bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013, belum mengatur secara rinci ketentuan mengenai pemeriksaan Balai Lelang;
bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan terhadap Balai Lelang melalui pemeriksaan, perlu pengaturan secara khusus dan tersendiri mengenai tata cara pemeriksaan terhadap Balai Lelang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Balai Lelang;
Undang-Undang Lelang ( Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908: 189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:
;
Instruksi Lelang ( Vendu Instructie, Staatsblad 1908: 190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:
;
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 476) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1339);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1095) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 263/PMK.01/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 33);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 270);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BALAI LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disingkat DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Direktur Lelang, yang selanjutnya disebut Direktur, adalah salah satu pejabat unit Eselon II di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lelang.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Pemeriksaan adalah kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti terkait kegiatan jasa lelang secara objektif dan profesional sesuai tujuan pemeriksaan.
Pemeriksa adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas melakukan pengawasan jasa Lelang, yang ditunjuk untuk melakukan Pemeriksaan.
Objek Pemeriksaan adalah Balai Lelang atau kantor perwakilan Balai Lelang yang terperiksa.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN PEMERIKSAAN
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai Pemeriksaan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah terhadap seluruh Objek Pemeriksaan yang berkedudukan di wilayah kerjanya.
Pemeriksaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Pegawai Negeri Sipil di lingkungan DJKN.
Pasal 3
Pemeriksaan bertujuan untuk:
menilai kepatuhan Objek Pemeriksaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang;
menilai kinerja Objek Pemeriksaan; dan/atau
menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat, informasi dari pihak-pihak terkait, dan/atau hasil Pemeriksaan sebelumnya.
BAB III
ASPEK DAN JENIS PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Aspek Pemeriksaan
Pasal 4
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan terhadap aspek sebagai berikut:
aspek kelembagaan, yang meliputi:
nama Balai Lelang;
alamat Balai Lelang dan tempat kedudukan Balai Lelang;
legalitas keberadaan kantor perwakilan Balai Lelang;
papan nama Balai Lelang atau kantor perwakilan Balai Lelang;
fasilitas kantor Balai Lelang;
susunan direksi dan pemegang saham; dan
hal-hal lain terkait kelembagaan Balai Lelang.
Aspek operasional, yang meliputi:
penyelenggaraan lelang noneksekusi sukarela;
kegiatan usaha jasa pralelang dan pascalelang;
administrasi perkantoran Balai Lelang;
administrasi pelaporan Balai Lelang;
administrasi rekening Balai Lelang; dan
hal-hal lain terkait operasional Balai Lelang.
Aspek keuangan, yang meliputi:
kas atau bank berkala;
jaminan penawaran lelang;
hasil lelang;
pembayaran imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II;
penyetoran bea lelang; dan
hal-hal lain terkait keuangan Balai Lelang.
Bagian Kedua
Jenis Pemeriksaan
Pasal 5
Jenis Pemeriksaan terdiri dari:
Pemeriksaan berkala, yang dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; dan
Pemeriksaan insidental, yang dilakukan dalam hal diperlukan.
Pasal 6
Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan dalam rangka:
penilaian kepatuhan Objek Pemeriksaan terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang lelang; dan b. penilaian kinerja Objek Pemeriksaan.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap seluruh aspek Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat bulan Juni tahun berjalan, untuk kegiatan Objek Pemeriksaan dalam periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun sebelumnya.
Pasal 7
Pemeriksaan insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan atas dasar:
pengaduan masyarakat;
informasi dari pihak-pihak terkait; dan/atau
hasil Pemeriksaan sebelumnya yang perlu ditindaklanjuti.
Pemeriksaan insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap seluruh atau sebagian aspek Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
BAB IV
KEWENANGAN, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN PEMERIKSA
Bagian Kesatu
Kewenangan Pemeriksa
Pasal 8
Pemeriksa berwenang:
mendapatkan, meminjam, dan/atau memeriksa data, dokumen, dan/atau laporan Objek Pemeriksaan;
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik dari Objek Pemeriksaan;
mendapatkan keterangan lisan dan/atau tertulis dari Objek Pemeriksaan;
mendapatkan informasi, data, dokumen dan/atau laporan yang diperlukan dari pihak lain yang terkait dengan Objek Pemeriksaan; dan
memanggil Objek Pemeriksaan.
Bagian Kedua
Kewajiban Pemeriksa
Pasal 9
Pemeriksa wajib:
memperlihatkan surat tugas pemeriksaan;
melaksanakan pemeriksaan dengan penuh integritas dan profesionalisme;
mengembalikan dokumen dan/atau laporan yang dipinjam dari Objek Pemeriksaan; dan
mengamankan dan menjaga dokumen, data dan informasi.
Bagian Ketiga
Larangan Pemeriksa
Pasal 10
Pemeriksa dilarang:
melaksanakan pemeriksaan tanpa surat tugas dari pejabat yang berwenang;
mengubah, menambah, mengurangi, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen dan/atau laporan asli milik Objek Pemeriksaan; dan
mempunyai benturan kepentingan ( conflict of interest ) dengan Objek Pemeriksaan.
BAB V
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN OBJEK PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Hak Objek Pemeriksaan
Pasal 11
Objek Pemeriksaan berhak:
meminta Pemeriksa untuk menunjukkan surat tugas pemeriksaan;
menolak pemeriksaan, dalam hal Pemeriksa tidak dapat menunjukkan surat tugas pemeriksaan;
menyampaikan tanggapan atas hasil Pemeriksaan, dengan menunjukkan bukti atau data pendukung; dan/atau
meminta kembali dokumen dan/atau asli laporan milik Objek Pemeriksaan yang dipinjam oleh Pemeriksa.
Bagian Kedua
Kewajiban Objek Pemeriksaan
Pasal 12
Objek Pemeriksaan wajib:
memperlihatkan, meminjamkan dan/atau memberikan keterangan, data, dokumen dan/atau laporan yang diperlukan;
memberikan akses kepada Pemeriksa untuk melihat dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
memperlihatkan tempat atau ruangan penyimpanan dokumen atau barang, yang dapat memberikan petunjuk terkait kegiatan Objek Pemeriksaan; dan
memenuhi panggilan Pemeriksa dalam hal Pemeriksa memerlukan konfirmasi dari Objek Pemeriksaan.
Bagian Ketiga
Larangan Objek Pemeriksaan
Pasal 13
Objek Pemeriksaan dilarang:
menghilangkan dan/atau menyembunyikan data, dokumen, dan/atau laporan;
memberikan keterangan palsu; dan
meminjamkan dan memberikan data palsu, dokumen palsu, dan laporan palsu.
BAB VI
TATA CARA PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Tahapan Pemeriksaan
Pasal 14
Pemeriksaan dilakukan melalui tahapan:
perencanaan Pemeriksaan;
persiapan Pemeriksaan; dan
pelaksanaan Pemeriksaan.
Pasal 15
Tahapan perencanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi kegiatan:
penelaahan terhadap laporan Balai Lelang;
penelaahan terhadap hasil Pemeriksaan sebelumnya, dalam hal pernah dilakukan Pemeriksaan; dan
penentuan Pemeriksa.
Pasal 16
Tahapan persiapan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi kegiatan:
pengumpulan informasi awal; dan
penyiapan dokumen administratif terkait Pemeriksaan.
Pasal 17
Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan dengan mengumpulkan informasi paling kurang berupa:
profil Balai Lelang yang akan diperiksa; dan
data kinerja Balai Lelang.
Profil Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling kurang berupa:
identitas Objek Pemeriksaan, berupa Akta Pendirian Perusahaan;
Surat Keputusan Pemberian Izin Operasional Balai Lelang;
Surat Keputusan Pemberian Izin Pembukaan Kantor Perwakilan Balai Lelang, dalam hal membuka kantor perwakilan Balai Lelang;
Surat Pemberitahuan Pindah Alamat, dalam hal pernah pindah alamat;
Surat Keputusan Pemberian Izin Pindah Tempat Kedudukan, dalam hal pernah pindah tempat kedudukan;
Surat Keputusan Pemberian Izin Perubahan Pemegang Saham, dalam hal pernah dilakukan perubahan pemegang saham;
Surat Pemberitahuan perubahan Direksi, dalam hal terjadi perubahan direksi; dan
Surat Pemberitahuan Penutupan Kantor Perwakilan Balai Lelang, dalam hal terjadi penutupan kantor perwakilan Balai Lelang.
Data kinerja Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling kurang berupa laporan berkala.
Pasal 18
Kegiatan pengumpulan penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, dilakukan dengan menyiapkan dokumen administratif terkait Pemeriksaan yang paling kurang berupa:
Surat tugas;
surat pemberitahuan Pemeriksaan; dan
daftar permintaan data dan/atau dokumen.
Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat dengan mengikuti ketentuan mengenai tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Keuangan.
Surat pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan melalui alamat kantor Objek Pemeriksaan atau disampaikan langsung kepada Objek Pemeriksaan, sebelum dilaksanakan Pemeriksaan.
Surat pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Daftar permintaan data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 19
Tahapan pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi kegiatan:
pertemuan pendahuluan ( entry meeting ) antara Pemeriksa dengan Objek Pemeriksaan;
pemeriksaan; dan
pengisian kertas kerja pemeriksaan.
Pasal 20
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b dilakukan oleh Pemeriksa.
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
memahami ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang lelang; dan
telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Pemeriksaan terkait Balai Lelang atau dipandang cakap untuk melakukan Pemeriksaan.
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah.
Pasal 21
Pada kegiatan pertemuan pendahuluan ( entry meeting ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, Pemeriksa:
menunjukkan surat tugas pemeriksaan kepada Objek Pemeriksaan;
menjelaskan kepada Objek Pemeriksaan paling kurang mengenai tujuan Pemeriksaan, dasar Pemeriksaan, dan ruang lingkup Pemeriksaan; dan
menyerahkan daftar permintaan data dan/atau dokumen.
Pasal 22
Dalam hal diperlukan selama kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Pemeriksa meminta data dan/atau dokumen tambahan.
Permintaan data dan/atau dokumen tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat daftar permintaan data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Pasal 23
Pemeriksa melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dengan berpedoman pada program kegiatan pemeriksaan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 24
Kegiatan pengisian kertas kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dilakukan oleh Pemeriksa.
Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai acuan penyusunan berita acara pemeriksaan.
Pasal 25
Pemeriksa membuat berita acara pemeriksaan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemeriksa dan Objek Pemeriksaan.
Dalam hal Objek Pemeriksaan tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan, Pemeriksa:
menuliskan “Objek Pemeriksaan tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan” pada catatan berita acara pemeriksaan; dan
menandatangani secara sepihak berita acara pemeriksaan.
Pasal 26
Dalam hal Objek Pemeriksaan tidak diketahui keberadaannya sesuai dengan alamat yang tercantum dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) sehingga kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b tidak dapat dilakukan maka Pemeriksa:
menuliskan “Objek Pemeriksaan tidak diketahui keberadaannya sesuai dengan alamat yang tercantum dalam surat pemberitahuan” pada catatan berita acara pemeriksaan; dan
menandatangani secara sepihak berita acara pemeriksaan.
Bagian Kedua
Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Pasal 27
Pemeriksa membuat laporan hasil Pemeriksaan berdasarkan berita acara pemeriksaan.
Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
Pemeriksa membuat simpulan Pemeriksaan pada laporan hasil Pemeriksaan.
Berdasarkan simpulan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa dapat memberikan rekomendasi.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
saran perbaikan; dan/atau
pengenaan sanksi.
Pasal 29
Rekomendasi berupa saran perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a, diberikan oleh Pemeriksa dalam hal simpulan Pemeriksaan menyatakan bahwa Objek Pemeriksaan terdapat kesalahan administrasi dan/atau pelaporan.
Pasal 30
Rekomendasi berupa sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b diberikan oleh Pemeriksa dalam hal simpulan Pemeriksaan menyatakan bahwa Objek Pemeriksaan belum memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Surat Peringatan;
Surat Peringatan Terakhir;
Pembekuan Izin Operasional;
Pencabutan Izin Operasional; dan/atau
Denda.
Pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Balai Lelang.
Pasal 31
Laporan hasil Pemeriksaan berkala disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berakhir.
Laporan hasil Pemeriksaan insidental disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berakhir.
Laporan hasil Pemeriksaan disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak laporan diterima.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Ulang
Pasal 32
Pemeriksaan ulang dapat dilakukan dalam hal terdapat data baru.
Pelaksanaan Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah disampaikannya laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3).
BAB VII
TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN
Pasal 33
Kepala Kantor Wilayah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rekomendasi sebagaimana yang tertuang dalam laporan hasil Pemeriksaan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap sah berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pemeriksaan yang sedang berlangsung sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan di bidang lelang yang berlaku sebelum Peraturan Menteri ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan terkait Pemeriksaan Balai Lelang dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 36
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 31 Maret 2017 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 April 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA