52/PMK.02/2021 - Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia | JDIH Kementerian Keuangan
Disclaimer:
Tampilan dokumen ini dibuat atau dikonversi secara semi-otomatis oleh sistem menggunakan metode parsing dari dokumen PDF. Harap selalu memeriksa dokumen sumber untuk isi yang lebih akurat.

No. 587, 2021 KEMENKEU. Pensiun PNS. Pejabat Negara. No. 587, 2021 KEMENKEU. Pensiun PNS. Pejabat Negara. Prajurit TNI. Anggota Polri. Pengelolaan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52/PMK.02/2021
TENTANG
PENGELOLAAN AKUMULASI IURAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL, PEJABAT NEGARA, PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6B ayat (4) dan Pasal 6C ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, serta Pasal 40 ayat (3) dan Pasal 50 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

mengingat:
1.

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5407);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5792) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6559);

7.

Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

8.

Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977 tentang Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun;

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.02/2008 tentang Pengembalian Nilai Tunai Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang Diberhentikan Tanpa Hak Pensiun (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 45);

10.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Orgnisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN AKUMULASI IURAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL, PEJABAT NEGARA, PRAJURIT TENTARA NASIONAL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Iuran Pensiun adalah iuran bulanan yang dipungut dari setiap Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977 tentang Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun.

2.

Dana Belanja Pensiun adalah dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan untuk membayar pensiun, tunjangan anak yatim/piatu, tunjangan anak yatim piatu, tunjangan orang tua, uang tunggu, uang duka wafat, pensiun terusan, tunjangan cacat, tunjangan veteran, dan dana kehormatan veteran.

3.

Pengelola Program adalah badan hukum yang mengelola penyelenggaraan akumulasi Iuran Pensiun Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4.

Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang mengelola penyelenggaraan akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

5.

Badan Pengelola adalah Pengelola Program dan Badan Penyelenggara.

6.

Bank Pemerintah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan, yang kepemilikan sahamnya sebagian besar dimiliki oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

7.

Bursa Efek adalah bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pasar modal.

8.

Surat Berharga Negara adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai surat berharga syariah negara.

9.

Manajer Investasi adalah manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pasar modal.

10.

Pinjaman Uang Muka Kredit Pemilikan Rumah yang selanjutnya disingkat PUM KPR adalah sejumlah uang sebagai pinjaman tanpa bunga untuk mendapatkan kredit pemilikan rumah yang diberikan kepada Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

11.

Aktuaris adalah aktuaris independen, aktuaris perusahaan, atau aktuaris yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menghitung kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah.

BAB II
AKUMULASI IURAN PENSIUN

Pasal 2

Akumulasi Iuran Pensiun bersumber dari:

a.

Iuran Pensiun;

b.

hasil pengembangan Iuran Pensiun; dan

c.

pendapatan selain huruf a dan huruf b meliputi:

1.

imbal jasa ( fee ) penyaluran Dana Belanja Pensiun; dan 2. pendapatan sewa aset program pensiun.

Pasal 3

Pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilaksanakan oleh Badan Pengelola.

Pasal 4

Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melaksanakan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun melalui:

a.

penggunaan; dan

b.

pengembangan.

Pasal 5

Pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

BAB III
PENGGUNAAN AKUMULASI IURAN PENSIUN

Pasal 6

(1)

Akumulasi Iuran Pensiun yang dikelola oleh Badan Pengelola dapat digunakan untuk:

a.

pembayaran manfaat pensiun;

b.

pembayaran talangan manfaat pensiun awal tahun;

c.

pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun;

d.

pembayaran biaya operasional penyelenggaraan;

e.

pengembangan dalam instrumen investasi;

f.

pemenuhan kewajiban perpajakan; dan/atau

g.

pengembalian nilai tunai Iuran Pensiun.

(2)

Selain digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akumulasi Iuran Pensiun yang dikelola oleh Pengelola Program dapat digunakan untuk PUM KPR.

Pasal 7

(1)

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf a dapat dilakukan sesuai dengan kebijakan pemerintah.

(2)

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penyetoran akumulasi Iuran Pensiun sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Badan Pengelola.

Pasal 8

(1)

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan manfaat pensiun awal tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf b dilakukan dalam kondisi belum dapat dicairkannya belanja pensiun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada awal tahun anggaran yang berkenaan, atau sepanjang Badan Pengelola belum memperoleh sumber pendanaan yang lebih murah dibandingkan menggunakan akumulasi Iuran Pensiun.

(2)

Pengembalian akumulasi Iuran Pensiun atau sumber pendanaan yang telah digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah dicairkannya alokasi Dana Belanja Pensiun pada awal tahun anggaran yang berkenaan.

Pasal 9

(1)

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf c dapat dilakukan dalam kondisi terjadi kekurangan alokasi belanja pensiun yang tidak dapat dipenuhi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran yang berkenaan.

(2)

Dalam hal terdapat kekurangan alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA BUN) yang bertanggung jawab atas Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dana Belanja Pensiun mengusulkan penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pembayaran talangan kekurangan alokasi manfaat pensiun kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.

(3)

Berdasarkan usulan dari Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA BUN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat persetujuan penggunaan kepada Badan Pengelola.

(4)

Pengembalian akumulasi Iuran Pensiun yang telah digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengalokasian anggaran pada tahun berikutnya.

Pasal 10

(1)

Biaya operasional penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf d dibebankan pada hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun yang digunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pembayaran manfaat pensiun.

(2)

Pembebanan biaya operasional penyelenggaraan pada hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal belum terdapat alokasi biaya operasional penyelenggaraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya operasional penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 11

(1)

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pengembangan dalam instrumen investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf e meliputi:

a.

penempatan dalam instrumen investasi;

b.

biaya investasi; dan

c.

imbal jasa ( fee ) pengelolaan Badan Pengelola.

(2)

lmbal jasa ( fee ) pengelolaan Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen) dari hasil investasi setelah dikurangi biaya investasi tahun berkenaan.

Pasal 12

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 13

Penggunaan akumulasi Iuran Pensiun untuk pengembalian nilai tunai Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1)

PUM KPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dibebankan pada hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun.

(2)

PUM KPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari hasil investasi setelah dikurangi biaya investasi tahun berkenaan.

(3)

Pemberian PUM KPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada peserta aktif yang berhak secara langsung atau kepada peserta aktif melalui badan hukum di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengelola perumahan.

(4)

Pemberian PUM KPR kepada peserta aktif yang melalui badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berdasarkan perjanjian kerjasama antara Pengelola Program dan badan hukum tersebut.

(5)

Besaran PUM KPR yang diberikan kepada peserta aktif ditentukan oleh Pengelola Program dengan memperhatikan ketersediaan dana, likuiditas, dan resiko yang timbul atas pemberian PUM KPR dimaksud.

(6)

Ketentuan mengenai tata cara penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban pemberian PUM KPR diatur oleh Pengelola Program.

BAB IV
PENGEMBANGAN AKUMULASI IURAN PENSIUN

Pasal 15

Akumulasi Iuran Pensiun terdiri atas:

a.

aset dalam bentuk investasi; dan

b.

aset dalam bentuk bukan investasi.

Bagian Kesatu
Aset Dalam Bentuk Investasi

Pasal 16

Akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a harus ditempatkan dalam jenis:

a.

Surat Berharga Negara;

b.

deposito pada Bank Pemerintah;

c.

saham yang tercatat di Bursa Efek, dengan kriteria:

1.

memiliki fundamental yang positif;

2.

prospek bisnis emiten yang positif; dan

3.

nilai kapitalisasi pasar paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);

d.

obligasi yang paling rendah memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;

e.

obligasi dengan mata uang asing yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan memiliki peringkat yang sama dengan peringkat risiko kredit Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional;

f.

sukuk yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan paling rendah memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;

g.

medium term notes yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan memiliki peringkat paling rendah A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;

h.

reksa dana berupa:

1.

reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham;

2.

reksa dana terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, dan reksa dana indeks;

3.

reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan

4.

reksa dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, dengan kriteria:

1.

manajer investasi yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan memiliki reputasi serta rekam jejak yang baik; dan

2.

dana kelolaan produk reksa dana tersebut paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tidak termasuk reksa dana yang berasal dari sponsor;

i.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek); dan/atau

j.

dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 17

Pengembangan akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus dilakukan melalui penempatan pada instrumen investasi dalam negeri.

Pasal 18

Penilaian atas aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Surat Berharga Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;

b.

deposito, deposito berjangka termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada Bank Pemerintah, berdasarkan nilai nominal;

c.

deposito, berupa sertifikat deposito yang dapat diperdagangkan ( negotiable certificate deposit ) pada Bank Pemerintah, berdasarkan nilai diskonto;

d.

saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di Bursa Efek;

e.

obligasi dan sukuk, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;

f.

obligasi dengan mata uang asing, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;

g.

medium term notes , berdasarkan nilai diskonto atau nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;

h.

reksa dana berupa:

1.

reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham;

2.

reksa dana terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, dan reksa dana indeks;

3.

reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan

4.

reksa dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai aktiva bersih;

i.

penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek), berdasarkan standar akuntansi yang berlaku; dan/atau j. dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, berdasarkan nilai aktiva bersih.

Pasal 19

(1)

Penempatan aset dalam bentuk investasi berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf h merupakan produk reksa dana yang dikelola oleh Manajer Investasi yang terdaftar pada lembaga pengawas di bidang pasar modal.

(2)

Penempatan aset dalam bentuk investasi berupa penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf i hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

ditempatkan pada badan usaha yang tidak bergerak di bidang usaha perbankan; dan

b.

ditempatkan pada badan usaha yang tidak berpotensi menimbulkan benturan kepentingan di dalam melakukan kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Dalam hal penempatan aset dalam bentuk investasi berupa penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan dengan bekerja sama dengan badan usaha lain, badan usaha tersebut harus berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 20

Pembatasan atas penempatan aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

investasi berupa Surat Berharga Negara, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

b.

investasi berupa deposito, untuk setiap Bank Pemerintah paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

c.

investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

d.

investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

e.

investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

f.

investasi berupa medium term notes , untuk setiap pihaknya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah medium term notes yang diterbitkan oleh emiten dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi;

g.

investasi berupa unit penyertaan reksa dana, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;

h.

investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi; dan/atau

i.

investasi berupa dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investas

Pasal 21

(1)

Jumlah seluruh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b sampai dengan huruf i yang ditempatkan pada satu pihak dilarang melebihi 35% (tiga puluh lima persen) dari jumlah investasi.

(2)

Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu perusahaan atau sekelompok perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan langsung yang bersifat mayoritas.

Pasal 22

(1)

Dalam hal terjadi penggabungan para pihak tempat penempatan instrumen investasi sehingga jumlah investasi pada pihak hasil penggabungan tersebut menjadi lebih besar dari batas penempatan yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21, Badan Pengelola wajib menyesuaikan kembali penempatan aset dalam bentuk investasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut.

(2)

Dalam hal terjadi kenaikan dan/atau penurunan nilai sehingga jumlah investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Badan Pengelola wajib menyesuaikan kembali jumlah investasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak terjadinya kelebihan batasan tersebut.

Pasal 23

(1)

Kesesuaian terhadap batasan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 ayat ditentukan pada saat dilakukan penempatan investasi.

(2)

Total investasi untuk menentukan kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan nilai seluruh investasi yang dimiliki dengan didasarkan pada nilai investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

(3)

Pembuktian kesesuaian terhadap batasan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) merupakan tanggung jawab Badan Pengelola.

Pasal 24

(1)

Penempatan investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf i, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.

(2)

Besaran batasan investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, dilakukan evaluasi paling singkat 2 (dua) tahun dengan mempertimbangkan hasil pengembangan akumulasi Iuran Pensiun.

(3)

Divestasi pada penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 25

(1)

Dalam rangka pelaksanaan divestasi penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), Badan Pengelola mengajukan usul divestasi kepada Menteri Keuangan.

(2)

Menteri Keuangan menugaskan unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penilaian atas usulan divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)

Unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi dan pembahasan dengan unit-unit terkait, baik di lingkungan Kementerian Keuangan maupun di luar Kementerian Keuangan.

(4)

Berdasarkan koordinasi dan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan divestasi.

Pasal 26

Usulan divestasi penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus dilengkapi dengan:

a.

hasil penilaian/valuasi/analisis dari Kantor Jasa Penilai Publik yang terdaftar di lembaga pengawas di bidang pasar modal dan memiliki izin sebagai penilai usaha meliputi:

1.

nilai/valuasi dari investasi penyertaan langsung;

2.

analisis/proyeksi laba/rugi dari investasi langsung dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun;

3.

analisis/proyeksi bisnis dari investasi langsung dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun; dan 4. analisis/proyeksi pasar/industri dari investasi langsung dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun;

b.

surat pernyataan dari direksi Badan Pengelola bahwa proses penunjukan/pemilihan Kantor Jasa Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ) dan bebas konflik kepentingan ( conflict of interest ); dan

c.

surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari direksi Badan Pengelola terhadap seluruh pelaksanaan divestasi penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek).

Pasal 27

(1)

Divestasi penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di Bursa Efek) dapat disetujui apabila:

a.

terdapat penawaran yang menguntungkan; atau

b.

terdapat potensi investasi yang kurang baik dengan memenuhi salah satu kriteria:

1.

adanya potensi kerugian yang berkelanjutan;

2.

sektor bisnis/usaha sudah tidak prospektif; atau 3. kondisi pasar/industri sudah tidak prospektif.

(2)

Divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan harga jualnya paling sedikit sebesar harga perolehan.

Pasal 28

(1)

Badan Pengelola wajib menerapkan manajemen risiko dan pengendalian internal atas pengelolaan investasi secara efektif dan efisien.

(2)

Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a.

kebijakan dan strategi manajemen risiko yang mencakup selera dan toleransi risiko ( risk appetite and tolerance ) dan alokasi aset strategi ( strategic asset allocation );

b.

identifikasi, analisis, evaluasi, penanganan, pemantauan, dan tinjauan risiko; dan

c.

mekanisme pelaporan manajemen risiko yang bisa memantau dan mengelola risiko atas pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun.

(3)

Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan terhadap:

a.

lingkungan pengendalian;

b.

penilaian risiko;

c.

kegiatan pengendalian;

d.

informasi dan komunikasi; dan

e.

pemantauan pengendalian intern.

(4)

Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan guna mendeteksi risiko yang dapat terjadi atas pengelolaan investasi secara tepat waktu.

(5)

Badan Pengelola harus melakukan identifikasi risiko dan menentukan prioritas pengendalian yang menjadi fokus penanganan dalam kegiatan investasi.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen risiko dan pengendalian internal diatur dengan peraturan direksi Badan Pengelola.

Bagian Kedua
Aset Dalam Bentuk Bukan Investasi

Pasal 29

Akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b harus dalam jenis:

a.

kas dan bank;

b.

piutang iuran;

c.

piutang investasi;

d.

piutang hasil investasi;

e.

piutang lainnya yang timbul atas transaksi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;

f.

bangunan dengan hak strata ( strata title ) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dengan jumlah seluruhnya paling tinggi 0,5% (nol koma lima persen) dari akumulasi Iuran Pensiun; dan/atau g. aset yang diperoleh dari penerimaan hibah, hasil sitaan, dan/atau penyelesaian piutang.

Pasal 30

(1)

Dalam hal terdapat aset yang diperoleh dari penerimaan hibah, hasil sitaan, dan/atau penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf g, Badan Pengelola wajib membukukannya pada aset dalam bentuk bukan investasi.

(2)

Badan Pengelola harus mengalihkan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi aset dalam bentuk investasi melalui penjualan paling lama 3 (tiga) tahun sejak aset tersebut diperoleh.

(3)

Dalam masa transisi pengalihan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Pengelola dapat melakukan optimalisasi aset.

Pasal 31

(1)

Badan Pengelola dapat melakukan penghapusbukuan akumulasi Iuran Pensiun berupa aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap.

(2)

Aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset berwujud yang digunakan dalam penyelenggaraan pembayaran pensiun, untuk dipakai sendiri, dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

(3)

Penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.

(4)

Penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan:

a.

dilakukan sesuai dengan mekanisme penghapusbukuan yang berlaku di Badan Pengelola; dan b. apabila terdapat hasil penghapusbukuan berupa uang atau kas menjadi milik akumulasi Iuran Pensiun.

Pasal 32

(1)

Dalam rangka pelaksanaan penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), Badan Pengelola mengajukan usul penghapusbukuan kepada Menteri Keuangan.

(2)

Menteri Keuangan menugaskan unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penilaian atas usulan penghapusbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)

Unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi dan pembahasan dengan unit-unit terkait, baik di lingkungan Kementerian Keuangan, maupun di luar Kementerian Keuangan.

(4)

Berdasarkan koordinasi dan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), unit eselon I yang bertugas melaksanakan perumusan kebijakan program pensiun dan program tabungan hari tua Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap.

Pasal 33

Usulan penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) harus dilengkapi dengan:

a.

hasil penilaian/valuasi/analisis dari Kantor Jasa Penilai Publik yang terdaftar di lembaga pengawas di bidang pasar modal dan memiliki izin sebagai penilai aset meliputi:

1.

nilai/valuasi dari aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan;

2.

kondisi dari aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan; dan

3.

prospek dari aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan;

b.

surat pernyataan dari direksi Badan Pengelola bahwa proses penunjukan/pemilihan Kantor Jasa Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ) dan bebas konflik kepentingan ( conflict of interest ); dan

c.

surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari direksi Badan Pengelola terhadap seluruh pelaksanaan penghapusbukuan aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan.

Pasal 34

(1)

Penghapusbukuan aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan karena pemindahbukuan dari akumulasi Iuran Pensiun ke program tabungan hari tua.

(2)

Penghapusbukuan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

a.

diberlakukan untuk seluruh aset dalam bentuk bukan investasi dan bersifat aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan yang sedang digunakan dan/atau akan digunakan untuk kegiatan operasional Badan Pengelola;

b.

dilakukan pemindahbukuan aset dari akumulasi Iuran Pensiun ke program tabungan hari tua;

c.

program tabungan hari tua mengalihkan sejumlah uang ke akumulasi Iuran Pensiun sebesar nilai nominal dan mekanisme pengalihan yang disetujui oleh Menteri Keuangan; dan

d.

pengalihan sejumlah uang dari program tabungan hari tua ke akumulasi Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan program tabungan hari tua.

BAB V
KEWAJIBAN BADAN PENGELOLA DALAM MENGELOLA INVESTASI

Bagian Kesatu
Tata Kelola Investasi

Pasal 35

(1)

Badan Pengelola wajib menyusun rencana kebijakan dan strategi investasi secara tertulis untuk periode 5 (lima) tahunan.

(2)

Kebijakan dan strategi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:

a.

tujuan investasi;

b.

profil aset;

c.

sasaran tingkat hasil investasi yang diharapkan, termasuk tolok ukur hasil investasi ( yield’s benchmark ) yang digunakan;

d.

dasar penilaian dan batasan kualitatif untuk setiap jenis aset investasi;

e.

batas maksimum alokasi investasi untuk setiap jenis aset investasi;

f.

objek investasi yang dilarang untuk penempatan investasi;

g.

tingkat likuiditas minimum portofolio investasi perusahaan untuk mendukung ketersediaan dana guna pembayaran manfaat pensiun;

h.

sistem pengawasan dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan investasi;

i.

ketentuan mengenai penggunaan Manajer Investasi, penasihat investasi, tenaga ahli, dan penyedia jasa lain yang digunakan dalam pengelolaan investasi;

j.

pembatasan wewenang transaksi investasi untuk setiap level manajemen dan pertanggungjawabannya; dan

k.

tindakan yang akan diterapkan kepada direksi atas pelanggaran ketentuan dan kebijakan investasi.

(3)

Rencana kebijakan dan strategi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

a.

ditetapkan oleh direksi bersamaan dengan penetapan Rencana Jangka Panjang Perusahaan;

b.

disosialisasikan kepada pegawai yang terlibat dalam pengelolaan investasi; dan

c.

disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan oleh direksi.

(4)

Berdasarkan rencana kebijakan dan strategi investasi yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap rencana kebijakan dan strategi investasi Badan Pengelola paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 36

(1)

Badan Pengelola wajib menyusun rencana pengelolaan investasi tahunan yang paling sedikit memuat:

a.

rencana komposisi jenis investasi;

b.

perkiraan tingkat hasil investasi untuk setiap jenis investasi; dan

c.

pertimbangan yang mendasari rencana komposisi jenis investasi.

(2)

Selain menyusun rencana pengelolaan investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengelola wajib menyusun indikator kinerja utama pengelolaan investasi yang paling sedikit memuat:

a.

target hasil investasi; dan

b.

target pertumbuhan aset investasi.

(3)

Rencana pengelolaan investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencerminkan kebijakan dan strategi investasi Badan Pengelola.

(4)

Rencana pengelolaan investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan indikator kinerja utama pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 31 Oktober tahun sebelumnya.

(5)

Menteri Keuangan menetapkan rencana pengelolaan investasi tahunan dan indikator kinerja utama pengelolaan investasi paling lambat tanggal 30 November tahun sebelumnya.

Bagian Kedua
Penghitungan Kewajiban Jangka Panjang

Pasal 37

(1)

Untuk kebutuhan transparansi, setiap tahun Menteri Keuangan menunjuk Aktuaris untuk menghitung kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan.

(2)

Dalam rangka penghitungan kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Aktuaris harus terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Menteri Keuangan mengenai metode dan asumsi yang akan digunakan untuk menghitung kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah.

(3)

Aktuaris melakukan penghitungan kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah berdasarkan metode dan asumsi yang disetujui oleh Menteri Keuangan.

(4)

Badan Pengelola wajib menyediakan data dan informasi yang diperlukan Aktuaris untuk menghitung kewajiban jangka panjang program pensiun yang diselenggarakan pemerintah.

(5)

Hasil penghitungan Aktuaris disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 28 Februari tahun berikutnya.

Bagian Ketiga
Pelaporan

Pasal 38

(1)

Badan Pengelola wajib menyusun laporan keuangan atas pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun.

(2)

Ketentuan mengenai pelaporan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Pertanggungjawaban

Pasal 39

(1)

Dalam melaksanakan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun, direksi Badan Pengelola harus menerapkan prinsip iktikad baik dan penuh tanggung jawab.

(2)

Dalam hal pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kerugian nilai investasi, direksi Badan Pengelola tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian investasi apabila dapat membuktikan:

a.

kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b.

telah melakukan pengelolaan dan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun;

c.

tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun; dan

d.

telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian nilai investasi tersebut sesuai praktik bisnis yang sehat.

BAB VI
LARANGAN

Pasal 40

(1)

Badan Pengelola dilarang memiliki dan/atau menempatkan aset pada:

a.

instrumen derivatif dan/atau instrumen turunan surat berharga yang diperoleh sebagai bagian yang melekat pada suatu surat berharga, kecuali dalam rangka right issue atas saham yang telah dimiliki;

b.

instrumen perdagangan berjangka, baik untuk perdagangan komoditi maupun perdagangan valuta asing;

c.

instrumen investasi di luar negeri;

d.

perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh direksi, komisaris, atau pejabat negara selaku pribadi; dan/atau

e.

perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh keluarga sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu atau ipar dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf d.

(2)

Badan Pengelola dilarang melakukan penempatan baru dalam bentuk investasi yang menyebabkan jumlah investasi melebihi batasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 41

Direksi dan komisaris Badan Pengelola, atau setiap orang yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan aset Badan Pengelola dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan Badan Pengelola menjual, memindahtangankan, menyewakan, memberikan pinjaman, menyediakan jasa, fasilitas, atau barang, mengalihkan atau mengizinkan penggunaan aset Badan Pengelola selain untuk kepentingan Badan Pengelola, kepada:

a.

direksi atau komisaris dari Badan Pengelola;

b.

pihak yang menyediakan jasa pengelolaan investasi kepada Badan Pengelola;

c.

direksi, komisaris, atau pemegang saham mayoritas dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf b;

d.

keluarga, sampai derajat kedua menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk menantu atau ipar dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf c; dan/atau e. pihak lain yang dikendalikan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

BAB VII
SANKSI

Pasal 42

(1)

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21 ayat , Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 ayat (3), Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 37 ayat (4), Pasal 38 ayat (1), Pasal 40, dan Pasal 41 Peraturan Menteri ini dikenai sanksi administratif.

(2)

Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis untuk setiap jenis pelanggaran dan dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing- masing 1 (satu) bulan.

(3)

Dalam hal Menteri Keuangan menilai bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan tidak mungkin dapat diatasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan dapat menetapkan berlakunya jangka waktu pengenaan sanksi yang lebih lama dari 1 (satu) bulan dengan ketentuan jangka waktu dimaksud paling lama 1 (satu) tahun.

(4)

Dalam hal Badan Pengelola telah dikenai sanksi administrasi sampai dengan teguran tertulis ketiga dan belum menyelesaikan penyebab dikenakannya sanksi tersebut, Menteri Keuangan dapat melakukan peninjauan ulang terhadap penugasan kepada Badan Pengelola dalam mengelola penyelenggaraan akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

Ketentuan mengenai kriteria dan batasan atas penempatan aset dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 20, dan/atau yang belum dilakukan penyesuaian sebelumnya, harus dilakukan oleh Badan Pengelola paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 44

(1)

Badan Pengelola harus menyelesaikan penempatan aset dalam bentuk investasi penyertaan langsung dan investasi bangunan atau tanah dengan bangunan yang dimiliki oleh Badan Pengelola sebelum tahun 2015.

(2)

Laporan perkembangan penyelesaian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan setiap triwulan.

(3)

Segala biaya yang timbul terkait dengan penyelesaian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk membayar kewajiban yang melekat pada aset tersebut, dapat mempergunakan hasil penyelesaian aset dimaksud.

(4)

Penyelesaian aset dalam bentuk investasi penyertaan langsung dan investasi bangunan atau tanah dengan bangunan yang dimiliki oleh Badan Pengelola sebelum tahun 2015 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan:

a.

mekanisme pengajuan dan kelengkapan dokumen mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26; dan

b.

persetujuan divestasi dilakukan sesuai kebijakan yang disetujui oleh Menteri Keuangan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 45

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.02/2017 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1461) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.02/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.02/2017 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1547); dan

2.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.02/2017 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1681) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.02/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.02/2017 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1546), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA