bahwa dalam rangka menjaga kesehatan keuangan badan penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.02/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil;
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6C ayat (2)Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah denganPeraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, perlu melakukan pengaturan mengenai tata cara pengelolaan dan pengembangan iuran Tabungan Hari Tua;
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, perlu melakukan pengaturan mengenai tata cara pengelolaan dan pengembangan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dan pelaporan penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentangTata Cara Pengelolaan Iuran dan Pelaporan Penyelenggaraan Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil dan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Aparatur Sipil Negara;
Peraturan PemerintahNomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4954) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5407);
Peraturan PemerintahNomor 70 Tahun 2015tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5740);
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1926);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN IURAN DAN PELAPORAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TABUNGAN HARI TUA PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksuddengan:
Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat THT PNSadalah program tabungan hari tua bagi pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013.
Program Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat bagi Aparatur Sipil Negara.
Program Jaminan Kematian yang selanjutnya disebut JKM adalah perlindungan atas risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja berupa santunan kematian bagi Aparatur Sipil Negara.
Kekayaan Yang Diperkenankan adalah kekayaan yang diperhitungkan dalam tingkat solvabilitas.
Pengelola Program adalah badan hukum yang mengelola program THT PNSdan programJKK dan JKM.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Bursa Efek adalah bursa efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
Surat Berharga Negara adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Manajer Investasi adalah manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
Reksa Dana adalah reksa dana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
BAB II
PENGELOLAAN IURAN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Iuran Program
Pasal 2
Dalam rangka menyelenggarakan program THT PNS danprogram JKK dan JKM, Pengelola Program mengelola iuran program THT PNS danprogram JKK dan JKM.
Iuran program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil pengembangan iuran programmerupakan pendapatan Pengelola Program.
Pasal 3
Pengelolaan iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilakukan secara terpisah untuk masing-masing program.
Pengelolaan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
Bagian Kedua
Kesehatan Keuangan Pengelola Program
Pasal 4
Pengelola Program setiap saat wajib menjaga tingkat solvabilitas.
Tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih antara jumlah Kekayaan Yang Diperkenankan dan kewajiban.
Kekayaan Yang Diperkenankan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kekayaan yang memenuhi ketentuan tentang jenis, penilaian, dan batasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Kewajiban dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kewajiban Pengelola Program sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)paling sedikit sebesar 2% (dua persen) dari jumlah kewajiban manfaat polis masa depan dan utang klaim program THT PNS ditambah cadangan teknis program JKK dan JKM.
Bagian Ketiga
Kekayaan Yang Diperkenankan
Pasal 6
Jenis Kekayaan Yang Diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) terdiri atas kekayaan dalam bentuk:
investasi; dan
bukan investasi.
Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi dan bukan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
dikuasai oleh Pengelola Program;
tidak dalam sengketa; dan
tidak diblokir oleh pihak yang berwenang. Paragraf 1 Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi
Pasal 7
Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf a ditambah dengan piutang iuran atas kewajiban masa lalu ( past service liability ) yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan,paling sedikit sebesar jumlah kewajiban manfaat polis masa depan dan utang klaim program THT PNS ditambah cadangan teknis program JKK dan JKM. Paragraf 2 Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi Untuk Program THT PNS
Pasal 8
Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a untuk program THT PNSditempatkan dalam instrumen investasi, yang meliputi:
Surat Berharga Negara;
deposito pada Bank;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek;
obligasi yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Milik Negara yang memiliki peringkat yang sama dengan atau satu poin di bawah peringkat risiko kredit Negara Republik Indonesia, yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional;
sukuk yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
medium term notes yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara, dengan peringkat paling sedikit BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
utang subordinasiyang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara termasuk anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan mayoritas, dengan peringkat paling sedikit BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan/atau
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek;
efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif dan telah mendapat pernyataan efektif dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
unit penyertaan dana investasi real estat yang telah mendapat pernyataan efektif lembaga pengawas di bidang pasar modal;
penyertaan langsung; dan/atau
tanah, bangunan, dan/atau bangunan dengan hak strata ( strata title ) dengan ketentuan:
dilengkapi dengan bukti kepemilikan atau bukti proses hukum pengalihan kepemilikan atas nama pengelola program;
memberikan penghasilan ke program THT PNS; dan
tidak ditempatkan pada tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan yang sedang diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.
Pasal 9
Penilaian atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program THT PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8dengan ketentuan:
Surat Berharga Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
deposito, deposito berjangka termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada Bank, berdasarkan nilai nominal;
deposito, berupa sertifikat deposito yang dapat diperdagangkan ( negotiable certificate deposit ) pada Bank Pemerintah, berdasarkan nilai diskonto;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di Bursa Efek;
obligasi dan sukuk, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
medium term notes , berdasarkan nilai diskonto atau nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
utang subordinasi, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai aktiva bersih.
efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif, berdasarkan nilai pasar;
unit penyertaan dana investasi real estat, berdasarkan nilai aktiva bersih;
penyertaan langsung, berdasarkan standar akuntansi yang berlaku; dan
tanah dan bangunan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang.
Pasal 10
Pembatasan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program THT PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8harus dilakukan dengan ketentuan:
investasi berupa Surat Berharga Negara, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa deposito, untuk setiap Bank paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa medium term notes , untuk setiap pihaknya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah medium term notes yang diterbitkan oleh emiten dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa utang subordinasi, untuk setiap pihaknya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah utang subordinasi yang diterbitkan oleh emiten dan seluruhnya paling tinggi5% (lima persen) dari jumlah seluruhinvestasi;
investasi berupa unit penyertaan reksa dana, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi;
investasi berupa efek beragun aset, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa unit penyertaan dana investasi real estat, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi, dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 5% (lima persen) dari jumlahseluruh investasi dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi; dan l. investasi berupa tanah, bangunan, dan/atau bangunan dengan hak strata (strata title) , untuk setiap pihak paling tinggi 2% (dua persen) dari jumlah seluruh investasi, dan jumlah seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi.
Jumlah seluruh investasi dalam bentuk obligasi dan sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruhinvestasi. Paragraf 3 Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi Untuk Program JKK dan JKM
Pasal 11
Kekayaan yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a untuk program JKK dan JKM ditempatkan dalam instrumen investasi, yang meliputi:
Surat Berharga Negara;
deposito pada Bank;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek;
obligasi yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
sukuk yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal; dan/atau
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan/atau
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek.
Pasal 12
Penilaian atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program JKK dan JKMsebagaimana dimaksud dalam Pasal 11dengan ketentuan:
Surat Berharga Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
deposito berdasarkan nilai nominal;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di Bursa Efek;
obligasi dan sukuk, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal; dan
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai aktiva bersih.
Pasal 13
Pembatasan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program JKK dan JKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus dilakukan dengan ketentuan:
investasi berupa deposito berjangka paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh investasi untuk setiap Bank;
investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi; dan
investasi berupa unit penyertaan reksa dana, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi. Paragraf 4 Ketentuan Lain Mengenai Penempatan Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi
Pasal 14
Batasan penempatan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasiuntuk masing- masing program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 13 pada satu pihak wajib memenuhi ketentuan pembatasan investasi paling tinggi 35% (tiga puluh lima persen) dari jumlah seluruh investasi, kecuali pada penempatan instrumen investasi Surat Berharga Negara.
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula pihak yang baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai hubungan afiliasi dan/atau hubungan hukum lainnya yaitu:
hubungan karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua termasuk horizontal maupun vertikal;
hubungan antara pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut; dan/atau
hubungan antara 2 (dua) perusahaan atau lebih dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama.
Batasan penempatan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal hubungan afiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal pemerintah.
Pasal 15
Kesesuaian terhadap batasan instrumen investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat ditentukan pada saat penempatan dalam instrumen investasi dilakukan.
Nilai investasi yang digunakan untuk menentukan kesesuaian batasan instrumen investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhitungkan nilai seluruh investasi yang dimiliki.
Pembuktian kesesuaian terhadap batasan instrumen investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Pengelola Program.
Pasal 16
Pengelola Program dapat menunjuk satu atau lebih pihak lain yang tidak terafiliasi untuk melakukan pengelolaan aset dalam bentuk investasi.
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pengelolaan investasi, dan memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan aset dalam bentuk investasi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pengelola Program tetap bertanggung jawab terhadap pengelolaan aset dalam bentuk investasi yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf 5 Penyesuaian Penempatan Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi
Pasal 17
Dalam hal penempatan Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal 14melebihi batasan karena terjadi kenaikan dan/atau penurunan nilai instrumen investasi, Pengelola Program wajib menyesuaikan kembali jumlah instrumen investasi tersebut sesuai dengan ketentuan batasan penempatan instrumen investasi dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut.
Pasal 18
Dalam hal penempatan Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal 14 melebihi batasan karena terjadi penggabungan para pihak tempat penempatan instrumen investasi dilakukan, Pengelola Program wajib menyesuaikan kembali penempatan jumlah instrumen investasi tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut. Paragraf 6 Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Bukan Investasi
Pasal 19
Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b harus dilakukan dalam jenis:
kas dan bank;
piutang iuranprogram THT PNS danprogram JKK dan JKM;
piutang iuran atas kewajiban masa lalu ( past service liability ) program THT PNS;
piutang investasi yang umurnya tidak lebih dari 1 (satu) bulan dihitung sejak tanggal transaksi divestasi;
piutang hasil investasi yang umurnya tidak lebih dari 6 (enam) bulan dihitung sejak tanggal hasil investasi menjadi hak Pengelola Program; dan/atau
tanah, bangunan dengan hak strata ( strata title ), dan tanah dengan bangunan yang dipakai sendiri, yang jumlah seluruhnya paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari modal sendiri (ekuitas) periode berjalan.
Pasal 20
Penilaian atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19dengan ketentuan:
kas dan bank, berdasarkan nilai nominal;
piutang iuran untuk program THT PNS, berdasarkan nilai sisa tagihan;
piutang iuran untuk program JKK dan JKM, berdasarkan nilai yang dapat direalisasikan;
piutang iuran atas kewajiban masa lalu ( past service liability ) untuk program THT PNS, berdasarkan nilai sisa tagihan;
piutang investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan;
piutang hasil investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan; dan g. tanah, bangunan dengan hak strata ( strata title ), dan tanah dengan bangunan yang dipakai sendiri,berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang.
Bagian Keempat
Kewajiban
Pasal 21
Kewajiban Pengelola Program terdiri atas:
kewajiban manfaat polis masa depan program THT PNS;
cadangan teknis program JKK dan JKM;
utang klaim program THT PNS dan program JKK dan JKM;
utang investasi; dan/atau
kewajiban pajak, kewajiban imbalan kerja, dan kewajiban jangka pendek yang masih harus dibayar.
Kewajiban manfaat polis masa depan program THT PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk estimasi kewajiban klaim.
Cadangan teknis program JKK dan JKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
cadangan iuran atas resiko yang belum dijalani;
cadangan atas klaim yang masih dalam proses penyelesaian; dan
cadangan atas klaim yang sudah terjadi namun belum dilaporkan.
Kewajiban Pengelola Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dinilai sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 22
Pengelola Program wajib membentuk kewajiban manfaat polis masa depan program THT PNSsebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat huruf a, dengan menggunakan metode dan asumsi yang disetujui oleh Menteri Keuangan.
Pengelola Program wajib membentuk cadangan teknis program JKK dan JKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b, dengan metode dan asumsi perhitungan sesuai dengan standar praktik aktuaria yang berlaku umum.
Pasal 23
Penilaian terhadap kewajiban dalam bentuk kewajiban manfaat polis masa depan dan cadangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21harus dilakukan oleh aktuaris Pengelola Program setiap tahun, sesuai dengan standar praktik aktuaria yang berlaku umum.
Pengelola Program menunjuk aktuaris independen paling lama setiap 3 (tiga) tahun sekali untuk mengevaluasi perhitungan yang dilakukan oleh aktuaris Pengelola Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
PELAPORAN
Pasal 24
Pengelola Program wajib menyusun laporan keuangan nonkonsolidasi dan laporan penyelenggaraan program untuk setiap program.
Laporan keuangan nonkonsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 25
Pengelola Program wajib menyampaikan kepada Menteri Keuanganc.q. Direktur Jenderal Anggaran:
laporan keuangan triwulanan per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulanan yang bersangkutan;
laporan keuangan tahunan per 31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya;
laporan penyelenggaraan program triwulanan per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember, paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulanan yang bersangkutan; dan
laporan penyelenggaraan program tahunan per 31 Desember, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
Bentuk dan isi laporan keuangansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf btercantum dalam Lampiran Iyang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bentuk dan isilaporan penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf dtercantum dalamLampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 26
Pengelola Program wajib mengumumkan laporan posisi keuangan, perhitungan laba rugi, dan tingkat solvabilitas, untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember tahun berjalan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran luas secara nasional paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
Laporan posisi keuangan dan perhitungan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen.
Bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) minggu setelah dilakukannya pengumuman dimaksud.
Bentuk dan isi pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 27
Dalam hal batas waktu terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) adalah hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama setelah batas waktu terakhir dimaksud.
BAB IV
LARANGAN
Pasal 28
Pengelola Program dilarang memiliki dan/atau menempatkan Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi pada:
instrumen derivatif dan/atau instrumen turunan surat berharga yang diperoleh sebagai bagian yang melekat pada suatu surat berharga;
instrumen perdagangan berjangka, baik untuk perdagangan komoditi maupun perdagangan valuta asing;
kekayaan di luar negeri;
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh direksi, komisaris, atau pejabat negara selaku pribadi; dan/atau
perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh keluarga sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu atau ipar dari pihak sebagaimana dimaksud padahuruf d.
Pengelola Program dilarang melakukan penempatan baru dalam instrumen investasi yang menyebabkan jumlah seluruh investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal 14 ayat (1).
Pasal 29
DireksiPengelola Program, dewan komisaris Pengelola Program, atau setiap orang yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan aset Pengelola Program dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan Pengelola Program menjual, memindahtangankan, menyewakan, memberikan pinjaman, menyediakan jasa, fasilitas, atau barang, mengalihkan atau mengizinkan penggunaan kekayaan yang diperkenankan Pengelola Program selain untuk kepentingan Pengelola Program, kepada:
direksi atau dewan komisaris dari Pengelola Program;
pihak yang menyediakan jasa pengelolaan investasi kepada Pengelola Program;
direksi, dewan komisaris, atau pemegang saham mayoritas dari pihak sebagaimana dimaksud pada huruf b;
keluarga, sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu, ipar dari pihak sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan/atau
pihak lain yang dikendalikan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
BAB V
SANKSI
Pasal 30
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4ayat , Pasal 7, Pasal 14 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 28, dan Pasal 29 Peraturan Menteri ini dikenai sanksi administratif.
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis untuk setiap jenis pelanggaran dan dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing-masing 1 (satu) bulan.
Dalam hal Menteri Keuangan menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan dapat menetapkan berlakunya jangka waktu pengenaan sanksi yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 1 (satu) tahun.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Penempatan Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi oleh Pengelola Program yang telah dilakukan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, harus disesuaikan paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
Pengelola Program menyampaikan kepada Menteri Keuangan rencana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.02/2014, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.