bahwa berdasarkan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 114 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu pengaturan mengenai penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak mengacu pada persetujuan penggunaan sebagian dana yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perencanaan, Pencairan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Anggaran yang Bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Bendahara Umum Negara Pengelolaan Kas Negara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1235) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 415);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 472);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENCAIRAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BENDAHARA UMUM NEGARA PENGELOLAAN KAS NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani DIPA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Bendahara Umum Negara Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak BUN PKN yang selanjutnya disingkat MP PNBP BUN PKN adalah batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP BUN PKN pada DIPA BUN yang dapat digunakan dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu.
Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.
Pejabat Kuasa Pengelola PNBP BUN PKN adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan Instansi Pengelola PNBP BUN PKN dalam pengelolaan PNBP BUN PKN yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas lain terkait PNBP BUN PKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Rencana PNBP BUN PKN adalah hasil penghitungan dan/atau penetapan target PNBP BUN PKN dan pagu penggunaan dana PNBP BUN PKN yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran.
Target PNBP BUN PKN adalah perkiraan PNBP BUN PKN yang akan diterima dalam satu tahun anggaran untuk tahun yang direncanakan.
Pagu Penggunaan Dana PNBP BUN PKN adalah batas tertinggi anggaran yang bersumber dari PNBP BUN PKN yang akan dialokasikan kepada BUN untuk tahun yang direncanakan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Satuan Kerja Pengelolaan, Pengembangan, dan Pengawasan BUN yang selanjutnya disebut Satker PPP BUN adalah satuan kerja pada BA BUN pengelola transaksi khusus yang mengelola dana yang bersumber dari PNBP BUN PKN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA BUN untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA BUN untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN.
Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA BUN.
Pasal 2
Menteri Keuangan selaku BUN menetapkan penerimaan yang diperoleh dari pengelolaan kas negara sebagai PNBP BUN PKN.
Dalam melaksanakan pengelolaan atas PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku BUN menetapkan Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai Pejabat Kuasa Pengelola PNBP BUN PKN.
Dalam pelaksanaannya, Direktur Jenderal Perbendaharaan melimpahkan kewenangan sebagai Pejabat Kuasa Pengelola PNBP BUN PKN kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Pasal 3
Penggunaan dana PNBP BUN PKN merujuk pada persetujuan Menteri Keuangan mengenai penggunaan dana PNBP.
Jenis PNBP BUN PKN yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penempatan uang di Bank Indonesia;
penempatan uang di Bank Umum;
repurchase agreement (repo)/reverse repo; dan
pelaksanaan treasury notional pooling.
Menteri Keuangan dapat menetapkan jenis PNBP BUN PKN yang dapat digunakan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN
Pasal 4
Menteri Keuangan selaku PA BUN menetapkan Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai KPA BUN pada Satker PPP BUN.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN pada Satker PPP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, Menteri Keuangan menetapkan Direktur Pengelolaan Kas Negara Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai pelaksana tugas KPA BUN pada Satker PPP BUN.
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN pada Satker PPP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; dan/atau b. masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN pada Satker PPP BUN tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 45 (empat puluh lima) hari kalender.
Penetapan pelaksana tugas KPA BUN pada Satker PPP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dalam hal:
KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terisi kembali oleh pejabat definitif; dan/atau
pejabat definitif kembali dapat melaksanakan tugas.
Pelaksana tugas KPA BUN pada Satker PPP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemimpin PPA BUN Pengelola Transaksi Khusus dapat mengusulkan penggantian KPA BUN pada Satker PPP BUN kepada Menteri Keuangan.
Penggantian KPA BUN pada Satker PPP BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 5
KPA BUN pada Satker PPP BUN menetapkan:
1 (satu) atau lebih PPK; dan
1 (satu) PPSPM.
Untuk melaksanakan tugas kebendaharaan, Kepala Satker PPP BUN dapat mengangkat:
1 (satu) Bendahara Pengeluaran; dan
1 (satu) atau lebih BPP.
Pasal 6
KPA BUN pada Satker PPP BUN bertanggung jawab secara formal dan materiil kepada PA BUN atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.
Tanggung jawab formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPA BUN pada Satker PPP BUN.
KPA BUN pada Satker PPP BUN memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
menyusun DIPA BUN;
menetapkan PPK dan PPSPM;
menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana pencairan dana;
memberikan supervisi, konsultasi, dan pengendalian pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan
menyusun laporan keuangan dan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
PPK memiliki wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
PPK memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/jasa pemerintah;
membuat, menandatangani, dan melaksanakan perjanjian dengan penyedia barang/jasa pemerintah;
melaksanakan kegiatan swakelola;
memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian yang dilakukannya;
mengendalikan pelaksanaan perikatan;
menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;
membuat dan menandatangani SPP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPP;
melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA BUN;
menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA BUN dengan berita acara penyerahan;
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
menerbitkan dan menyampaikan SPP ke PPSPM;
menyampaikan rencana penarikan dana kepada KPPN; dan
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
PPK bertanggung jawab terhadap:
kebenaran materiil dan akibat yang timbul dari penggunaan bukti mengenai hak tagih kepada negara;
kebenaran data supplier dan data kontrak;
kesesuaian barang/jasa yang diterima dengan spesifikasi teknis dan volume yang telah ditetapkan; dan
penyelesaian pengujian tagihan dan penerbitan SPP sesuai dengan norma waktu yang ditentukan.
Untuk mendukung kelancaran pembuatan komitmen, pengujian tagihan, dan penerbitan permintaan pembayaran, PPK harus:
melaporkan kepada KPA BUN atas perjanjian/perikatan yang dilakukannya; dan
menyampaikan data supplier dan data kontrak atas perjanjian/perikatan kepada KPPN dalam hal pembayaran dilakukan melalui mekanisme SPM-LS.
Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan dengan menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada negara.
Tugas dan wewenang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf n meliputi:
menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara;
mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan;
memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara; dan
menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia.
Pasal 8
PPSPM memiliki wewenang untuk melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran negara.
PPSPM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
menguji kebenaran SPP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPP beserta dokumen pendukung;
menolak dan mengembalikan SPP, apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
membebankan tagihan pada akun yang telah disediakan;
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;
melakukan pemantauan atas ketersediaan pagu anggaran, realisasi belanja, dan penggunaan UP/Tambahan Uang Persediaan (TUP);
memperhitungkan kewajiban penerima hak tagihan apabila penerima hak tagihan masih memiliki kewajiban kepada negara;
menerbitkan dan menyampaikan SPM atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM ke KPPN;
menyampaikan laporan atas pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA BUN secara periodik; dan
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran.
PPSPM bertanggung jawab terhadap:
kebenaran administrasi, kelengkapan administrasi, dan keabsahan administrasi dokumen hak tagih yang menjadi dasar penerbitan SPM;
kebenaran dan keabsahan atas SPM;
akibat yang timbul dari pengujian SPP dan/atau penerbitan SPM; dan
ketepatan waktu penerbitan SPM dan penyampaian SPM kepada KPPN.
Pasal 9
Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi menerima, menyimpan, menatausahakan, membayar/menyetor, dan melaporkan uang yang berada dalam pengelolaannya.
Pasal 10
Penetapan PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran, dan BPP pada Satker PPP BUN tidak terikat tahun anggaran.
Dalam hal PPK dan/atau PPSPM pada Satker PPP BUN berhalangan melaksanakan tugasnya, KPA BUN pada Satker PPP BUN dapat menetapkan PPK dan/atau PPSPM pengganti dengan surat keputusan.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran, dan/atau BPP pada Satker PPP BUN berhalangan, Kepala Satker PPP BUN dapat menetapkan Bendahara Pengeluaran, dan/atau BPP pengganti dengan surat keputusan Kepala Satker PPP BUN.
Dalam hal penetapan KPA BUN pada Satker PPP BUN berakhir karena likuidasi satuan kerja dan/atau tidak teralokasi anggaran dalam DIPA BUN pada tahun anggaran berikutnya, penetapan PPK dan PPSPM pada Satker PPP BUN secara otomatis berakhir.
PPK dan PPSPM pada Satker PPP BUN yang penetapannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawabnya pada saat menjadi PPK atau PPSPM.
KPA BUN pada Satker PPP BUN menyampaikan surat keputusan penetapan KPA BUN, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran, BPP, dan pejabat pengganti kepada:
Kepala KPPN selaku Kuasa BUN;
PPSPM;
PPK;
Bendahara Pengeluaran; dan
BPP.
Dalam hal terjadi penggantian KPA BUN, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran, dan/atau BPP pada Satker PPP BUN di awal tahun atau dalam tahun anggaran berjalan, KPA BUN/Kepala Satker PPP BUN menyampaikan pemberitahuan ke KPPN.
Pasal 11
Pejabat/pegawai yang akan ditetapkan/diangkat sebagai:
PPK;
PPSPM;
Bendahara Pengeluaran; atau
BPP, pada Satker PPP BUN diprioritaskan berasal dari pejabat fungsional di bidang pengawasan keuangan negara atau pejabat yang telah memiliki sertifikat kompetensi PPK/PPSPM atau sertifikat bendahara.
Kepemilikan sertifikat kompetensi PPK/PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penilaian kompetensi bagi PPK dan PPSPM pada satuan kerja pengelola APBN.
Kepemilikan sertifikat Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara sertifikasi bendahara pada satuan kerja pengelola APBN.
BAB III
PERENCANAAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BENDAHARA UMUM NEGARA PENGELOLAAN KAS NEGARA
Bagian Kesatu
Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak Bendahara Umum Negara Pengelolaan Kas Negara
Pasal 12
Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyusun dan menyampaikan Rencana PNBP BUN PKN atas BA BUN yang menjadi tugas dan kewenangannya kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dalam rangka penyusunan rancangan APBN dan/atau rancangan perubahan APBN.
Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rencana PNBP BUN PKN untuk tahun anggaran yang direncanakan dan perkiraan maju Rencana PNBP BUN PKN untuk 3 (tiga) tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan.
Pasal 13
Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disusun dalam bentuk Target PNBP BUN PKN dan Pagu Penggunaan Dana PNBP BUN PKN.
Penyusunan Target PNBP BUN PKN dan Pagu Penggunaan Dana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam hal telah memperoleh persetujuan penggunaan dana PNBP BUN PKN dari Menteri Keuangan.
Pasal 14
Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disusun secara realistis dan optimal dengan memperhatikan rencana jangka pendek dan jangka menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Realistis dalam Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dengan mempertimbangkan data historis, potensi, asumsi, dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Optimal dalam Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah PNBP BUN PKN yang paling baik yang bisa dicapai dalam suatu kondisi pada saat menyusun Rencana PNBP BUN PKN.
Pasal 15
Target PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disusun dengan menggunakan dasar berupa:
jenis dan besaran PNBP BUN PKN;
perkiraan jumlah/volume yang menjadi dasar perhitungan PNBP BUN PKN dari masing-masing jenis PNBP BUN PKN; dan
asumsi dasar ekonomi makro dan/atau parameter lainnya untuk jenis PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3).
Pagu Penggunaan Dana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat disusun dengan mengacu pada persetujuan penggunaan dana PNBP BUN PKN.
Persetujuan penggunaan dana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pagu tertinggi yang dapat diajukan pada Rencana PNBP BUN PKN.
Pasal 16
Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat disampaikan dalam bentuk proposal yang paling sedikit memuat:
pokok-pokok kebijakan PNBP BUN PKN;
perkiraan realisasi PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan;
Target PNBP BUN PKN untuk tahun anggaran yang direncanakan dan perkiraan maju untuk 3 (tiga) tahun anggaran berikutnya;
justifikasi atas peningkatan atau penurunan Target PNBP BUN PKN tahun anggaran yang direncanakan terhadap Target PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan;
perkiraan realisasi penggunaan dana PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan untuk Instansi Pengelola PNBP BUN PKN yang telah memiliki persetujuan penggunaan dana PNBP;
Pagu Penggunaan Dana PNBP BUN PKN untuk tahun anggaran yang direncanakan dan perkiraan maju untuk 3 (tiga) tahun anggaran berikutnya untuk Instansi Pengelola PNBP BUN PKN yang telah memiliki persetujuan penggunaan dana PNBP; dan
penjelasan capaian realisasi kinerja PNBP BUN PKN dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Penyampaian proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan arsip data komputer Rencana PNBP BUN PKN.
Pasal 17
Direktur Pengelolaan Kas Negara menyusun Rencana PNBP BUN PKN dalam rangka penyusunan Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Rencana PNBP BUN PKN yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk dilakukan penelitian dan konfirmasi penyusunan Rencana PNBP BUN PKN.
Penelitian dan konfirmasi terhadap rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya Rencana PNBP BUN PKN.
Dalam hal terhadap Rencana PNBP BUN PKN yang telah dilakukan penelitian dan konfirmasi penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terdapat perbaikan atau penyesuaian, Rencana PNBP BUN PKN disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran.
Pasal 18
Penyusunan dan penyampaian Rencana PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dapat dilakukan melalui sistem informasi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.
Bagian Kedua
Penyusunan Anggaran Satuan Kerja Pengelolaan, Pengembangan, dan Pengawasan Bendahara Umum Negara
Pasal 19
Berdasarkan persetujuan penggunaan dana PNBP BUN yang diterbitkan Menteri Keuangan, KPA BUN pada Satker PPP BUN melaksanakan perencanaan dan penganggaran untuk menyusun dokumen DIPA BUN.
Pagu dalam DIPA BUN merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui.
Perencanaan dan penganggaran untuk keperluan Satker PPP BUN yang bersumber dari PNBP BUN PKN berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
BAB IV
PENCAIRAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BENDAHARA UMUM NEGARA PENGELOLAAN KAS NEGARA
Bagian Kesatu
Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Bendahara Umum Negara Pengelolaan Kas Negara
Pasal 20
Pencairan anggaran yang sumber dananya berasal dari PNBP BUN PKN dilakukan berdasarkan MP PNBP BUN PKN.
MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melampaui pagu anggaran sumber dana PNBP BUN PKN dalam DIPA BUN Satker PPP BUN.
Pengajuan MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPA BUN pada Satker PPP BUN kepada Direktur Pelaksanaan Anggaran.
Pasal 21
MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat ditetapkan dengan mempertimbangkan:
realisasi penerimaan PNBP BUN PKN dan belanja sumber dana PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan;
realisasi penerimaan PNBP BUN PKN dan belanja sumber dana PNBP BUN PKN tahun anggaran sebelumnya;
proyeksi penerimaan PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan;
rencana pelaksanaan program/kegiatan tahun anggaran berjalan; dan
hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran.
Realisasi penerimaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dengan memperhitungkan pengembalian PNBP BUN PKN.
MP PNBP BUN PKN, diatur dengan ketentuan:
tahap I paling tinggi 60% (enam puluh persen) dari pagu DIPA BUN sumber dana PNBP BUN PKN;
tahap II paling tinggi 80% (delapan puluh persen) dari pagu DIPA BUN sumber dana PNBP BUN PKN; dan
tahap III paling tinggi 100% (seratus persen) dari pagu DIPA BUN sumber dana PNBP BUN PKN.
Permohonan penetapan atas MP PNBP BUN PKN tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan setelah realisasi penerimaan PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan telah mencapai paling rendah 40% (empat puluh persen) dari target penerimaan PNBP BUN PKN.
Permohonan penetapan atas MP PNBP BUN PKN tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah realisasi penerimaan PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan telah mencapai paling rendah 60% (enam puluh persen) dari target penerimaan PNBP BUN PKN.
Permohonan Penetapan MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling cepat:
bulan Januari tahun anggaran berjalan, untuk MP PNBP BUN PKN tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;
bulan Juli tahun anggaran berjalan, untuk MP PNBP BUN PKN tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b; dan
bulan Oktober tahun anggaran berjalan, untuk MP PNBP BUN PKN tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
Dalam hal Satker PPP BUN memerlukan kebutuhan dana PNBP BUN PKN lebih cepat dari batas waktu pengajuan permohonan MP PNBP BUN PKN, KPA BUN pada Satker PPP BUN dapat mengajukan permohonan percepatan penerbitan MP PNBP BUN PKN kepada Direktur Pelaksanaan Anggaran.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat diajukan dalam hal realisasi penerimaan PNBP BUN PKN telah mencapai paling sedikit sebesar:
60% (enam puluh persen) dari target penerimaan PNBP BUN PKN untuk percepatan penetapan MP PNBP BUN PKN tahap II; atau
80% (delapan puluh persen) dari target penerimaan PNBP BUN PKN untuk percepatan penetapan MP PNBP BUN PKN tahap III.
Pasal 22
Permohonan MP PNBP BUN PKN tahap I, tahap II, dan tahap III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dilampiri dengan:
realisasi penerimaan PNBP BUN PKN dan belanja sumber dana PNBP BUN PKN;
data realisasi penerimaan PNBP BUN PKN dan belanja sumber dana PNBP BUN PKN dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sebelumnya;
proyeksi penerimaan PNBP BUN PKN sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
rencana pelaksanaan program/kegiatan tahun anggaran berjalan;
surat pernyataan kesanggupan pencapaian target penerimaan PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan yang ditandatangani oleh KPA BUN pada Satker PPP BUN; dan
surat pernyataan dalam hal terdapat kelebihan belanja sumber dana PNBP BUN PKN pada tahun anggaran yang lalu.
Realisasi penerimaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berdasarkan hasil penandaan ( tagging ) data penerimaan PNBP BUN PKN pada aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam rangka penetapan MP PNBP BUN PKN tahap I, tahap II, dan tahap III, Direktur Pelaksanaan Anggaran melakukan penilaian terhadap pengajuan permohonan MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal permohonan penerbitan MP PNBP BUN PKN tidak memenuhi ketentuan, Direktur Pelaksanaan Anggaran mengembalikan pengajuan permohonan penetapan MP PNBP BUN PKN.
Dalam hal permohonan penerbitan MP PNBP BUN PKN memenuhi ketentuan, Direktur Pelaksanaan Anggaran menetapkan MP PNBP BUN PKN paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan beserta lampirannya diterima secara lengkap dan benar.
Pasal 23
Dalam hal terdapat kelebihan realisasi belanja sumber dana PNBP BUN PKN tahun anggaran yang lalu akibat MP PNBP BUN PKN melebihi izin penggunaan PNBP BUN PKN, kelebihan dimaksud diperhitungkan dengan MP PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan.
Dalam hal terdapat sisa MP PNBP BUN PKN tahun anggaran yang lalu yang berasal dari:
selisih MP PNBP BUN PKN yang melampaui pagu DIPA BUN sumber dana PNBP BUN PKN akibat realisasi penerimaan PNBP BUN PKN yang melampaui target penerimaan; dan/atau
sisa MP PNBP BUN PKN yang tidak dicairkan, tidak menambah MP PNBP BUN PKN tahun anggaran berjalan.
Pasal 24
MP PNBP BUN PKN yang telah ditetapkan pada tahun anggaran berjalan dapat dilakukan perubahan dalam hal terdapat:
perubahan Target PNBP BUN PKN;
perubahan pagu belanja sumber dana PNBP BUN PKN dalam DIPA BUN;
perubahan proyeksi penerimaan PNBP BUN PKN;
pengembalian penerimaan PNBP BUN PKN; dan/atau e. perubahan lain yang menyebabkan perubahan MP PNBP BUN PKN yang telah ditetapkan.
Perubahan MP PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
permohonan perubahan MP PNBP BUN PKN dari KPA BUN pada Satker PPP BUN; dan/atau
hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Paragraf 1 Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran
Pasal 25
Dalam rangka pencairan dana APBN, PPK melakukan perhitungan terhadap setiap pengeluaran negara dan menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada negara.
Dalam hal berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan, PPK menerbitkan SPP dengan dilampiri dokumen tagihan dan/atau dokumen yang disetarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
SPP dan dokumen tagihan dan/atau dokumen yang disetarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh PPK kepada PPSPM.
Penerbitan SPP menggunakan sistem aplikasi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Paragraf 2 Penerbitan Surat Perintah Membayar
Pasal 26
PPSPM melakukan pengujian formal atas SPP dan dokumen tagihan dan/atau yang disetarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3).
Dalam hal berdasarkan hasil pengujian formal atas SPP beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM.
PPSPM menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada KPPN.
Penerbitan SPM dan penyampaian SPM ke KPPN dilaksanakan dengan menggunakan sistem aplikasi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Paragraf 3 Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana
Pasal 27
Penerbitan SP2D oleh KPPN dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara atas beban bagian anggaran bendahara umum negara pada kantor pelayanan perbendaharaan negara.
BAB V
PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BENDAHARA UMUM NEGARA PENGELOLAAN KAS NEGARA
Pasal 28
Unit akuntansi kuasa pengguna anggaran/barang menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan untuk pertanggungjawaban transaksi penggunaan PNBP BUN PKN.
Dalam hal transaksi penggunaan PNBP BUN PKN menghasilkan Barang Milik Negara (BMN) berupa persediaan/aset tetap/aset lainnya, unit akuntansi kuasa pengguna anggaran/barang:
menatausahakan BMN berupa persediaan/aset tetap/aset lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penatausahaan BMN;
menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN berupa persediaan/aset tetap/aset lainnya; dan
mengajukan penetapan status penggunaan dari BA BUN 999.99 Transaksi Khusus ke BA 015 Kementerian Keuangan sesuai mekanisme pengelolaan BMN.
Akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi penggunaan PNBP BUN PKN berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus.
BAB VI
PENGAWASAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BENDAHARA UMUM NEGARA PENGELOLAAN KAS NEGARA
Pasal 29
Menteri Keuangan melakukan pengawasan anggaran yang bersumber dari PNBP BUN PKN.
Tata cara pelaksanaan pengawasan pengelolaan PNBP BUN PKN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pengelolaan PNBP BUN PKN untuk tahun anggaran 2023 dan tahun anggaran 2024 dilakukan berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan mengenai penggunaan dana PNBP BUN tanpa melalui perencanaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA