bahwa ketentuan mengenai penggunaan barang milik negara sebagai dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.08/2017 tentang Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
bahwa berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas penggunaan barang milik negara sebagai dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.08/2017 tentang Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.08/2017 tentang Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6523);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.08/2017 tentang Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1902);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 205/PMK.08/2017 TENTANG PENGGUNAAN BARANG MILIK NEGARA SEBAGAI DASAR PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.08/2017 tentang Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1902) diubah sebagai berikut:
Ketentuan ayat (1) Pasal 2 diubah dan ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
BMN dapat digunakan sebagai dasar penerbitan ( underlying) SBSN.
BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan
selain tanah dan/atau bangunan.
Dihapus.
BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
memiliki nilai ekonomis;
dalam kondisi layak;
bukan merupakan alat utama sistem persenjataan;
tidak sedang dalam sengketa; dan
tidak sedang digunakan sebagai Aset SBSN.
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
DJPPR menyusun rencana jumlah kebutuhan nilai BMN yang akan digunakan sebagai Aset SBSN berdasarkan:
indikasi kebutuhan pembiayaan melalui SBSN yang disusun oleh unit Eselon II di DJPPR yang membidangi pengelolaan SBSN;
potensi penggunaan kembali BMN yang telah selesai penggunaannya sebagai Aset SBSN; dan/atau c. potensi jumlah dasar penerbitan (underlying) SBSN selain BMN yang dapat digunakan.
Penentuan jumlah kebutuhan nilai BMN yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan DJKN.
Jumlah kebutuhan nilai BMN yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
BMN yang belum pernah diajukan sebagai Aset SBSN; dan/atau
BMN yang telah selesai penggunaannya sebagai Aset SBSN pada periode sebelumnya.
Indikasi kebutuhan pembiayaan melalui SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan paling sedikit mempertimbangkan:
strategi pengelolaan utang negara jangka menengah; dan
realisasi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui SBSN tahun anggaran sebelumnya.
Ketentuan Pasal 5 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Untuk penyusunan usulan Daftar Nominasi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat , DJKN melakukan identifikasi BMN.
Identifikasi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).
Usulan Daftar Nominasi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
Pengguna Barang (K/L);
kode satuan kerja;
alamat/lokasi BMN;
jenis BMN;
satuan/luas/volume BMN;
nilai BMN;
kondisi BMN;
kode barang; dan
nomor urut pendaftaran.
Nilai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf f menggunakan nilai sumber yang merupakan nilai buku pada saat pengusulan.
Ketentuan Pasal 6 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
Direktur Jenderal Kekayaan Negara menyampaikan usulan Daftar Nominasi Aset SBSN kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat permintaan kebutuhan BMN sebagai Aset SBSN dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat .
Daftar Nominasi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen elektronik yang berisi antara lain dokumen penatausahaan BMN dan/atau dokumen pendukung BMN lain.
Dalam hal BMN yang akan digunakan sebagai Aset SBSN belum memiliki bukti kepemilikan BMN, Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri dapat menerbitkan pernyataan mengenai status kepemilikan, penggunaan, dan penguasaan BMN yang bersangkutan setelah dilakukan Legal Due Diligence .
Penerbitan pernyataan Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menggunakan tata naskah dinas secara elektronik sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Kementerian Keuangan.
Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
Untuk penggunaan BMN sebagai Aset SBSN, dapat dilakukan Legal Due Diligence atas BMN yang tercantum dalam Daftar Nominasi Aset SBSN.
Legal Due Diligence sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh konsultan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Legal Due Diligence atas BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling sedikit terhadap aspek:
status kepemilikan dan/atau penggunaan BMN;
kondisi BMN; dan
nilai BMN.
Nilai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c bersumber pada nilai BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat yang tercantum dalam sistem informasi pengelolaan BMN, dokumen penatausahaan BMN dan/atau dokumen pendukung BMN lain.
Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 2 (dua) pasal yakni, Pasal 8A dan Pasal 8B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8A
Terhadap BMN yang tercantum dalam Daftar Nominasi Aset SBSN yang telah dilakukan Legal Due Diligence sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dapat dilakukan Legal Due Diligence kembali.
Pelaksanaan Legal Due Diligence kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pelaksanaan transaksi penerbitan SBSN yang bersifat khusus, termasuk namun tidak terbatas pada transaksi penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar perdana internasional.
Legal Due Diligence kembali atas pelaksanaan transaksi penerbitan SBSN yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan guna memastikan seluruh aspek dalam Legal Due Diligence sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat telah sesuai dengan kondisi termutakhir.
Legal Due Diligence kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya bersifat peninjauan hukum ( legal review ) dan tidak membatalkan hasil Legal Due Diligence yang telah dilakukan sebelumnya.
Legal Due Diligence kembali dilakukan dalam hal Pemerintah telah menunjuk konsultan hukum dalam rangka pelaksanaan transaksi penerbitan SBSN yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 8B
DJPPR dapat menyampaikan permintaan tanggapan dan kelengkapan dokumen pendukung kepada DJKN berdasarkan Legal Due Diligence sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 8A.
Dalam hal terdapat perbedaan atas nilai BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf f dengan nilai yang tercantum dalam sistem informasi pengelolaan BMN, dokumen penatausahaan BMN dan/atau dokumen pendukung BMN lainnya, DJPPR dapat menggunakan nilai BMN berdasarkan hasil koordinasi dengan DJKN.
Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
Menteri menyampaikan permintaan persetujuan atas BMN yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Permintaan persetujuan atas BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup paling sedikit:
jenis BMN;
Pengguna Barang (K/L); dan
nilai BMN.
Nilai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan nilai BMN sesuai dengan kondisi termutakhir berdasarkan hasil Legal Due Diligence sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
Untuk penerbitan SBSN, DJPPR dapat menggunakan BMN yang tercantum dalam Daftar Nominasi Aset SBSN yang telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan/atau objek pembiayaan sebagai Aset SBSN.
Penggunaan BMN sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan perubahan nilai BMN berdasarkan:
hasil Legal Due Diligence kembali yang telah dikoordinasikan bersama DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8B ayat (2); atau
pemutakhiran data nilai wajar BMN.
Penggunaan BMN dan/atau objek pembiayaan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal penerbitan SBSN dalam valuta asing dilakukan dengan konversi berdasarkan nilai kurs Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada saat penerbitan.
Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 11A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11A
Penggunaan BMN dan/atau objek pembiayaan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat , dapat dilakukan:
berdasarkan nilai nominal atau dalam jumlah lain berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai nominal BMN atau objek pembiayaan; dan/atau b. berdasarkan persentase tertentu dari total nilai nominal BMN atau objek pembiayaan terhadap total nilai nominal SBSN yang diterbitkan.
Penggunaan BMN dan/atau objek pembiayaan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk dalam hal penggunaan BMN sebagai Aset SBSN yang dikombinasikan dengan dasar penerbitan SBSN lain dengan mempertimbangkan:
ketentuan struktur akad yang digunakan dalam penerbitan SBSN;
ketersediaan BMN yang siap digunakan sebagai Aset SBSN; dan/atau
jumlah target penerbitan SBSN untuk tahun anggaran yang bersangkutan.
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
Direktur Jenderal Kekayaan Negara untuk dan atas nama Menteri selaku Pengelola Barang melalui surat dan/atau notifikasi secara elektronik menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan BMN sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 kepada Pengguna Barang.
Ketentuan ayat (4) Pasal 15 diubah dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
BMN yang sedang digunakan sebagai Aset SBSN tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dihapuskan.
Pemindahtanganan dan/atau penghapusan BMN yang sedang digunakan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau Aset SBSN mengalami rusak berat atau musnah termasuk disebabkan kondisi kahar ( force majeure ).
Kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, dan wabah/epidemi yang diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan dan/atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Dihapus.
Ketentuan ayat (2) Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara mengenai berakhimya masa penggunaan BMN sebagai Aset SBSN.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara melalui surat dan/atau notifikasi secara elektronik menyampaikan pemberitahuan mengenai berakhirnya masa penggunaan BMN sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengguna Barang yang bersangkutan.
Pemberitahuan mengenai berakhirnya masa penggunaan BMN sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal BMN tersebut tidak akan digunakan kembali sebagai Aset SBSN.
Diantara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 27A, Pasal 27B, dan Pasal 27C, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27A
DJPPR dapat melakukan penggantian terhadap Aset SBSN yang berupa:
BMN; dan/atau
objek pembiayaan.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Pelaksanaan penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya penetapan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited untuk tahun anggaran bersangkutan.
Pasal 27B
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat huruf a dilakukan dalam hal Aset SBSN mengalami pemutakhiran data yang disebabkan oleh:
penghapusan dan/atau pemindahtanganan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau
pelaksanaan putusan pengadilan terkait sengketa BMN yang telah berkekuatan hukum tetap ( inkracht ).
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengganti Aset SBSN dengan dasar penerbitan SBSN lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai nilai paling sedikit sama dengan nilai BMN yang digantikan.
DJPPR berkoordinasi dengan DJKN untuk penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan informasi pemutakhiran data yang disampaikan oleh DJKN.
Pasal 27C
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat huruf b dilakukan dalam hal:
realisasi objek pembiayaan kurang dari nilai nominal yang digunakan sebagai Aset SBSN; dan/atau b. kegiatan dari objek pembiayaan tidak dilaksanakan atau tidak pernah dimulai.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara menambah dasar penerbitan SBSN lain untuk memenuhi kekurangan realisasi objek pembiayaan terhadap nilai nominal yang digunakan sebagai Aset SBSN.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara mengganti Aset SBSN dengan dasar penerbitan SBSN lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai nilai paling sedikit sama dengan nilai nominal objek pembiayaan yang digantikan.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) tidak dilakukan dalam hal:
perubahan nilai BMN dan/atau objek pembiayaan karena perubahan nilai wajar dan/atau perubahan kurs valuta asing; dan/atau b. perubahan nilai nominal SBSN yang diterbitkan karena pengaruh indeks dan/atau perubahan kurs valuta asing.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BENNY RIYANTO