanah dan/atau gedung dan bangunan milik BLU untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU selama jangka waktu tertentu yang disepakati dalam perjanjian (sewa);
Mitra mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya di atas tanah milik BLU, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada BLU, untuk kemudian digunakan oleh Mitra atau Mitra bersama BLU untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU selama jangka waktu tertentu yang disepakati dalam perjanjian (bangun serah guna); dan/atau
Mitra mendirikan gedung dan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya di atas tanah milik BLU, untuk kemudian digunakan oleh Mitra untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU, dan Mitra menyerahkan gedung dan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya kepada BLU sesuai jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian (bangun guna serah).
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 142 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 142 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 142
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a dilaksanakan dengan ketentuan:
dilakukan berdasarkan keputusan Pemimpin BLU;
jangka waktu Pemanfaatan Aset dapat dilakukan berdasarkan periodesitas pendayagunaan per tahun, per bulan, per hari, atau per jam;
jangka waktu Pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud dalam huruf b, paling lama 15 (lima belas) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian; dan
jangka waktu Pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi.
(1a) Pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a dalam rangka kerja sama infrastruktur dilakukan dalam jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi.
Jangka waktu Pemanfaatan Aset dapat melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 143 diubah dan ketentuan ayat (3) Pasal 143 dihapus, sehingga Pasal 143 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 143
Dalam pelaksanaan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142, Pemimpin BLU menetapkan kompensasi tetap dan dapat mengenakan imbal hasil kepada Mitra.
Besaran imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhitungkan:
omzet;
keuntungan; atau
biaya operasional.
Dihapus.
Ketentuan Pasal 144 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 144
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b dan huruf c, dilakukan berdasarkan keputusan Pemimpin BLU.
Ketentuan Pasal 145 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 145
BLU mendapatkan imbalan dari hasil Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 berupa kompensasi tetap dan/atau imbal hasil.
Besaran kompensasi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan paling sedikit mempertimbangkan:
nilai wajar atas tanah milik BLU yang menjadi objek Pemanfaatan Aset;
nilai penghapusan bangunan; dan
estimasi nilai sisa bangunan pada akhir pelaksanaan Pemanfaatan Aset ( terminal value ).
Nilai penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperhitungkan dalam hal terdapat bangunan yang dihapuskan di atas tanah milik BLU yang menjadi objek Pemanfaatan Aset.
Besaran imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mempertimbangkan pendapatan dan belanja Pemanfaatan Aset.
Ketentuan Pasal 146 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 146
Jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ditetapkan dengan memperhitungkan masa manfaat bangunan.
Jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
Jangka waktu Pemanfaatan Aset dapat melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
Jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan.
Ketentuan Pasal 147 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 147
Dalam hal jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 berakhir, Mitra dapat memperpanjang kerja sama dalam bentuk Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a.
Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah:
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b dan huruf c dilakukan evaluasi atas pelaksanaan kerja sama dengan Mitra yang akan memperpanjang kerja sama;
rencana Pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (1) disusun oleh Pemimpin BLU; dan
naskah perjanjian ditetapkan.
Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 148
Pemanfaatan Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b dilakukan berdasarkan keputusan Pemimpin BLU.
Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 149
Pemanfaatan Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
BLU mendapatkan imbalan berupa kompensasi tetap, imbal hasil, dan/atau manfaat ekonomi lainny
Mitra dapat mengajukan perpanjangan kerja sama.
Perpanjangan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditetapkan oleh Pemimpin BLU setelah dilakukan evaluasi dan penyesuaian klausul dalam perjanjian.
Dalam hal Mitra tidak mengajukan perpanjangan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Mitra tidak diperbolehkan menggunakan manfaat dari Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan milik BLU demi kepentingan sendiri, dan menjamin bebas dari segala tuntutan hukum dan hak-hak pihak ketiga.
Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 150
Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf b dilakukan terhadap objek Pemanfaatan Aset berupa peralatan dan mesin milik Mitra.
Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 151
Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150, dilakukan dengan cara BLU mendayagunakan peralatan dan mesin milik Mitra, untuk selanjutnya digunakan dalam pemberian pelayanan umum BLU sesuai jangka waktu tertentu yang disepakati.
Ketentuan Pasal 152 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 152
Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 dilakukan berdasarkan keputusan Pemimpin BLU.
Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 153
BLU mendapatkan imbal hasil dari pelaksanaan Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150.
Ketentuan Pasal 156 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 156
KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Dilakukan berdasarkan keputusan Pemimpin BLU.
Jangka waktu KSM paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian.
Dalam hal jangka waktu KSM sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah berakhir, KSM dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi dan penyesuaian klausul dalam perjanjian.
Jangka waktu KSM dapat melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
Ketentuan Pasal 157 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 157
BLU mendapatkan imbalan berupa kompensasi tetap, imbal hasil, dan/atau manfaat ekonomi lainnya dari pelaksanaan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155.
Ketentuan Pasal 158 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 158
Pemilihan Mitra dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung terhadap calon Mitra yang mengajukan permohonan Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf a.
Ketentuan Pasal 159 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 159
Pemilihan Mitra dilakukan melalui mekanisme tender terhadap calon Mitra pada:
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b;
Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf c;
Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150; dan
KSM dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 huruf b.
Di antara Pasal 159 dan Pasal 160 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 159A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 159A
Dalam hal terdapat Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b dan huruf c yang merupakan penugasan Pemerintah, pemilihan Mitra dapat dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung.
Ketentuan ayat (1) Pasal 160 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 160 dihapus, sehingga Pasal 160 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160
Pemilihan Mitra terhadap Pemanfaatan Aset selain Tanah dan/atau Bangunan milik BLU dapat dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung, perizinan, atau tender terhadap calon Mitra.
Dihapus.
Di antara Pasal 160 dan Pasal 161 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 160A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
Mekanisme pemilihan Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, dan Pasal 160 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemimpin BLU.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 162
Pelaksanaan Pemanfaatan Aset atau KSM dituangkan dalam naskah perjanjian.
Naskah perjanjian untuk Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan dengan jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun dibuat di hadapan notaris.
Ketentuan lebih lanjut mengenai naskah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (1) Pasal 164 diubah sehingga Pasal 164 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 164
Pendapatan atau bagian pendapatan yang diperoleh dari pelaksanaan pengelolaan aset dengan menggunakan mekanisme Pemanfaatan Aset atau KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) merupakan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA.
Pendapatan atau bagian pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak BLU.
Ketentuan Pasal 166 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 166
Tanah milik BLU yang akan didirikan bangunan di atasnya oleh Mitra pada Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b dan huruf c, pada saat penyerahan direklasifikasi menjadi Aset Lainnya BLU berupa aset kemitraan dengan pihak ketiga pada neraca BLU.
Di antara Pasal 168 dan Pasal 169 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 168A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 168A
Permohonan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2), Pasal 146 ayat (3), dan Pasal 156 huruf d disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan melampirkan analisis dan evaluasi terhadap:
aspek finansial;
aspek teknis;
aspek hukum; dan
aspek sosial.
Ketentuan ayat (3) Pasal 171 diubah, di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 171 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), dan setelah ketentuan ayat (5) Pasal 171 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal 171 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 171
Dalam rangka menyusun laporan keuangan, BLU melakukan pengumpulan, pencatatan, serta pengikhtisaran data transaksi dan informasi kejadian keuangan, termasuk data yang berasal dari subsistem akuntansi transaksional.
Laporan keuangan BLU merupakan bentuk pertanggungjawaban BLU yang terdiri atas:
laporan realisasi anggaran;
laporan perubahan saldo anggaran lebih;
neraca;
laporan operasional;
laporan arus kas;
laporan perubahan ekuitas; dan
catatan atas laporan keuangan.
Laporan keuangan unit usaha BLU dikonsolidasikan ke laporan keuangan BLU.
Laporan keuangan BLU diaudit dan diberi opini oleh auditor ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4a) Laporan keuangan BLU yang diaudit dan diberi opini oleh auditor ekstern sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yaitu laporan keuangan BLU yang memiliki:
realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, paling sedikit Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); atau
Nilai Aset menurut neraca tahun terakhir paling sedikit Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah).
Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan BLU dan laporan keuangan tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.:
Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; dan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan tempat kedudukan BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 172 diubah dan ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 172 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 172
Pemimpin BLU bertanggung jawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
Dihapus. (3) Dihapus. (4) Dihapus.
Setelah ketentuan ayat (2) Pasal 176 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 176 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 176
Menteri Keuangan dapat melakukan penarikan dana yang dikelola BLU tanpa pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (5) huruf a dalam rangka pembinaan pengelolaan keuangan BLU dan/atau optimalisasi kas Pemerintah.
Untuk penarikan dana yang dikelola BLU tanpa pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan melakukan penilaian atas pengelolaan surplus anggaran dan/atau Dana Kelolaan.
Ketentuan penarikan dana yang dikelola oleh BLU tanpa pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan terhadap BLU yang penarikan dan pemanfaatan dananya diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Ketentuan Pasal 177 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 177
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas pengelolaan surplus anggaran pada BLU dengan mempertimbangkan:
posisi likuiditas BLU;
keberlanjutan layanan BLU;
rencana pengembangan layanan tahun berjalan dan/atau 1 (satu) tahun berikutnya; dan/atau
hasil temuan aparat pemeriksa atas pengelolaan surplus anggaran.
Ketentuan ayat (3) Pasal 178 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 178
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas pengelolaan Dana Kelolaan.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara selaku pimpinan pembantu pengguna anggaran bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan investasi Pemerintah.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan:
tujuan pengelolaan dana;
realisasi penyaluran/perguliran Dana Kelolaan; dan/atau
hasil temuan aparat pemeriksa atas pengelolaan Dana Kelolaan.
Dalam hal penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara, hasil penilaian disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan Pasal 183 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 183
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas pengelolaan surplus anggaran pada BLU dengan mempertimbangkan:
posisi likuiditas BLU;
keberlanjutan layanan BLU;
rencana pengembangan layanan tahun berjalan dan/atau 1 (satu) tahun berikutnya; dan/atau
hasil temuan aparat pemeriksa atas pengelolaan surplus anggaran.
Ketentuan Pasal 184 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 184
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian atas pengelolaan Dana Kelolaan dengan mempertimbangkan:
tujuan pengelolaan dana;
realisasi penyaluran/perguliran Dana Kelolaan; dan/atau c. hasil temuan aparat pemeriksa atas pengelolaan Dana Kelolaan.
Ketentuan Pasal 187 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 187
Menteri Keuangan dapat memerintahkan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara untuk melakukan pembukaan Rekening Pemerintah Lainnya di Bank Umum dalam rangka penyimpanan surplus anggaran dan/atau Dana Kelolaan BLU yang ditarik untuk dikembalikan.
Pasal 191
Menteri Keuangan dapat memerintahkan BLU untuk memindahkan saldo yang berasal dari surplus anggaran kepada BLU yang lain dalam hal untuk:
meningkatkan layanan BLU; dan/atau
mempertahankan keberlanjutan layanan BLU.
Pemindahan saldo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemindahan dengan pengembalian atau pemindahan tanpa pengembalian.
Dalam rangka pemindahan saldo yang berasal dari surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon BLU penerima pemindahan saldo mengajukan proposal usulan pemindahan saldo kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan calon BLU pemberi yang berasal dari lingkup Kementerian/Lembaga yang sama dengan calon BLU penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Proposal usulan pemindahan saldo yang berasal dari surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
latar belakang pengajuan usulan;
kondisi likuiditas terakhir;
Pinjaman yang sedang berjalan (khusus untuk pemindahan saldo dengan pengembalian);
proyeksi arus kas sampai dengan jatuh tempo pengembalian (khusus untuk pemindahan saldo dengan pengembalian);
estimasi kebutuhan dana;
jumlah permohonan pemindahan saldo;
jatuh tempo pengembalian (khusus untuk pemindahan saldo dengan pengembalian); dan
rencana kegiatan yang akan dibiayai.
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian kelayakan usulan pemindahan saldo berdasarkan proposal usulan pemindahan saldo yang berasal dari surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan paling sedikit mempertimbangkan:
kondisi dan kebutuhan likuiditas BLU;
kesesuaian rencana kegiatan yang akan dibiayai dengan RSB;
kemampuan keuangan BLU untuk membayar kembali (khusus untuk pemindahan saldo dengan pengembalian); dan
batas maksimum kumulatif Pinjaman oleh BLU (khusus untuk pemindahan saldo dengan pengembalian).
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian terhadap BLU yang berpotensi untuk menjadi calon BLU pemberi pemindahan saldo yang berasal dari surplus anggaran dengan paling sedikit mempertimbangkan:
kecukupan likuiditas; dan
keberlanjutan layanannya.
Dalam melakukan penilaian proposal usulan pemindahan saldo sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan/atau BLU.
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan rekomendasi pemindahan saldo BLU kepada Menteri Keuangan.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Menteri Keuangan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemindahan saldo BLU.
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling sedikit memuat:
besaran saldo BLU yang dipindahkan; dan
batas waktu pemindahan saldo BLU dari BLU pemberi ke BLU penerima.
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemindahan dan pengembalian saldo BLU.
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) paling sedikit memuat:
besaran saldo BLU yang dipindahkan;
batas waktu pemindahan saldo BLU dari BLU pemberi ke BLU penerima; dan
jatuh tempo pengembalian saldo BLU.
Ketentuan Pasal 192 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 192
Ketentuan mengenai pejabat perbendaharaan, tata cara penyetoran, penarikan, pemindahan, pengembalian, pembukaan rekening, akuntansi, dan pelaporan transaksi penarikan, pemindahan, dan pengembalian surplus anggaran dan/atau Dana Kelolaan BLU diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 195 diubah sehingga Pasal 195 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 195
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, BLU dapat melakukan pengembangan usaha dengan membentuk unit usaha.
Unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari BLU yang bertugas melakukan pengembangan usaha dan/atau layanan dalam rangka mengoptimalkan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung kegiatan BLU.
Pelaksanaan kegiatan pada unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhatikan analisis aspek teknis, aspek keuangan, dan aspek hukum untuk mendapatkan keuntungan.
Analisis aspek keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam RBA dengan paling sedikit memuat proyeksi pendapatan dan belanja unit usaha.
Pemimpin BLU menunjuk seorang Pegawai untuk memimpin unit usaha.
Pemimpin unit usaha dapat diberikan kewenangan mengelola Rekening Operasional BLU tersendiri untuk menampung pendapatan dan untuk keperluan pengeluaran sesuai Praktik Bisnis yang Sehat dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Perekrutan karyawan pada unit usaha harus mendapat persetujuan dari Pemimpin BLU.
Unit usaha dapat dikelola sendiri oleh BLU atau dikelola bersama dengan mitra.
Dalam hal unit usaha dikelola sendiri oleh BLU, pendapatan yang diterima dan belanja yang dikeluarkan unit usaha merupakan pendapatan dan belanja BLU.
Pemimpin unit usaha harus menyusun laporan keuangan untuk keperluan pengukuran kinerja manajerial yang dikonsolidasikan dengan laporan keuangan BLU.
Untuk keperluan perizinan berusaha dan/atau persyaratan sebagai penyedia barang/jasa, BLU dapat menggunakan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan BLU sebagai dasar hukum pembentukan badan usaha.
Ketentuan Pasal 198 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 198
Pejabat Pengelola dilarang:
merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas/Pejabat Pengelola/anggota Komite Audit pada BLU lain;
merangkap jabatan sebagai anggota komisaris/direksi/komite audit pada BUMN/perusahaan swasta;
memanfaatkan jabatannya pada BLU untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain;
mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BLU, selain remunerasi dan fasilitas lain yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;
memiliki hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping dengan Pejabat Pengelola yang lain maupun dengan anggota Dewan Pengawas; dan
menggunakan penasihat perorangan dan/atau jasa profesional sebagai konsultan, kecuali:
untuk proyek bersifat khusus;
didasarkan pada kontrak kerja yang jelas; dan
merupakan pihak independen dan memiliki kualifikasi untuk mengerjakan proyek yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada angka 1).
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (7) Pasal 199 diubah dan ketentuan ayat (6) Pasal 199 dihapus, sehingga Pasal 199 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 199
Pengangkatan Pejabat Pengelola harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
mampu untuk bertindak dengan itikad baik, jujur, dan profesional;
mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaian independen dan objektif untuk kepentingan BLU;
mampu menghindarkan penyalahgunaan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang tidak semestinya atau menyebabkan kerugian bagi BLU; dan
berkomitmen untuk bekerja penuh waktu sesuai dengan tugas dan fungsi jabatannya.
Khusus Pejabat Pengelola yang berasal dari tenaga profesional non-PNS harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut:
bukan anggota atau pengurus partai politik;
bukan anggota legislatif dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif; dan
bukan kepala/wakil kepala daerah dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai calon kepala/wakil kepala daerah.
Ketentuan terkait pengangkatan Pejabat Pengelola yang telah diatur dalam peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dikecualikan dari ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pengangkatan Pejabat Pengelola oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga mempertimbangkan hasil penilaian atas kualifikasi, kompetensi, dan kinerja dalam bentuk uji kelayakan dan kepatutan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pejabat Keuangan harus memiliki kompetensi mengenai pengelolaan keuangan BLU yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan keuangan BLU yang diselenggarakan oleh Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak menduduki jabatan sebagai Pejabat Keuangan.
Dihapus.
Pejabat Pengelola dari tenaga profesional non-PNS diangkat untuk masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Jabatan Pejabat Pengelola dari tenaga profesional non-PNS berakhir apabila:
meninggal dunia;
masa jabatannya berakhir; atau
diberhentikan dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir.
Pemberhentian dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c dapat dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
tidak dapat memenuhi target kinerja dan/atau kewajibannya;
tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik;
melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan termasuk larangan rangkap jabatan;
telah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam tindakan yang merugikan BLU dan/atau keuangan negara;
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan;
dinyatakan bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
mengundurkan diri;
tidak lagi memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga demi kepentingan dan tujuan BLU.
Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 200 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 200 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 200
Pejabat Pengelola dan Pegawai dapat terdiri atas PNS dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU.
Jumlah dan komposisi Pegawai dari tenaga profesional non-PNS ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
(2a) Persetujuan dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan kondisi keuangan dan kesesuaian dengan RSB BLU.
Syarat pengangkatan dan pemberhentian Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Syarat pengangkatan dan pemberhentian Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari tenaga profesional non-PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Pemimpin BLU.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 205 diubah dan setelah ketentuan ayat (2) Pasal 205 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 205 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205
Dewan Pengawas dibentuk apabila BLU memenuhi syarat minimum Nilai Omzet atau Nilai Aset.
Syarat minimum Nilai Omzet atau Nilai Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni:
realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, paling sedikit Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah); atau
Nilai Aset menurut neraca tahun terakhir, paling sedikit Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah).
Dalam hal syarat minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi, Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan anggota Dewan Pengawas kepada Menteri Keuangan.
Ketentuan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 206 diubah sehingga Pasal 206 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 206
Jumlah anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang atau 5 (lima) orang sesuai dengan Nilai Omzet atau Nilai Aset.
Salah seorang di antara anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas.
Jumlah anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang memiliki:
realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah); atau
Nilai Aset menurut neraca tahun terakhir sebesar Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Jumlah anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebanyak 5 (lima) orang untuk BLU yang memiliki:
realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, lebih besar dari Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah); atau
Nilai Aset menurut neraca tahun terakhir, lebih besar dari Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Di antara ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 208 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 208 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 208
Komposisi keanggotaan Dewan Pengawas yang berjumlah 3 (tiga) orang, terdiri atas:
1 (satu) orang berasal dari unsur pejabat Kementerian Negara/Lembaga;
1 (satu) orang berasal dari unsur pejabat Kementerian Keuangan; dan
1 (satu) orang berasal dari unsur tenaga ahli.
Komposisi keanggotaan Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas:
2 (dua) orang berasal dari unsur pejabat Kementerian Negara/Lembaga;
2 (dua) orang berasal dari unsur pejabat Kementerian Keuangan; dan
1 (satu) orang berasal dari unsur tenaga ahli.
(2a) Dalam hal BLU melaksanakan mandat layanan yang berasal lebih dari 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga, komposisi keanggotaan Dewan Pengawas dapat dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2) dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengusulkan/ menetapkan pihak lain sebagai anggota Dewan Pengawas mewakili unsur Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a.
Menteri Keuangan dapat mengusulkan/menetapkan pihak lain sebagai anggota Dewan Pengawas mewakili unsur Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b.
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki kapasitas untuk menjadi anggota Dewan Pengawas berdasarkan pengalaman dan keahlian.
Ketentuan ayat (4) dan ayat (9) Pasal 209 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 209
Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
Masa jabatan Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk paling banyak 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Anggota Dewan Pengawas diangkat dari orang perseorangan yang memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
memiliki integritas, dedikasi, itikad baik, dan rasa tanggung jawab;
dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
bukan anggota atau pengurus partai politik;
bukan calon anggota legislatif dan/atau anggota legislatif;
bukan calon kepala/wakil kepala daerah atau kepala/wakil kepala daerah;
bukan Pegawai pada BLU bersangkutan atau tidak sedang menjabat sebagai Pejabat Pengelola pada BLU;
tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan;
tidak sedang menjadi terpidana sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi/komisaris/Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan Keuangan Negara; dan
tidak memiliki hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping dengan Pejabat Pengelola maupun dengan anggota Dewan Pengawas lainnya.
Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
sehat jasmani dan rohani (tidak sedang menderita suatu penyakit yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai Dewan Pengawas); dan
memiliki pengetahuan dan/atau kompetensi di bidang yang berkaitan dengan kegiatan BLU.
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dikecualikan dalam hal Menteri/Pimpinan Lembaga dapat memberikan penjelasan/keterangan urgensi pengangkatan anggota Dewan Pengawas dimaksud.
Pemenuhan persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas.
Pemenuhan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan dokumen yang sah dan relevan dengan persyaratan khusus berkenaan.
Surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Pasal 217 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 217
Dalam menjalankan tugas, Dewan Pengawas berkewajiban untuk:
menjamin pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat serta dapat bertindak secara independen, tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas secara mandiri dan kritis;
memantau dan memastikan bahwa tata kelola dan upaya pencapaian target kinerja BLU telah diterapkan secara efektif dan berkelanjutan;
menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan Dewan Pengawas terintegrasi dengan RBA;
membuat/memiliki pembagian tugas, pedoman, dan tata tertib kerja yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan Pengawas;
memberikan pendapat dan saran secara tertulis kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Menteri Keuangan, dan Pejabat Pengelola mengenai, tetapi tidak terbatas pada RSB dan RBA yang disusun oleh Pejabat Pengelola;
melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan dalam hal terjadi gejala menurunnya kinerja BLU dan/atau penyimpangan atas ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas Dewan Pengawas yang telah dilakukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan;
memastikan bahwa temuan dan rekomendasi dari satuan pemeriksaan intern, auditor intern Pemerintah, auditor ekstern, pembina BLU, dan pihak lain telah ditindaklanjuti; dan
mematuhi ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan Pasal 218 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 218
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, Dewan Pengawas berwenang untuk:
memperoleh informasi mengenai BLU secara lengkap, tepat waktu, dan terukur;
mendapatkan laporan berkala atas pengelolaan BLU yang paling sedikit meliputi laporan keuangan dan laporan kinerja;
mendapatkan laporan hasil pengawasan/pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI, auditor intern Pemerintah, auditor ekstern, dan pembina BLU;
mengetahui kebijakan dan tindakan yang dijalankan oleh Pejabat Pengelola dalam pelaksanaan kegiatan BLU;
mendapatkan penjelasan dan/atau data dari Pejabat Pengelola dan/atau Pegawai mengenai kebijakan dan pelaksanaan kegiatan BLU;
mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Dewan Pengawas, Komite Audit, dan/atau anggota Sekretariat Dewan Pengawas;
memberikan persetujuan atas pengangkatan kepala SPI;
menghadirkan Pejabat Pengelola dalam rapat Dewan Pengawas;
berkomunikasi secara langsung dengan SPI;
meminta Pejabat Pengelola untuk menghadirkan tenaga profesional dalam rapat Dewan Pengawas;
meminta audit secara khusus kepada aparat pengawasan intern Pemerintah dan melaporkannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan;
menunjuk kantor akuntan publik; dan
melaksanakan kewenangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 222 ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 222 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 222
Dewan Pengawas menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada:
Menteri/Pimpinan Lembaga;
Menteri Keuangan; dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Laporan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
laporan periodik; dan
laporan khusus.
Laporan periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan laporan yang dibuat secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
Laporan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan laporan yang dibuat sewaktu-waktu dalam hal terjadi gejala penurunan kinerja BLU dan/atau penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dihapus.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 223 diubah dan ketentuan ayat (4) Pasal 223 dihapus, sehingga Pasal 223 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 223
Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indikator kinerja ( key performance indicators ) Dewan Pengawas dengan mempertimbangkan usulan dari Dewan Pengawas yang bersangkutan dan masukan dari Menteri Keuangan.
Indikator kinerja ( key performance indicators ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ukuran penilaian atas keberhasilan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengawasan dan pemberian nasihat oleh Dewan Pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dewan Pengawas menyampaikan laporan realisasi indikator kinerja ( key performance indicators ) kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan.
Dihapus.
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 231 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) dan ketentuan ayat (3) dan ayat (5) Pasal 231 diubah, sehingga Pasal 231 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 231
Dewan Pengawas dapat membentuk Komite Audit yang terdiri dari ketua dan anggota.
(1a) Komite Audit dapat dibentuk apabila BLU memenuhi syarat minimum realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, lebih besar dari Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah).
Ketua Komite Audit dipilih dari salah satu anggota Dewan Pengawas berdasarkan kesepakatan para anggota Dewan Pengawas dengan mempertimbangkan kepemimpinan, integritas, pemahaman fungsi Komite Audit, dan diutamakan berasal dari unsur tenaga ahli.
Anggota Komite Audit berasal dari anggota Dewan Pengawas, pejabat/pegawai Kementerian Keuangan atau pejabat/pegawai Kementerian Negara/Lembaga, dan profesional/tenaga ahli.
Ketua dan anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Dewan Pengawas.
Khusus untuk anggota Komite Audit yang berasal dari pejabat/pegawai Kementerian Keuangan atau pejabat/pegawai Kementerian Negara/Lembaga dan profesional/tenaga ahli, berdasarkan Keputusan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemimpin BLU menetapkan pengangkatan dan pemberhentian anggota Komite Audit dari pejabat/pegawai Kementerian Keuangan atau pejabat/pegawai Kementerian Negara/Lembaga dan/atau profesional/tenaga ahli untuk keperluan pembayaran remunerasi dan hak-hak lainnya.
Anggota Komite Audit yang merupakan anggota Dewan Pengawas berhenti dengan sendirinya apabila masa jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir.
Dalam hal terdapat anggota Dewan Pengawas yang menjabat sebagai ketua Komite Audit berhenti sebagai anggota Dewan Pengawas, maka ketua Komite Audit wajib diganti sementara oleh anggota Dewan Pengawas lainnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sampai dengan diangkatnya Dewan Pengawas definitif.
Pembentukan Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada BLU yang telah memiliki penetapan remunerasi oleh Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 232 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 232
Komite Audit beranggotakan 3 (tiga) orang termasuk ketua dengan komposisi keanggotaan terdiri atas:
1 (satu) orang berasal dari unsur Dewan Pengawas sebagai ketua Komite Audit;
1 (satu) orang berasal dari unsur pejabat/pegawai Kementerian Keuangan atau pejabat/pegawai Kementerian Negara/Lembaga; dan
1 (satu) orang berasal dari unsur profesional/tenaga ahli.
Komite Audit bekerja secara kolektif dalam melaksanakan tugasnya membantu Dewan Pengawas.
Komite Audit bersifat mandiri dalam pelaksanaan tugas dan pelaporan, serta bertanggung jawab langsung kepada Dewan Pengawas.
Ketentuan ayat (2) Pasal 245 diubah dan setelah ketentuan ayat (2) Pasal 245 ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) sehingga Pasal 245 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 245
Ketentuan terkait pembentukan dan keanggotaan Dewan Pengawas yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dikecualikan dari ketentuan pembentukan dan keanggotaan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206 dan Pasal 208.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas kesekretariatan pada Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dapat dibantu oleh Sekretariat Dewan Pengawas.
Sekretariat Dewan Pengawas dapat dibentuk apabila BLU memenuhi syarat minimum realisasi Nilai Omzet menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, lebih besar dari Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah).
Sekretariat Dewan Pengawas beranggotakan paling banyak 2 (dua) orang yang dapat berasal dari Pegawai, pejabat/pegawai Kementerian Negara/Lembaga, pejabat/pegawai Kementerian Keuangan, dan/atau profesional/tenaga ahli.
Masa jabatan anggota Sekretariat Dewan Pengawas paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan masa keanggotaan Dewan Pengawas, dengan tidak mengurangi hak Dewan Pengawas untuk memberhentikannya sewaktu-waktu.
Ketentuan Pasal 246 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 246
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, Komite Audit, dan Sekretariat Dewan Pengawas dibebankan kepada anggaran BLU, dan dimuat dalam RBA yang bersangkutan.
Ketentuan Pasal 269 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 269
Dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas, laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 ayat (1) dan Pasal 260 ayat (2) disampaikan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, serta persetujuan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262 ayat (1) dan Pasal 267 ayat (2), dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Di antara ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 270 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) dan di antara ketentuan ayat (10) dan ayat (11) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (10a) sehingga Pasal 270 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 270
Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilakukan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan ekstern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pemeriksaan laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171.
Dalam hal pemeriksaan ekstern terhadap laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh kantor akuntan publik, pemilihan kantor akuntan publik mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dewan Pengawas melakukan penunjukan kantor akuntan publik sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa pada BLU.
(4a) Dalam hal penunjukan kantor akuntan publik dilaksanakan melalui pengadaan langsung dengan permintaan penawaran atau tender, proses pemilihan dapat dilakukan oleh unit yang bertanggungjawab terhadap layanan pengadaan barang dan jasa pada BLU dengan tidak menghilangkan kewajiban Dewan Pengawas untuk melakukan penunjukan kantor akuntan publik.
Dalam hal terdapat Komite Audit, penunjukan kantor akuntan publik oleh Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui Komite Audit.
Dalam hal BLU belum memiliki Dewan Pengawas, proses penunjukkan calon kantor akuntan publik dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Berdasarkan keputusan penunjukan kantor akuntan publik oleh Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemimpin BLU menetapkan penunjukan kantor akuntan publik untuk keperluan pembayaran dan hak-hak lainnya.
Penetapan kantor akuntan publik paling lambat dilakukan tanggal 30 September sebelum tahun pelaporan berakhir.
Pemeriksaan laporan keuangan BLU oleh kantor akuntan publik harus memperhatikan jadwal pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah pusat/laporan keuangan Kementerian Negara/ Lembaga.
Output pemeriksaan keuangan oleh kantor akuntan publik, yaitu:
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan BLU yang memuat opini;
Laporan hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern; dan
Laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan.
(10a) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan oleh kantor akuntan publik kepada Pemimpin BLU, Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, Menteri/Pimpinan Lembaga, dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah batas akhir penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga audited .
SPI melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi kantor akuntan publik oleh BLU dan melaporkannya kepada Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Ketentuan ayat (2) Pasal 271 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 271
Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola, Pegawai, dan Dewan Pengawas.
Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Anggota Komite Audit yang berasal dari Dewan Pengawas, hanya menerima remunerasi yang berasal dari tugasnya sebagai Dewan Pengawas.
Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan/atau penerimaan negara bukan pajak BLU dengan memperhatikan kemampuan keuangan BLU.
Setelah ketentuan ayat (3) Pasal 273 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal 273 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 273
Remunerasi merupakan imbalan kerja yang diberikan dalam komponen sebagai berikut:
Gaji;
Honorarium;
Tunjangan Tetap;
Insentif;
bonus atas prestasi;
pesangon; dan/atau
pensiun.
Selain komponen remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komponen remunerasi dapat berupa:
remunerasi bulan ketiga belas;
tunjangan Hari Raya;
uang lembur; dan
uang makan.
Komponen remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan remunerasi kepada masing-masing BLU.
Dalam hal Honorarium dan Insentif anggota Komite Audit dan/atau anggota Sekretariat Dewan Pengawas belum ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan remunerasi, Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan Honorarium dan Insentif anggota Komite Audit dan/atau anggota Sekretariat Dewan Pengawas untuk secara kolektif ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
Ketentuan Pasal 274 ayat (2) dan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 274 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 274
Pembayaran remunerasi di BLU berdasarkan capaian kinerja yang tertuang dalam kontrak kinerja antara Pemimpin BLU dengan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dihapus.
Pembayaran remunerasi kepada Pejabat Pengelola dan Pegawai didasarkan pada perhitungan capaian kinerja atas kontrak kinerja masing-masing Pejabat dan Pegawai dengan atasannya yang dihasilkan dari sistem penilaian kinerja memperhatikan keterkaitan dengan kontrak kinerja Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dihapus.
Pemimpin BLU mengembangkan dan mengelola sistem penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Ketentuan ayat (2) Pasal 275 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 275
Gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273 ayat huruf a diberikan dengan memperhitungkan nilai jabatan yang dituangkan dalam grading /level jabatan.
Nilai jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari proses analisis dan evaluasi jabatan dengan menggunakan metode yang disusun Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 277 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 277
Honorarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273 ayat huruf b diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Honorarium ketua Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari Gaji Pemimpin BLU;
Honorarium anggota Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 36% (tiga puluh enam persen) dari Gaji Pemimpin BLU;
Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 15% (lima belas persen) dari Gaji Pemimpin BLU;
Honorarium anggota Komite Audit ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Gaji Pemimpin BLU; dan
Honorarium anggota Sekretariat Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 7% (tujuh persen) dari Gaji Pemimpin BLU.
Gaji Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Gaji yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU.
Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 279 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 279
Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273 ayat huruf d diberikan kepada:
Pejabat Pengelola dan Pegawai, dengan memperhitungkan capaian kinerja dan rentang ( range ) besaran Insentif yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas dengan memperhitungkan capaian kinerja Pemimpin BLU.
Capaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
capaian kinerja Pemimpin BLU yang ditetapkan berdasarkan target kinerja dan indikator kinerja, yang telah dituangkan dalam kontrak kinerja antara Pemimpin BLU dengan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
capaian kinerja Pejabat Keuangan, Pejabat Teknis, dan Pegawai yang ditetapkan berdasarkan target kinerja dan indikator kinerja, yang telah dituangkan dalam kontrak kinerja dengan atasan langsungnya.
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU.
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dalam hal diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ayat (2) Pasal 280 diubah dan ketentuan ayat (3) Pasal 280 dihapus, sehingga Pasal 280 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 280
Dalam hal capaian kinerja Pejabat Pengelola/Pegawai melebihi target yang ditetapkan dalam kontrak kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat (2), Pemimpin BLU dapat memberikan Insentif kinerja atas kelebihan capaian kinerja.
Khusus untuk Pemimpin BLU, pemberian Insentif kinerja atas kelebihan capaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas usulan Pemimpin BLU.
Dihapus.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 282 diubah dan setelah ketentuan ayat (2) Pasal 282 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 282 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 282
Besaran Insentif bagi Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat huruf b diberikan dengan memperhatikan capaian kinerja masing-masing.
Besaran Insentif bagi Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Insentif ketua Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari Insentif kinerja yang diterima Pemimpin BLU;
Insentif anggota Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 36% (tiga puluh enam persen) dari Insentif kinerja yang diterima Pemimpin BLU;
Insentif Sekretaris Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 15% (lima belas persen) dari Insentif kinerja yang diterima Pemimpin BLU;
Insentif anggota Komite Audit ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Insentif kinerja yang diterima Pemimpin BLU; dan
Insentif anggota Sekretariat Dewan Pengawas ditetapkan paling tinggi 7% (tujuh persen) dari Insentif kinerja yang diterima Pemimpin BLU.
Dalam hal ketentuan Insentif Ketua Dewan Pengawas dan Anggota Dewan Pengawas pada Keputusan Menteri Keuangan belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan Insentif ketua Dewan Pengawas dan anggota Dewan Pengawas untuk secara kolektif ditetapkan dalam Keputusan Menteri.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (8) Pasal 283 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 283
Bonus atas prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273 ayat huruf e merupakan imbalan kerja bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji, Tunjangan Tetap, Insentif, dan Honorarium, yang diterima oleh Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas atas prestasi kerja BLU yang dapat diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran setelah BLU memenuhi syarat-syarat tertentu.
Bonus atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU.
Bonus atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan keberlanjutan layanan dan upaya peningkatan layanan.
Bonus atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila BLU memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
telah menerapkan remunerasi sesuai dengan ketentuan remunerasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
hasil capaian kontrak kinerja Pemimpin BLU tahun dasar perhitungan bonus atas prestasi paling rendah 110% (seratus sepuluh persen) sesuai dengan hasil perhitungan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan;
hasil penilaian tata kelola pada BLU tahun dasar pemberian bonus atas prestasi paling rendah dikategorikan “Baik” sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan;
opini audit terhadap laporan keuangan BLU tahun dasar perhitungan bonus atas prestasi Wajar Tanpa Pengecualian, berdasarkan laporan hasil audit yang dikeluarkan oleh pemeriksa ekstern;
Realisasi target penerimaan negara bukan pajak BLU tahun dasar perhitungan bonus atas prestasi tercapai, dan realisasi penerimaan negara bukan pajak BLU berdasarkan laporan realisasi anggaran yang disahkan oleh BUN tahun dasar perhitungan bonus atas prestasi mengalami peningkatan selama dua tahun berturut-turut;
persentase realisasi belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU terhadap realisasi belanja keseluruhan BLU paling rendah 80% (delapan puluh persen) pada tahun dasar perhitungan bonus atas prestasi, kecuali dalam hal terdapat penugasan khusus yang mengakibatkan perubahan proporsi belanja; dan
terdapat surplus pada tahun dasar perhitungan bonus yang memungkinkan untuk dibagikan dengan mempertimbangkan kewajaran.
Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g merupakan selisih lebih antara pendapatan BLU yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU dengan belanja penerimaan negara bukan pajak BLU.
Tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu:
hibah; dan
pendapatan yang bersumber dari optimalisasi kas untuk BLU bidang layanan pengelola dana kecuali atas pengelolaan dana abadi.
Besaran bonus yang diterima kepada masing-masing penerima paling tinggi sebesar persentase tertentu dari remunerasi sebagaimana diatur dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan remunerasi dari komponen:
Gaji dan Insentif kepada Pejabat Pengelola dan Pegawai; dan
Honorarium dan Insentif kepada Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 286 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 286
Dalam hal Pemerintah memberikan Gaji bulan ketiga belas, BLU dapat memberikan remunerasi bulan ketiga belas kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai yang ditetapkan dengan keputusan Pemimpin BLU.
Remunerasi bulan ketiga belas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan paling tinggi 1 (satu) kali remunerasi yang telah dibayarkan pada bulan sebelum pembayaran remunerasi ketiga belas dengan memperhatikan kemampuan keuangan BLU.
Remunerasi ketiga belas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan/atau penerimaan negara bukan pajak BLU untuk Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari PNS; dan
penerimaan negara bukan pajak BLU untuk Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari tenaga profesional non-PNS, serta Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Ketentuan Pasal 287 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 287
Dalam hal Pemerintah memberikan tunjangan Hari Raya, BLU memberikan tunjangan Hari Raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai yang ditetapkan dengan keputusan Pemimpin BLU.
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan/atau penerimaan negara bukan pajak BLU untuk Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari PNS; dan
penerimaan negara bukan pajak BLU untuk Pejabat Pengelola dan Pegawai yang berasal dari tenaga profesional non-PNS, serta Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai yang sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara atau yang diperbantukan di luar instansi Pemerintah.
Ketentuan ayat (1) Pasal 288 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 288
Pemberian tunjangan Hari Raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai dilaksanakan pada BLU yang telah memiliki penetapan remunerasi oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal terdapat kondisi tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, pemberian tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan kebijakan pemberian tunjangan Hari Raya yang dilakukan oleh Pemerintah.
Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 289 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 289
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 287 diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran sesuai dengan Hari Raya yang dijadikan sebagai dasar pembayaran.
Dalam hal pada 1 (satu) tahun anggaran berjalan terdapat 2 (dua) Hari Raya yang sama, tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan lebih dari 1 (satu) kali yang dijadikan sebagai dasar pembayaran.
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
Gaji dan Insentif kepada Pejabat Pengelola dan Pegawai; dan
Honorarium dan Insentif kepada Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan paling tinggi sebesar remunerasi 1 (satu) bulan pada bulan sebelum bulan Hari Raya dengan capaian indikator kinerja ( key performance indicators ) 100% (seratus persen).
Dalam hal remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dapat dibayarkan sebesar yang seharusnya diterima, selisih kekurangan tunjangan Hari Raya tetap dapat dibayarkan pada tahun yang sama.
Ketentuan Pasal 291 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 291
Dalam hal Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai menerima remunerasi lebih dari 1 (satu) BLU, tunjangan Hari Raya diberikan salah satu yang jumlahnya paling besar.
Dalam hal Pejabat Pengelola, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai memiliki jabatan rangkap pada BLU, tunjangan Hari Raya diberikan salah satu yang jumlahnya paling besar.
Dalam hal Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai telah menerima lebih dari satu tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kelebihan pembayaran tersebut merupakan utang yang dikembalikan kepada BLU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 292 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 292
Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 287 yang dibayarkan dari penerimaan negara bukan pajak BLU merupakan objek pajak penghasilan yang ditanggung oleh Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai.
Ketentuan Pasal 293 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 293
Pertanggungjawaban pembayaran tunjangan Hari Raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai dilakukan secara terpisah dengan pertanggungjawaban pembayaran remunerasi bulanan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 294 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 294
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan pemberian tunjangan Hari Raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin BLU dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
Keputusan Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
mekanisme pembayaran tunjangan Hari Raya;
besaran remunerasi yang dijadikan dasar pembayaran tunjangan Hari Raya; dan
waktu pembayaran tunjangan Hari Raya.
Ketentuan Pasal 295 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 295
Dalam hal BLU belum memiliki penetapan remunerasi oleh Menteri Keuangan, pemberian tunjangan Hari Raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai yang berasal dari PNS mengikuti ketentuan pemberian tunjangan Hari Raya dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan pemberian tunjangan Hari Raya kepada PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, penerima pensiun, dan penerima tunjangan.
Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 301 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) dan ketentuan ayat (5) Pasal 301 dihapus, sehingga Pasal 301 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 301
Berdasarkan pertimbangan/rekomendasi dari tim penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300, Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan remunerasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 299.
Pertimbangan/rekomendasi dari tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan hasil kajian dan penilaian terhadap usulan remunerasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 299.
Persetujuan terhadap usulan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
(3a) Dalam rangka menjaga tata kelola implementasi remunerasi BLU, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan surat tindak lanjut atas penetapan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Pemimpin BLU dengan tembusan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Penetapan terhadap usulan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat berupa penetapan kolektif.
Dihapus.
Penolakan terhadap usulan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan melalui surat oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Ketentuan Pasal 303 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 303
BLU mengikutsertakan Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai sebagai peserta pada badan penyelenggara jaminan sosial berdasarkan program jaminan sosial yang diikuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 304 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 304
Remunerasi yang dibayarkan dari penerimaan negara bukan pajak BLU merupakan objek pajak penghasilan yang ditanggung oleh Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai.
Ketentuan Pasal 305 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 305
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian remunerasi kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, anggota Sekretariat Dewan Pengawas, dan Pegawai, ditetapkan dengan keputusan Pemimpin BLU dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 301 ayat (3) dan surat tindak lanjut atas penetapan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 301 ayat (3a).
Ketentuan ayat (2) Pasal 306 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 306
Untuk penerapan ketentuan mengenai remunerasi berdasarkan Peraturan Menteri ini, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan monitoring dan evaluasi kepada BLU.
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan kepada Menteri Keuangan untuk meninjau kembali Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan remunerasi Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas pada masing-masing BLU.
Pasal 310
BLU wajib menerapkan Tata Kelola yang Baik secara konsisten dan berkelanjutan dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini, ketentuan peraturan perundang- undangan terkait, dan Praktik Bisnis yang Sehat dengan mengutamakan efisiensi dan produktivitas.
Tata Kelola yang Baik sebagaimana pada ayat (1) mengikuti prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.
Dihapus.
Pemimpin BLU membuat pedoman teknis, standar operasional prosedur, dan pedoman kerja Dewan Pengawas dan pimpinan BLU ( board manual ) sebagai bagian dari dokumen tata kelola BLU berpedoman pada Peraturan Menteri ini, ketentuan peraturan perundang-undangan terkait, dan Praktik Bisnis yang Sehat.
Pedoman kerja __ Dewan Pengawas dan pimpinan BLU ( board manual ) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjelaskan secara garis besar hal-hal yang berkenaan dengan struktur organ pimpinan BLU dan Dewan Pengawas serta proses hubungan antara kedua organ dimaksud.
Pemimpin BLU menunjuk Pejabat Keuangan sebagai penanggung jawab penerapan dan pemantauan Tata Kelola yang Baik.
Di antara Pasal 310 dan Pasal 311 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 310A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 310A
Kinerja BLU meliputi kinerja aspek keuangan dan layanan dengan menggunakan basis hasil dan proses pada aspek dan indikator yang selaras dan ekuivalen untuk seluruh BLU.
BLU menyusun kontrak kinerja antara Pemimpin BLU dengan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap tahun.
Penyusunan kontrak kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Keuangan, dan Dewan Pengawas.
Pedoman penyusunan kontrak kinerja dan penetapan persetujuan capaian kinerja Pemimpin BLU diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 311 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), serta ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 311 dihapus sehingga Pasal 311 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 311
BLU wajib melakukan penilaian sendiri ( self- assessment ) dan menyusun laporan pelaksanaan tata kelola dan kinerja BLU setiap tahun.
(1a) Khusus untuk BLU tertentu, Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU dilakukan oleh penilai ( assessor ) independen setiap dua tahun sekali.
(1b) BLU tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), yaitu:
BLU yang mengelola dana bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan investasi Pemerintah atau bagian anggaran bendahara umum negara lainnya;
BLU yang dibentuk dengan tujuan untuk mengelola dana; dan
BLU selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(1c) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) mulai dilaksanakan pada waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dihapus.
Dihapus.
Ketentuan ayat (1) Pasal 312 diubah dan ketentuan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 312 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 312
BLU wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tata kelola dan kinerja BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
Dihapus.
Ketentuan Pasal 313 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 313
Penyampaian laporan pelaksanaan tata kelola dan kinerja kepada Menteri Keuangan ditujukan kepada:
Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan tempat kedudukan BLU.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (9) Pasal 314 dihapus dan ketentuan ayat (7) dan ayat (8) Pasal 314 diubah, sehingga Pasal 314 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 314
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dewan Pengawas melakukan penunjukan penilai ( assessor ) independen sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa pada BLU.
Dalam hal BLU belum memiliki Dewan Pengawas, proses penunjukkan penilai ( assessor ) independen dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga.
Berdasarkan keputusan penunjukan penilai independen oleh Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemimpin BLU menetapkan penunjukan penilai ( assessor ) independen untuk keperluan pembayaran dan hak-hak lainnya.
Penilaian sendiri ( self-assessment ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 ayat (1) tidak dilakukan dalam periode Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU yang dilakukan oleh penilai ( assessor ) independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 ayat (1a).
Tata cara penyusunan laporan dan Penilaian Tata Kelola BLU dan Kinerja BLU diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dihapus.
Ketentuan Pasal 315 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 315
Untuk melakukan Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian kembali/evaluasi terhadap hasil penilaian atas penerapan tata kelola dan kinerja BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311.
Untuk melakukan penilaian atau evaluasi terhadap hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta BLU untuk menunjuk penilai ( assessor ) independen.
Mekanisme penunjukan penilai ( assessor ) independen mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6).
Biaya penunjukan atas penilai ( assessor ) independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada BLU bersangkutan.
Berdasarkan hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 atau hasil penilaian kembali/evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta BLU untuk menyampaikan rencana tindak ( action plan ) yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh BLU dengan target waktu tertentu.
Dalam hal diperlukan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta BLU untuk melakukan penyesuaian rencana tindak ( action plan ) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau melakukan pemeriksaan khusus terhadap hasil perbaikan penerapan tata kelola dan kinerja BLU.
BAB VIA
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 316A
Perjanjian kerja sama antara BLU dengan pihak lain yang masih menggunakan nomenklatur KSO sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian.
Pasal 316B
Keanggotaan Komite Audit yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komite Audit sebagaimana telah ditetapkan dalam keputusan Dewan Pengawas.
BAB VIB
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 316C
Penyampaian data, informasi, usulan, laporan, dan/atau dokumen kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dalam proses pengelolaan BLU dilakukan melalui sistem informasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Lampiran III dan Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY