bahwa pengelolaan aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) oleh Menteri Keuangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Oleh Menteri Keuangan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2009;
bahwa sehubungan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan aset dan untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan aset, perlu melakukan penyesuaian pengaturan pengelolaan aset dengan mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Oleh Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2009;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Aset Eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Oleh Menteri Keuangan;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 273);
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas Dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN ASET EKS KELOLAAN PT PERUSAHAAN PENGELOLA ASET (PERSERO) OLEH MENTERI KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aset adalah kekayaan Negara yang berasal dari kekayaan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sebelumnya diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PT PPA (Persero), dan telah dikembalikan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan.
Aset Kredit adalah tagihan Bank Asal terhadap para debiturnya dan/atau pinjaman Pemerintah yang disalurkan melalui BPPN, atau tagihan Pemerintah dalam bentuk lainnya.
Bank Asal adalah bank-bank yang masuk dalam program penyehatan dengan status Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank Take Over (BTO) dan Bank peserta Program Rekapitalisasi.
Restrukturisasi Aset Kredit adalah upaya perbaikan terhadap kondisi Aset Kredit yang debiturnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Aset Properti adalah Aset berupa tanah dan/atau bangunan, dan/atau satuan rumah susun/apartemen berikut benda-benda yang melekat dan merupakan satu kesatuan atau kelengkapannya.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
Penebusan adalah pembayaran yang dilakukan guna memperoleh kembali Aset Properti.
Nilai Pasar yang dalam ilmu akuntansi disebut sebagai Nilai Wajar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu yang cukup, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan properti tersebut bertindak hati- hati dan tanpa paksaan.
Penetapan Status Penggunaan adalah kegiatan menetapkan status Aset Properti kepada kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara untuk digunakan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Nominee adalah nama perorangan yang digunakan oleh Bank Asal dalam mengambil alih jaminan utang dan/atau dicantumkan dalam dokumen kepemilikan barang.
Aset Saham adalah Aset yang berupa bukti kepemilikan suatu Perseroan Terbatas.
Penawaran Terbatas adalah penawaran atas Aset Saham pada perusahaan tertutup kepada pihak-pihak tertentu dengan mengacu pada anggaran dasar perusahaan dan/atau perjanjian sesuai ketentuan yang berlaku.
Aset Reksadana adalah Aset yang berupa unit penyertaan sebagai bukti investasi dalam portofolio efek reksadana melalui Manajer Investasi.
Aset Obligasi adalah Aset yang berupa surat utang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pemegang obligasi.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah direktur jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset.
Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset.
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset.
Direktorat adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Aset.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah unit vertikal pelayanan pada Kantor Wilayah.
Pasal 2
Direktur Jenderal merupakan pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri selaku pengelola Aset.
Dalam melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menunjuk Direktur atau pejabat pada instansi vertikal Direktorat Jenderal untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab pengelola Aset.
Pasal 3
Aset yang dikelola oleh Menteri terdiri atas:
Aset Kredit;
Aset Properti;
Aset Saham;
Aset Reksadana; dan
Aset Obligasi.
BAB II
PENGELOLAAN ASET KREDIT
Pasal 4
Pengelolaan Aset Kredit meliputi:
penatausahaan Aset Kredit;
penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN); dan/atau
melakukan restrukturisasi Aset Kredit yang debiturnya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pasal 5
Nilai penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b didasarkan pada nilai Aset Kredit yang tercatat dalam Berita Acara Pengembalian Hak Tagih/Aset Kredit dari PT PPA (Persero) kepada Menteri.
Pasal 6
Direktur Jenderal menyerahkan pengurusan Aset Kredit kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara.
Dalam pengurusan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal selaku penyerah piutang memiliki wewenang untuk:
memberi persetujuan __ atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh PUPN terhadap permohonan penebusan dengan nilai di bawah nilai pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh PUPN terhadap permohonan penjualan tanpa melalui lelang dengan nilai di bawah nilai pembebanan atau tidak ada pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
melakukan koreksi atas jumlah piutang yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN dalam hal terdapat:
kekeliruan dalam pencantuman nilai penyerahan; atau
sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;
mengajukan permohonan pencabutan pemblokiran dan/atau pengangkatan sita atas pemblokiran dan/atau penyitaan yang sebelumnya dimohonkan oleh Bank Asal/BPPN; dan
menerbitkan surat permohonan roya.
Direktur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktur.
Pasal 7
Permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan huruf b paling sedikit dilengkapi dengan:
resume berkas kasus piutang negara;
laporan penilaian yang masih berlaku;
fotokopi dokumen kepemilikan dan/atau dokumen pengikatan; dan
fotokopi surat permohonan dari pemilik/penanggung hutang (debitur).
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf a dan huruf b, diberikan dalam hal nilai permohonan paling sedikit sebesar nilai pasar berdasarkan laporan penilaian yang masih berlaku.
Pasal 8
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, dilakukan dengan cara:
penjadwalan kembali;
perubahan persyaratan; dan/atau
konversi piutang menjadi tambahan penyertaan modal negara.
Restrukturisasi Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permohonan debitur kepada Menteri cq. Direktur Jenderal setelah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil analisis yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.
Pasal 9
Dalam rangka restrukturisasi Aset Kredit dilakukan rekonsiliasi antara debitur dengan Direktorat Jenderal.
Pasal 10
Restrukturisasi Aset Kredit meliputi restrukturisasi atas utang pokok dan/atau kewajiban lainnya yang diatur dalam perjanjian.
Pasal 11
Penjadwalan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat huruf a dilakukan dengan perubahan jangka waktu pinjaman yang berakibat pada perubahan terhadap besarnya pembayaran atas utang pokok dan/atau kewajiban lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Penetapan jangka waktu penjadwalan kembali didasarkan atas hasil analisis kemampuan membayar.
Jangka waktu untuk penjadwalan kembali utang dapat diberikan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 12
Perubahan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dilakukan dengan perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat pinjaman melalui:
penggantian atau penambahan jaminan; dan/atau
penurunan tingkat bunga atau biaya administrasi atas Aset Kredit yang tertuang dalam perjanjian.
Pasal 13
Restrukturisasi Aset Kredit dengan cara konversi piutang menjadi tambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat huruf c dapat dilakukan apabila:
restrukturisasi Aset Kredit tidak dapat diselesaikan dengan cara penjadwalan kembali dan/atau perubahan persyaratan; dan
hasil analisis debitur atas kemampuan membayar menunjukkan nilai negatif.
Restrukturisasi Aset Kredit yang tidak dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dibuktikan oleh debitur dengan analisis yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.
Dalam hal indikasi hasil analisis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal menunjukkan bahwa restrukturisasi Aset Kredit dapat dilakukan dengan cara konversi piutang menjadi tambahan penyertaan modal negara, Direktur Jenderal menunjuk pihak independen untuk melakukan uji tuntas ( due diligence ).
Dalam hal diperlukan, biaya penunjukan pihak independen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibebankan kepada debitur.
Pasal 14
Konversi piutang menjadi tambahan penyertaan modal negara hanya dapat dilakukan atas utang pokok.
Kewajiban lainnya yang tidak dikonversi menjadi tambahan penyertaan modal negara diselesaikan sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan atau dilakukan penjadwalan kembali.
Pasal 15
Persetujuan restrukturisasi Aset Kredit berupa penjadwalan kembali dan perubahan persyaratan dilakukan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal.
Persetujuan restrukturisasi Aset Kredit berupa konversi piutang menjadi tambahan penyertaan modal negara dilakukan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal dan penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyertaan modal negara.
BAB III
PENGELOLAAN ASET PROPERTI
Pasal 16
Pengelolaan atas Aset Properti meliputi:
penatausahaan;
pemeliharaan dan pengamanan;
Lelang;
Penebusan;
pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
pemanfaatan;
penggunaan untuk keperluan pemerintahan melalui Penetapan Status Penggunaan;
penambahan penyertaan modal negara dengan Aset Properti;
penilaian; dan/atau
pengadaan jasa yang berkaitan dengan Aset Properti dalam hal diperlukan.
Pasal 17
Ruang lingkup pemeliharaan dan pengamanan Aset Properti meliputi:
fisik Aset Properti; dan
dokumen Aset Properti.
Pasal 18
Pemeliharaan dan pengamanan fisik Aset Properti dilakukan oleh Kantor Wilayah.
Pemeliharaan dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembayaran atas biaya fasilitas sosial dan fasilitas umum, service/maintenance charge , daya dan jasa, biaya penunjukan wakil kerja (waker) serta biaya lain yang melekat pada Aset Properti.
Pembayaran biaya pemeliharaan dapat dilakukan dalam hal Aset Properti tidak dalam penguasaan pihak lain yang tidak berwenang.
Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menunjuk wakil kerja (waker) untuk melaksanakan pengamanan pada fisik Aset Properti.
Waker wajib menyampaikan laporan mengenai kondisi Aset Properti kepada Kantor Wilayah paling lama setiap tiga bulan sekali.
Dalam hal terjadi kondisi yang mengakibatkan perubahan fisik dan/atau penguasaan oleh pihak lain terhadap Aset Properti, waker wajib melaporkan sesegera mungkin kepada Kantor Wilayah.
Kondisi perubahan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi bencana alam, kebakaran, dan/atau pencurian.
Penanganan atas laporan waker sebagaimana dimaksud pada ayat (6) segera dilakukan oleh Kantor Wilayah.
Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan Aset Properti kepada Direktorat tiap semester.
Direktorat melakukan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah yang hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Direktorat dapat melakukan pemeriksaan fisik Aset Properti berdasarkan hasil evaluasi.
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi berwenang lainnya guna melakukan pengamanan fisik Aset Properti.
Pasal 19
Dalam hal lokasi Aset Properti berada di luar kota tempat kedudukan Kantor Wilayah, Kantor Wilayah dapat menunjuk Kantor Pelayanan yang wilayah kerjanya meliputi letak Aset Properti untuk melakukan pemeliharaan dan pengamanan fisik.
Dalam rangka pengamanan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pelayanan menunjuk wakil kerja (waker) untuk melaksanakan pengamanan pada fisik Aset Properti.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeliharaan dan pengamanan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan.
Pasal 20
Pemeliharaan dan pengamanan atas dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
Pemeliharaan dan pengamanan dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
verifikasi masa berlaku hak atas Aset Properti;
konfirmasi atas status hukum Aset Properti kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi terkait; dan
penyimpanan dokumen Aset Properti secara tertib dan rapi di tempat yang aman.
Dalam hal hasil verifikasi mengenai masa berlaku hak atas Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berakhir, Direktorat Jenderal melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang pertanahan guna perpanjangan hak atas Aset Properti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Lelang atas Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dilaksanakan oleh Direktur Jenderal melalui Kantor Pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang.
Direktur Jenderal dapat melimpahkan pelaksanaan Lelang kepada Direktur.
Pasal 22
Nilai limit Lelang Aset Properti ditetapkan oleh Direktur Jenderal paling sedikit sama dengan Nilai Pasar.
Nilai limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penilaian, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan atas Aset Properti.
Pasal 23
Aset Properti dapat dilelang secara terpisah atau digabungkan dengan pertimbangan efektivitas dan optimalisasi hasil Lelang.
Lelang Aset Properti dilakukan dengan kondisi fisik dan dokumen sebagaimana adanya ( as is ) termasuk biaya-biaya terutang (tunggakan biaya) yang melekat pada Aset Properti.
Pelaksanaan Lelang Aset Properti dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang Lelang.
Pasal 24
Penebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d dapat dilakukan terhadap Aset Properti setelah hasil verifikasi oleh Direktorat Aset Properti dimaksud tidak dapat dilelang karena tidak terpenuhi legalitas formal subyek dan obyek Lelang sesuai peraturan perundangan-undangan di bidang Lelang.
Pihak yang dapat melakukan Penebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
orang yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan atau orang lain yang dinyatakan sebagai pemilik berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, atau ahli warisnya, dan tidak termasuk Nominee ;
badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan yang diwakili oleh pengurus yang masih aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
eks debitur yang sudah tidak mempunyai kewajiban kepada BPPN q. Pemerintah Republik Indonesia dan mendapatkan persetujuan tertulis secara notariil dari pihak yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan.
Pasal 25
Pihak yang akan melakukan Penebusan mengajukan surat permohonan dengan sekurang-kurangnya menyampaikan uraian Aset Properti yang akan ditebus, bukti diri, nilai penawaran, dan surat pernyataan secara notariil tidak mempunyai kewajiban kepada BPPN c.q. Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 26
Penebusan dapat disetujui apabila nilai penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 paling sedikit sama dengan nilai pasar berdasarkan laporan hasil penilaian yang masih berlaku.
Pasal 27
Persetujuan Penebusan dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur.
Pasal 28
Dokumen Aset Properti yang ditebus oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diserahkan kepada orang/badan hukum yang tercantum dalam dokumen kepemilikan atau yang dinyatakan sebagai pemilik berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau ahli warisnya.
Dokumen Aset Properti yang ditebus oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diserahkan dengan Berita Acara Serah Terima.
Pasal 29
Pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah atas Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e dapat dilakukan kepada Pemerintah Daerah, Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum Daerah, dan/atau BUMN/BUMD dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
Pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah dapat disetujui apabila nilai kompensasi paling sedikit sama dengan nilai pasar berdasarkan laporan hasil penilaian yang masih berlaku.
Pasal 30
Penetapan pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah atas Aset Properti dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur.
Pasal 31
Pemanfaatan atas Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf f dapat dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
Pemanfaatan Aset Properti dilakukan dengan cara sewa, kerjasama pemanfaatan atau diserahkan pengelolaannya kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan Aset.
Tata cara penyerahan pengelolaan Aset Properti kepada Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 32
Sewa dan kerja sama pemanfaatan dilakukan terhadap Aset Properti yang tidak dapat dilelang atau telah dilelang paling sedikit 2 (dua) kali namun tidak laku.
Pemanfaatan Aset Properti dilakukan dalam kondisi fisik dan dokumen sebagaimana adanya ( as is ) dengan memperhatikan prinsip- prinsip penggunaan tertinggi dan terbaik ( highest and best use) .
Pasal 33
Persetujuan pemanfaatan dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan rekomendasi dari Direktur.
Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diberikan, Direktur Jenderal menunjuk Direktur untuk melaksanakan pemanfaatan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis.
Pasal 34
Sewa dan kerjasama pemanfaatan yang tidak diatur dalam peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang barang milik negara.
Pasal 35
Penetapan Status Penggunaan Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf g dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pada Kementerian Negara/Lembaga.
Penetapan Status Penggunaan Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dari Kementerian Negara/Lembaga kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal.
Pasal 36
Penetapan Status Penggunaan Aset Properti dilakukan dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya (as is) termasuk segala biaya- biaya tertunggak atas Aset Properti menjadi tanggung jawab pemohon.
Pasal 37
Aset Properti dapat ditetapkan menjadi tambahan penyertaan modal negara pada BUMN.
Penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada permohonan yang diajukan oleh BUMN setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Menteri pembina BUMN kepada Menteri cq. Direktur Jenderal.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai kajian yang meliputi aspek hukum, aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif.
Pasal 38
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Direktorat Jenderal melakukan kajian bersama dengan pemohon.
Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula menggunakan konsultan independen.
Dalam rangka pengajuan usul penambahan penyertaan modal negara dengan Aset Properti dilakukan penilaian atas Aset Properti oleh penilai pemerintah atau penilai publik yang ditunjuk oleh Direktorat.
Biaya penunjukan konsultan independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan biaya penilaian Aset Properti oleh penilai publik sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat dibebankan kepada BUMN penerima penyertaan modal negara Aset Properti.
Pasal 39
Berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal, Menteri menyampaikan usul penambahan penyertaan modal negara kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan.
Pelaksanaan penambahan modal negara dengan Aset Properti dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyertaan modal negara.
Pasal 40
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat permohonan roya atas Aset Properti dalam hal:
terjual dalam Lelang;
dilakukan Penebusan;
dilepaskan haknya dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
ditetapkan status penggunaannya; atau
ditetapkan menjadi tambahan penyertaan modal negara.
Pasal 41
Penilaian Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf i dilakukan dalam hal:
Lelang;
Penebusan;
pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
sewa;
kerjasama pemanfaatan; dan
Penetapan Status Penggunaan.
Pasal 42
Penilaian Aset Properti dilakukan untuk mendapatkan nilai pasar yaitu oleh:
penilai pemerintah, dalam hal ini penilai internal di lingkungan Direktorat Jenderal; atau
penilai publik.
Pemilihan penilai publik dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa yang berlaku bagi instansi pemerintah.
BAB IV
PENGELOLAAN ASET SAHAM
Pasal 43
Pengelolaan atas Aset Saham meliputi:
penatausahaan Aset Saham;
menghadiri dan mengambil keputusan dalam RUPS;
permintaan pembayaran atas dividen atau hasil likuidasi;
penilaian Aset Saham; dan
penjualan Aset Saham.
Pengelolaan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan dalam Anggaran Dasar perusahaan, perjanjian antar pemegang saham, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai saham.
Pasal 44
Penatausahaan Aset Saham dilakukan dengan cara:
inventarisasi Aset Saham;
pemutakhiran data Aset Saham;
penyimpanan dan penatausahaan dokumen Aset Saham;
pencatatan kepemilikan atas Aset Saham dalam daftar pemegang saham perusahaan termasuk pencatatan Aset Saham melalui Biro Administrasi Efek atau PT Kustodian Sentral Efek Indonesia; dan
pelaporan mutasi Aset Saham.
Pasal 45
Direktur Jenderal menghadiri dan mengambil keputusan dalam RUPS sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar masing-masing perusahaan.
Direktur Jenderal dapat memberi kuasa kepada Direktur dengan hak substitusi untuk menghadiri RUPS dan memberikan suara.
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimaksudkan untuk penambahan modal oleh Menteri.
Pasal 46
Direktur meminta pembayaran dividen atau hasil likuidasi apabila terdapat pengumuman pembagian dividen atau hasil likuidasi.
Pasal 47
Penilaian Aset Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf d dilakukan dalam hal Aset Saham akan dijual.
Pasal 48
Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan penjualan Aset Saham dengan ketentuan:
untuk saham perusahaan terbuka (Tbk) dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya; dan
untuk saham perusahaan tertutup dilakukan melalui Penawaran Terbatas atau Lelang sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas.
Pelaksanaan penjualan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikuasakan kepada Direktur.
Pasal 49
Nilai limit penjualan Aset Saham ditetapkan oleh Direktur Jenderal paling sedikit sama dengan nilai pasar sesuai hasil penilaian oleh:
penilai pemerintah, dalam hal ini penilai internal di lingkungan Direktorat Jenderal; atau
penilai publik melalui pengadaan jasa.
Nilai limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penilaian.
Dalam hal terdapat peningkatan harga saham yang signifikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penilaian kembali sebagai dasar penentuan nilai limit yang baru.
BAB V
PENGELOLAAN ASET REKSADANA
Pasal 50
Pengelolaan Aset Reksadana meliputi:
penatausahaan Aset Reksadana;
pencatatan kepemilikan atas Aset Reksadana pada Manajer Investasi;
penjualan kembali ( redemption ) atas Aset Reksadana; dan
evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Aset Reksadana oleh Manajer Investasi.
Penjualan kembali ( redemption ) Aset Reksadana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Manajer Investasi.
BAB VI
PENGELOLAAN ASET OBLIGASI
Pasal 51
Pengelolaan Aset Obligasi meliputi:
penatausahaan Aset Obligasi;
pendaftaran kepemilikan atas Aset Obligasi pada perusahaan/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menghadiri dan mengambil keputusan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO);
permintaan pembayaran atas bunga obligasi; dan
pencairan ( redemption ) atas Aset Obligasi.
Permintaan pembayaran atas bunga Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan oleh Direktur.
Pencairan ( redemption ) atas Aset Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
BAB VII
PENATAUSAHAAN DAN PELAPORAN
Pasal 52
Dalam rangka pengelolaan Aset, Direktur Jenderal melakukan penatausahaan atas Aset yang meliputi:
pencatatan;
inventarisasi;
verifikasi; dan
pelaporan pengelolaan Aset.
Hasil penatausahaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam suatu basis data ( database ) Aset.
Pasal 53
Dalam rangka pelaporan pengelolaan Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN, dilakukan rekonsiliasi Aset Kredit sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) semester antara Direktorat dengan PUPN/Kantor Pelayanan.
Pasal 54
Direktur Jenderal menyampaikan laporan pengelolaan Aset setiap semester kepada Menteri.
Laporan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perkembangan dan hasil pengelolaan Aset.
BAB VIII
PENANGANAN ASET BERPERKARA
Pasal 55
Penanganan perkara di lembaga peradilan atas Aset dilakukan oleh Biro Bantuan Hukum, Sekretariat Jenderal dengan mengikutsertakan Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal.
Pengelolaan terhadap Aset berperkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan memperhatikan perkara hukum yang sedang berlangsung.
Pasal 56
Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal menyampaikan laporan perkembangan penanganan perkara tiap triwulan kepada Direktur Jenderal.
Dalam rangka penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Hukum dan Humas berkoordinasi dengan Biro Bantuan Hukum.
Pasal 57
Pelepasan dokumen Aset yang terkait perkara untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau perdamaian dimuka pengadilan, dilakukan oleh Direktorat dengan didampingi dan disaksikan Biro Bantuan Hukum, dan Direktorat Hukum dan Humas.
BAB IX
HASIL PENGELOLAAN ASET
Pasal 58
Hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai merupakan penerimaan negara dan disetorkan ke rekening Kas Umum Negara.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara eks Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Oleh Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2009, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY