bahwa untuk pengelolaan aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
bahwa untuk menyikapi perkembangan perekonomian di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam perlu ditinjau kembali;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; NOMOR 59/PMK.06/2020 TENTANG
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 641);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Aset Dalam Penguasaan Badan Pengusahaan, yang selanjutnya disebut Aset Dalam Penguasaan, adalah Aset dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Kawasan, adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan, adalah Dewan yang dibentuk oleh Presiden dan keanggotaannya ditetapkan Presiden dengan tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan.
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat PK-BLU, adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sebagai pengecualian dari pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Aset untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Aset yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Aset pada saat tertentu.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau optimalisasi Aset dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan Aset Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan, dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Badan Pengusahaan.
Kerja Sama Pemanfaatan, yang selanjutnya disingkat KSP, adalah pendayagunaan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur, yang selanjutnya disingkat KSPI, adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama, yang selanjutnya disingkat PJPK, adalah Kepala Badan Pengusahaan sebagai penanggung jawab proyek kerja sama dalam rangka pelaksanaan kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, dan/atau koperasi.
Badan Usaha Pelaksana Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha, yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana, adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset yang dilakukan antara Badan Pengusahaan dengan Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara, dan Swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset dari Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset dari pembukuan/daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Badan Pengusahaan dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas Aset.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan Aset.
Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan Aset secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, yang meliputi:
BMN; dan
Aset Dalam Penguasaan.
BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk tetapi tidak terbatas pada:
barang yang diperoleh dari pendapatan Badan Pengusahaan; dan
barang yang pendanaannya merupakan gabungan antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pendapatan Badan Pengusahaan.
Aset Dalam Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk tetapi tidak terbatas pada:
aset lainnya berupa barang yang belum tercatat sebagai aset tetap; dan
aset lainnya berupa barang yang direncanakan untuk dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
BAB II
PEJABAT PENGELOLA ASET
Pasal 3
Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan Pengelola Barang yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan Aset.
Dalam pelaksanaan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan melimpahkan kewenangannya kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pelimpahan wewenang dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bentuk mandat kepada pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan.
Pasal 4
Kepala Badan Pengusahaan merupakan Pengguna Barang di lingkungan Badan Pengusahaan yang memiliki kewenangan pelaksanaan teknis pengelolaan Aset.
Dalam pelaksanaan teknis pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Pengusahaan dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat struktural di lingkungan Badan Pengusahaan yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENGELOLAAN ASET
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 5
Pengelolaan Aset dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pengelolaan Aset meliputi:
perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan;
Penghapusan;
Penatausahaan; dan
pengawasan dan pengendalian.
Pasal 6
Badan Pengusahaan mengelola Aset berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan.
Bagian Kedua
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Pasal 7
Perencanaan kebutuhan Aset disusun dalam rencana bisnis dan anggaran Badan Pengusahaan setelah memperhatikan ketersediaan Aset yang ada serta kemampuan dalam menghimpun pendapatan.
Perencanaan kebutuhan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga/biaya.
Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan Kepala Badan Pengusahaan.
Standar harga/biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PK-BLU.
Bagian Ketiga
Penggunaan
Pasal 8
Penggunaan Aset dilaksanakan dengan cara:
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan;
digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya;
dioperasikan oleh pihak lain; atau
dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya.
Penetapan status dalam rangka Penggunaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penetapan status Penggunaan Aset selain tanah dan/atau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan dokumen penetapan status Penggunaan Aset mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggunaan Aset diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Pasal 9
Aset yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Aset tersebut.
Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penggunaan sementara yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Pada saat jangka waktu Penggunaan sementara telah berakhir, Aset yang digunakan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3):
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan; dan/atau b. digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainny
Pasal 10
Aset yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat dioperasikan oleh Pihak Lain tanpa mengubah status Penggunaan Aset tersebut, dengan ketentuan pengoperasian Aset dimaksudkan untuk menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
Pengoperasian oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 11
Aset yang tidak digunakan lagi oleh Badan Pengusahaan dapat dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya.
Pengalihan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 12
Kementerian/Lembaga dapat melakukan pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian antara Badan Pengusahaan dan Kementerian/Lembaga yang melakukan pembangunan.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
jangka waktu pembangunan;
jenis, jumlah dan luas objek yang dibangun;
tanggung jawab pembangunan; dan
hak dan kewajiban para pihak.
Barang yang diperoleh dari hasil pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan ditetapkan status penggunaannya sebagai BMN pada Kementerian/ Lembaga yang melakukan pembangunan tersebut.
BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan Penatausahaan oleh Kementerian/Lembaga bersangkutan.
BMN hasil pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan dapat dilakukan alih status Penggunaan kepada Badan Pengusahaan berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan.
Tata cara penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan alih status Penggunaan Barang Milik Negara hasil pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 13
Pemanfaatan meliputi:
Sewa:
Pinjam Pakai;
Kerjasama Pemanfaatan;
Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur;
KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur; dan
KSPI.
Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
Aset berupa tanah dan/atau bangunan;
Aset berupa sebagian tanah dan/atau bangunan; dan/atau c. Aset selain tanah dan/atau bangunan.
Pemanfaatan tidak mengubah status kepemilikan Aset.
Perpanjangan jangka waktu Pemanfaatan dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan umum.
Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus merupakan kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.
Pasal 14
Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf d sampai dengan huruf f, jangka waktunya paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Pemanfaatan berupa KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f:
hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure , seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan; dan
permohonannya diajukan paling lama 6 (enam) bulan setelah government force majeure nyata-nyata terjadi.
Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk Sewa atau KSP dan perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk KSPI dan perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan, setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.
Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur dan perpanjangannya dituangkan dalam perjanjian.
Pasal 15
Pendapatan yang diperoleh dari Pemanfaatan dapat digunakan langsung oleh Badan Pengusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan.
Aset yang diperoleh dari hasil Pemanfaatan menjadi BMN pada Badan Pengusahaan. Paragraf 2 Sewa
Pasal 16
Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf a dilakukan dalam rangka:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Badan Pengusahaan;
mencegah Aset digunakan oleh pihak lain secara tidak sah; dan/atau
pemberian layanan Badan Pengusahaan.
Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PK- BLU.
Pasal 17
Pihak yang dapat menyewa Aset meliputi:
Pemerintah Daerah;
Badan Usaha Milik Negara;
Badan Usaha Milik Daerah;
Swasta;
unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/ negara; dan/atau
badan hukum lainnya.
Selain pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan dapat dilakukan Sewa kepada pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PK-BLU.
Pasal 18
Sewa dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sewa dapat dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk:
kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau b. ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Perpanjangan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa harus diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu Sewa.
Pasal 19
Formula tarif Sewa ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Penetapan tarif Sewa dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan berdasarkan formula tarif Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), penetapan tarif Sewa terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PK-BLU.
Pasal 20
Sewa dituangkan dalam perjanjian, yang paling sedikit memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah barang;
besaran Sewa;
jangka waktu Sewa;
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak.
Pasal 21
Hasil Sewa merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan wajib disetorkan seluruhnya sekaligus secara tunai ke rekening Badan Pengusahaan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyetoran uang Sewa dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan atas Sewa untuk Aset dengan karakteristik/sifat khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Aset dengan karakteristik/sifat khusus diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal. Paragraf 3 Pinjam Pakai
Pasal 22
Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf b dilaksanakan antara Badan Pengusahaan dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Jangka waktu Pinjam Pakai paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang paling sedikit memuat:
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah Aset yang dipinjamkan;
jangka waktu pinjam pakai;
tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu Pinjam Pakai; dan
hak dan kewajiban para pihak. Paragraf 4 KSP
Pasal 23
KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat huruf c dilaksanakan dalam rangka:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
meningkatkan pendapatan Badan Pengusahaan; dan/atau c. memenuhi biaya operasional, pemeliharaan dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Aset.
KSP dapat dilakukan dengan:
Badan Usaha Milik Negara;
Badan Usaha Milik Daerah;
badan hukum lainnya; atau
Pihak Lain, kecuali perorangan.
Pasal 24
KSP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
mitra KSP harus membayar kontribusi tetap kepada Badan Pengusahaan setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil KSP;
dalam hal jangka waktu KSP kurang dari 1 (satu) tahun, mitra KSP membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan;
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan; dan
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP harus memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Besaran pembagian keuntungan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dapat berbentuk pembagian atas:
keuntungan berupa:
keuntungan bersih ( _net profit); _ 2. keuntungan bruto ( gross profit ); atau
keuntungan tertentu, seperti EBIT/EBITDA;
pendapatan (r evenue ); atau
arus kas ( cash flow ) hasil KSP berupa arus kas bersih ( net cash flow ) atau arus kas tambahan ( incremental cash flow ).
Pasal 25
Selama jangka waktu pengoperasian, mitra KSP dilarang menjaminkan atau menggadaikan Aset yang menjadi objek KSP.
Pasal 26
KSP dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang.
Jangka waktu dan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seluruh biaya KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP menjadi beban mitra KSP.
Pemilihan mitra KSP dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Pasal 27
Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Aset yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung.
Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kriteria:
mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara;
bersifat rahasia dalam kerangka pertahanan negara;
mempunyai konstruksi dan spesifikasi yang harus dengan perizinan khusus;
dalam rangka menjalankan tugas negara;
dalam rangka proyek kerja sama;
memiliki tingkat kompleksitas khusus, seperti bandar udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi tenaga listrik, dan bendungan/waduk; atau
lainnya berdasarkan penetapan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui perjanjian kerja sama antara Kepala Badan Pengusahaan dan/atau Menteri/Pimpinan Lembaga dengan Badan Usaha Pelaksana atau pemberian izin pengusahaan dari Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Badan Usaha Pelaksana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penunjukan langsung terhadap Aset yang digunakan dalam rangka proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilakukan terhadap pihak yang dipilih sebagai mitra proyek kerja sama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pasal 28
Pemilihan mitra KSP melalui tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat diumumkan di 1 (satu) media massa nasional, 1 (satu) media massa lokal dan/atau 1 (satu) media massa internasional.
Dalam hal pada pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) calon mitra KSP yang memasukan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional, media massa lokal dan/atau media massa internasional.
Dalam hal setelah pengumuman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan tender; atau
calon mitra KSP kurang dari 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan:
seleksi langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 2 (dua) peserta; atau
penunjukan langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 1 (satu) peserta.
Pasal 29
KSP dapat dilakukan untuk mengoperasionalkan Aset Badan Pengusahaan.
KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pendayagunaan atau optimalisasi Aset Badan Pengusahaan dan/atau mitra dalam rangka menghasilkan layanan.
KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Penggunaan Aset Yang Dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Dalam hal mitra KSP hanya mengoperasionalkan Aset, bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP ditentukan oleh Kepala Badan Pengusahaan berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang diperoleh mitra KSP terkait pelaksanaan KSP.
Ketentuan lebih lanjut atas pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal. Paragraf 5 Sewa Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur
Pasal 30
Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk infrastruktur sosial, infrastruktur ekonomi, dan infrastruktur lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN dan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Pasal 31
Hasil Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa:
uang Sewa; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya dalam rangka penyediaan infrastruktur.
Pasal 32
Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dalam suatu keputusan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur didasarkan pada nilai wajar Sewa yang dihasilkan oleh Penilai dikalikan dengan faktor penyesuai Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur.
Perhitungan besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing- masing jenis infrastruktur.
Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dibedakan untuk:
Aset berupa tanah;
Aset berupa bangunan;
Aset berupa tanah dan bangunan; atau
Aset selain tanah dan/atau bangunan.
Besaran Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat termasuk nilai wajar Sewa berupa prasarana dan sarana bangunan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Paragraf 6 KSP Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur
Pasal 33
KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur sumber daya air, infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah, infrastruktur sarana persampahan, infrastruktur ketenagalistrikan, infrastruktur telekomunikasi, dan infrastruktur minyak dan/atau gas bumi, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN dan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Pasal 34
Ketentuan mengenai pemilihan mitra KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28, mutatis mutandis berlaku untuk pemilihan mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur.
Pasal 35
Hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas:
penerimaan negara yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur.
Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
kontribusi tetap; dan
pembagian keuntungan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur didasarkan pada hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dituangkan dalam surat persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Besaran pembagian keuntungan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berbentuk pembagian atas:
keuntungan berupa:
keuntungan bersih ( net profit );
keuntungan bruto ( gross profit ); atau
keuntungan tertentu, seperti EBIT/EBITDA;
pendapatan (r evenue ); atau
arus kas ( cash flow ) hasil KSP berupa arus kas bersih ( net cash flow ) atau arus kas tambahan ( incremental cash flow ).
Kontribusi tetap dan pembagian keuntungan atas KSP untuk penyediaan infrastruktur dengan mitra berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah dapat memperhitungkan faktor penyesuai.
Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen).
Ketentuan lebih lanjut mengenai faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal. Paragraf 7 KSPI
Pasal 36
Kepala Badan Pengusahaan bertindak sebagai Penanggung Jawab Pemanfaatan Aset sepanjang ditunjuk sebagai PJPK.
Penanggung Jawab Pemanfaatan Aset memiliki kewenangan dan tanggung jawab:
menandatangani perjanjian Pemanfaatan dengan mitra KSPI;
menyerahkan Aset yang menjadi objek KSPI kepada mitra KSPI dengan Berita Acara Serah Terima;
melakukan monitoring atas pelaksanaan KSPI;
melaporkan pelaksanaan KSPI kepada Pengelola Barang;
melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pelaksanaan KSPI;
menetapkan sanksi dan denda yang timbul dalam pelaksanaan KSPI;
menerima Aset yang menjadi objek dan hasil KSPI dari mitra KSPI di akhir jangka waktu Pemanfaatan atau waktu lain sesuai perjanjian; dan
kewenangan dan tanggung jawab lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Badan Pengusahaan dapat menunjuk pejabat struktural di lingkungannya untuk melaksanakan sebagian wewenang dan tanggung jawab Penanggung Jawab Pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 37
KSPI dilakukan antara Badan Pengusahaan dan Badan Usaha Pelaksana.
Dalam hal yang terpilih menjadi mitra KSPI merupakan badan hukum asing maka badan hukum asing tersebut harus merupakan perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia sebelum ditetapkan sebagai mitra KSPI.
Dalam hal badan hukum asing yang terpilih sebagai mitra KSPI tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
badan hukum asing tersebut tidak ditetapkan menjadi mitra KSPI; dan
Badan Pengusahaan melakukan pemilihan ulang mitra KSPI.
Pasal 38
KSPI dapat dilaksanakan untuk:
infrastruktur transportasi;
infrastruktur jalan;
infrastruktur sumber daya air dan irigasi;
infrastruktur air minum;
infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat;
infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat;
infrastruktur sistem pengelolaan persampahan;
infrastruktur telekomunikasi dan informatika;
infrastruktur sistem dan ketenagalistrikan, termasuk infrastruktur sistem terbarukan;
infrastruktur konservasi energi;
infrastruktur ekonomi fasilitas perkotaan;
infrastruktur kawasan;
infrastruktur pariwisata;
infrastruktur fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan;
infrastruktur fasilitas sarana olahraga, kesenian dan budaya;
infrastruktur kesehatan;
infrastruktur pemasyarakatan;
infrastruktur perumahan rakyat; dan
infrastruktur lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Pasal 39
Pemilihan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Mitra KSPI ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Mitra KSPI yang telah ditetapkan, selama jangka waktu KSPI:
dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan Aset yang menjadi objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan
memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI.
Mitra KSPI menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada Pemerintah c.q Badan Pengusahaan sesuai perjanjian.
Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam suatu berita acara.
Barang hasil KSPI beserta fasilitasnya menjadi Aset Badan Pengusahaan sejak tanggal penyerahannya kepada Badan Pengusahaan sebagaimana tercantum dalam berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 40
Hasil dari KSPI terdiri atas:
barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan
pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai, jika ada.
Pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan keuntungan pada masing-masing proyek.
Pembebanan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat ditiadakan dengan ketentuan:
PJPK mengajukan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ); atau
PJPK tidak perlu mengajukan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ), dalam hal permohonan KSPI diajukan oleh Kementerian/ Lembaga selaku Pengguna Barang atau PJPK selaku Penanggung Jawab Pemanfaatan Aset kepada Pengelola Barang sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, dan merupakan proyek pembangunan infrastruktur yang tercantum dalam:
daftar rencana kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha;
Peraturan Presiden mengenai percepatan proyek strategis nasional; dan/atau
dokumen Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
PJPK bertanggung jawab penuh secara formil dan materiil terhadap usulan peniadaan pembebanan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh PJPK.
Peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan terhadap KSPI dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 41
Tahapan pelaksanaan KSPI meliputi:
perencanaan KSPI;
penyiapan KSPI; dan
transaksi KSPI.
Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pasal 42
KSPI dilakukan berdasarkan permohonan secara tertulis dari Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lambat sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan transaksi KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat huruf c.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
data dan informasi mengenai:
latar belakang permohonan KSPI;
Aset yang diajukan untuk dilakukan KSPI, antara lain jenis, nilai, kuantitas dan lokasi Aset;
rencana peruntukan KSPI;
jangka waktu KSPI; dan
estimasi besaran kontribusi tetap, pembagian keuntungan, bagi hasil, maupun pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback );
proposal/pra studi kelayakan ( prefeasibility study ) proyek kerja sama;
informasi mengenai PJPK, termasuk dasar penetapan/penunjukannya;
surat rekomendasi kelayakan proyek kerja sama dari Kementerian/Lembaga yang membidangi perencanaan pembangunan nasional;
asli surat pernyataan dari Kepala Badan Pengusahaan yang memuat tanggung jawab atas kebenaran rencana pelaksanaan KSPI; dan
asli surat pernyataan tanggung jawab dari Kepala Badan Pengusahaan atas kebenaran data permohonan Pemanfaatan Aset.
Kepala Badan Pengusahaan memulai pelaksanaan tahapan pelaksanaan KSPI setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.
Pasal 43
Pemanfaatan Aset berupa Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur, KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur, dan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 42 dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Pasal 44
Petunjuk teknis Pemanfaatan Aset diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Audit Pemanfaatan Aset
Pasal 45
Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta auditor independen dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/audit atas pelaksanaan Pemanfaatan.
Auditor independen dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan/ audit kepada Kepala Badan Pengusahaan.
Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan/audit terdapat hal yang perlu diselesaikan oleh mitra Pemanfaatan, Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan hasil pemeriksaan/audit tersebut kepada mitra Pemanfaatan.
Mitra Pemanfaatan menindaklanjuti hasil pemeriksaan/ audit yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan melaporkan tindak lanjut tersebut kepada Kepala Badan Pengusahaan.
Pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menunda kewajiban mitra Pemanfaatan yang dimuat dalam perjanjian, termasuk namun tidak terbatas pada kewajiban untuk mengembalikan Aset yang menjadi objek Pemanfaatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme permintaan audit, penyampaian laporan hasil pemeriksaan/audit, dan proses tindak lanjut hasil audit diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan.
Bagian Keenam
Pengamanan dan Pemeliharaan
Pasal 46
Badan Pengusahaan wajib melakukan pengamanan Aset yang berada dalam penguasaannya.
Pengamanan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
Pasal 47
Aset berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Aset berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Aset selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Badan Pengusahaan.
Pasal 48
Bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 disimpan secara tertib dan aman oleh Badan Pengusahaan.
Pasal 49
Badan Pengusahaan bertanggung jawab atas pemeliharaan Aset yang berada dalam penguasaannya.
Dalam hal:
Aset digunakan sementara oleh Kementerian/ Lembaga, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Kementerian/Lembaga pengguna sementara;
Aset dioperasionalkan oleh Pihak Lain, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Pihak Lain yang mengoperasionalkan; atau
Aset dilakukan Pemanfaatan, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra Pemanfaatan bersangkutan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terhadap Aset yang digunakan sementara oleh Kementerian/Lembaga dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu Penggunaan sementara dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Pengusahaan dan Kementerian/Lembaga bersangkutan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terhadap Aset yang dioperasionalkan oleh Pihak Lain berdasarkan penugasan atau kebijakan pemerintah, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu operasional dilakukan oleh Badan Pengusahaan, sepanjang tidak diatur berbeda dalam dokumen penugasan atau kebijakan Pemerintah tersebut.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pemeliharaan terhadap Aset yang dilakukan Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan, sepanjang Aset bersangkutan masih digunakan oleh Badan Pengusahaan untuk mendukung dan/atau menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan.
Bagian Ketujuh
Pemindahtanganan Paragraf 1 Prinsip Umum
Pasal 50
Aset yang tidak lagi diperlukan bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dapat dilakukan Pemindahtanganan.
Pemindahtanganan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum.
Pemindahtanganan meliputi:
Penjualan;
Tukar Menukar;
Hibah; atau
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat.
Pasal 51
Pemindahtanganan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Pemindahtanganan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan setelah selesainya pelaksanaan Pemindahtanganan.
Pasal 52
Pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan merupakan pendapatan negara dan disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Penjualan atas Aset yang pendanaannya berasal dari pendapatan operasional, pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan dapat dikelola langsung oleh Badan Pengusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PK-BLU.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. Paragraf 2 Penjualan
Pasal 53
Penjualan dilaksanakan dengan pertimbangan:
untuk optimalisasi Aset yang tidak lagi dapat digunakan atau tidak lagi dapat dilakukan Pemanfaatan;
secara ekonomis lebih menguntungkan bagi Negara/ Badan Pengusahaan apabila dijual; dan/atau
sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjualan dilakukan secara lelang di hadapan pejabat lelang.
Pasal 54
Penjualan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Kepala Badan Pengusahaan mengajukan permohonan Penjualan kepada Menteri Keuangan yang memuat penjelasan dan pertimbangan Penjualan, dengan disertai:
data administratif;
nilai perolehan dan/atau nilai buku Aset; dan
surat pernyataan yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan mengenai kebenaran materiil objek yang diajukan;
Menteri Keuangan melakukan penelitian atas permohonan Penjualan;
Berdasarkan penelitian tersebut, Menteri Keuangan menyetujui atau tidak menyetujui permohonan Penjualan;
Dalam hal Penjualan memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Keuangan terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
Dalam hal Penjualan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi Aset yang menjadi objek Penjualan memiliki nilai lebih dari Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan Penjualan kepada Presiden;
Dalam hal permohonan Penjualan Aset tidak disetujui oleh DPR/Presiden, Menteri Keuangan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya;
Dalam hal permohonan Penjualan Aset disetujui oleh DPR/Presiden, Menteri Keuangan menerbitkan surat persetujuan Penjualan Aset kepada Kepala Badan Pengusahaan, yang sekurang-kurangnya memuat:
data objek Penjualan, meliputi tetapi tidak terbatas pada data Aset yang akan dijual, nilai Aset dan nilai limit Penjualan dari Aset bersangkutan; dan
kewajiban Kepala Badan Pengusahaan untuk melaporkan pelaksanaan Penjualan kepada Menteri Keuangan. Paragraf 3 Tukar Menukar
Pasal 55
Tukar Menukar dilaksanakan dengan pertimbangan:
untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan;
untuk optimalisasi Aset; dan/atau
tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tukar Menukar dilakukan dengan:
Pemerintah Daerah;
Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara; atau
swasta, baik badan hukum maupun perorangan.
Objek Tukar Menukar, baik Aset yang dilepas maupun barang pengganti, harus berada dalam wilayah Badan Pengusahaan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Aset yang dilepas berada pada wilayah kerja kantor perwakilan Badan Pengusahaan, maka barang penggantinya dapat berada di dalam maupun di luar wilayah kerja kantor perwakilan Badan Pengusahaan yang bersangkutan.
Pasal 56
Pemilihan mitra Tukar Menukar dilakukan melalui tender dengan pengumumannya di 1 (satu) media massa nasional, 1 (satu) media massa lokal dan/atau 1 (satu) media massa internasional.
Dalam hal pada pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) calon mitra Tukar Menukar yang memasukan penawaran kurang dari 5 (lima) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional, media massa lokal dan/atau media massa internasional.
Dalam hal setelah pengumuman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
terdapat paling sedikit 5 (lima) peserta, proses dilanjutkan dengan tender;
calon mitra Tukar Menukar kurang dari 5 (lima) peserta, proses dilanjutkan dengan:
seleksi langsung untuk calon mitra Tukar Menukar paling sedikit 2 (dua) peserta; atau
penunjukan langsung, untuk calon mitra Tukar Menukar yang hanya 1 (satu) peserta.
Tata cara Tukar Menukar melalui tender mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Pasal 57
Mitra Tukar Menukar dapat ditentukan tanpa melalui tender dalam hal:
mitra Tukar Menukar merupakan Pemerintah Daerah;
mitra Tukar Menukar merupakan pihak yang mendapat penugasan dari Pemerintah atau Badan Pengusahaan dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum; atau
mitra Tukar Menukar penyedia barang pengganti hanya 1 (satu) mitra.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilihan mitra Tukar Menukar dapat dilakukan melalui penunjukan langsung terhadap Tukar Menukar:
Aset berupa tanah, atau tanah dan bangunan:
yang dilakukan dengan Pemerintah Daerah, Pemerintah Negara lain, dan/atau Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum;
untuk menyatukannya dalam 1 (satu) lokasi;
untuk menyesuaikan bentuk Aset berupa tanah agar penggunaannya lebih optimal;
dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Pemerintah; atau
guna mendapatkan/memberikan akses jalan;
Aset berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain;
Aset selain tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan:
Pemerintah Daerah; dan/atau
Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum.
Pasal 58
Tukar Menukar tanpa melalui tender dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
Kepala Badan Pengusahaan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
pertimbangan permohonan;
spesifikasi, harga perolehan dan nilai wajar Aset yang akan dilepas;
spesifikasi dan harga barang pengganti, dengan ketentuan nilai barang pengganti tersebut paling sedikit sama dengan nilai wajar Aset yang dilepas; dan
identitas calon mitra Tukar Menukar;
Menteri Keuangan melakukan penelitian atas permohonan Tukar Menukar tersebut;
dalam hal berdasarkan penelitian permohonan Tukar Menukar dapat disetujui, maka persetujuan tersebut dituangkan dalam surat Menteri Keuangan kepada Kepala Badan Pengusahaan;
berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan tersebut, Kepala Badan Pengusahaan melaksanakan Tukar Menukar;
dalam hal berdasarkan penelitian permohonan Tukar Menukar tidak disetujui, maka Menteri Keuangan menyampaikan hal tersebut kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai alasannya;
untuk Tukar Menukar berupa tanah dan/atau bangunan, setelah pelaksanaan pengadaan barang pengganti selesai, Kepala Badan Pengusahaan melakukan penelitian barang pengganti yang meliputi:
kesesuaian data dan spesifikasi barang pengganti dengan ketentuan perjanjian dan/atau addendum perjanjian; dan
meneliti kelengkapan dokumen barang pengganti;
pelaksanaan Tukar Menukar dituangkan dalam suatu berita acara serah terima yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan mitra Tukar Menukar;
berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf g, Kepala Badan Pengusahaan menetapkan keputusan Penghapusan Aset yang dilepas, paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf g dan mengusulkan penetapan status Penggunaan terhadap barang pengganti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Segala tindakan yang dilakukan dalam perencanaan, persiapan dan pelaksanaan Tukar Menukar tanpa melalui tender, termasuk segala akibat hukum yang menyertainya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kepala Badan Pengusahaan. Paragraf 4 Hibah
Pasal 59
Hibah dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan Pemerintahan Negara/Daerah.
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
bukan merupakan barang rahasia negara;
bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan
tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
Hibah dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 60
Hibah dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
Kepala Badan Pengusahaan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil kajian internal Badan Pengusahaan;
Menteri Keuangan meneliti dan mengkaji permohonan berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2);
Menteri Keuangan menyetujui atau tidak menyetujui terhadap permohonan Hibah yang diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sesuai batas kewenangannya;
Kepala Badan Pengusahaan melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan Menteri Keuangan;
pelaksanaan serah terima Aset dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan pihak penerima Hibah;
berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf e, Kepala Badan Pengusahaan menetapkan keputusan Penghapusan atas Aset yang dihibahkan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berita acara tersebut;
salinan keputusan Penghapusan atas Aset yang dihibahkan beserta fotokopi berita acara serah terima disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal keputusan Penghapusan tersebut.
Pasal 61
Kelengkapan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a:
untuk permohonan Hibah Aset berupa tanah dan/atau bangunan, harus disertai dengan:
rincian barang yang akan dilakukan Hibah, termasuk bukti kepemilikan, tahun perolehan, luas, nilai buku, kondisi dan lokasi;
data calon penerima Hibah;
surat pernyataan dari Kepala Badan Pengusahaan bahwa Hibah tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan; dan
surat pernyataan kesediaan menerima Hibah dari calon penerima Hibah;
untuk permohonan Hibah Aset selain tanah dan/atau bangunan, harus disertai dengan data pendukung meliputi:
rincian barang yang akan dilakukan Hibah, termasuk tahun perolehan, identititas/spesifikasi, nilai buku, lokasi, dan peruntukan barang;
data calon penerima Hibah;
surat pernyataan dari Kepala Badan Pengusahaan bahwa Hibah tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan; dan
surat pernyataan kesediaan menerima Hibah dari calon penerima Hibah;
dalam hal bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 tidak ada, dapat digantikan dengan bukti lainnya seperti dokumen kontrak, akte/perjanjian jual beli, dan dokumen setara lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Pasal 62
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat atas Aset dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Bagian Kedelapan
Pemusnahan
Pasal 63
Pemusnahan dilakukan apabila:
Aset tidak dapat digunakan, tidak dapat dilakukan Pemanfaatan, dan/atau tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan; atau
terdapat alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Pemusnahan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan disertai dengan fotokopi berita acara Pemusnahan.
Persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan dokumen Pemusnahan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemusnahan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Bagian Kesembilan
Penghapusan
Pasal 64
Penghapusan pada Badan Pengusahaan meliputi:
Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan; dan
Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara.
Pasal 65
Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dilakukan dalam hal Aset sudah tidak berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan, terjadi Pemusnahan, atau sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan.
Pelaksanaan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Pasal 66
Penghapusan Aset dari Daftar Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dilakukan dalam hal Aset tersebut sudah dilakukan Pemindahtanganan, terjadi Pemusnahan, atau karena sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan.
Pasal 67
Penghapusan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dalam suatu keputusan, setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan.
Penghapusan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penghapusan disertai dengan salinan keputusan Penghapusan dan dokumen terkait lainnya.
Pasal 68
Tata cara Penghapusan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
Bagian Kesepuluh
Penatausahaan
Pasal 69
Kepala Badan Pengusahaan wajib melakukan Penatausahaan atas Aset yang berada dalam penguasaannya.
Penatausahaan meliputi:
pembukuan;
inventarisasi; dan
pelaporan.
Badan Pengusahaan melakukan Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menurut Penggolongan dan kodefikasi BMN.
Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan format dokumen Penatausahaan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN.
Bagian Kesebelas
Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 70
Pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Aset dilakukan oleh:
Menteri Keuangan; dan/atau
Kepala Badan Pengusahaan.
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap:
perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan;
Penghapusan; dan
Penatausahaan.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan dan prosedur pengawasan dan pengendalian Aset mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 71
Dalam rangka pengelolaan Aset Dalam Penguasaan, Badan Pengusahaan dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan/atau Pemanfaatan dalam bentuk lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pengelolaan Aset Dalam Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal.
Pasal 72
Badan Pengusahaan mencatat Aset Dalam Penguasaan sebagai Aset Lainnya.
Pasal 73
Pengelolaan Aset Dalam Penguasaan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
Ketentuan mengenai pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 75
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
permohonan Pemanfaatan berupa KSPI yang telah diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum mendapat persetujuan Menteri Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada saat persetujuan diterbitkan;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum dilaksanakan, dinyatakan tetap berlaku dan proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
permohonan Pemanfaatan yang telah diajukan namun belum memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada saat persetujuan diterbitkan; dan
permohonan persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, yang telah diajukan oleh Kepada Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan dan belum memperoleh persetujuan Menteri Keuangan, proses selanjutnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini dan harus disesuaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.06/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Inventarisasi Penilaian dan Pelaporan dalam rangka Penertiban Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 145), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset Pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 7), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA