bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, pembinaan keuangan badan layanan umum dilakukan oleh Menteri Keuangan;
bahwa untuk mewujudkan penyediaan aset yang efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab pada badan layanan umum yang memiliki keterbatasan kemampuan keuangan di masa sekarang namun didukung adanya potensi kemampuan keuangan di masa mendatang, Menteri Keuangan sebagai pembina keuangan badan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur penyediaan aset pada badan layanan umum dengan mekanisme pembelian melalui fasilitator;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyediaan Aset pada Badan Layanan Umum dengan Mekanisme Pembelian melalui Fasilitator;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1046);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYEDIAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN MEKANISME PEMBELIAN MELALUI FASILITATOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Fasilitator Pendanaan yang selanjutnya disebut Fasilitator adalah pihak yang menyandang dana dalam rangka penyediaan aset BLU melalui skema beli cicil.
Penyedia Aset yang selanjutnya disebut Penyedia adalah pihak yang melakukan penyediaan aset untuk dibeli oleh BLU.
Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Pasal 2
Pemimpin BLU dapat bekerja sama dengan Fasilitator dalam pendanaan untuk penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
BAB II
TATA CARA PENYEDIAAN ASET BLU DENGAN MEKANISME PEMBELIAN MELALUI FASILITATOR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Mekanisme pembelian melalui Fasilitator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan bentuk pendanaan dan penyediaan Aset BLU yang dilakukan dengan pembayaran sejumlah uang kepada Penyedia melalui Fasilitator.
Pembelian melalui Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan adanya pengalihan hak kepemilikan aset dari Penyedia kepada BLU bersangkutan dengan kewajiban pembayaran cicilan oleh BLU bersangkutan kepada Fasilitator.
Pasal 4
BLU yang dapat melaksanakan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan BLU yang memenuhi kriteria saldo kas dan setara kas BLU tidak mencukupi atau tidak memadai untuk pembelian Aset BLU.
Aset BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
berupa fasilitas teknis, fasilitas fisik, sistem perangkat keras, dan/atau sistem perangkat lunak; dan b. hanya untuk yang berkaitan langsung dengan kegiatan operasional layanan kepada masyarakat yang berimplikasi pada peningkatan penerimaan BLU.
Ilustrasi Aset BLU yang berkaitan langsung dengan kegiatan operasional layanan kepada masyarakat yang berimplikasi pada peningkatan penerimaan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Sumber dana kewajiban pembayaran cicilan oleh BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) berasal dari penerimaan negara bukan pajak BLU masing-masing yang dialokasikan dalam rencana bisnis dan anggaran BLU sesuai dengan masa perjanjian.
Jumlah cicilan per tahun ditambah pinjaman jangka pendek yang masih ada tidak melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber langsung dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan hibah terikat.
BLU dapat diberikan pengecualian dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk kegiatan yang berdampak signifikan terhadap layanan BLU paling sedikit meliputi:
kondisi kahar berupa bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana;
kesulitan likuiditas yang disebabkan oleh pihak lain; dan/atau c. kebijakan pemerintah yang termasuk namun tidak terbatas pada kebijakan Presiden.
Pasal 6
Penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator dilakukan dengan menerapkan prinsip efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab, serta mempertimbangkan kemampuan keuangan BLU bersangkutan.
Pasal 7
Penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator bertujuan untuk:
mewujudkan ketersediaan Aset BLU yang cukup dan memadai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik;
mewujudkan Aset BLU yang berkualitas dan berdaya guna;
mewujudkan penyediaan Aset BLU yang efektif, efisien, tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran;
mendorong kemandirian terhadap dukungan anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni); dan/atau
menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan pendanaan dan/atau Aset BLU berdasarkan prinsip usaha secara sehat.
Pasal 8
Penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator dilakukan dengan mempertimbangkan:
ketersediaan Aset BLU segera diperlukan untuk memenuhi dan/atau meningkatkan kegiatan operasional layanan BLU;
penyediaan Aset BLU lebih awal dapat meningkatkan nilai manfaat aset dan memitigasi potensi kenaikan nilai uang di masa depan;
penyediaan Aset BLU lebih ekonomis, efektif, dan efisien dibandingkan dengan menggunakan mekanisme lain;
penyediaan Aset BLU telah diupayakan menggunakan saldo kas BLU dan pendapatan BLU tahun berjalan tetapi tidak mencukupi;
nilai ekonomis Aset BLU terhadap masa cicilan; dan
mampu mengurangi ketergantungan keuangan BLU terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni).
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 9
Pemimpin BLU menyusun perencanaan kebutuhan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator.
Penyusunan perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
kerangka acuan kerja kebutuhan aset;
hasil pemetaan kebutuhan aset;
rencana strategis bisnis BLU;
realisasi pendapatan dan belanja BLU tahun sebelumnya; dan
kajian aspek finansial.
Perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga dengan disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak oleh pemimpin BLU.
Format surat pernyataan tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam rangka menilai kewajaran tingkat kebutuhan dan nilai aset, menteri/pimpinan lembaga dapat melibatkan unit yang mempunyai fungsi pengawasan intern pada kementerian negara/lembaga bersangkutan.
Bagian Ketiga
Pengajuan Permohonan Persetujuan
Pasal 10
Menteri/pimpinan lembaga mengajukan permohonan persetujuan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan:
surat permohonan persetujuan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator yang disertai data/dokumen pendukung; dan
surat pernyataan tanggung jawab mutlak bahwa dalam hal terjadi gagal bayar oleh BLU, bersedia mengalokasikan pagu rupiah murni yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara c.q. bagian anggaran kementerian negara/lembaga bersangkutan untuk pembayaran cicilan.
Format surat permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan format surat pernyataan tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Menteri/pimpinan lembaga dapat melimpahkan kewenangan penandatanganan surat pernyataan tanggung jawab mutlak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b kepada pejabat eselon I yang ditunjuk menteri/pimpinan lembaga sebagai pembina teknis.
Bagian Keempat
Persetujuan atau Penolakan
Pasal 11
Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penilaian terhadap permohonan persetujuan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat dengan melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran dan dapat melibatkan unit eselon I lainnya di Kementerian Keuangan serta pihak lain terkait.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 10.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan sebagai pertimbangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan permohonan persetujuan Aset BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). __ (4) Persetujuan terhadap permohonan persetujuan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat dituangkan dalam bentuk surat persetujuan oleh Menteri Keuangan. __ (5) Persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya merupakan persetujuan atas penggunaan skema penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator dan tidak termasuk pemilihan Fasilitator, pemilihan Penyedia, kesesuaian spesifikasi teknis, kewajaran harga, dan/atau volume barang yang dihasilkan.
Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemimpin BLU mencantumkan anggaran dalam rencana bisnis dan anggaran BLU dan mengalokasikan anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran BLU untuk penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator.
Dalam hal persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan pada tahun anggaran berjalan, pemimpin BLU melakukan revisi anggaran dalam rencana bisnis dan anggaran BLU dan daftar isian pelaksanaan anggaran BLU.
Penolakan terhadap permohonan persetujuan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk surat penolakan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan kepada menteri/pimpinan lembaga.
Dalam hal penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disebabkan karena analisis finansial yang tidak memadai, BLU dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) paling cepat setelah 12 (dua belas) bulan dari tanggal penolakan.
Bagian Kelima
Pemilihan Fasilitator dan Penyedia
Pasal 12
Setelah anggaran tercantum pada daftar isian pelaksanaan anggaran BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), pemimpin BLU melaksanakan pemilihan Fasilitator melalui beauty contest .
Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga keuangan perbankan/nonperbankan dalam negeri yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan.
Beauty contest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pedoman pengelolaan BLU.
Pemimpin BLU melakukan pemilihan Penyedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pengelolaan BLU.
Proses pemilihan Fasilitator dan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (4) dapat dilakukan secara simultan.
Bagian Keenam
Kontrak dengan Fasilitator dan Penyedia
Pasal 13
Dalam rangka pelaksanaan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator, pemimpin BLU membuat kontrak yaitu:
kontrak dengan Fasilitator; dan
b kontrak dengan Penyedia, secara terpisah.
Penandatanganan kontrak dengan Fasilitator harus dilakukan sebelum penandatanganan kontrak dengan Penyedia.
Kontrak dengan Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
para pihak dalam kontrak;
Aset BLU;
jangka waktu dan jadwal pembayaran cicilan;
besaran nilai kontrak, cicilan, dan ketentuan pembayaran;
hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam kontrak;
kesepakatan pengaturan dalam hal Penyedia melakukan wanprestasi;
restrukturisasi;
terminasi (klausul mengenai pengakhiran kontrak lebih awal);
sanksi;
force majeure ; dan
penyelesaian perselisihan.
Kontrak dengan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa pada BLU serta pencatatan barang milik negara.
Penyelesaian kewajiban pembayaran kepada Penyedia sepenuhnya menjadi tanggung jawab Fasilitator.
Transaksi antara Fasilitator dan Penyedia dilakukan berdasarkan kesepakatan terpisah antara BLU dengan kedua belah pihak yang dituangkan dalam kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
MANAJEMEN RISIKO
Pasal 14
Pemimpin BLU bertanggung jawab atas penyediaan Aset BLU yang dilakukan dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator dimulai dari proses perencanaan, kontrak, pelaksanaan, sampai dengan pelaporan dan pertanggungjawaban.
Dalam hal terdapat potensi gagal bayar, BLU melakukan:
optimalisasi penggunaan anggaran intern BLU; dan/atau b. upaya restrukturisasi dengan Fasilitator.
Optimalisasi penggunaan anggaran intern BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan program efisiensi, refocusing anggaran, dan/atau penggunaan saldo kas BLU untuk membayar cicilan.
Upaya restrukturisasi dengan Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan mekanisme yang termasuk namun tidak terbatas pada penjadwalan kembali, persyaratan kembali, dan/atau penataan kembali, dengan dapat melibatkan menteri/pimpinan lembaga.
Dalam hal optimalisasi penggunaan anggaran intern BLU dan/atau upaya restrukturisasi dengan Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum mencukupi, pembayaran cicilan didanai dari rupiah murni yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara kementerian negara/lembaga.
Dalam rangka pembayaran cicilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak diperbolehkan meminta penambahan anggaran kepada Menteri Keuangan untuk pembayaran cicilan.
Pembayaran cicilan yang didanai dari rupiah murni yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan realokasi/ refocusing anggaran pada bagian anggaran kementerian negara/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terhadap BLU yang mengalami gagal bayar dapat dikenakan sanksi berupa:
moratorium usulan kenaikan remunerasi;
moratorium persetujuan capaian kinerja pemimpin BLU di atas 100% (seratus persen); dan/atau
sanksi lainnya.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dicabut dalam hal BLU telah mampu melakukan pembayaran cicilan.
Pasal 15
Dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh Fasilitator dan/atau Penyedia, Fasilitator dan/atau Penyedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 16
Menteri Keuangan, menteri/pimpinan lembaga, dan pemimpin BLU melakukan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator sesuai dengan kewenangannya. BAGIAN IV KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
Dalam hal status BLU pada satuan kerja dinyatakan berakhir, satuan kerja dimaksud melakukan proses likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pengelolaan BLU.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2022 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd BENNY RIYANTO