bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 21, Pasal 27, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah, perlu mengatur mengenai operasionalisasi investasi pemerintah;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf c dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, untuk melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah dapat melakukan investasi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, badan layanan umum dapat melakukan investasi jangka panjang setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Investasi Pemerintah;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6385);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nastonal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA INVESTASI PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah.
Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau pelepasan hak kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.
Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PKIP adalah dokumen yang disusun oleh KIP yang berisi pedoman umum antara lain mengenai pengelolaan investasi yang mencakup perencanaan, pemilihan, dan alokasi, atas sumber daya dan risiko.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/Lembaga negara.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang diatur tersendiri dengan undang-undang.
Badan Usaha adalah BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis untuk melakukan Investasi Pemerintah antara Menteri selaku BUN atau pejabat yang ditunjuk dengan pimpinan BUMN dan/atau BHL selaku OIP.
Rekening Investasi BUN yang selanjutnya disingkat RIBUN adalah rekening tempat penampungan dana dan/atau imbal hasil Investasi Pemerintah.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran Investasi Pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas surat permintaan pembayaran dan menerbitkan surat perintah membayar.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/ digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPK sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPSPM untuk mencairkan alokasi dana Investasi Pemerintah.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disebut SPTPP-IP adalah pernyataan tanggung jawab penyaluran dana yang diterbitkan/dibuat oleh KPA/PPK atas transaksi pengeluaran Investasi Pemerintah.
Nilai Wajar Efek adalah nilai pasar efek yang diperoleh dari transaksi efek yang dilakukan oleh para pelaku pasar efek bukan karena paksaan atau likuidasi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
BAB II
KEWENANGAN INVESTASI PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Menteri selaku BUN berwenang mengelola/ menatausahakan Investasi Pemerintah.
Kewenangan pengelolaan/penatausahaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kewenangan regulasi;
kewenangan supervisi; dan
kewenangan operasional.
Bagian Kedua
Kewenangan Regulasi
Pasal 3
Dalam melaksanakan kewenangan regulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Menteri berwenang dan bertanggungjawab:
menyusun dan menetapkan ketentuan dan peraturan di bidang Investasi Pemerintah;
menetapkan kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah; dan c. menetapkan PKIP.
Bagian Ketiga
Kewenangan Supervisi
Pasal 4
Dalam melaksanakan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, Menteri selaku BUN membentuk KIP.
Pasal 5
KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai tugas dan wewenang:
menyusun kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah;
menyusun PKIP;
melakukan konsolidasi atas seluruh rencana Investasi Pemerintah yang dibuat oleh OIP;
menyetujui rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang bersumber dari APBN;
memberikan nasihat kepada OIP atas pengelolaan Investasi Pemerintah;
memberikan rekomendasi kepada Menteri selaku BUN dan OIP atas pengelolaan Investasi Pemerintah;
menyetujui usulan OIP untuk melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan;
melakukan pengawasan dan evaluasi atas pengelolaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP;
menerima laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah dan laporan keuangan dari OIP;
menyusun ikhtisar laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah yang disusun oleh OIP dan menyampaikannya kepada Menteri; dan
meminta laporan dan/atau informasi selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah.
Dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KIP bertanggung jawab kepada Menteri.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KIP melaksanakan rapat paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui tatap muka secara langsung atau melalui sarana komunikasi elektronik yang memungkinkan anggota KIP/peserta rapat saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Pasal 6
Keanggotaan KIP berasal dari Kementerian Keuangan, kementerian teknis, auditor internal pemerintah, dan/atau tenaga ahli.
Dalam keanggotaan KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal berkedudukan sebagai ketua KIP merangkap anggota.
Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Investasi Pemerintah, keanggotaan KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan perwakilan dari BLU, BUMN dan/atau BHL.
Perwakilan BLU, BUMN dan/atau BHL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemimpin BLU, BUMN dan/atau BHL atau pejabat yang ditunjuk.
Keanggotaan dan pedoman pelaksanaan tugas KIP ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, KIP dapat mengundang dan bekerja sama dengan lembaga pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan atau pihak lain.
Pasal 8
KIP melalui ketua KIP melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Menteri selaku BUN.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, KIP dibantu oleh unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang manajemen investasi.
Unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas antara lain:
perumusan tata kelola KIP;
penyiapan data pendukung untuk penyusunan kebijakan umum dan rencana strategis dan PKIP;
penyiapan bahan untuk penilaian terhadap unit yang akan menjadi OIP, beserta data dan informasi pendukung;
penyiapan usulan OIP dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi serta kondisi unit yang akan menjadi OIP;
penyiapan rekomendasi kepada Menteri dalam penetapan OIP;
penyiapan penetapan OIP;
penyiapan informasi bagi anggota KIP mengenai pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP;
penyiapan bahan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Investasi Pemerintah;
pengelolaan data dan informasi terkait pelaksanaan Investasi Pemerintah;
pelaksanaan kajian risiko dan hukum atas pelaksanaan Investasi Pemerintah;
pengelolaan komunikasi publik dan hubungan antar lembaga;
pelaksanaan urusan administrasi KIP;
menyusun laporan pelaksanaan tugas dan wewenang KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
pelaksanaan tugas lain dalam mendukung tugas dan wewenang KIP.
Pasal 10
Pendanaan untuk pelaksanaan tugas KIP dibebankan pada DIPA satuan kerja KIP.
Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Kewenangan Operasional Paragraf 1 Penetapan dan/atau Penunjukan sebagai OIP
Pasal 11
Dalam melaksanakan kewenangan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, Menteri selaku BUN menetapkan BLU pengelola dana sebagai OIP.
Selain BLU pengelola dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan BLU lain dan menunjuk BUMN dan/atau BHL sebagai OIP.
Pasal 12
BLU, BUMN dan/atau BHL yang dapat ditetapkan dan/atau ditunjuk sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus memenuhi persyaratan paling sedikit memiliki hal-hal sebagai berikut:
tata kelola investasi yang meliputi:
prosedur penilaian;
perhitungan;
penarikan; dan
kertas kerja dalam setiap tahapan pelaksanaan investasi.
manajemen risiko dalam pelaksanaan investasi;
teknologi informasi dalam pelaksanaan investasi; dan
unit yang melaksanakan fungsi:
perumusan rencana dan strategi investasi yang dituangkan dalam rencana jangka panjang dan menengah investasi dan rencana investasi tahunan;
pengawasan pelaksanaan investasi; dan
evaluasi ketaatan pelaksanaan investasi terhadap rencana dan strategi investasi.
Pasal 13
Unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d bertanggung jawab kepada pemimpin BLU, BUMN dan/atau BHL atau pejabat pengelola setingkat di bawah pemimpin BLU, BUMN dan/atau BHL yang mempunyai tugas pengelolaan investasi.
Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada BLU, terdiri atas:
pemimpin BLU atau pejabat pengelola setingkat di bawah pemimpin BLU yang mempunyai fungsi pengelolaan investasi; dan
paling sedikit 1 (satu) orang yang telah memiliki sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan.
Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada BUMN dan/atau BHL mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Penetapan BLU sebagai OIP
Pasal 14
Penetapan BLU sebagai OIP oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan berdasarkan:
inisiatif KIP; dan/atau
usulan oleh BLU.
Pasal 15
Penetapan BLU berdasarkan inisiatif KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a hanya berlaku untuk BLU pengelola dana.
Penetapan BLU pengelola dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan koordinasi oleh KIP dengan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pembinaan BLU.
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memperoleh data BLU pengelola dana yang telah memenuhi persyaratan sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Berdasarkan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KIP meminta BLU pengelola dana untuk menyampaikan dokumen:
laporan keuangan audited 2 (dua) tahun terakhir;
data kinerja layanan dan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
pola tata kelola pada BLU;
Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait pelaksanaan investasi;
profil organisasi;
rekomendasi tertulis dari pembina teknis BLU terkait dan/atau organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
data lain yang relevan.
Dokumen BLU pengelola dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b dikecualikan bagi BLU yang dibentuk lebih dari 1 (satu) tahun dan/atau kurang dari 2 (dua) tahun.
Pasal 16
Berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (4), KIP melakukan penilaian atas kelayakan BLU pengelola dana menjadi OIP.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap:
kelembagaan;
ketersediaan dana;
kinerja keuangan dan layanan BLU pengelola dana;
kesesuaian tujuan investasi; dan
pengalaman di bidang investasi.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KIP menyampaikan rekomendasi penetapan BLU pengelola dana sebagai OIP kepada Menteri.
Pasal 17
Penetapan BLU sebagai OIP berdasarkan usulan oleh BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, dilakukan berdasarkan permohonan dari pimpinan BLU atau pejabat yang ditunjuk kepada KIP.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan dokumen:
laporan keuangan audited 2 (dua) tahun terakhir;
data kinerja layanan dan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
struktur organisasi dan tata kerja;
SOP terkait pelaksanaan investasi;
profil organisasi;
rekomendasi tertulis dari pembina teknis BLU terkait dan/atau organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
proposal investasi jangka panjang yang paling sedikit memuat:
data dan penjelasan praktik investasi jangka pendek yang telah dilaksanakan serta kebijakan dan rencana investasi jangka pendek tahunan yang telah ditetapkan;
penjelasan kebutuhan investasi jangka panjang;
konsep kebijakan dan strategi serta konsep rencana investasi jangka panjang;
simulasi pengelolaan investasi jangka panjang termasuk biaya yang akan dikeluarkan, hasil investasi yang akan diperoleh, dan proyeksi kas keluar untuk belanja dari sebagian hasil investasi;
rencana kesiapan sumber daya manusia dan alat kelengkapan investasi jangka panjang; dan
rencana strategis bisnis BLU yang menunjukkan rencana kebutuhan kas untuk pengembangan layanan.
Dokumen BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dikecualikan bagi BLU yang dibentuk lebih dari 1 (satu) tahun dan/atau kurang dari 2 (dua) tahun.
Pasal 18
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat , KIP melakukan penilaian terhadap kelayakan BLU menjadi OIP setelah berkoordinasi dengan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pembinaan badan layanan umum.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap:
ketersediaan dana;
kinerja keuangan dan layanan BLU;
mandat dan/atau kebutuhan BLU untuk melakukan investasi jangka panjang;
tujuan investasi jangka panjang;
pelaksanaan investasi jangka pendek yang telah dilakukan;
rencana dan strategi investasi jangka panjang terutama profil kekayaan dan kewajiban serta durasi kekayaan dan kewajiban;
rencana kebutuhan kas untuk pengembangan layanan BLU; dan
rencana kesiapan atas investasi jangka panjang.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KIP menyampaikan rekomendasi penetapan BLU sebagai OIP kepada Menteri.
Pasal 19
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (3), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan BLU sebagai OIP.
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri.
Penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat penolakan oleh KIP.
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada BLU. Paragraf 3 Penunjukan BUMN dan/atau BHL Sebagai OIP
Pasal 20
Penunjukan BUMN dan/atau BHL sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilakukan berdasarkan inisiatif KIP.
Berdasarkan inisiatif KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KIP meminta BUMN dan/atau BHL menyampaikan dokumen paling sedikit yang terdiri atas:
laporan keuangan audited 2 (dua) tahun terakhir;
laporan evaluasi kinerja 2 (dua) tahun terakhir;
struktur organisasi dan tata kerja;
profil organisasi; dan
portofolio investasi/dana yang dikelola.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dikecualikan bagi BUMN dan/atau BHL yang didirikan lebih dari 1 (satu) tahun dan/atau kurang dari 2 (dua) tahun.
Pasal 21
Berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), KIP melakukan penilaian atas kelayakan BUMN dan/atau BHL menjadi OIP.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap:
kinerja dan kesehatan BUMN dan/atau BHL;
tujuan investasi; dan
pengalaman di bidang investasi yang akan ditugaskan.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KIP menyampaikan rekomendasi penunjukan BUMN dan/atau BHL sebagai OIP kepada Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri dapat menunjuk BUMN dan/atau BHL sebagai OIP.
Penunjukan BUMN dan/atau BHL sebagai OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah terdapat alokasi kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang mekanisme pengalokasiannya dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri ini.
Penunjukan BUMN dan/atau BHL sebagai OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam surat persetujuan sebagai OIP.
Pasal 23
Berdasarkan surat persetujuan sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), KIP menyusun Perjanjian Investasi.
Menteri mendelegasikan kewenangan penandatanganan Perjanjian Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
Perjanjian Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat mengenai:
hak dan kewajiban para pihak;
rencana kerja pengelolaan Investasi Pemerintah;
penempatan dana dan/atau aset keuangan untuk pelaksanaan Investasi Pemerintah;
pengendalian risiko atas pengelolaan Investasi Pemerintah;
tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah;
pelaksanaan Divestasi atas Investasi Pemerintah termasuk Divestasi yang ditentukan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
penyampaian laporan pengelolaan Investasi Pemerintah;
pengawasan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukannya;
berakhirnya Perjanjian Investasi;
penyelesaian sengketa; dan
penyampaian tata kelola investasi yang berlaku.
BAB III
PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup, Pertimbangan, Sumber Investasi, dan Penunjukan Pejabat Perbendaharaan
Pasal 24
Pengelolaan Investasi Pemerintah meliputi:
perencanaan;
pelaksanaan;
pelaporan;
pengawasan; dan
pertanggungjawaban.
Pasal 25
Pengelolaan Investasi Pemerintah paling sedikit dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
tujuan investasi;
tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan
alokasi aset/kebijakan portofolio investasi.
Pasal 26
Sumber Investasi Pemerintah berasal dari:
APBN;
imbal hasil;
pendapatan dari layanan/usaha;
hibah; dan/atau
sumber lain yang sah.
APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain dapat berupa:
endowment fund ; dan/atau
dana Investasi Pemerintah.
Sumber lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e antara lain berupa dana:
yang dikelola oleh BLU;
yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; atau
termasuk dana dan/atau aset keuangan pihak lain.
Pasal 27
Menteri selaku pengguna anggaran Investasi Pemerintah menunjuk pejabat pada Kementerian Keuangan selaku KPA.
Dalam kondisi tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat pada Kementerian Negara/Lembaga lain sebagai KPA.
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan KPA penyalur dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b.
Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Perencanaan Investasi Pemerintah Paragraf 1 Perencanaan Investasi Pemerintah oleh KIP
Pasal 28
KIP menyusun kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah yang ditetapkan dalam bentuk Keputusan Menteri.
Kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan jangka menengah atas Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan jangka menengah atas Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
tujuan dan sasaran Investasi Pemerintah;
kaidah dan prinsip pelaksanaan Investasi Pemerintah;
kondisi dan perkembangan Investasi Pemerintah; dan d. strategi dan arah kebijakan Investasi Pemerintah.
Kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan jangka menengah atas Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun.
Menteri dapat mengubah kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan jangka menengah atas Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usulan KIP.
Pasal 29
KIP menyusun PKIP dengan mengacu pada kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
PKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan OIP yang ditetapkan dan/atau ditunjuk, yang paling sedikit memuat:
tujuan dan target Investasi Pemerintah;
perencanaan, pemilihan dan alokasi Investasi Pemerintah;
karakteristik dan risiko Investasi Pemerintah; dan
monitoring dan pelaporan.
KIP menyampaikan PKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri untuk ditetapkan dalam Keputusan Menteri.
KIP dapat melakukan perubahan terhadap PKIP yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Perubahan terhadap PKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal terdapat perubahan kebijakan, mandat, dan/atau penambahan/ pengurangan alokasi dana Investasi Pemerintah. Paragraf 2 Perencanaan Investasi Pemerintah oleh BLU
Pasal 30
BLU menyusun rencana jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan umum dan rencana strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) setelah ditetapkan sebagai OIP.
Berdasarkan rencana jangka panjang dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat , BLU menyusun rencana investasi tahunan.
Rencana jangka panjang dan menengah investasi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencerminkan kebijakan dan strategi Investasi Pemerintah.
Rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
rencana komposisi jenis investasi;
perkiraan tingkat hasil investasi untuk setiap jenis investasi; dan
pertimbangan yang mendasari rencana komposisi jenis investasi.
Penyusunan rencana jangka panjang dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan paling sedikit:
kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BLU; dan
kemampuan BLU untuk mengelola dana.
Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh pimpinan BLU setelah berkoordinasi dengan dewan pengawas pada BLU.
BLU menyampaikan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada KIP, setelah mendapat persetujuan unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d.
Pasal 31
Dalam hal terdapat rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) yang membutuhkan dana yang bersumber dari APBN, BLU mengusulkannya kepada KIP untuk memperoleh persetujuan.
Rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memperoleh persetujuan KIP, menjadi bagian dari rencana bisnis dan anggaran BLU sesuai dengan mekanisme berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persetujuan KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi KPA dalam mengusulkan alokasi anggaran dana Investasi Pemerintah. Paragraf 3 Perencanaan Investasi Pemerintah untuk BUMN dan/atau BHL
Pasal 32
KIP menyusun dan menetapkan rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang akan dikelola oleh OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL.
Rencana kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan kebijakan umum dan rencana strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
Rencana kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi KPA dalam mengusulkan alokasi anggaran dana Investasi Pemerintah.
Pasal 33
BUMN dan/atau BHL yang telah ditunjuk sebagai OIP menyusun rencana kerja pengelolaan Investasi Pemerintah sesuai dengan PKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
BUMN dan/atau BHL menyampaikan rencana kerja pengelolaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui KIP. Paragraf 4 Penyaluran Dana Investasi Pemerintah melalui RIBUN
Pasal 34
Dalam pengelolaan dana Investasi Pemerintah, KPA mengajukan usul pembukaan RIBUN kepada Kuasa BUN Pusat.
Tata cara pembukaan RIBUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening milik BUN.
Pasal 35
RIBUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, merupakan rekening penampungan investasi yang bersifat kumulatif dan berfungsi untuk:
menyalurkan dana Investasi Pemerintah kepada OIP;
menerima dana Investasi Pemerintah beserta imbal hasilnya dari OIP; dan
mengkonsolidasikan pencatatan dana Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh BUN melalui OIP.
Dana Investasi Pemerintah beserta imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat disalurkan kembali kepada OIP.
Pelaksanaan fungsi RIBUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KPA.
Pelaksanaan fungsi RIBUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan/dibantu oleh unit instansi vertikal pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang Investasi Pemerintah.
Menteri dapat memerintahkan Kuasa BUN Pusat untuk melakukan penyetoran dari RIBUN ke kas umum negara atas seluruh atau sebagian:
dana Investasi Pemerintah; dan/atau
hasil investasi.
Penyetoran dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a diperlakukan sebagai transaksi non anggaran.
Penyetoran hasil Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diperlakukan sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 36
RIBUN dikelola secara tertib, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Bunga dan/atau jasa giro atas pengelolaan RIBUN disetorkan ke kas umum negara sebagai pendapatan BUN. Paragraf 5 Penyediaan Anggaran Dana Investasi Pemerintah
Pasal 37
KPA mengajukan usulan alokasi anggaran dana Investasi Pemerintah kepada pembantu pengguna anggaran berdasarkan persetujuan KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 32 ayat (3).
Pengalokasian anggaran dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara. Paragraf 6 Pemindahbukuan Anggaran Dana Investasi Pemerintah ke RIBUN
Pasal 38
Anggaran dana Investasi Pemerintah dipindahbukukan ke RIBUN dengan ketentuan sebagai berikut:
PPK membuat SPP untuk disampaikan kepada PPSPM.
SPP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilampiri dengan SPTPP-IP yang dibuat sesuai dengan fomat tercantum dalam huruf A Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
berdasarkan SPP yang disampaikan oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam huruf a, PPSPM melakukan pengujian SPP.
berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud dalam huruf c, PPSPM membuat, menandatangani, dan menyampaikan SPM kepada KPPN.
KPPN melakukan pengujian atas SPM sebagaimana dimaksud dalam huruf d.
untuk SPM yang telah memenuhi kesesuaian pengujian, KPPN menerbitkan SP2D untuk memindahbukukan anggaran dana Investasi Pemerintah ke dalam RIBUN.
untuk SPM yang tidak memenuhi kesesuaian pengujian, KPPN mengembalikan SPM kepada PPSPM untuk dapat diperbaiki. Paragraf 7 Pencairan Dana Investasi kepada OIP
Pasal 39
Pencairan/penyaluran dana Investasi Pemerintah kepada OIP dilakukan melalui RIBUN.
Pasal 40
Pencairan/penyaluran dana Investasi Pemerintah dilakukan berdasarkan permohonan dari OIP.
Permohonan pencairan/penyaluran sebagai dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pemimpin OIP atau pejabat yang ditunjuk kepada KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Permohonan pencairan/penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
rencana penggunaan dana Investasi Pemerintah yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Huruf B Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
Keputusan Menteri atau surat persetujuan Menteri sebagai OIP;
Perjanjian Investasi, dalam hal OIP merupakan BUMN dan/atau BHL; dan
perjanjian penempatan dana antara OIP dengan Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan/atau pihak lainnya, dalam hal penempatan dana dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung.
Permohonan pencairan/penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Huruf C Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 41
Pencairan/penyaluran dana Investasi Pemerintah kepada OIP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
PPK melakukan verifikasi terhadap permohonan pencairan/penyaluran beserta kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
PPK menyampaikan SPP beserta hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada PPSPM;
berdasarkan SPP dan dokumen hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, PPSPM menerbitkan SPM;
KPA menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada Kuasa BUN Pusat;
berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Kuasa BUN Pusat:
melakukan perintah pemindahbukuan kepada Bank Indonesia dan/atau bank umum untuk pencairan dana Investasi Pemerintah atas beban RIBUN untuk untung rekening OIP pada bank umum/Bank Kustodian; dan
menyampaikan surat pemberitahuan mengenai pencairan dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada KPA; dan
KPA menyampaikan salinan surat pemberitahuan mengenai pencairan dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalan huruf e angka 2 kepada KIP. Paragraf 8 Retur ke RIBUN
Pasal 42
Dalam hal terjadi retur atas pencairan dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Bank Indonesia dan/atau bank umum mengembalikan dan/atau membukukan dana tersebut ke RIBUN.
Pasal 43
Berdasarkan retur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Kuasa BUN Pusat menerbitkan surat pemberitahuan retur pencairan dana Investasi Pemerintah kepada KPA.
Berdasarkan surat pemberitahuan retur pencairan dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA menyampaikan surat ralat/perbaikan rekening untuk keperluan pembayaran kembali dana Investasi Pemerintah yang diretur kepada Kuasa BUN Pusat.
Berdasarkan surat ralat/perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kuasa BUN Pusat melakukan pencairan untuk keperluan penyaluran dana Investasi Pemerintah yang diretur.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Investasi Pemerintah Paragraf 1 Bentuk Investasi
Pasal 44
Pelaksanaan Investasi Pemerintah oleh OIP dilakukan dalam bentuk:
saham;
surat utang; dan/atau
investasi langsung. Paragraf 2 Saham dan Surat Utang
Pasal 45
Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a merupakan saham yang tercatat dan/atau diperdagangkan di bursa efek.
Bursa efek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bursa efek dalam negeri dan/atau bursa efek luar negeri.
Selain saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Investasi Pemerintah dapat dilakukan pada saham yang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 46
Surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dapat berupa surat utang dan/atau sukuk.
Surat utang dan/atau sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh:
pemerintah dan pemerintah daerah;
korporasi dan/atau BHL;
pemerintah negara lain; dan
korporasi dan/atau badan hukum asing.
Korporasi atau BHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki peringkat rating paling rendah investment grade dari lembaga pemeringkat rating yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pemerintah negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c memiliki peringkat rating kredit paling rendah investment grade dari lembaga pemeringkat rating internasional yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan dan mempunyai hubungan diplomatik dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Korporasi dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d memiliki peringkat rating kredit paling rendah investment grade dari lembaga pemeringkat rating internasional yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 47
Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, dapat pula berbentuk instrumen surat berharga lainnya yang terkait dengan saham, surat utang, dan/atau surat berharga lainnya yang telah memiliki izin dan pengawasan dari lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instrumen surat berharga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa reksa dana.
Pasal 48
Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dan surat berharga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, didasarkan pada Nilai Wajar Efek.
Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan/atau surat utang yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 49
Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang oleh OIP harus dilakukan oleh tenaga ahli/profesional yang telah memiliki sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan.
Sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sertifikat keahlian sebagai wakil Manajer Investasi yang diakui Otoritas Jasa Keuangan dari lembaga pendidikan khusus di bidang pasar modal berdasarkan rekomendasi dari komite standar keahlian dan/atau sertifikasi profesi akuntansi di bidang investasi dan keuangan ( chartered financial analyst ) dari lembaga yang berwenang.
Pasal 50
Dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang, OIP harus melakukan:
analisis terhadap risiko; dan
dokumentasi pengambilan keputusan yang dituangkan dalam kertas kerja analisis yang memadai.
Analisis terhadap risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan informasi tambahan, termasuk rencana penanggulangannya dalam hal terjadi peningkatan risiko investasi. Paragraf 3 Manajer Investasi
Pasal 51
OIP dapat melakukan alih daya pelaksanaan investasi dalam bentuk saham dan/atau surat utang kepada Manajer Investasi.
Alih daya pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam perjanjian.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
hak dan kewajiban masing-masing pihak;
jenis dan batasan instrumen investasi;
besarnya biaya yang dibebankan;
jenis dan laporan rutin atas pengelolaan investasi dimaksud;
adanya hak OIP untuk mendapatkan informasi dan dokumen lain yang terkait dengan pengelolaan investasi dimaksud;
ganti kerugian dalam hal Manajer Investasi melanggar ketentuan kerja sama atau terjadi kelalaian investasi yang mengakibatkan OIP mengalami kerugian;
penatausahaan kekayaan yang dikelola Manajer Investasi pada Bank Kustodian yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan OIP dan Manajer Investasi tersebut, kecuali afiliasi yang disebabkan oleh kepemilikan pemerintah;
profil risiko atas produk investasi;
penyelesaian perselisihan dan pengakhiran perjanjian;
kesediaan para pihak memberikan informasi terkait dengan pengelolaan investasi oleh OIP kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal;
pembebanan biaya yang diperlukan dilakukan dengan memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas; dan
jangka waktu perjanjian.
Pasal 52
Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) paling sedikit harus memenuhi ketentuan:
memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan;
tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan;
berpengalaman mengelola dana paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada saat penunjukan sebagai pengelola investasi; dan
memiliki wakil Manajer Investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Pasal 53
Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 menyampaikan laporan atas kinerja pengelolaan investasi/portofolio Investasi Pemerintah setiap bulan kepada OIP sesuai perjanjian atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan.
Pasal 54
OIP melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja pengelolaan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan rencana investasi OIP dan perjanjian antara OIP dengan Manajer Investasi.
Evaluasi terhadap kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit terhadap:
hasil yang diperoleh;
kepatuhan terhadap isi perjanjian; dan
waktu penyampaian laporan. Paragraf 4 Bank Kustodian
Pasal 55
Dalam pengelolaan Investasi Pemerintah yang berbentuk saham dan/atau surat utang, OIP membuka rekening pengelolaan investasi pada Bank Kustodian.
Bank Kustodian paling sedikit memenuhi kriteria:
mempunyai status sebagai bank umum;
minimal cukup sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
mempunyai izin usaha kustodian dari lembaga yang berwenang; dan
memenuhi syarat tambahan dari OIP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Syarat tambahan dari OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Kustodian.
Pembebanan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan Investasi Pemerintah oleh OIP dilakukan dengan memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.
Ketentuan mengenai Bank Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak berlaku dalam hal transaksi saham dan surat utang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan pada bursa efek.
Pasal 56
Disamping membuka rekening pada Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), OIP membuka rekening pada Kustodian Sentral Efek Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Pemilihan/Penunjukan Manajer Investasi, dan/atau Bank Kustodian
Pasal 57
OIP melakukan seleksi untuk memilih Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian dalam pengelolaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang.
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
OIP membentuk panitia untuk mengadakan seleksi;
panitia seleksi yang terbentuk menentukan kriteria, tata cara, dan tahapan pelaksanaan seleksi dalam suatu dokumen rencana seleksi untuk ditetapkan oleh pemimpin OIP;
panitia seleksi melakukan seleksi sesuai dengan dokumen rencana seleksi yang telah disetujui;
hasil seleksi ditetapkan oleh pemimpin OIP; dan
pemimpin OIP melaporkan hasil seleksi kepada KIP.
Dalam hal pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk reksa dana, pemilihan Bank Kustodian dan/atau Manajer Investasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 6 Investasi Langsung
Pasal 58
Investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan melalui:
pemberian Pinjaman;
kerja sama investasi; dan/atau
bentuk investasi langsung lainnya.
Pasal 59
Investasi langsung berupa pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a dapat digunakan untuk:
pembangunan di bidang infrastruktur dan bidang lainnya; dan/atau
fasilitas pembiayaan/pendanaan.
Bidang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain berupa:
industri kreatif; dan
startup. (3) Pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang pelaksanaan program pemerintah.
Pemberian Pinjaman dapat dilakukan oleh OIP kepada BLU, Badan Usaha, dan/atau pemerintah daerah berdasarkan perjanjian pemberian Pinjaman.
Pasal 60
Kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b merupakan perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih yang masing-masing pihak sepakat untuk melakukan investasi non permanen.
Investasi non permanen sebagaimana yang dimaksud ayat (1) antara lain dapat berupa:
partisipasi saham ( equity participation );
penyertaan melalui pembelian obligasi ( quasi equity participation ); atau
pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha ( profit/revenue sharing ).
Kerja sama investasi dilakukan antara OIP dengan BLU, Badan Usaha, dan/atau pemerintah daerah.
Tata cara dan skema kerja sama investasi dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja sama investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Untuk OIP yang berbentuk BLU, perjanjian kerja sama investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan memperhatikan jenis investasi yang telah ditentukan pada saat penetapan BLU dimaksud sebagai OIP.
Untuk OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL, perjanjian kerja sama investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan memperhatikan Perjanjian Investasi.
Pasal 61
Pemberian Pinjaman dan kerja sama investasi dapat dilakukan untuk mendukung kerja sama pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) dan kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) disampaikan oleh OIP kepada KIP.
Tata cara dan persyaratan pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dilaksanakan sesuai dengan PKIP.
Pasal 62
Bentuk investasi langsung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri. Paragraf 7 Pelaksanaan Divestasi
Pasal 63
OIP melakukan Divestasi atas aset dan/atau portofolio yang dimiliki sesuai dengan masa jatuh tempo/waktu yang telah ditentukan.
Dalam keadaan tertentu, OIP dapat melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan.
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
tujuan Investasi Pemerintah berupa manfaat ekonomi/sosial/lainnya telah tercapai;
terjadi peningkatan risiko investasi yang dapat menyebabkan penurunan nilai investasi; dan/atau
keadaan lain yang disetujui/diperintahkan oleh KIP.
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam PKIP.
Pasal 64
Dana dan/atau imbal hasil Divestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dapat dikelola dengan bentuk sebagai berikut:
diinvestasikan kembali oleh OIP;
disetorkan ke RIBUN; atau
digunakan langsung/disetorkan ke kas umum negara.
Pasal 65
OIP yang berbentuk BLU dapat menginvestasikan kembali dana dan/atau imbal hasil Divestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a secara langsung sesuai dengan PKIP.
OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL dapat menginvestasikan kembali dana dan/atau imbal hasil Divestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a secara langsung sebelum selesainya Perjanjian Investasi sesuai dengan PKIP.
Dana dan/atau imbal hasil Divestasi yang diinvestasikan kembali oleh OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan dana bersih ( net ) setelah dikurangi biaya-biaya, antara lain biaya jasa Manajer Investasi, biaya jasa Bank Kustodian, dan/atau pajak sesuai dengan jenis investasi yang dilakukan oleh OIP.
Pasal 66
OIP menyetorkan dana dan/atau imbal hasil Divestasi ke RIBUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b setelah pelaksanaan Investasi Pemerintah pada OIP berakhir.
Dana dan/atau imbal hasil Divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai bersih ( net ) setelah dikurangi biaya, antara lain biaya jasa atas pengelolaan Investasi Pemerintah oleh OIP/Manajer Investasi/Bank Kustodian dan/atau pajak sesuai dengan jenis investasi yang dilakukan oleh OIP.
Perhitungan nilai bersih ( nett ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum di dalam Keputusan Menteri dan/atau Perjanjian Investasi.
Dana dan/atau imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b.
Pasal 67
Dana dan/atau imbal hasil Divestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan dana dan/atau imbal hasil dari dana yang dikelola oleh BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a.
Dana dan/atau imbal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
digunakan untuk kegiatan layanan oleh BLU; atau
disetorkan ke kas umum negara berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai penarikan dan pengembalian dana pada BLU.
Pasal 68
Terhadap dana dan/atau imbal hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, Menteri dapat:
menyalurkan kembali kepada OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2); dan/atau
mengalokasikan kepada Kementerian Negara/ Lembaga.
Pengalokasian kepada Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
KPA melakukan pemindahbukuan imbal hasil dari RIBUN ke kas umum negara sebesar imbal hasil investasi yang telah disetorkan oleh OIP.
imbal hasil yang telah dipindahbukukan dari RIBUN ke kas umum negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak.
pencatatan sebagai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b merupakan dasar pengalokasian DIPA Kementerian Negara/Lembaga.
Pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pelaporan
Pasal 69
OIP menyusun laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah yang paling sedikit memuat:
kinerja portofolio Investasi Pemerintah;
pendapatan/imbal hasil Investasi Pemerintah;
pengelolaan risiko; dan
informasi penting lainnya.
Laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KIP secara triwulanan, semesteran dan tahunan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada KIP paling lambat 20 (dua puluh) hari kalender setelah triwulanan, semesteran, dan tahunan periode sebelumnya berakhir.
Selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OIP menyampaikan laporan keuangan kepada KIP.
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk OIP yang berbentuk BLU, mengikuti Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat dan Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan investasi pemerintah;
untuk OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
Selain penyampaian laporan kepada KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), OIP yang berbentuk BLU menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pembinaan BLU.
Pasal 70
KIP menyusun ikhtisar laporan pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan menyampaikan kepada Menteri.
Pasal 71
KIP dapat meminta laporan dan/atau informasi lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 kepada OIP.
Bagian Kelima
Pengawasan
Pasal 72
KIP melakukan pengawasan atas pengelolaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP.
Pasal 73
OIP melakukan pengawasan guna memastikan pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau Perjanjian Investasi.
Pasal 74
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dan Pasal 73 meliputi pemantauan, evaluasi, dan pengendalian.
Dalam melakukan pengawasan, KIP dan OIP dapat berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau instansi terkait lainnya.
Pasal 75
Berdasarkan hasil atas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, KIP:
melakukan langkah-langkah penyelesaian atas pelaksanaan Investasi Pemerintah oleh OIP;
memberikan saran/rekomendasi kepada OIP dalam pengelolaan Investasi Pemerintah; dan
menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Menteri.
Langkah-langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
memberikan teguran secara tertulis kepada OIP;
mengusulkan pengakhiran penempatan investasi/ Perjanjian Investasi kepada Menteri;
penarikan dana Investasi Pemerintah yang ada pada OIP; dan/atau
pencabutan status sebagai OIP.
Langkah-langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
OIP belum siap melaksanakan Investasi Pemerintah;
pelaksanaan Investasi Pemerintah tidak sesuai dengan PKIP dan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 33;
kinerja Investasi Pemerintah tidak sesuai target; dan/atau d. OIP tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 76
Berdasarkan hasil atas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, OIP:
melakukan langkah-langkah penyelesaian atas pelaksanaan Investasi Pemerintah oleh OIP;
meminta saran/rekomendasi kepada KIP; dan
menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada KIP.
Langkah-langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
memberikan teguran secara tertulis kepada Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan/atau pihak terkait lainnya;
pengakhiran perjanjian atas pelaksanaan investasi; dan/atau c. penarikan dana investasi.
Langkah-langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
terdapat penurunan nilai investasi secara signifikan;
kinerja investasi tidak sesuai target; dan/atau
Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan/atau pihak terkait lainnya tidak melaksanakan ketentuan dalam perjanjian atas pelaksanaan investasi.
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 77
OIP menjalankan pengelolaan Investasi Pemerintah untuk kepentingan pemerintah dan sesuai dengan maksud dan tujuan Investasi Pemerintah.
Pasal 78
Dalam melaksanakan Investasi Pemerintah, pimpinan/direksi OIP harus menerapkan prinsip iktikad baik dan penuh tanggung jawab.
Dalam hal pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat penurunan nilai investasi, pimpinan/direksi OIP tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian investasi dan/atau kerugian negara apabila dapat membuktikan:
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
telah melakukan pengelolaan dan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan Investasi Pemerintah;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan Investasi Pemerintah; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya penurunan nilai Investasi Pemerintah tersebut sesuai praktik bisnis yang sehat.
Pasal 79
KIP bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat .
Dalam hal terjadi kerugian akibat penurunan nilai investasi atas pelaksanaan investasi yang dilakukan oleh OIP, KIP dibebaskan dari tanggung jawab dalam hal:
telah melakukan fungsi supervisi dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Pemerintah dan sesuai dengan maksud dan tujuan Investasi Pemerintah;
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan Investasi Pemerintah oleh OIP yang mengakibatkan kerugian; dan
telah memberikan nasihat kepada OIP untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
BAB IV
MANAJEMEN RISIKO DAN PENGENDALIAN INTERNAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 80
OIP harus menerapkan manajemen risiko dan pengendalian internal atas pengelolaan Investasi Pemerintah secara efektif dan efisien.
Bagian Kedua
Manajemen Risiko
Pasal 81
Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 paling sedikit meliputi:
kebijakan dan strategi manajemen risiko yang mencakup toleransi risiko dan strategi investasi;
identifikasi, pengukuran/penilaian/penaksiran, pemantauan, dan pengendalian risiko; dan
sistem pelaporan manajemen risiko yang bisa memonitor dan mengelola risiko yang relevan.
Pasal 82
Dalam menerapkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a, OIP bertanggung jawab:
menyusun kebijakan dan strategi manajemen risiko, termasuk memperbarui kebijakan dan strategi manajemen risiko dalam hal terjadi perubahan;
memantau dan menelaah secara berkala pelaksanaan kebijakan dan strategi manajemen risiko; dan
memantau posisi risiko secara keseluruhan dan risiko terkait Investasi Pemerintah.
Proses penerapan manajemen risiko dilakukan berdasarkan kebijakan dan strategi manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang paling kurang memuat:
pengidentifikasian semua risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan investasi;
penjelasan mengenai penyebab dari timbulnya risiko;
pengidentifikasian kemungkinan terjadinya risiko;
penjelasan tentang implikasi atas terjadinya risiko; dan e. langkah-langkah yang wajib dilakukan dalam hal risiko terjadi
Pasal 83
Dalam melaksanakan proses identifikasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, OIP harus melaksanakan analisis paling sedikit terkait karakteristik risiko dan risiko investasi dari instrumen/bentuk Investasi Pemerintah.
Dalam melaksanakan pengukuran/penilaian/ penaksiran risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, OIP harus paling sedikit melakukan:
evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko; dan
penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko dalam hal terdapat perubahan bentuk Investasi Pemerintah, transaksi dan faktor risiko, yang bersifat materiil.
Dalam melaksanakan pemantauan risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, OIP harus paling sedikit melakukan:
evaluasi terhadap eksposur risiko; dan
penyempurnaan proses pelaporan dalam hal terdapat perubahan bentuk Investasi Pemerintah, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi, dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat materiil.
OIP harus melaksanakan proses pengendalian risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan nilai Investasi Pemerintah.
Pasal 84
Sistem pelaporan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c, paling sedikit didukung dengan:
sistem informasi manajemen risiko yang tepat waktu; dan
laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan, kinerja, dan eksposur risiko OIP serta kepatuhan terhadap kebijakan dan strategi manajemen risiko.
Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara rutin kepada KIP, dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan profil dan penanganan risiko kepada KIP pada awal pelaksanaan Investasi Pemerintah;
laporan pemantauan dan penanganan risiko disampaikan secara semesteran, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan pelaporan; atau c. penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dapat disampaikan sesuai periode yang diatur dalam perjanjian atas pelaksanaan investasi.
Pasal 85
Manajemen risiko pada OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengendalian Internal
Pasal 86
Pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 paling sedikit dilakukan terhadap:
lingkungan pengendalian;
penilaian risiko;
kegiatan pengendalian;
informasi dan komunikasi; dan
pemantauan pengendalian intern.
Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan guna mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah secara tepat waktu.
OIP harus melakukan pemetaan masalah melalui penentuan prioritas pengendalian yang menjadi fokus penanganan dalam kegiatan investasi.
Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai sistem pengendalian internal pada BLU.
Pasal 87
Pengendalian internal pada OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Penempatan Dana oleh BLU
Pasal 88
OIP dapat melakukan Investasi Pemerintah atas penempatan dana dari BLU.
BLU menempatkan dananya kepada OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah memperoleh persetujuan Menteri.
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa persetujuan BLU sebagai investor untuk melakukan investasi jangka panjang bagi BLU yang tidak memenuhi persyaratan sebagai OIP.
Mekanisme persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan sebagai berikut:
BLU mengajukan usulan persetujuan kepada Menteri dengan melampirkan dokumen paling sedikit:
profil kekayaan dan kewajiban BLU;
tujuan investasi; dan
sasaran tingkat hasil investasi yang diharapkan.
Menteri meminta KIP melakukan penilaian terhadap usulan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan berdasarkan koordinasi dengan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pembinaan BLU.
Penilaian usulan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit atas mandat/tugas dan fungsi BLU.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf c, KIP menyampaikan rekomendasi persetujuan/penolakan kepada Menteri.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dituangkan dalam surat persetujuan oleh Menteri.
Penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf e dituangkan dalam surat penolakan oleh KIP.
Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian penempatan dana antara pimpinan OIP dengan pimpinan BLU selaku pemilik dana.
Dalam melaksanakan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OIP menyampaikan laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah kepada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketentuan mengenai laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) berlaku secara mutatis mutandis terhadap laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah kepada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Investasi Pemerintah atas penempatan dana dari BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh OIP berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Investasi Pemerintah untuk Penyelamatan Perekonomian Nasional dan Pelaksanaan Program Pemerintah yang Mendesak
Pasal 89
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf a, Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) tidak perlu dilakukan apabila Investasi Pemerintah dilakukan untuk kegiatan:
penyelamatan perekonomian nasional; dan/atau
pelaksanaan program pemerintah yang mendesak.
Pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan penugasan dari Presiden atau Menteri selaku BUN.
Penugasan dari Presiden atau Menteri selaku BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden/Keputusan Menteri.
Dalam hal belum terdapat alokasi anggaran Investasi Pemerintah untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), alokasi anggaran mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
Dalam kondisi tertentu, Menteri dapat menarik dana Investasi Pemerintah yang dikelola oleh OIP.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan pemerintah untuk menyesuaikan kembali alokasi portofolio sesuai tujuan investasi atau untuk kebutuhan lainnya.
Penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri sebelum dana Investasi Pemerintah dikelola dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung oleh OIP.
Penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum di dalam penetapan Menteri dan/atau Perjanjian Investasi.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 91
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pusat Investasi Pemerintah tetap dapat melaksanakan kewenangan investasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pembiayaan ultra mikro.
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku, Pusat Investasi Pemerintah harus memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai OIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini untuk dapat melaksanakan investasi sesuai dengan:
Peraturan Menteri mengenai pembiayaan ultra mikro; dan
Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 92
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, BLU pengelola dana yang telah mendapatkan persetujuan Menteri untuk melaksanakan investasi jangka panjang tetap dapat melaksanakan investasi dimaksud berdasarkan Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan investasi BLU.
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku, BLU pengelola dana harus memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai OIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini untuk dapat melaksanakan investasi jangka panjang.
Pasal 93
Anggaran yang diperlukan untuk membiayai pelaksanaan tugas KIP dibebankan pada DIPA unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang manajemen investasi sepanjang belum terdapat DIPA satuan kerja KIP.
Pasal 94
Alokasi dana Investasi Pemerintah untuk Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2021 yang bersumber dari APBN, dapat dilakukan tanpa didahului rencana investasi oleh KIP dan/atau OIP.
Tata cara alokasi dana Investasi Pemerintah dalam APBN mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bendahara umum negara dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK A. FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB PENGELUARAN PEMBIAYAAN INVESTASI PEMERINTAH (SPTPP-IP) KOP SURAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB PENGELUARAN PEMBIAYAAN INVESTASI PEMERINTAH Nomor:
..............................
Nama Satuan Kerja :
Kode Satuan Kerja :
Tanggal/Nomor DIPA :
Kegiatan/Subkegiatan :
Klasifikasi Pengeluaran : Yang bertanda tangan di bawah ini, Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja ............ menyatakan bahwa saya bertanggung jawab pada penyaluran dana dari kas negara ke RIBUN dengan rincian sebagai berikut: NO AKUN PENERIMA URAIAN BUKTI JUMLAH (RP) TANGGAL NOMOR Bukti-bukti tersebut di atas disimpan sesuai ketentuan yang berlaku pada satuan kerja .............. untuk kelengkapan administrasi dan keperluan pemeriksaan aparat pengawas fungsional. Jakarta, .......................... Kuasa Pengguna Anggaran/ Pejabat Pembuat Komitmen Nama lengkap B. FORMAT RENCANA PENGGUNAAN DANA INVESTASI PEMERINTAH KOP SURAT RENCANA PENGGUNAAN DANA INVESTASI PEMERINTAH NO JENIS INVESTASI NILAI INVESTASI WAKTU PELAKSANAAN Jakarta, ............ Pimpinan OIP Nama lengkap C. FORMAT PERMOHONAN PENCAIRAN/PENYALURAN DANA INVESTASI PEMERINTAH KOP SURAT Nomor : (tempat dan tanggal) Sifat : Lampiran : Hal : Permohonan Pencairan/Penyaluran Dana Investasi Pemerintah Yth. Kuasa Pengguna Anggaran Jakarta Sehubungan dengan pelaksanaan Investasi Pemerintah, dengan ini kami mengajukan permohonan pencairan/penyaluran dana investasi pemerintah sebesar Rp (dengan angka) (dengan huruf) yang akan kami pergunakan untuk kebutuhan (nama kebutuhan). Sebagai bahan pertimbangan permohonan tersebut di atas, bersama ini kami lampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
rencana penggunaan dana Investasi Pemerintah;
keputusan Menteri atau surat persetujuan Menteri sebagai OIP;
Perjanjian Investasi (dalam hal OIP adalah BUMN dan/atau BHL); dan
perjanjian penempatan dana antara OIP dengan Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan/atau pihak lainnya dalam hal penempatan dana dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung. Demikian permohonan ini kami sampaikan untuk dapat diproses lebih lanjut dan mendapatkan persetujuan. Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Pemimpin OIP Nama lengkap MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI