bahwa untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan dana bagi hasil dan/atau dana alokasi umum, perlu melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 518);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.09/2022 tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 236);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.07/2019 TENTANG PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA OTONOMI KHUSUS.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 518), diubah sebagai berikut:
Pasal 1
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan rencana dana pengeluaran yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar- Daerah.
Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari TKD yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKD.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga nonkementerian yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Lembar Konfirmasi Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut LKT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKD oleh Daerah.
Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut LRT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKD oleh Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Lebih Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Lebih Bayar DBH adalah selisih lebih antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, kecuali PBB perdesaan dan perkotaan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah pajak penghasilan terutang oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan yang berlaku kecuali pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat PNBP SDA adalah bagian dari penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, minyak bumi, gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimalsud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin petaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat penandatangan SPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Ruang Fiskal Daerah adalah besarnya pendapatan Daerah yang masih bebas digunakan untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhan Daerah yang dihitung dengan mengurangkan seluruh pendapatan Daerah dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya ( earmarked ) dan belanja wajib antara lain belanja pegawai dan belanja wajib lainnya.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan Daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas jabatan pemerintahan.
Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Treasury Deposit Facility yang selanjutnya disingkat TDF adalah fasilitas yang disediakan oleh BUN bagi Pemerintah Daerah untuk menyimpan uang di BUN sebagai bentuk penyaluran TKD nontunai berupa penyimpanan di Bank Indonesia.
Pasal 2
TKD yang diatur dalam Peraturan Menteri ini merupakan DBH dan DAU.
Dihapus.
DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
DBH Pajak, meliputi:
DBH PBB;
DBH PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN; dan
DBH CHT; dan
DBH SDA, meliputi:
DBH SDA minyak bumi dan gas bumi;
DBH SDA pengusahaan panas bumi;
DBH SDA mineral dan batubara;
DBH SDA kehutanan; dan
DBH SDA perikanan.
DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 termasuk tambahan DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka otonomi khusus untuk Provinsi Aceh dan Provinsi Papua.
Dihapus.
Pasal 3
Dalam rangka pengelolaan DBH dan DAU, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan TKD menetapkan:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD;
Direktur Dana Transfer Umum sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah provinsi/kabupaten/ kota penerima alokasi DBH dan DAU.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum.
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum dan Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum:
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 5 (lima) hari kerja.
Penunjukan:
Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
Pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berakhir dalam hal Direktur Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN.
Pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki tugas dan kewenangan yang sama dengan KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PPA BUN Pengelolaan TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum kepada Menteri Keuangan.
Penggantian KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 4
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH dan DAU kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
menyusun RKA BUN TKD untuk DBH dan DAU beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
menyampaikan RKA BUN TKD untuk DBH dan DAU beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
menandatangani RKA BUN TKD untuk DBH dan DAU yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD;
menyusun DIPA BUN TKD untuk DBH dan DAU;
menyusun dan/atau menyampaikan rekomendasi penyaluran, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk DBH dan DAU kepada KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
menyampaikan rencana pelaksanaan kegiatan kepada KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum; dan
mengisi target pencapaian output dan realisasi pencapaian output pada aplikasi pada SIKD.
Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran DBH dan DAU sampai dengan akhir tahun kepada Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD;
melakukan penatausahaan dokumen yang berkaitan dengan penyaluran DBH dan DAU;
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
melakukan verifikasi terhadap rekomendasi penyaluran dan pengenaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, dan penyaluran kembali TKD untuk DBH dan DAU;
melaksanakan penyaluran dan/atau penyaluran kembali DBH dan DAU berdasarkan rekomendasi penyaluran yang diterbitkan oleh KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum untuk DBH dan DAU.
menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran DBH dan DAU kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan aplikasi online monitoring sistem perbendaharaan anggaran negara dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran DBH dan DAU; dan
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran DBH dan DAU melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan satu kesatuan dengan laporan keuangan dan proyeksi penyaluran TKD.
Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyampaikan laporan realisasi penyaluran DBH dan DAU kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
menyusun proyeksi penyaluran DBH dan DAU sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melalui aplikasi cash planning information network ; dan
menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 5
PPA BUN Pengelolaan TKD, KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum, Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dan KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penggunaan DBH dan DAU oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 6
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD.
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari.
Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
perkembangan realisasi DBH berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dibagihasilkan paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir;
perkiraan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dibagihasilkan; dan
Kurang Bayar/Lebih Bayar DBH tahun-tahun sebelumnya.
Pasal 36
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD.
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari.
Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disusun dengan memperhatikan:
perkiraan celah fiskal per Daerah secara nasional;
kebutuhan pendanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah yang meliputi pendanaan pegawai, belanja operasional, dan pembangungan layanan publik;
perkiraan DAU dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan
perkiraan penerimaan dalam negeri neto.
Pasal 38A
Alokasi DAU setiap Daerah terdiri atas:
bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya; dan
bagian DAU yang ditentukan penggunaannya.
Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penggajian formasi PPPK. b. pendanaan kelurahan;
bidang pendidikan;
bidang kesehatan; dan/atau
bidang pekerjaan umum.
Pasal 39
Penyaluran bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat huruf a dilaksanakan setiap bulan sebesar 1/12 (satu per duabelas) dari pagu alokasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
paling cepat pada hari kerja pertama untuk bulan Januari; dan
paling cepat pada hari kerja terakhir pada bulan sebelumnya untuk bulan Februari sampai dengan bulan Desember.
Penyaluran DAU setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan belanja pegawai, dengan rincian sebagai berikut:
realisasi belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada pegawai negeri sipil;
realisasi belanja pegawai berupa tunjangan tambahan penghasilan atau dengan nama lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, yang dibayarkan kepada pegawai negeri sipil; dan
realisasi belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibayarkan kepada PPPK untuk guru dan nonguru. dari Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 14 setiap bulan sebelum bulan penyaluran DAU berkenaan.
Laporan belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan realisasi belanja pegawai 2 (dua) bulan sebelum bulan penyaluran DAU.
Dalam hal tanggal 14 setiap bulan, bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada hari kerja berikutnya.
Kewajiban penyampaian laporan belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan sebagai syarat untuk penyaluran DAU bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2023 bagi Daerah baru di Provinsi Papua yang dibentuk pada tahun 2022.
Dalam hal terdapat perubahan pagu alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan sebesar sisa pagu alokasi DAU setelah penyesuaian dibagi dengan jumlah bulan yang belum disalurkan setelah memperhitungkan penyaluran sebelumnya.
Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat (1) bagi Daerah baru dilaksanakan sebesar pagu alokasi DAU dibagi dengan jumlah bulan yang belum disalurkan pada periode berikutnya.
Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal 39A, Pasal 39B, Pasal 39C, Pasal 39D, dan Pasal 39E sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39A
Penyaluran DAU penggajian formasi PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat (2) huruf a dilaksanakan berdasarkan realisasi pengangkatan dan pembayaran gaji pokok dan tunjangan melekat formasi PPPK tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyaluran DAU penggajian formasi PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
bulan April dilaksanakan paling cepat tanggal 23 Mei setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari Daerah berupa laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK formasi tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 untuk laporan bulan April paling lambat tanggal 7 Mei 2023;
bulan Mei sampai dengan bulan Oktober dilaksanakan paling cepat tanggal 23 bulan berikutnya setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari Daerah berupa laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK formasi tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 yang disampaikan secara bulanan; dan
bulan November dan Desember dilaksanakan paling cepat tanggal 12 Desember dan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir setelah Menteri Keuangan q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari Daerah berupa laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK formasi tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 untuk laporan realisasi bulan November dan Desember.
Laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan realisasi pengangkatan dan pembayaran gaji PPPK 1 (satu) bulan sebelumnya yang diterima paling lambat tanggal 7 setelah bulan berkenaan berakhir.
Laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c untuk bulan November dan Desember diterima paling lambat tanggal 7 Desember.
Dalam hal Daerah tidak menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sampai dengan tanggal 7 Desember, DAU penggajian formasi PPPK tidak disalurkan.
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah melalui pengawasan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah.
Dalam hal tanggal 23 Mei, tanggal 23, tanggal 12 Desember, tanggal 7, dan tanggal 7 Desember bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) pada hari kerja berikutnya.
Besaran penyaluran DAU penggajian formasi PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan sebesar pembayaran belanja pegawai PPPK formasi tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 yang dilaporkan dalam laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Penyaluran DAU penggajian formasi PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling tinggi sebesar pagu alokasi DAU penggajian formasi PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 39B
Penyaluran DAU pendanaan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat (2) huruf b, dilaksanakan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling cepat bulan Februari sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu DAU pendanaan kelurahan yang dianggarkan dalam APBD; dan
tahap II paling cepat bulan April dan paling lambat bulan Oktober sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu DAU pendanaan kelurahan yang dianggarkan dalam APBD.
Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari Daerah, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa laporan rencana anggaran penggunaan DAU pendanaan kelurahan.
tahap II berupa laporan realisasi penyerapan DAU pendanaan kelurahan tahap I yang menunjukkan realisasi paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari DAU pendanaan kelurahan yang telah diterima di RKUD.
Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 17 September.
Laporan rencana anggaran dan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah melalui pengawasan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DAU pendanaan kelurahan tahap I dan/atau tahap II tidak disalurkan.
Dalam hal tanggal 17 September bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada hari kerja berikutnya.
Penyaluran DAU pendanaan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling tinggi sebesar pagu alokasi DAU pendanaan kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 39C
Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat sisa DAU pendanaan kelurahan di RKUD, Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota harus menganggarkan kembali pada APBD tahun anggaran berikutnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
sisa DAU pendanaan kelurahan atas kegiatan yang keluaran kegiatannya belum tercapai, dianggarkan kembali untuk mendanai kegiatan yang sama atau kegiatan lainnya pada kelurahan bersangkutan; dan
dalam hal kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sudah tidak ada atau kegiatan yang keluaran kegiatannya telah tercapai, sisa DAU pendanaan kelurahan dianggarkan kembali untuk mendanai kegiatan yang sama atau kegiatan lainnya pada kelurahan tertentu sesuai prioritas.
Dalam hal DAU pendanaan kelurahan tidak disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39B ayat (5), penyelesaian kegiatan yang keluaran kegiatannya belum tercapai menjadi beban APBD provinsi/kabupaten/kota bersangkutan.
Pasal 39D
Penyaluran bagian DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat (2) huruf c sampai dengan huruf e, dilaksanakan secara bertahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, paling cepat bulan Februari sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pagu masing- masing bagian DAU yang dianggarkan dalam APBD;
tahap II, paling cepat bulan April sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari pagu masing- masing bagian DAU yang dianggarkan dalam APBD; dan
tahap III, paling cepat bulan Juli sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu masing- masing bagian DAU yang dianggarkan dalam APBD. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari Daerah, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa laporan rencana anggaran DAU pada tiap-tiap bidang untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum;
tahap II berupa laporan realisasi penyerapan DAU pada tiap-tiap bidang untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum tahap sebelumnya yang menunjukkan realisasi tiap-tiap bidang paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari DAU bagian alokasi bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum yang telah diterima di RKUD pada tahap I; dan
tahap III berupa laporan realisasi penyerapan pada tiap-tiap bidang untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum tahap sebelumnya yang menunjukkan realisasi tiap-tiap bidang paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari DAU bagian alokasi bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum yang telah diterima di RKUD pada tahap I dan tahap II.
Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling cepat tanggal 5 Februari dan paling lambat tanggal 30 Juni;
tahap II paling cepat tanggal 5 April dan paling lambat tanggal 31 Agustus; dan
tahap III paling cepat tanggal 5 Juli dan paling lambat tanggal 5 Oktober.
Dalam hal Daerah menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan/atau huruf b, besaran dana tahap I dan/atau tahap II yang disalurkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39A ayat (1) huruf a dan huruf b.
Penyaluran DAU tahap I dan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling lambat tanggal 5 Oktober.
Laporan rencana anggaran dan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah melalui pengawasan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (5), alokasi DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum tahap I, tahap II, dan/atau tahap III tidak disalurkan.
Dalam hal tanggal 5 Februari, 30 Juni, 5 April, 31 Agustus, 5 Juli, dan 5 Oktober bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) pada hari kerja berikutnya.
Dokumen persyaratan penyaluran berupa laporan rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagai persyaratan penyaluran DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum tahun 2023 dikecualikan untuk Daerah baru di Provinsi Papua yang dibentuk pada tahun 2022.
Pasal 39E
Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat sisa DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e di RKUD, Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota harus menganggarkan kembali pada APBD tahun anggaran berikutnya untuk mendanai kegiatan yang sama atau kegiatan lainnya pada bidang yang sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum tidak disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39D ayat (7), penyelesaian kegiatan yang keluaran kegiatannya belum tercapai menjadi beban APBD provinsi/kabupaten/kota bersangkutan.
Pasal 44
Berdasarkan penetapan alokasi anggaran BUN, KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum menyusun RKA BUN DBH dan DAU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum menyampaikan RKA BUN DBH dan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu.
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan menyampaikan hasil reviu atas RKA BUN DBH dan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima RKA BUN DBH dan DAU dengan lengkap dan benar.
Hasil reviu atas RKA BUN DBH dan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penyusunan RDP BUN TKD.
(4a) PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun RDP BUN TKD untuk DBH dan DAU berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pagu anggaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menetapkan RDP BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk dilakukan penelaahan.
Hasil penelaahan atas RDP BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa DHP RDP BUN TKD.
DHP RDP BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakan sebagai dasar penyusunan DIPA BUN TKD.
Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menetapkan DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk dilakukan pengesahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD.
DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (9) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN.
Ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum dapat menyusun perubahan atas DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (10).
Penyusunan perubahan DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran.
Pasal 46A
Dalam rangka penyaluran TKD untuk DBH dan DAU, KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum menyusun dan menerbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat huruf f kepada KPA BUN Penyaluran DTU melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
Dalam hal terdapat pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, dan/atau penghentian penyaluran DBH dan DAU, direktorat teknis pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pengenaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, dan/atau penghentian penyaluran DBH dan/atau DAU kepada KPA BUN Penyaluran DTU.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pengenaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, dan/atau penghentian penyaluran DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan mempertimbangkan waktu proses penerbitan SPP/SPM/SP2D BUN serta ketentuan mengenai rencana penarikan dana.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar bagi Pejabat Pembuat Komitmen untuk menerbitkan SPP.
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM.
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN melakukan pengujian dan penerbitan SP2D.
Tata cara penerbitan SPP, SPM dan SP2D dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN bagian atas beban anggaran BUN pada KPPN.
Ketentuan ayat (5) Pasal 47 diubah dan setelah ayat (5) ditambahkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dalam bentuk:
tunai; dan/atau
nontunai.
Penyaluran TKD dalam bentuk tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.
Dalam rangka penyaluran TKD dalam bentuk tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bendahara Umum Daerah atau Kuasa Bendahara Umum Daerah membuka RKUD pada Bank Indonesia atau bank umum untuk menampung penyaluran TKD dengan nama RKUD yang diikuti dengan nama Daerah yang bersangkutan.
Dalam hal terdapat perubahan RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah wajib menyampaikan permohonan perubahan RKUD kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilampiri:
asli rekening koran dari RKUD; dan
salinan keputusan Kepala Daerah mengenai penunjukan bank tempat menampung RKUD.
Penyaluran TKD dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dalam hal posisi kas daerah diperkirakan melebihi kebutuhan belanja daerah.
Penyaluran TKD dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
penerbitan SBN; dan/atau
TDF.
Penyaluran TKD dalam bentuk penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran TKD dalam bentuk TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Pembentukan dan pengelolaan TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.
Terhadap penyaluran TKD dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dicatat sebagai pendapatan pada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
DBH dan/atau DAU dapat digunakan untuk mendanai belanja daerah dalam bentuk hibah, bantuan keuangan, dan/atau bantuan sosial kepada pihak lain.
Dalam hal DBH dan/atau DAU digunakan untuk mendanai belanja daerah dalam bentuk hibah, bantuan keuangan, dan/atau bantuan sosial kepada pihak lain, penggunaan DBH dan/atau DAU diprioritaskan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik.
Belanja hibah, bantuan keuangan, dan/atau bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Direktur Dana Transfer Umum memberikan persetujuan atau penolakan atas permintaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk suatu Daerah yang berasal dari kementerian/lembaga nonkementerian dan/atau unit organisasi terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Permintaan yang berasal dari kementerian/ lembaga nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dihapus.
Dihapus.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
besaran dan periode pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali TKD; dan
jenis TKD yang dilakukan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali.
Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan mempertimbangkan:
pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, atau penghentian penyaluran TKD yang sedang dikenakan pada Daerah bersangkutan;
pagu alokasi sesuai dengan jenis TKD bersangkutan;
besaran penyaluran sesuai dengan jenis TKD periode bersangkutan;
Kurang Bayar DBH dan/atau Lebih Bayar DBH; dan
Ruang Fiskal Daerah yang bersangkutan.
Dalam hal permintaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, atau penghentian penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jenis TKD yang sama diusulkan dalam waktu bersamaan, pemberian persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur Dana Transfer Umum dilaksanakan dengan menentukan prioritas jenis TKD, besaran, dan periode pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, atau penghentian penyaluran TKD.
Dalam hal permintaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, atau penghentian penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Daerah yang mengalami kondisi tertentu, pemberian persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi Daerah yang mengalami bencana alam, bencana nonalam, kejadian luar biasa, kerusuhan sosial yang berdampak besar, pemilihan umum, atau pemilihan Kepala Daerah.
Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
Berdasarkan permintaan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat dan ayat (6) sampai dengan ayat (8), Direktur Dana Transfer Umum melakukan penghitungan besaran pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali TKD setiap periode penyaluran.
Berdasarkan hasil penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Dana Transfer Umum menyampaikan persetujuan atau penolakan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali DBH dan/atau DAU kepada kementerian/lembaga nonkementerian dan/atau unit organisasi terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), unit organisasi terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengenaan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada KPA BUN Penyaluran TKD dan KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melaksanakan pemotongan penyaluran, penundaan penyaluran, penghentian penyaluran, atau penyaluran kembali DBH dan/atau DAU.
Di antara huruf j dan huruf k ayat (1) Pasal 59 disisipkan 3 (tiga) huruf, yakni huruf j1, huruf j2 dan huruf j3, ayat (5) diubah, dan di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 59 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (6a) dan ayat (6b), serta ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (7) dan ayat (8) sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:
kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;
pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;
Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;
kebijakan pengamanan penerimaan negara;
pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua;
j1. tidak terpenuhinya kewajiban rekonsiliasi bagi daerah yang masih memiliki sisa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j2. pembebanan biaya kepada daerah induk atas penyelenggaraan fasilitas pelayanan umum milik provinsi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat Daerah baru, yang seharusnya dibebankan kepada Daerah baru.
j3. pembebanan belanja pegawai kepada daerah induk atas pembayaran belanja pegawai Daerah baru, yang seharusnya dibebankan kepada Daerah baru; dan/atau
pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar DAU atau DBH setelah memperhitungkan kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.
(1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap menyalurkan DBH triwulan IV sebesar DBH triwulan IV setelah memperhitungkan kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.
Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata tara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DBH dan/atau DAU.
Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:
Alokasi Dana Desa; dan
belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(6a) Kewajiban rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j1 dilaksanakan paling lambat hari kerja terakhir pada bulan Juli setiap tahunnya.
(6b) Dalam hal Daerah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j1 dan ayat (6a), dilakukan pemotongan penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi triwulan IV untuk Provinsi; dan
sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH SDA Kehutanan provisi sumber daya hutan dan iuran izin usaha pemanfaatan hutan triwulan IV untuk kabupaten/kota.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pembebanan biaya kepada daerah induk atas penyelenggaraan fasilitas pelayanan umum milik provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j2 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pembebanan belanja pegawai kepada daerah induk atas pembayaran belanja pegawai Daerah baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j3 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan ayat (1) diubah, huruf h ayat (1) dihapus, di antara huruf j dan huruf k ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf j1, ayat (2) diubah, ayat (3) dan ayat (4) dihapus, ayat (7) dan ayat (8) Pasal 60 diubah sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60
Penundaan penyaluran DBH dan/atau DAU dilakukan dalam hal Pemerintah Daerah tidak memenuhi ketentuan mengenai:
konfirmasi penerimaan TKD berupa LKT dan LRT;
laporan pemanfaatan sementara dan penganggaran kembali sisa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi;
penyampaian data/informasi keuangan Daerah dan nonkeuangan Daerah secara langsung dan/atau melalui SIKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
laporan rencana defisit APBD;
laporan posisi kumulatif pinjaman Daerah;
pemberian sanksi administratif terhadap pemegang izin usaha pertambangan atau izin usaha pertambangan khusus yang tidak membayar pendapatan negara;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan Belanja Wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan;
dihapus;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk menggunakan aplikasi pada SIKD dalam menyampaikan data/informasi/laporan ke Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;
j1. penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota terkait pelantikan dan/atau penghentian kepala Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau k. pemenuhan kewajiban administratif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam hal suatu Daerah tidak memenuhi salah satu dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, dikenakan penundaan penyaluran sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Dihapus.
Dihapus.
Dalam hal suatu Daerah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, dikenakan penundaan penyaluran sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Dalam hal suatu Daerah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, dikenakan penundaan penyaluran DAU atau DBH sebesar 5% (lima persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan;
Dalam hal suatu Daerah tidak memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, huruf j, huruf j1, dan huruf k, dikenakan penundaan penyaluran secara kumulatif paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dan paling banyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Tata cara penundaan penyaluran DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penundaan penyaluran atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib.
Pasal 64
Penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat dilaksanakan dalam hal Pemerintah Daerah telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g, dan huruf i sampai dengan huruf k.
(1a) Penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf j1 dilaksanakan sesuai dengan surat rekomendasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang menyatakan telah dilakukannya pelantikan dan/atau penghentian kepala desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dihapus.
Dihapus.
Penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilaksanakan secara sekaligus sebesar DBH dan/atau DAU yang ditunda pada periode penyaluran berikutnya.
Dalam hal sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah Daerah:
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a);
belum memenuhi laporan persyaratan penyaluran DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 39; dan/atau
belum melaporkan realisasi pembayaran gaji guru PPPK sesuai dengan data pengangkatan guru PPPK, DBH dan/atau DAU yang ditunda atau belum disalurkan, dilaksanakan penyaluran kembali.
Penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak termasuk untuk penundaan penyaluran DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.
Penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan setelah Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima surat pernyataan akan membayarkan DAU untuk gaji guru PPPK yang belum dibayarkan dari Pemerintah Daerah.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterima paling lambat tanggal 7 Desember.
(8a) Dalam hal Daerah tidak menyampaikan surat pernyataan atau melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) penundaan DBH dan/atau DAU tidak disalurkan.
Dalam hal tanggal 7 Desember bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) pada hari kerja berikutnya.
Penyaluran kembali DBH dan/atau DAU yang ditunda atau belum disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara sekaligus sebesar DBH dan/atau DAU yang ditunda paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum akhir tahun anggaran berjalan.
Pasal 66A
Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, Pemimpin PPA Pengelolaan BUN menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD.
Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan DBH dan DAU.
Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan; dan
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi DBH dan DAU selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan
laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelolaan TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara dan penyampaian laporan keuangan BUN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian data elektronik akrual transaksi DBH dan DAU selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
Kementerian/lembaga nonkementerian melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja keuangan Daerah atas pelaksanaan TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penilaian kinerja berdasarkan indikator kesehatan keuangan daerah, hasil capaian dari program/kegiatan, pengelolaan keuangan daerah, dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka pemantauan dan evaluasi pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan DBH dan/atau DAU.
Pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
ketepatan waktu penyampaian laporan syarat salur;
evaluasi kendala dan permasalahan di dalam realisasi penyerapan DBH dan/atau DAU;
realisasi penyerapan anggaran dengan earmarking sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai earmarking penggunaan DBH dan/atau DAU;
kesesuaian realisasi penyerapan anggaran dengan dokumen rencana penggunaan;
sisa dana penggunaan DBH dan/atau DAU; dan/atau
efisiensi dan efektivitas realisasi penyerapan anggaran DBH dan/atau DAU.
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung dapat melalui pemantauan di lapangan, aplikasi, dan/atau dokumen kinerja realisasi anggaran dan kinerja capaian keluaran pelaksanaan DBH dan/atau DAU pada tahun anggaran berjalan.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan terhadap kegiatan yang telah selesai dilaksanakan dapat melalui pemantauan di lapangan, aplikasi, dan/atau dokumen laporan tahunan pelaksanaan DBH dan/atau DAU.
Ketentuan Pasal 71B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71B
Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota menyediakan pendanaan melalui APBD yang dapat bersumber dari DBH dan/atau DAU untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Menteri Keuangan dapat mengarahkan penggunaan sebagian DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan tertentu dalam rangka percepatan penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Jenis dan besaran penggunaan sebagian DBH dan/atau DAU serta kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota menyampaikan laporan mengenai penggunaan sebagian DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang merupakan bagian dari laporan pencegahan dan/atau penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71A ayat (1).
Dalam hal Daerah belum menganggarkan pendanaan sebagian DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam APBD, Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota melakukan penyesuaian APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara huruf h dan huruf i ayat (1) Pasal 72 disisipkan 3 (tiga) huruf, yakni huruf h1, huruf h2, dan huruf h3, ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) Pasal 72 diubah, serta ayat (4) Pasal 72 dihapus sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 72
Ketentuan mengenai:
persentase pembagian DBH PBB bagian Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a;
format berita acara rekonsiliasi atas penyetoran pajak pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7);
format laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (14) huruf a dan ayat (15);
format surat pernyataan telah menganggarkan kembali sisa lebih penggunaan anggaran DBH CHT tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (14) huruf b;
format laporan tahunan penggunaan tambahan DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi dan format rekapitulasi laporan tahunan penggunaan tambahan DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka otonomi khusus sebegaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5) huruf a dan ayat (9);
format laporan realisasi penggunaan DBH Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (13);
format laporan kemajuan atas capaian output pelaksanaan kegiatan pengelolaan sanitasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3);
format laporan belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2);
h1. laporan realisasi pengangkatan dan pembayaran belanja pegawai PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39A;
h2. laporan realisasi penyerapan DAU pendanaan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39B ayat (2);
h3. format laporan rencana anggaran DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum, dan laporan realisasi penyerapan DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39D ayat (2);
Dihapus;
format LKT dan LRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf a;
format laporan pemanfaatan sementara dan penganggaran kembali sisa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55;
Dihapus.
Dihapus.
format surat pernyataan akan membayarkan DAU untuk gaji guru PPPK yang belum dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; dan
format laporan pencegahan dan/atau penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud Pasal 71A, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf o disampaikan dalam bentuk ADK ( softcopy ) dan dokumen hardcopy (pindai Format Dokumen Portabel ( Portable Document Format/PDF)).
Penyampaian dalam bentuk ADK dan pindai Format Dokumen Portabel (Portable Document Format /PDF) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui aplikasi pada SIKD.
Dihapus.
Dalam hal aplikasi pada SIKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf o dikirimkan melalui surat elektronik ( email ) resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau media lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Ketentuan mengenai format, periodisasi, dan tata cara penyampaian dokumen dalam bentuk ADK ( softcopy ) dan dokumen hardcopy (pindai Format Dokumen Portabel ( Portable Document Format/PDF)) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal terdapat perubahan format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf o, perubahan format laporan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Ketentuan mengenai:
format laporan realisasi penyerapan Dana Otonomi Khusus;
format laporan pemanfaatan kembali sisa Dana Otonomi Khusus;
format laporan rekapitulasi alokasi dan realisasi penggunaan Dana Otonomi Khusus/Dana Tambahan Infrastruktur, dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 518) dihapus.
Pasal II
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 59 ayat (1) huruf j1, ayat (6a), dan ayat (6b) mulai berlaku untuk pengelolaan DBH dan DAU tahun anggaran 2023.
Untuk penyaluran DBH dan DAU tahun anggaran 2022 tetap dilakukan oleh Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer selaku KPA BUN Penyaluran TKDD.
Untuk penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN untuk DBH dan DAU tahun anggaran 2022 tetap dilakukan oleh unit organisasi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan BA BUN TKD dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
Terhadap kewajiban pemotongan dan/atau penundaan penyaluran DBH dan DAU yang dilaksanakan oleh KPA BUN Penyaluran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, pelaksanaannya dialihkan menjadi kewajiban KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum mulai tahun anggaran 2023.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY