bahwa untuk meningkatkan efektivitas, menyederhanakan proses bisnis, dan menyempurnakan kebijakan terkait pengelolaan anggaran, perlu melakukan penyesuaian beberapa ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2022 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6794);
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6850);
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2020 tentang Pemberian Penghargaan dan/atau Pengenaan Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 74);
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 472);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62 TAHUN 2023 TENTANG PERENCANAAN ANGGARAN, PELAKSANAAN ANGGARAN, SERTA AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 472) diubah sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perencanaan Anggaran adalah serangkaian proses penganggaran meliputi tinjau ulang Angka Dasar, penyiapan rancangan Rencana Kerja dan Anggaran, penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran, penelitian dan reviu Rencana Kerja dan Anggaran, penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran, penyusunan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, serta perubahan anggaran dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Rencana Kerja dan Anggaran yang selanjutnya disingkat RKA adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang mencakup rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga, rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, dan rencana kerja dan anggaran bendahara umum negara.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari masing- masing kementerian negara/lembaga, yang disusun menurut bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari bendahara umum negara yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari pembantu pengguna anggaran bendahara umum negara, yang disusun menurut bagian anggaran bendahara umum negara.
Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Standar Biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal ( chief financial officer ) yang digunakan sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam penyusunan RKA dan pelaksanaan anggaran.
Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran negara menurut nomenklatur kementerian negara/lembaga dan bendahara umum negara dalam menjalankan fungsi belanja Pemerintah Pusat, transfer ke daerah, dan pembiayaan.
Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat BA K/L adalah Bagian Anggaran yang menampung belanja Pemerintah Pusat yang pagu anggarannya dialokasikan pada kementerian negara/lembaga.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah Bagian Anggaran yang tidak dikelompokkan dalam Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga.
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Klasifikasi Organisasi adalah pengelompokkan alokasi sesuai dengan struktur organisasi kementerian negara/lembaga dan bendahara umum negara.
Klasifikasi Fungsi adalah pengelompokkan alokasi sesuai fungsi kepemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang keuangan negara.
Klasifikasi Jenis Belanja adalah pengelompokkan Belanja Negara berdasarkan jenis belanja dan transfer ke daerah.
Klasifikasi Pembiayaan adalah pengelompokkan pengeluaran pembiayaan berdasarkan jenis pengeluaran pembiayaan.
Belanja Pegawai adalah kompensasi terhadap pegawai, baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara, pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh Pemerintah yang belum berstatus pegawai negeri sipil sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka untuk mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Belanja Barang dan Jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (12 (dua belas) bulan) serta melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan Pemerintah.
Belanja Bantuan Sosial adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, lembaga, pemerintah asing, lembaga asing, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Direktorat Anggaran Bidang adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran yang terdiri dari Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan/atau Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Satuan Kerja Bagian Anggaran BUN yang selanjutnya disebut Satker BUN adalah unit organisasi lini BUN yang melaksanakan kegiatan BUN dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran BUN.
Program RKA-K/L dan RKA-BUN yang selanjutnya disebut Program adalah penjabaran kebijakan beserta rencana penerapannya yang dimiliki Kementerian/Lembaga dan BUN untuk mengatasi suatu masalah strategis dalam mencapai hasil ( outcome ) tertentu sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan fungsi BUN dimaksud serta visi dan misi Presiden.
Kegiatan RKA-K/L dan RKA-BUN yang selanjutnya disebut Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk menghasilkan keluaran dalam mendukung terwujudnya sasaran Program.
Keluaran adalah barang atau jasa yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan Kegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran Pembangunan nasional.
Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan atas rincian output yang disusun dengan mengelompokkan muatan rincian output yang sejenis atau serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis.
Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO merupakan Keluaran riil yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu tertentu serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran Kegiatan yang telah ditetapkan.
Sistem Informasi adalah sistem yang dibangun, dikelola, dan/atau dikembangkan oleh Kementerian Keuangan guna memfasilitasi proses penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, dan/atau monitoring dan evaluasi anggaran yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara.
Belanja Berkualitas adalah belanja yang direncanakan dan dilaksanakan dengan prinsip efisiensi, efektivitas, prioritas, transparansi, dan akuntabilitas.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/ Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan masa berlakunya.
Hibah Pemerintah yang selanjutnya disebut Hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Rupiah Murni Pendamping yang selanjutnya disingkat RMP adalah dana rupiah murni yang harus disediakan Pemerintah untuk mendampingi pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/ Lembaga atau Rencana Kerja Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renja K/L adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana BUN adalah indikasi dana dalam rangka untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada BA BUN.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.
Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah dalam rangka mencapai prioritas nasional, mempercepat pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik, dan/atau mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah DAK yang dialokasikan untuk membantu operasionalisasi layanan publik Daerah yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian dan penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat.
Dekonsentrasi Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Dekonsentrasi Kepada GWPP adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang selanjutnya disingkat GWPP adalah penyelenggara Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi dan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang GWPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/ nonpemerintah.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan.
Standar Biaya Masukan yang selanjutnya disingkat SBM adalah standar biaya yang digunakan sebagai masukan ( input ) untuk menyusun rincian biaya dalam suatu Keluaran.
Standar Biaya Keluaran yang selanjutnya disingkat SBK adalah indeks biaya yang ditetapkan untuk menghasilkan 1 (satu) volume keluaran.
Standar Struktur Biaya yang selanjutnya disingkat SSB adalah batasan besaran atau persentase komposisi biaya dalam 1 (satu) Keluaran.
Non-Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Non-ASN adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, melaksanakan tugas dan fungsi instansi pemerintah, diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai pegawai pada instansi pemerintah berdasarkan surat keputusan/perjanjian kerja/kontrak kerja untuk jangka waktu tertentu dan dibiayai dari APBN.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU yang selanjutnya disebut RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Standar Biaya Keluaran Umum yang selanjutnya disingkat SBKU adalah SBK yang berlaku untuk beberapa/seluruh Kementerian/Lembaga.
Standar Biaya Keluaran Khusus yang selanjutnya disingkat SBKK adalah SBK yang berlaku untuk 1 (satu) Kementerian/Lembaga.
Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga, berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur.
Prakiraan Maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan Program dan Kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Angka Dasar adalah indikasi pagu Prakiraan Maju dari Kegiatan-Kegiatan yang berulang dan/atau Kegiatan- Kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyusunan pagu indikatif dari tahun anggaran yang direncanakan.
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renstra K/L adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
Pagu Indikatif Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Pagu Indikatif K/L adalah indikasi pagu anggaran yang akan dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja K/L.
Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga untuk penyusunan RKA-K/L.
Kerangka Anggaran Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat KAJM adalah rencana APBN jangka menengah yang memuat kerangka pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk menjaga kesinambungan dan disiplin fiskal Pemerintah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJMN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan rancangan APBN yang dituangkan dalam hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
DIPA Petikan adalah DIPA per Satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi Kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan Satker.
Petunjuk Operasional Kegiatan yang selanjutnya disingkat POK adalah dokumen yang memuat uraian rencana kerja dan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, disusun oleh KPA sebagai penjabaran lebih lanjut dari DIPA.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Pagu Indikatif Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pagu Indikatif BUN adalah indikasi dana yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan BUN.
Pagu Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran BUN adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada BUN sebagai dasar penyusunan RKA-BUN.
Alokasi Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran BUN adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Menteri Keuangan sebagai BUN berdasarkan hasil pembahasan rancangan APBN yang dituangkan dalam hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada Satker dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satker di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RKA-BUN adalah dokumen hasil penelaahan RKA-BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan Program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Tunggakan adalah tagihan atas pekerjaan/penugasan yang telah diselesaikan dan telah tersedia alokasi anggarannya tetapi belum dibayarkan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran berkenaan.
Surat Penetapan Pergeseran Anggaran Belanja Antarsubbagian Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat SPP BA BUN adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan dalam rangka pergeseran anggaran belanja antarsubbagian anggaran pada BA BUN untuk suatu kegiatan.
Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran yang selanjutnya disingkat SP SABA adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L.
Mitra Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Mitra PPA BUN adalah Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara selaku unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran yang bertugas sebagai mitra penganggaran PPA BUN.
Penyesuaian Belanja Negara adalah melakukan pengutamaan penggunaan anggaran yang disesuaikan secara otomatis ( automatic adjustment), realokasi anggaran, pemotongan anggaran belanja negara, dan/atau pergeseran anggaran antar- Program.
Revisi Anggaran adalah perubahan RKA berupa penyesuaian rincian anggaran dan/atau informasi Kinerja yang telah ditetapkan berdasarkan Undang- Undang mengenai APBN, termasuk revisi atas DIPA yang telah disahkan pada tahun anggaran berkenaan.
Laporan Hasil Reviu yang selanjutnya disingkat LHR adalah laporan yang disusun pada tingkatan unit akuntansi tertentu sebagai gabungan dari catatan hasil reviu dan ikhtisar hasil reviu unit akuntansi di bawahnya.
Unit Pendukung PPA BUN Belanja Lainnya adalah Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara selaku unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran yang bertugas sebagai unit Pembantu Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah penggunaan kembali sisa pagu anggaran satu tahun anggaran sebelumnya yang bersumber dari PLN dan/atau PDN sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen PLN dan/atau PDN serta masih dalam masa penarikan.
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah tambahan pagu anggaran yang berasal dari sisa komitmen PLN dan/atau PDN yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada tahun anggaran berkenaan.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satker Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
Penerusan Hibah adalah hibah yang diterima oleh Pemerintah yang diterushibahkan atau diterus pinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau dipinjamkan kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai tata cara penerimaan hibah sepanjang diatur dalam perjanjian hibah.
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah penggunaan kembali sisa pagu anggaran satu tahun anggaran sebelumnya yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri serta masih dalam masa penarikan.
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah tambahan pagu anggaran yang berasal dari sisa komitmen hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada tahun anggaran berkenaan.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri yang memberikan Hibah kepada Pemerintah.
Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian Keluaran ( output ) yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak Pengadaan Barang/Jasa untuk menghasilkan rincian Keluaran ( output ) sesuai dengan volume rincian Keluaran ( output ) yang ditetapkan dalam DIPA.
Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.
Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
Rumusan Informasi Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan Program dan Kegiatan termasuk sasaran Kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan Program, hasil ( outcome ), Kegiatan, Keluaran ( output ), indikator Kinerja utama, dan indikator Kinerja kegiatan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian/Lembaga.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Pengelola Basis Data Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PBDK adalah pejabat atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala Satker untuk diberi tugas dan tanggung jawab dalam mengelola data kepegawaian pada aplikasi kepegawaian Satker.
Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai yang selanjutnya disingkat PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi Belanja Pegawai.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan Kontrak.
Uang Makan adalah uang yang diberikan kepada Pegawai ASN berdasarkan tarif dan dihitung secara harian untuk keperluan makan Pegawai ASN.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan SPM-LS.
Bank/Pos Penyalur adalah bank/pos mitra kerja sebagai tempat dibukanya rekening atas nama Satker untuk menampung dana Belanja Bantuan Sosial/Bantuan Pemerintah yang akan disalurkan kepada penerima bantuan sosial/Bantuan Pemerintah.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan UP.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi UP yang telah ditetapkan.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran UP.
Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran TUP.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran UP.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPP-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban UP.
Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas TUP.
Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPM-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban UP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas TUP yang membebani DIPA.
Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 3l Desember.
Pasal 5
Bagian Anggaran diberikan kepada:
Kementerian yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden; dan
Lembaga yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pimpinan Lembaga bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden;
memiliki entitas/unit yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan akuntansi dalam struktur organisasi yang ditetapkan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi;
bukan lembaga ad hoc ;
Pimpinan Lembaga/Sekretaris Lembaga telah ditetapkan sebagai PA yang mendapat kuasa dari Presiden untuk mengelola keuangan negara dari Lembaga yang dipimpinnya; dan
mendapatkan rekomendasi persetujuan dari Direktorat Anggaran Bidang.
Rekomendasi persetujuan dari Direktorat Anggaran Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 5, diberikan berdasarkan usulan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama atas nama Pimpinan Lembaga, dengan mempertimbangkan:
pemenuhan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b angka 1 sampai dengan angka 4;
efisiensi alokasi anggaran yang dikelola;
rancangan informasi Kinerja yang diusulkan; dan
capaian Kinerja anggaran Satker tersebut dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir memiliki nilai sangat baik, dalam hal Bagian Anggaran yang diusulkan merupakan Satker pada Kementerian/Lembaga.
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Anggaran Bidang atas nama Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan persetujuan/penolakan atas usulan permohonan Bagian Anggaran kepada Lembaga yang mengajukan permohonan Bagian Anggaran.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b belum terpenuhi, maka Lembaga yang mengajukan permohonan Bagian Anggaran dapat menjadi Satker pada Kementerian yang relevan.
Pasal 6
Satker melaksanakan Kegiatan Kementerian/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
merupakan bagian dari struktur organisasi Kementerian/Lembaga yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi;
diberikan penugasan dan tanggung jawab untuk mengelola Kegiatan dan alokasi anggaran untuk Kegiatan;
memiliki unit yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan akuntansi, yang ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja; dan
memenuhi ketentuan karakteristik dan lokasi Satker sebagai berikut:
lokasi Satker yang bersangkutan berada pada provinsi/kabupaten/kota yang berbeda dengan unit eselon I/setara dalam hal karakteristik tugas/kegiatan yang ditangani bersifat sama dengan unit eselon I/setara; atau
lokasi Satker yang bersangkutan dapat berada pada provinsi/kabupaten/kota yang sama dengan unit eselon I/setara dalam hal karakteristik tugas/kegiatan yang ditangani bersifat spesifik dan berbeda dengan unit eselon I/setara.
Pembentukan Satker baru dapat diusulkan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal Satker baru yang diusulkan merupakan Satker dengan jenis/karakteristik tertentu atau mendapatkan penugasan khusus dari PA/KPA unit eselon I Satker yang bersangkutan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d;
adanya penetapan Satker oleh Menteri/Pimpinan Lembaga; dan
mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan sesuai jenis/karakteristik Satker tersebut.
Pasal 10
Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat huruf c angka 2 mengacu pada:
daftar Program yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk penyusunan RKA K/L sebagaimana tertuang dalam Renja K/L; dan
Program Kementerian/Lembaga yang relevan dengan Kegiatan/Keluaran dari Satker BUN untuk penyusunan RKA-BUN.
Dalam hal tidak terdapat Program Kementerian/Lembaga yang relevan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, penyusunan RKA- BUN menggunakan Program tersendiri sesuai dengan fungsi Menteri Keuangan selaku BUN.
Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat bersifat lintas antarsubbagian anggaran dalam BA BUN atau lintas antar BA BUN dengan BA K/L.
Pasal 16
Pemenuhan alokasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, paling sedikit untuk:
kebutuhan anggaran untuk biaya operasional Satker yang mendasar, berupa:
pembayaran gaji dan tunjangan;
operasional dan pemeliharaan kantor; dan
operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi;
penyediaan dana untuk pelaksanaan pelayanan publik;
kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan yang anggarannya bersumber dari pinjaman dan/atau Hibah;
kebutuhan anggaran untuk Kegiatan atau Keluaran berlanjut, penyelesaian pekerjaan tahun- tahun sebelumnya, dan penyelesaian kewajiban kepada pihak ketiga;
penyediaan dana untuk penyelesaian Tunggakan; dan/atau
penyediaan dana untuk program prioritas nasional/kegiatan prioritas/proyek prioritas/proyek prioritas strategis ( major project) .
Penyediaan dana untuk penyelesaian Tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilaksanakan dengan ketentuan:
untuk jumlah Tunggakan per tagihan dengan nilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), harus dilampiri surat pernyataan dari KPA;
untuk jumlah Tunggakan per tagihan di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil reviu dari APIP K/L; dan/atau
untuk jumlah Tunggakan per tagihan di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Dalam hal Tunggakan sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2) sudah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan, hasil audit tersebut digunakan sebagai dokumen pendukung pengganti surat pernyataan dari KPA atau pengganti hasil reviu dari APIP K/L atau reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Pasal 18
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang didanai dari sumber dana tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, merupakan pengalokasian anggaran yang bersumber dari:
PLN;
PDN;
Hibah;
SBSN; dan/atau
PNBP.
Pasal 19
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan/proyek yang bersumber dari PLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah.
Kegiatan/proyek yang bersumber dari PLN dilakukan berdasarkan perjanjian PLN yang:
telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan lender ( on-going );
direncanakan akan dinegosiasikan pada tahun berjalan; atau
belum ditandatangani dan/atau belum dapat dipastikan akan ditandatangani sebelum tahun berjalan yang direncanakan dimulai ( pipe line ), dalam rangka penanggulangan bencana alam.
Dalam rangka pengalokasian anggaran untuk kegiatan/proyek yang bersumber dari PLN, Kementerian/Lembaga mengalokasikan RMP dan/atau local cost sesuai ketentuan yang termuat dalam naskah perjanjian PLN, minutes of negotiation , atau dokumen perencanaan pinjaman lainnya.
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan/proyek yang bersumber dari PLN dan pengalokasian RMP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan sebagai berikut:
mencantumkan akun belanja atas transaksi berdasarkan naskah perjanjian PLN sesuai dengan kategori pembiayaan yang diperbolehkan oleh lender ;
mencantumkan kode kantor bayar sebagai berikut:
kode KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah (140) untuk transaksi PLN dalam valuta asing dan tata cara penarikannya menggunakan mekanisme pembayaran langsung ( direct payment ) dan letter of credit ; dan/atau
kode KPPN sesuai dengan lokasi kegiatan dimana proyek yang bersumber dari PLN dilaksanakan dan tata cara penarikannya menggunakan mekanisme rekening khusus;
mencantumkan sumber dana sesuai dengan naskah perjanjian PLN;
mencantumkan tata cara penarikan PLN sesuai dengan naskah perjanjian PLN atau dokumen lain yang telah disetujui oleh lender ;
mencantumkan kode register PLN yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
mencantumkan persentase/porsi pembiayaan yang dibiayai oleh lender sesuai dengan naskah perjanjian PLN atau dokumen lain yang telah disetujui oleh lender ; dan
mencantumkan cara menghitung besaran porsi PLN yang dibiayai oleh lender dengan mengacu pada buku petunjuk pengadaan barang jasa ( procurement guidelines ) masing-masing lender dan ketentuan perpajakan dan bea masuk yang berlaku.
Pasal 25
Penggunaan alokasi anggaran yang bersumber dari PNBP Satker BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat huruf c, untuk Satker BLU yang mengelola:
dana kerjasama pembangunan internasional, dilakukan untuk pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing; atau
dana bersama penanggulangan bencana, dilakukan untuk pembayaran premi asuransi barang milik negara Kementerian/Lembaga dan penyaluran klaim asuransi kepada Kementerian/Lembaga peserta program asuransi bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan pada sub BA BUN Hibah.
Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan pada BA K/L dan/atau BA BUN sebagai rupiah murni yang telah ditentukan peruntukannya.
Pasal 27
Penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f, dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan setelah penyusunan Renja K/L berdasarkan kebutuhan.
Penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran dapat berupa:
penguatan relevansi antara Program, Kegiatan, dan Keluaran dengan sasaran strategis dan sasaran Program;
perbaikan/penyempurnaan rumusan indikator Kinerja pada level Program, Kegiatan, dan Keluaran; atau
penambahan usulan Program, Kegiatan, dan/atau Keluaran baru sesuai dengan perkembangan penelaahan anggaran.
(2a) Dalam hal penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran terkait prioritas nasional, disepakati dalam pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga.
Ketentuan mengenai penajaman Program, Kegiatan, dan Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN setelah penyesuaian Indikasi Kebutuhan Dana BUN berdasarkan kebutuhan.
Hasil penajaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), digunakan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai acuan dalam penyusunan RKA-K/L dan digunakan oleh PPA BUN sebagai acuan dalam penyusunan RKA-BUN.
Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
Pengalokasian anggaran untuk pelaksanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP dan Tugas Pembantuan tidak dapat dilakukan dalam hal pelaksanaan kegiatan sejenis pada tahun anggaran sebelumnya, organisasi perangkat daerah penerima dana dimaksud:
tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan;
tidak menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga yang bersangkutan atau aparat pemeriksa fungsional lainnya; dan/atau
tidak bersedia menerima hibah terhadap barang milik negara yang disetujui untuk diterima.
Ketentuan ayat (1), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 40 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
Pengalokasian anggaran untuk pelaksanaan Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf j angka 2, dilaksanakan dengan memenuhi syarat:
tercantum dalam RKP;
diamanatkan dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan/atau peraturan presiden; dan/atau
mendapat penugasan Presiden.
Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk:
uang;
barang; dan/atau
jasa.
Bantuan Pemerintah, diberikan kepada:
perseorangan non-Pegawai ASN, non-prajurit TNI, dan/atau non-anggota POLRI, kecuali diatur tersendiri dalam ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau
Lembaga pemerintah/nonpemerintah.
(3a) Peruntukan anggaran Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pemberian penghargaan;
beasiswa;
tunjangan profesi guru dan tunjangan lainnya;
bantuan operasional;
bantuan sarana/prasarana;
bantuan rehabilitasi/Pembangunan gedung/ bangunan; dan
bantuan lainnya yang memiliki karakteristik Bantuan Pemerintah yang ditetapkan oleh PA.
(3b) Bantuan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) huruf g dialokasikan untuk menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat atau penugasan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengalokasian anggaran untuk pelaksanaan Bantuan Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan akun peruntukannya.
Pengalokasian anggaran Bantuan Pemerintah berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang akan diserahkan kepada masyarakat atau Pemerintah Daerah dan berbasis proposal, dilengkapi dengan surat pernyataan pejabat eselon I yang menyatakan bahwa alokasi tersebut telah berdasarkan proposal yang diterima.
Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 58 diubah, sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
RKA-K/L disusun berdasarkan RKP, Renja K/L, Pagu Anggaran K/L, dan Standar Biaya.
Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhatikan rancangan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.
RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun sesuai dengan muatan dalam format RKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan rincian alokasi berdasarkan:
Angka Dasar; dan
Kegiatan dan Keluaran baru.
Dalam hal terdapat perubahan Angka Dasar dan/atau usulan Kegiatan dan Keluaran baru yang termuat dalam RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengalokasian anggarannya harus dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa kerangka acuan kerja, rincian anggaran biaya, dan dokumen terkait lainnya.
Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai Prakiraan Maju 3 (tiga) tahun ke depan yang mengacu pada KAJM.
Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga mempertimbangkan rencana kebutuhan barang milik negara hasil penelaahan dalam hal usulan anggaran berkaitan dengan pengadaan barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara dan/atau pemeliharaan barang milik negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara dan/atau pemeliharaan barang milik negara.
Pedoman umum, tata cara mengenai penyusunan RKA- K/L, dan standardisasi penggunaan KRO tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal terdapat perubahan atas standardisasi penggunaan KRO sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ditetapkan Pedoman Penyusunan dan Pemanfaatan KRO dan RO Dalam Perencanaan dan Penganggaran oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 61 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
Reviu RKA-K/L oleh APIP K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat huruf b, dilakukan dengan tujuan memberikan keyakinan terbatas ( limited assurance ) dan memastikan kepatuhan penerapan kaidah penganggaran. __ (2) Reviu RKA-K/L oleh APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
kelayakan anggaran dikaitkan dengan SBM, SBK, dan SSB yang ditetapkan;
kepatuhan dalam penerapan kaidah penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
kepatuhan mencantumkan penandaan anggaran sesuai dengan kategori pada semua Keluaran yang dihasilkan;
kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L berupa RKA Satker, kerangka acuan kerja, rincian anggaran biaya, dan dokumen pendukung terkait lainnya;
kelayakan dan kesesuaian rincian anggaran yang digunakan untuk mendanai Kegiatan dan Keluaran baru dan/atau rincian anggaran Angka Dasar yang mengalami perubahan; dan
memastikan pelaksanaan/pengalokasian tematik tertentu sesuai penugasan.
Hasil reviu RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada:
unit eselon I yang memiliki alokasi anggaran dan sebagai penanggung jawab Program, untuk dilakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan; dan
Sekretariat Jenderal/Sekretariat Utama/ Sekretariat c.q. Biro Perencanaan/Unit Perencanaan Kementerian/Lembaga.
Ketentuan huruf b Pasal 69 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
Perubahan informasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf a, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
perubahan yang berkaitan dengan rumusan Keluaran, indikator, jenis, volume, dan satuan Keluaran, dapat dilakukan dengan ketentuan:
telah disepakati dalam proses penelaahan;
tidak mengubah Keluaran prioritas nasional;
relevan dengan Kegiatan dan indikator Kinerja Kegiatan yang ditetapkan;
adanya perubahan tugas dan fungsi pada unit yang bersangkutan;
menyesuaikan dengan kebijakan penganggaran yang ditetapkan pada tahun berkenaan; dan/atau 6. adanya tambahan penugasan; dan
perubahan yang berkaitan dengan rumusan di luar Keluaran seperti sasaran strategis, Program, sasaran Program, indikator Kinerja Program, Kegiatan, sasaran Kegiatan, dan indikator Kinerja Kegiatan, dapat dilakukan dengan ketentuan telah disepakati dalam proses penelaahan RKA-K/L, telah tertuang dalam perubahan Renja K/L, dan merupakan akibat dari:
adanya reorganisasi yang mengakibatkan perubahan tugas dan fungsi serta struktur organisasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
perubahan yang diusulkan telah disepakati dalam trilateral meeting baik yang dilakukan bersamaan dengan penelaahan RKA-K/L atau trilateral meeting yang dilaksanakan terpisah;
menyesuaikan dengan kebijakan penganggaran yang ditetapkan pada tahun berkenaan; dan/atau 4. telah mendapat persetujuan komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
Pemblokiran anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat huruf c, dilakukan terhadap alokasi anggaran yang:
belum memiliki dasar hukum pengalokasiannya;
belum memiliki naskah perjanjian PLN, PDN, atau Hibah dan nomor register;
masih terpusat dan belum didistribusikan ke Satker daerah;
Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf c dalam RKA-K/L belum lengkap;
masih memerlukan hasil reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
belum mendapatkan persetujuan komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat;
belum memiliki RBA untuk Satker BLU;
belum memiliki rencana kebutuhan barang milik negara hasil penelaahan dalam hal usulan anggaran berkaitan dengan pengadaan barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara dan/atau pemeliharaan barang milik negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara dan/atau pemeliharaan barang milik negara; dan/atau
tidak dilengkapi data dan/atau dokumen pendukung terkait yang diperlukan.
Pemblokiran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk menindaklanjuti kebijakan Penyesuaian Belanja Negara dan kebijakan Pemerintah lainnya.
Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 72
Pemberian catatan hal-hal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat huruf d, dilakukan terhadap alokasi anggaran yang memerlukan perhatian pada saat proses pencairan anggaran.
Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
alokasi anggaran yang digunakan untuk pengesahan kegiatan yang dilanjutkan di tahun berikutnya;
Tunggakan tahun yang lalu;
pencantuman volume pembangunan gedung negara dan pengadaan kendaraan bermotor;
pelaksanaan kegiatan/Keluaran dengan mekanisme kerjasama Pemerintah dan badan usaha melalui pembayaran ketersediaan layanan/ availability payment pada tahun pertama oleh pihak ketiga, dan waktu mulai dialokasikannya dana dalam RKA-K/L untuk pembayaran ketersediaan jasa layanan; atau
alokasi anggaran yang berasal dari PNBP Satker BLU yang dialokasikan sebagai rupiah murni yang telah ditentukan peruntukannya.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 99 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 99
DIPA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat terdiri atas:
lembar surat pengesahan DIPA BUN;
halaman I memuat informasi Kinerja dan sumber dana, yang terdiri atas:
halaman IA mengenai informasi Kinerja; dan
halaman IB mengenai sumber dana;
halaman II memuat rincian pengeluaran dan rincian penerimaan, yang terdiri atas:
halaman IIA mengenai rincian pengeluaran; dan
halaman IIB mengenai rincian penerimaan;
halaman III memuat rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan; dan
halaman IV memuat blokir dan catatan yang terdiri atas:
halaman IVA mengenai blokir; dan
halaman IVB mengenai catatan.
Lembar surat pengesahan DIPA BUN memuat:
dasar hukum penerbitan DIPA BUN;
identitas dan pagu Satker;
pernyataan syarat dan ketentuan ( disclaimer );
tanda tangan pejabat yang mengesahkan DIPA BUN; dan
kode pengaman berupa digital stamp .
Halaman I, halaman II, halaman III, dan halaman IV DIPA BUN dilengkapi dengan:
tanda tangan Pemimpin PPA BUN; dan
kode pengaman berupa digital stamp .
Pernyataan syarat dan ketentuan ( disclaimer ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi:
DIPA BUN dicetak secara otomatis dengan menggunakan Sistem Informasi yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp dan ditandatangani oleh Pemimpin PPA BUN;
DIPA BUN berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan pencairan dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN;
rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan yang tercantum dalam halaman III DIPA BUN diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan;
dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA BUN dan Sistem Informasi maka data yang berlaku merupakan data yang terdapat dalam Sistem Informasi;
KPA BUN bertanggung jawab terhadap penggunaan anggaran yang tertuang dalam DIPA BUN;
KPA BUN menyampaikan laporan keuangan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Badan/Pejabat yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan, yang selanjutnya disampaikan kepada Pemimpin PPA BUN atau koordinator penyusunan laporan pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN; dan
DIPA BUN berlaku sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Catatan dalam halaman IV DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e memuat informasi mengenai:
alokasi anggaran yang masih harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang relevan sebagai dasar pengalokasian anggaran, antara lain:
peraturan perundang-undangan;
reviu APIP K/L; atau
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
alokasi anggaran untuk beberapa akun tertentu yang merupakan batas tertinggi;
Tunggakan tahun anggaran yang lalu; dan/atau
alokasi anggaran yang digunakan dalam rangka pengesahan.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, KPA BUN dapat menyusun POK berdasarkan DIPA BUN sesuai karakteristik masing-masing BA BUN.
Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 104
Hasil reviu APIP K/L pada saat usulan tambahan anggaran dan/atau penggunaan dana BA BUN dapat digunakan dalam hal terjadi pergeseran anggaran belanja:
dalam sub BA BUN;
antar sub BA dalam BA BUN; atau
dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L.
Ketentuan ayat (10) Pasal 114 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 114
Menteri Keuangan selaku PA BUN berwenang menetapkan penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya pada tahun anggaran berjalan sebagaimana ditetapkan pada Undang-Undang mengenai APBN.
Alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), menurut jenis belanja terdiri atas:
Belanja Pegawai;
Belanja Bantuan Sosial; dan
belanja lain-lain.
Penetapan Menteri Keuangan untuk penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c, dilaksanakan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan.
Penetapan Menteri Keuangan untuk penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan berdasarkan usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana kepada Menteri Keuangan.
Alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya jenis Belanja Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, digunakan untuk menampung cadangan anggaran gaji dalam rangka tambahan pegawai baru, honorarium, dan belanja pegawai lainnya sepanjang telah ditetapkan pada Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.
Alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya jenis Belanja Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, digunakan untuk menampung cadangan tambahan dana tanggap darurat/siap pakai dan bantuan penanggulangan pascabencana di daerah.
Alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya jenis belanja lain-lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, digunakan untuk menampung:
alokasi cadangan keperluan mendesak; dan
alokasi untuk pengeluaran lainnya.
Penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya jenis belanja lain-lain untuk alokasi cadangan keperluan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, digunakan untuk membiayai kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga yang memenuhi kriteria mendesak yang memenuhi unsur sebagai berikut:
kriteria umum, kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
kegiatan tidak direncanakan pada proses penyusunan anggaran Kementerian/Lembaga atau kegiatan sudah ada pada DIPA Kementerian/Lembaga namun alokasinya tidak cukup tersedia;
kebutuhan alokasi kegiatan tidak memungkinkan untuk dipenuhi melalui realokasi anggaran antarprogram maupun antarkegiatan;
kegiatan yang diusulkan tidak untuk pemenuhan belanja barang operasional Kementerian/Lembaga, kecuali karena adanya penambahan pegawai baru/Satker baru;
kegiatan yang diusulkan tidak termasuk dalam kebijakan penghematan/pencadangan anggaran belanja Kementerian/Lembaga;
kegiatan yang diusulkan bukan merupakan kegiatan yang telah mendapat tambahan anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya pada tahun anggaran sebelumnya; dan
kegiatan yang diusulkan tidak memungkinkan untuk diajukan melalui Undang-Undang mengenai APBN; dan
kriteria khusus, kegiatan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
dalam hal usulan kegiatan merupakan pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan atau direktif Presiden yang belum dialokasikan pada DIPA Kementerian/Lembaga, maka harus dilampirkan: a) peraturan perundang-undangan atau ketetapan Presiden yang menjadi dasar hukum; b) risalah sidang/rapat terbatas kabinet yang memuat direktif Presiden yang diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet; atau c) surat pernyataan Menteri/Pimpinan Lembaga yang menyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan arahan langsung Presiden kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, dan selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan dengan ditembuskan kepada Sekretaris Kabinet;
dalam hal kegiatan yang diusulkan merupakan akibat dari keadaan kahar, maka dilampirkan surat pernyataan keadaan kahar yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menetapkan keadaan kahar; atau
dalam hal kegiatan yang diusulkan merupakan kewenangan Pemerintah Pusat yang: a) bersifat tidak terduga; dan b) berdampak besar dari segi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan, dilampirkan surat pernyataan yang ditandangani oleh pejabat eselon I, yang menjelaskan dampak risiko besar yang terjadi jika kegiatan tersebut tidak dipenuhi.
Dalam hal terdapat direktif Presiden atau prioritas Kementerian/Lembaga yang bersifat strategis, mendesak dan/atau berdampak luas bagi kepentingan negara dan/atau masyarakat umum sehingga menyebabkan perlu dilakukannya penambahan anggaran, penetapan penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya jenis belanja lain-lain cadangan keperluan mendesak oleh Menteri Keuangan dilaksanakan melalui usulan Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan.
Alokasi untuk pengeluaran lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, terdiri atas:
alokasi terprogram, dialokasikan berdasarkan penilaian atas Indikasi Kebutuhan Dana BUN dan Angka Dasar; dan
alokasi tidak terprogram, berupa cadangan anggaran yang pengalokasiannya tidak melalui Indikasi Kebutuhan Dana BUN, dan penggunaanya diatur sebagai berikut:
cadangan risiko fiskal, merupakan cadangan anggaran yang bersifat antisipatif yang berfungsi sebagai bantalan fiskal akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan/atau kebijakan pemerintah;
cadangan anggaran untuk memenuhi mandatory spending sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
cadangan anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan yang sesuai dengan nama peruntukannya.
Ketentuan ayat (2) Pasal 117 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 117
Penggunaan anggaran yang akan dilakukan melalui penerbitan SPP BA BUN yang berasal dari sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf a dilakukan untuk memenuhi usulan tambahan anggaran.
Penerbitan SPP BA BUN dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
PPA BUN subbagian anggaran selaku penanggung jawab Program menyampaikan usulan tambahan anggaran kepada Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya selaku penanggung jawab Program subbagian anggaran BUN Belanja Lainnya;
dalam hal tambahan anggaran digunakan untuk kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di daerah, usulan disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana kepada Menteri Keuangan;
usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau huruf b, dilampiri dengan:
dasar hukum pengalokasian anggaran;
kerangka acuan kerja;
rincian anggaran belanja;
surat pernyataan telah dilakukan penelitian;
LHR APIP K/L;
realisasi kinerja anggaran atas tambahan anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya yang diterima pada tahun sebelumnya dan/atau tahap sebelumnya pada tahun berjalan; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan;
dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 2, angka 3, angka 4, dan angka 6 untuk usulan penggunaan anggaran yang berasal dari:
PPA BUN ditandatangani oleh KPA BUN; atau
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ditandatangani oleh pimpinan unit eselon I yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang diusulkan;
dalam hal usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c diajukan untuk kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya/tahun-tahun sebelumnya dan/atau tahun berjalan, dilampiri dengan reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan;
PPA BUN atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana bertanggung jawab:
terhadap kebenaran dokumen yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam huruf c; dan
atas substansi usulan kegiatan, volume kegiatan, dan satuan biaya yang digunakan pada usulan penggunaan anggaran;
berdasarkan usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau huruf b, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya melakukan penelitian secara bersama-sama dengan pihak- pihak terkait, setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c diterima dengan lengkap dan benar;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf g masih diperlukan tambahan dokumen lainnya, PPA BUN atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana diminta menyampaikan kekurangan dokumen dimaksud paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung setelah penelitian dilakukan;
hasil penelitian usulan tambahan anggaran dituangkan dalam berita acara penelitian yang disusun sesuai format tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf g tidak disetujui, maka:
Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya menyampaikan surat penolakan ke PPA BUN pengusul/Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat penolakan ke PPA BUN pengusul/Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana; atau
Menteri Keuangan menyampaikan surat penolakan usulan ke PPA BUN pengusul/Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf g disetujui namun alokasi anggarannya kurang/belum tersedia, terlebih dahulu dilakukan pergeseran dalam sub BA BUN Belanja Lainnya;
dalam rangka pergeseran sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf k, Direktur Jenderal Anggaran mengajukan kepada Menteri Keuangan berupa:
izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya;
izin pergeseran dalam sub BA BUN Belanja Lainnya; dan
izin pergeseran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke subbagian anggaran BUN yang lainnya;
berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf l angka 2, Direktur Jenderal Anggaran menetapkan revisi surat Menteri Keuangan terkait alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya atas nama Menteri Keuangan;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf g disetujui dan alokasi anggarannya sudah tersedia maka Direktur Jenderal Anggaran mengajukan kepada Menteri Keuangan berupa:
izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya; dan
izin pergeseran dari subbagian anggaran BUN Belanja Lainnya ke subbagian anggaran BUN yang lainnya;
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf h, serta surat Menteri Keuangan terkait alokasi anggaran, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN atas nama Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya menyampaikan:
usulan penerbitan SPP BA BUN dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke subbagian anggaran BUN yang lainnya kepada Direktur Jenderal Anggaran dalam hal Menteri Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan izin penggunaan dan pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf l atau huruf n; atau
surat penolakan usulan tambahan anggaran kepada PPA BUN atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dalam hal Menteri Keuangan tidak memberikan persetujuan atas permohonan izin penggunaan dan pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf l atau huruf n;
usulan penerbitan SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf o angka 1 dilampiri dengan:
nota dinas usulan permohonan izin penggunaan dan pergeseran anggaran yang disampaikan kepada Menteri Keuangan berikut dengan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf l atau huruf n; dan
berita acara penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf I;
berdasarkan usulan penerbitan SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf o angka 1, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPP BA BUN;
SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf q disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
SPP SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf q menjadi dasar pergeseran anggaran antarsubbagian anggaran dalam BA BUN dan disampaikan kepada Pemimpin PPA BUN terkait, dengan tembusan kepada Menteri Keuangan, Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Direktorat Jenderal Anggaran, dan Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
berdasarkan SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf q, Pemimpin PPA BUN terkait sebagai penerima alokasi anggaran menyusun dan menyampaikan RKA-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dalam rangka penyusunan dan pengesahan DIPA BUN;
penyusunan dan pengesahan DIPA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf t, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam huruf q, dicatat sebagai realisasi pagu atas alokasi cadangan yang dilakukan pergeseran.
Ketentuan ayat (2), ayat (8), dan ayat (9) Pasal 118 diubah dan di antara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (8a) dan ayat (8b), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 118
Pergeseran anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf b dilakukan untuk memberikan tambahan anggaran ke BA K/L.
Mekanisme pergeseran anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran; b . usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran melalui Sistem Informasi dengan dilampiri dokumen pendukung sebagai berikut:
data dalam Sistem Informasi;
kerangka acuan kerja;
rincian anggaran belanja;
surat pernyataan hasil optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2);
surat pernyataan kesanggupan menyerap anggaran dan melaksanakan kegiatan pada tahun berjalan disusun sesuai format tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
LHR APIP K/L;
rincian distribusi alokasi usulan tambahan anggaran per Program unit/provinsi/Satker disusun sesuai format tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
realisasi kinerja anggaran atas tambahan anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya yang diterima pada tahun sebelumnya dan/atau tahap sebelumnya pada tahun berjalan, sesuai format tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
surat pernyataan bahwa telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumen pendukung;
surat usulan Revisi Anggaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ pejabat eselon I Kementerian/Lembaga;
surat pernyataan pejabat eselon I; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan; c . dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 7, dan angka 8 ditandatangani oleh pejabat setingkat eselon I yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang diusulkan; d . dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 9 ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Kementerian/Lembaga; e . dalam hal usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan untuk kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun/tahun-tahun sebelumnya dan/atau tahun berjalan, usulan penggunaan anggaran dilampiri dengan hasil reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan/atau hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan; dan f . dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, angka 3, angka 6, angka 7, angka 8, dan angka 12 disusun berdasarkan kaidah- kaidah perencanaan dan penganggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan terhadap usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima lengkap.
Dalam hal usulan tambahan anggaran belum dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga agar segera menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dalam waktu 2 (dua) hari kerja sejak disampaikannya surat pemberitahuan.
Dalam hal setelah 2 (dua) hari kerja sejak disampaikannya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri/Pimpinan Lembaga belum melengkapi dokumen pendukung, usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga melalui surat Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.
Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara terkoordinasi antara Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian/Lembaga pengusul.
Dalam hal berdasarkan hasil penelaahan usulan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat kekurangan dokumen pendukung di luar dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Kementerian/Lembaga menyampaikan kekurangan dokumen pendukung paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penelaahan dilakukan.
Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran dapat tidak menyetujui atau menyetujui atas seluruh/sebagian usulan tambahan anggaran.
(8a) Dalam hal Direktur Jenderal Anggaran tidak menyetujui usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat penolakan usulan tambahan anggaran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.
(8b) Dalam hal Direktur Jenderal Anggaran menyetujui usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Direktur Jenderal Anggaran mengajukan izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya dan pergeseran anggaran ke BA K/L kepada Menteri Keuangan.
Dalam hal Menteri Keuangan telah memberikan persetujuan penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atas nama Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya:
menyampaikan permintaan penyesuaian data dengan menggunakan Sistem Informasi dan/atau dokumen pendukung lainnya kepada Kementerian/Lembaga dalam hal nilai dan kegiatan yang mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan berbeda dengan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Anggaran; atau b . melanjutkan proses usulan penggunaan anggaran melalui pergeseran anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L dalam hal nilai dan kegiatan yang mendapat persetujuan tidak ada perbedaan dengan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembag
Kementerian/Lembaga menyampaikan kembali penyesuaian data yang telah diperbaiki melalui Sistem Informasi dan/atau dokumen pendukung lainnya kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a paling lambat 2 (dua) hari kerja.
Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP SABA yang disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga, dengan ditembuskan kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga dan Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara selaku Unit Pendukung PPA BUN Belanja Lainnya, paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak usulan pergeseran anggaran diterima lengkap dari Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya.
Data dalam Sistem Informasi merupakan satu kesatuan dengan dokumen SP SABA yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
Anggaran belanja yang dilakukan pergeseran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L melalui penerbitan SP SABA digunakan untuk membiayai kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga yang telah mempunyai Bagian Anggaran.
Anggaran belanja yang dilakukan pergeseran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L melalui penerbitan SP SABA tidak diperkenankan untuk:
dihitung dalam pemenuhan target kebijakan penghematan belanja Kementerian/Lembaga; dan b . dilakukan pergeseran anggaran antar RO.
Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab:
atas substansi usulan kegiatan, volume kegiatan, dan satuan biaya yang digunakan pada usulan penggunaan anggaran; b . terhadap kebenaran dokumen yang disampaikan pada usulan tambahan anggaran; dan c . secara formal dan materiil atas pelaksanaan kegiatan yang dananya bersumber dari sub BA BUN Belanja Lainnya yang telah dilakukan pergeseran melalui penerbitan SP SABA.
Berdasarkan SP SABA sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktorat Jenderal Anggaran menetapkan revisi DIPA Kementerian/Lembaga.
Dalam hal Menteri Keuangan tidak memberikan persetujuan seluruhnya, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat penolakan usulan tambahan anggaran dimaksud kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.
Tahapan lebih rinci atas mekanisme pergeseran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran IV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 119 diubah, dan di antara huruf a dan huruf b ayat (2) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf a1, sehingga Pasal 119 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 119
Penggunaan anggaran yang akan dilakukan melalui penerbitan DIPA BUN yang berasal dari sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf c dilakukan untuk memenuhi usulan tambahan anggaran.
Mekanisme usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
KPA BUN menyampaikan usulan tambahan anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya dengan tembusan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
dasar hukum pengalokasian anggaran;
kerangka acuan kerja ditandatangani KPA BUN;
rincian anggaran belanja ditandatangani KPA BUN;
LHR APIP K/L; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan;
a1. dalam hal usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a diajukan untuk kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya/tahun-tahun sebelumnya dan/atau tahun berjalan, dilampiri dengan hasil reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan;
berdasarkan usulan tambahan anggaran dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan penelitian atas usulan tambahan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya yang dikoordinasikan oleh Unit Pendukung PPA BUN Belanja Lainnya;
penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dilakukan bersama-sama dengan pihak terkait, setelah dokumen sebagaimana huruf a angka 1 sampai dengan angka 5 diterima dengan lengkap dan benar;
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN menyampaikan:
surat pemberitahuan alokasi anggaran kepada KPA BUN dan permintaan penyampaian RKA Satker BUN dalam hal usulan tambahan anggaran disetujui; atau
surat penolakan kepada KPA BUN dalam hal usulan tambahan anggaran tidak dapat disetujui;
dalam hal berdasarkan hasil penelitian usulan disetujui namun alokasi anggarannya kurang/belum tersedia maka terlebih dahulu dilakukan pergeseran dalam sub BA BUN Belanja Lainnya;
dalam rangka pergeseran dalam sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Direktur Jenderal Anggaran mengajukan izin pergeseran dan penggunaan kepada Menteri Keuangan;
berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf f, Direktur Jenderal Anggaran menetapkan revisi surat Menteri Keuangan terkait alokasi anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya atas nama Menteri Keuangan;
berdasarkan revisi surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf g, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN menyampaikan pemberitahuan alokasi anggaran serta permintaan penyampaian RKA Satker BUN kepada KPA BUN; dan
dalam hal Menteri Keuangan tidak menyetujui permohonan izin pergeseran dan penggunaan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam huruf f, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN menyampaikan surat penolakan usulan tambahan anggaran dimaksud kepada KPA BUN dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul.
Berdasarkan pemberitahuan alokasi anggaran dan permintaan penyampaian RKA Satker BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 1 atau pada ayat (2) huruf h, KPA BUN menyampaikan usulan RKA Satker BUN kepada Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya dengan tembusan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
dasar hukum pengalokasian anggaran;
RKA Satker BUN ditandatangani oleh KPA BUN;
kerangka acuan kerja ditandatangani KPA BUN;
rincian anggaran belanja ditandatangani KPA BUN;
LHR APIP K/L yang sama pada saat pengusulan tambahan anggaran; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan.
Berdasarkan usulan RKA Satker BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Unit Pendukung PPA BUN Belanja Lainnya melakukan penelitian, setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah diterima dengan lengkap dan benar.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN Belanja Lainnya:
mengajukan izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya kepada Menteri Keuangan dalam hal penyampaian RKA Satker BUN berdasarkan pemberitahuan alokasi anggaran dan permintaan penyampaian RKA Satker BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 1; atau
menyusun dan menyampaikan RKA-BUN kepada Direktur Jenderal Anggaran dalam hal penyampaian RKA Satker BUN berdasarkan pemberitahuan alokasi anggaran dan permintaan penyampaian RKA Satker BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h.
Berdasarkan permohonan izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN melakukan:
menyusun dan menyampaikan RKA-BUN kepada Direktur Jenderal Anggaran dalam hal Menteri Keuangan memberikan persetujuan atas permohonan izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya; atau
menyampaikan surat penolakan usulan tambahan anggaran dimaksud kepada KPA BUN dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul, dalam hal Menteri Keuangan tidak memberikan persetujuan atas permohonan izin penggunaan anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya.
Ketentuan penyusunan dan pengesahan DIPA BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (5) huruf b Pasal 124 dihapus, ayat (6) diubah, di antara huruf e dan huruf f ayat (5) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf e1, ditambahkan 1 (satu) huruf pada ayat (4) yakni huruf c dan 1 (satu) huruf pada ayat (5) yakni huruf g, sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
Revisi Anggaran ditetapkan oleh:
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA untuk:
perubahan RKA yang tidak menyebabkan perubahan DIPA berupa perubahan POK; dan/atau
perubahan RKA untuk jenis revisi/substansi tertentu yang menyebabkan perubahan DIPA dengan mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan; dan
Menteri Keuangan untuk perubahan RKA dan revisi administrasi yang menyebabkan perubahan DIPA.
Kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh:
Direktorat Jenderal Anggaran untuk menetapkan usulan Revisi Anggaran yang memerlukan penelaahan, dan/atau Revisi Anggaran berupa pengesahan; dan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menetapkan usulan Revisi Anggaran berupa pengesahan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran antar Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran dalam satu wilayah.
Kementerian/Lembaga mengajukan usulan pengesahan DIPA atas penetapan perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebelum pelaksanaan kegiatan yang terdampak dari revisi yang dilakukan.
Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan terhadap:
penerapan kebijakan efisiensi belanja negara, berupa penilaian atas relevansi antara Kegiatan, KRO, RO termasuk volumenya, dan akun dengan alokasi anggarannya;
penerapan kebijakan efektivitas belanja negara yang meliputi:
relevansi akun/detail dengan RO berdasarkan pendekatan kerangka berpikir logis;
relevansi antara KRO/RO dengan sasaran Kegiatan dan sasaran Program; dan
kesesuaian pencapaian sasaran RKA-K/L dengan Renja K/L; dan
pengalokasian anggaran yang bersumber dari dana bersama penanggulangan bencana terkait penyaluran klaim asuransi.
Revisi Anggaran berupa pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berlaku untuk proses revisi meliputi:
penyediaan alokasi belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendanaan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara;
dihapus;
perubahan anggaran pada DIPA Kementerian/ Lembaga berupa pergeseran anggaran sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L beserta revisi administrasi berupa pencantuman pada catatan halaman IVB DIPA;
Revisi Anggaran pada DIPA BA BUN Hibah dalam rangka pengesahan atas pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing;
penyediaan alokasi belanja dalam rangka kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana rehabilitasi mangrove;
e1. pembayaran premi asuransi barang milik negara Kementerian/Lembaga yang bersumber dari dana bersama penanggulangan bencana;
revisi administrasi berupa pembukaan blokir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (4) karena dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran telah dilengkapi; dan/atau
penyediaan alokasi belanja dalam rangka kegiatan tertentu oleh BLU yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Kementerian/Lembaga, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Rincian kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Pasal 127 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 127
Ketentuan perhitungan besaran tambahan pagu yang berasal dari kelebihan realisasi penerimaan atas target PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) huruf h termasuk PNBP yang dikecualikan dari perhitungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.
Pasal 131
Revisi Anggaran yang bersumber dari PLN dan/atau PDN, berupa:
perubahan anggaran; atau
pergeseran anggaran.
Revisi Anggaran yang bersumber dari PLN dan/atau PDN berupa perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersifat:
menambah pagu anggaran; atau
mengurangi alokasi anggaran.
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
pagu anggaran pada BA K/L;
pagu anggaran belanja BA BUN untuk pinjaman yang diterushibahkan; dan/atau
pagu anggaran pengeluaran pembiayaan pada BA BUN untuk Pemberian Pinjaman termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan.
Perubahan anggaran yang bersifat menambah pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan dalam hal:
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan pinjaman yang diterushibahkan;
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan pinjaman yang diterushibahkan;
penambahan pagu anggaran yang bersumber dari PLN akibat selisih kurs, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan pinjaman yang diterushibahkan;
tambahan PLN dan/atau PDN baru setelah Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan ditetapkan, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan pinjaman yang diterushibahkan; dan/atau
pengesahan atas pengeluaran kegiatan/proyek 1 (satu) tahun dan/atau tahun-tahun anggaran sebelumnya yang bersumber dari PLN dan/atau PDN, termasuk yang telah closing date .
Penambahan pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA yang dihitung berdasarkan nilai valuta asing yang sama dan kurs mengikuti realisasi kurs yang digunakan saat transaksi dan dituangkan dalam aplikasi penarikan pinjaman luar negeri ( withdrawal application ).
(5a) Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang bersifat menambah pagu anggaran, besaran alokasinya mengacu pada:
batas maksimal pinjaman sebagaimana dimaksud pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
kebijakan terkait pinjaman dalam Undang- Undang APBN tahun berjalan.
Perubahan anggaran yang bersifat mengurangi alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan dalam hal:
kegiatan/proyek yang didanai dari PLN dan/atau PDN yang:
masa berlaku perjanjian pinjamannya telah berakhir; dan/atau
target kinerjanya yang tercantum dalam perjanjian pinjaman telah tercapai;
pemberi pinjaman melakukan pembatalan seluruhnya atau pembatalan sebagian atas komitmen PLN dan/atau PDN yang tercantum dalam perjanjian pinjaman;
kegiatan/proyek yang didanai dari PLN dan/atau PDN yang tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat dari keadaan bencana; dan/atau
perjanjian PLN dan/atau PDN untuk kegiatan/proyek yang belum ditandatangani sampai dengan batas akhir penerimaan usulan dan penyampaian pengesahan Revisi Anggaran untuk PLN dan/atau PDN.
Di antara huruf a dan huruf b ayat (1) Pasal 138 disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf a1 dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 138
Revisi Anggaran yang bersumber dari SBSN dapat berupa:
perubahan anggaran yang bersifat menambah pagu anggaran SBSN;
a1. perubahan anggaran yang bersifat mengurangi pagu anggaran SBSN;
pergeseran anggaran yang tidak bersifat menambah pagu anggaran SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan; dan / atau c. revisi administrasi.
Perubahan anggaran yang bersifat menambah pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam rangka:
lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran sebelumnya; dan/atau
penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek Kementerian/ Lembaga yang tidak terserap pada tahun anggaran sebelumnya.
(2a) Perubahan anggaran yang bersifat mengurangi pagu anggaran SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a1 dapat dilakukan dalam rangka:
pengurangan sebagian alokasi belanja yang merupakan sisa kontrak dan/atau sisa dana SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan di tahun anggaran berjalan yang sudah tidak digunakan untuk penyelesaian pelaksanaan proyek; dan/atau
penundaan pelaksanaan sebagian alokasi belanja SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya.
Selain perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), khusus untuk kegiatan/proyek Ibu Kota Nusantara, perubahan anggaran yang bersifat menambah pagu anggaran SBSN dapat pula dilakukan melalui pengurangan pagu rupiah murni dalam 1 (satu) unit eselon I dan/atau antarunit eselon I dalam Kementerian/Lembaga bersangkutan yang dilakukan dengan ketentuan:
pemenuhan alokasi kegiatan/proyek prioritas baru sesuai arahan Presiden atau hasil keputusan sidang kabinet dan/atau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
kegiatan/proyek prioritas baru sebagaimana dimaksud pada huruf a harus terlebih dahulu melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN; dan
proses Revisi Anggaran untuk pemenuhan alokasi kegiatan/proyek prioritas baru sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dalam 1 (satu) Program dalam Kementerian/ Lembaga bersangkutan.
Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan:
dalam 1 (satu) unit eselon I; dan/atau
antarunit eselon I.
Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dalam rangka:
pembayaran Tunggakan kegiatan/proyek SBSN sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang bersumber dari Sisa Anggaran Kontraktual;
rekomposisi pendanaan antar-tahun anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN; dan/atau c. pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk kegiatan/proyek SBSN yang sama dan/atau antar- kegiatan/proyek SBSN.
Pergeseran anggaran SBSN antarunit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan dengan ketentuan:
pemenuhan alokasi kegiatan/proyek SBSN baru pada tahun anggaran berkenaan dilakukan melalui:
pemanfaatan sisa dana SBSN dan/atau Sisa Anggaran Kontraktual SBSN tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berkenaan; dan/atau
pemanfaatan alokasi anggaran kegiatan/proyek tahun berkenaan yang pelaksanaannya ditunda atau diperpanjang ke tahun anggaran berikutnya;
kegiatan/proyek SBSN baru sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan prioritas kegiatan/proyek sesuai arahan Presiden atau hasil keputusan sidang kabinet dan/atau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
proses Revisi Anggaran dilakukan dengan ketentuan hanya dapat dilakukan dalam 1 (satu) Program dalam Kementerian/Lembaga bersangkutan dan terlebih dahulu dilakukan perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN.
Di antara Pasal 139 dan Pasal 140 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 139A, sehingga Pasal 139A berbunyi sebagai berikut:
Pasal 139A
Revisi Anggaran dalam rangka pengurangan sebagian alokasi belanja yang merupakan sisa kontrak dan/atau sisa dana SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2a) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
merupakan sisa kontrak dan/atau sisa dana SBSN yang sudah tidak digunakan lagi untuk penyelesaian pelaksanaan proyek;
proyek telah selesai dilaksanakan dan target output proyek telah terpenuhi secara keseluruhan sesuai dengan dokumen perencanaan proyek;
Revisi Anggaran dilakukan tanpa disertai adanya perubahan daftar prioritas proyek SBSN untuk Kementerian/Lembaga yang bersangkutan pada tahun anggaran berjalan; dan
Revisi Anggaran ditindaklanjuti oleh Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan dengan mengajukan pengembalian sisa dana SBSN dari rekening khusus SBSN ke rekening kas umum negara dalam hal alokasi anggaran SBSN untuk pelaksanaan proyek bersangkutan telah diisikan dalam rekening khusus SBSN.
Revisi Anggaran dalam rangka penundaan pelaksanaan sebagian alokasi belanja SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2a) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan penundaan untuk pelaksanaan proyek SBSN sebagai berikut:
proyek mengalami kondisi kahar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan;
desain pelaksanaan proyek tidak memungkinkan untuk dilakukan penyelesaiannya melalui mekanisme lanjutan dan/atau luncuran;
karakteristik proyek memungkinkan untuk dilakukan penundaan pelaksanaan dari tahun anggaran berkenaan ke tahun anggaran berikutnya dengan tanpa menyebabkan proyek berisiko mengalami permasalahan termasuk menjadi mangkrak atau konstruksi dalam pengerjaan; dan/atau
untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah termasuk kebijakan pengendalian belanja dan/atau defisit APBN di tahun berjalan;
penundaan pelaksanaan proyek dilakukan melalui:
perubahan jenis pembiayaan proyek dari kontrak tahun tunggal menjadi kontrak tahun jamak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
perpanjangan atas persetujuan kontrak tahun jamak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Kementerian/Lembaga yang bersangkutan bertanggung jawab atas penyelesaian dan pemenuhan target output proyek sesuai dengan dokumen perencanaan proyek;
Kementerian/Lembaga yang bersangkutan mengalokasikan anggaran SBSN untuk penyelesaian pelaksanaan proyek pada tahun anggaran berikutnya melalui:
pemanfaatan sisa kontrak dan/atau sisa dana SBSN tanpa melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN tahun anggaran berikutnya;
rekomposisi proyek yang telah dialokasikan dalam APBN melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN tahun anggaran berikutnya; atau
rekomposisi proyek yang telah masuk dalam pagu indikatif dan/atau pagu anggaran dengan atau tanpa melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN tahun anggaran berikutnya;
Revisi Anggaran ditindaklanjuti dengan pengajuan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak atau perpanjangan persetujuan atas kontrak tahun jamak oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; dan
Revisi Anggaran ditindaklanjuti dengan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan mengajukan pengembalian sisa dana SBSN dari rekening khusus SBSN ke rekening kas umum negara, dalam hal alokasi anggaran SBSN untuk pelaksanaan proyek tersebut telah diisikan ke dalam rekening khusus SBSN.
Ketentuan Pasal 140 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 140
Pergeseran anggaran dalam rangka pembayaran Tunggakan kegiatan/proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (5) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
pergeseran anggaran antar-kegiatan/proyek atau antar- Satker dilakukan dengan merealokasi Sisa Anggaran Kontraktual pada kegiatan/proyek atau Satker lain ke kegiatan/proyek atau Satker yang memiliki Tunggakan;
pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan syarat:
menggunakan Sisa Anggaran Kontraktual kegiatan/proyek dari unit eselon I bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan; dan
nilai Tunggakan yang dibayarkan sesuai hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
besaran nilai anggaran hasil pergeseran dituangkan dalam DIPA Petikan yang memiliki Tunggakan dan menggunakan kode register SBSN yang tersedia pada unit eselon I bersangkutan untuk tahun anggaran berkenaan;
dalam hal pergeseran anggaran melibatkan lebih dari 1 (satu) kegiatan/proyek atau Satker yang memiliki Sisa Anggaran Kontraktual, maka dapat disertai dengan proses mutasi dana antar-rekening khusus atau perubahan data register SBSN; dan
proses Revisi Anggaran dilakukan tanpa perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN.
Ketentuan ayat (2), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 142 diubah, di antara huruf d dan huruf e ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf d1, di antara huruf e dan huruf f ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf e1, di antara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (6a), dan di antara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7a), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 142
Pergeseran anggaran dalam rangka pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk kegiatan/proyek SBSN yang sama dan/atau antar-kegiatan/proyek SBSN dalam 1 (satu) unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (5) huruf c dapat dilakukan untuk:
pekerjaan tambah ( contract change order );
optimalisasi sisa anggaran;
percepatan pembiayaan;
percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun jamak;
d1. penyesuaian harga atau eskalasi proyek kontrak tahun jamak;
penyesuaian harga atau eskalasi khusus yang disebabkan perubahan kebijakan perpajakan atau kenaikan harga bahan bakar minyak;
e1. pembayaran selisih kurs untuk paket dan/atau komponen pekerjaan proyek yang harus didatangkan dari luar negeri karena belum dapat diproduksi di Indonesia; dan/atau
perbaikan cacat mutu dan/atau penanganan situasi darurat (force majeure). (2) Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual melalui pekerjaan tambah ( contract change order ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan:
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari masing- masing kontrak paket pengadaan;
terdapat pergeseran anggaran antarkomponen dan/atau antarkegiatan/proyek; dan
dalam hal terdapat perubahan ruang lingkup/komponen utama kegiatan/proyek, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual yang dilakukan melalui optimalisasi sisa anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:
sumber dana untuk pelaksanaan optimalisasi dapat berasal dari:
seluruh Sisa Anggaran Kontraktual yang tersedia, termasuk dari sisa anggaran untuk keperluan pekerjaan tambah ( contract change order ) yang tidak digunakan; dan/atau
sisa dana SBSN kegiatan/proyek lain;
pemanfaatan dapat dilakukan untuk kegiatan/proyek bersangkutan atau pada kegiatan/proyek lain;
dilakukan melalui pergeseran anggaran berupa:
antarkomponen dalam kegiatan/proyek yang sama;
antarkegiatan/proyek; atau
antarjenis kontrak tahun tunggal dan kontrak tahun jamak terakhir;
perlu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam hal:
terdapat perubahan ruang lingkup/komponen utama kegiatan/proyek; dan
nilai optimalisasi melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan;
tidak perlu mendapatkan persetujuan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam hal:
tidak melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan;
digunakan untuk penambahan kegiatan/proyek atau komponen penunjang dari ruang lingkup berdasarkan penetapan oleh KPA dan dilengkapi dengan pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA; dan
terlebih dahulu dilakukan reviu oleh APIP K/L;
tidak dapat digunakan untuk kegiatan/proyek yang belum mendapatkan alokasi anggaran SBSN sebelumnya, kecuali:
kegiatan/proyek yang merupakan arahan langsung Presiden dan/atau keputusan sidang kabinet; dan/atau
ditetapkan melalui perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN setelah terlebih dahulu melalui pembahasan Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan
dapat digunakan untuk kegiatan/proyek yang dialihkan dari sumber dana rupiah murni ke SBSN sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan pemotongan dan/atau penghematan anggaran, dengan ketentuan:
kegiatan/proyek yang akan dialihkan ke SBSN memenuhi kriteria dan persyaratan untuk pembiayaan kegiatan/proyek melalui SBSN;
kegiatan/proyek belum ada realisasi anggaran dengan sumber dana rupiah murni pada saat dialihkan ke SBSN;
ditetapkan melalui perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN atau rincian daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN setelah terlebih dahulu melalui pembahasan Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
tidak menambah pagu/alokasi kegiatan/proyek SBSN secara keseluruhan; dan
diprioritaskan untuk kegiatan/proyek yang siap untuk dilaksanakan pada tahun anggaran berkenaan.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual yang dilakukan melalui optimalisasi sisa anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan oleh KPA melalui revisi POK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dengan ketentuan:
sumber dana berasal dari seluruh Sisa Anggaran Kontraktual yang tersedia, termasuk dari sisa anggaran untuk keperluan pekerjaan tambah (contract change order ) yang tidak digunakan;
pemanfaatan hanya dipergunakan untuk peningkatan kualitas kegiatan/proyek bersangkutan;
pergeseran anggaran dalam jenis belanja dan komponen yang sama;
nilai optimalisasi tidak melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan;
digunakan untuk penambahan kegiatan/proyek atau komponen penunjang dari ruang lingkup; dan
terlebih dahulu dilakukan reviu oleh APIP K/L.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual melalui percepatan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilaksanakan melalui Revisi Anggaran dengan ketentuan:
kegiatan/proyek yang dapat dilakukan percepatan pembiayaan meliputi:
kegiatan/proyek yang sudah dituangkan dalam daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN dan/atau pagu anggaran pada tahun anggaran berikutnya untuk dipercepat pelaksanaannya di tahun anggaran berkenaan; dan
jenis kegiatan/proyek yang dapat dilakukan percepatan pembiayaan dapat berupa kegiatan/proyek kontrak tahun jamak atau kegiatan/proyek kontrak tahun tunggal; dan
perlu dilakukan perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran berkenaan.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
kegiatan/proyek yang dapat dilakukan percepatan pembiayaan meliputi: 1 . merupakan percepatan dari kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak tahun anggaran berikutnya ke tahun anggaran berkenaan; dan 2 . tidak berlaku untuk kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak periode tahun terakhir pada tahun anggaran berkenaan; dan
dapat dilakukan tanpa disertai perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran berkenaan.
(6a) Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dalam rangka penyesuaian harga atau eskalasi proyek kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual hanya dapat digunakan untuk kegiatan/proyek jenis kontrak tahun jamak yang sedang dilaksanakan pada tahun anggaran berkenaan;
pergeseran anggaran disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA dan dilengkapi dengan dokumen administratif yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang terkait;
nilai kewajiban pembayaran yang dapat dibayarkan sesuai hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
dalam hal proses penyesuaian harga atau eskalasi tersebut menyebabkan kenaikan nilai persetujuan kontrak tahun jamak, harus disertai dengan usulan penambahan nilai persetujuan kontrak tahun jamak; dan
pergeseran anggaran dilakukan tanpa melalui perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran berkenaan.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dalam rangka penyesuaian harga atau eskalasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dapat digunakan untuk:
kegiatan/proyek jenis kontrak tahun jamak atau proyek kontrak tahun tunggal yang sedang dilaksanakan pada tahun anggaran berkenaan; dan
kegiatan/proyek memerlukan penyesuaian harga atau eskalasi khusus yang disebabkan adanya penyesuaian kebijakan perpajakan atau kenaikan harga bahan bakar minyak yang terjadi pada tahun anggaran berkenaan;
pergeseran anggaran disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA dan dilengkapi dengan dokumen administratif yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang terkait penyesuaian kebijakan perpajakan dan kenaikan harga bahan bakar minyak;
dalam hal proses penyesuaian harga atau eskalasi khusus tersebut menyebabkan kenaikan nilai izin kontrak tahun jamak maka perlu disertai dengan usulan penambahan nilai izin kontrak tahun jamak;
pemanfaatan dapat dilakukan untuk kegiatan/ proyek bersangkutan atau pada kegiatan/proyek lain sepanjang dalam 1 (satu) unit eselon I; dan/atau
tidak perlu dilakukan perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran berkenaan dalam hal nilai alokasi kegiatan/proyek setelah pergeseran anggaran tidak melampaui nilai daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN kegiatan/proyek bersangkutan.
(7a) Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dalam rangka pembayaran selisih kurs untuk paket dan/atau komponen pekerjaan Proyek yang harus didatangkan dari luar negeri karena belum dapat diproduksi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a . pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual hanya dapat digunakan untuk paket dan/atau komponen pekerjaan proyek yang berdasarkan dokumen perencanaan proyek harus didatangkan dari luar negeri karena belum dapat diproduksi di Indonesia; b . pergeseran anggaran disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA dan dilengkapi dengan dokumen administratif pendukung yang terkait; c . perhitungan selisih kurs berpedoman pada asumsi kurs APBN untuk tahun anggaran yang berkenaan; dan d . proses pergeseran anggaran dilakukan tanpa perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN.
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dalam rangka perbaikan cacat mutu dan/atau penanganan situasi darurat (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dilaksanakan melalui Revisi Anggaran dengan ketentuan:
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dapat digunakan untuk kegiatan/proyek jenis kontrak tahun jamak atau kegiatan/proyek kontrak tahun tunggal yang sedang dilaksanakan pada tahun anggaran berkenaan;
kegiatan/proyek memerlukan perbaikan mutu yang disebabkan karena situasi darurat (force majeure) antara lain:
adanya kerusakan dan/atau penurunan mutu/kualitas konstruksi antara lain akibat dari gempa bumi, tanah longsor, dan banjir; dan/atau
adanya situasi darurat ( force majeure ) yang memerlukan penanganan lebih lanjut agar tidak berdampak pada proses konstruksi dan/atau pencapaian target RO;
pergeseran anggaran dilakukan dengan terlebih dahulu adanya proses audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan disertai surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA;
dalam hal kegiatan/proyek kontrak tahun jamak mengalami kenaikan nilai izin kontrak tahun jamak maka perlu disertai dengan usulan penambahan nilai izin kontrak tahun jamak;
pemanfaatan dapat dilakukan untuk kegiatan/proyek bersangkutan atau pada kegiatan/proyek lain; dan/atau
tidak perlu dilakukan perubahan daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran berkenaan dalam hal nilai alokasi kegiatan/proyek tidak melampaui nilai daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN kegiatan/proyek bersangkutan.
Pergeseran Anggaran dalam rangka pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk kegiatan/proyek SBSN dalam rangka percepatan pembiayaan, percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun jamak, penyesuaian harga atau eskalasi khusus yang disebabkan perubahan kebijakan perpajakan atau kenaikan harga bahan bakar minyak, dan perbaikan cacat mutu dan/atau penanganan situasi darurat (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan ayat (8) dilakukan dengan ketentuan:
sumber dana dapat berasal dari:
seluruh Sisa Anggaran Kontraktual yang tersedia, termasuk dari sisa anggaran untuk keperluan pekerjaan tambah ( contract change order ) yang tidak digunakan; dan/atau
sisa dana SBSN kegiatan/proyek lain;
dapat dilakukan melalui pergeseran anggaran berupa:
antarkomponen dalam kegiatan/proyek yang sama;
antarkegiatan/proyek; atau
antarjenis kontrak tahun tunggal dan kontrak tahun jamak terakhir;
tidak menyebabkan penambahan alokasi SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan dan tahun anggaran berikutnya;
tidak menyebabkan penambahan jumlah penerbitan SBSN pada tahun anggaran berkenaan dan tahun anggaran berikutnya;
tidak berlaku untuk kegiatan/proyek yang belum dicantumkan dalam daftar prioritas kegiatan/proyek SBSN dan/atau belum mendapatkan alokasi anggaran SBSN sebelumnya; dan
pergeseran anggaran dilakukan dengan terlebih dahulu melalui pembahasan bersama 3 (tiga) pihak ( trilateral meeting ) antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 144 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 144
Revisi Anggaran terkait Belanja Operasional dilakukan untuk memenuhi kekurangan Belanja Operasional.
Belanja Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
belanja pegawai operasional; dan
belanja barang operasional.
Belanja pegawai operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a termasuk untuk pemenuhan selisih kurs untuk belanja pegawai di luar negeri.
Pemenuhan kekurangan Belanja Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat berasal dari dana bersama penanggulangan bencana.
Ketentuan ayat (1) Pasal 146 dihapus dan ayat (2) diubah, sehingga sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 146
Dihapus.
Revisi pemenuhan Belanja Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (1) dari belanja pegawai operasional ke belanja barang operasional dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
pergeseran dapat diusulkan sepanjang tidak mengakibatkan belanja pegawai operasional pada Satker bersangkutan menjadi minus di akhir tahun;
Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan pergeseran anggaran kepada Kementerian Keuangan dilampiri surat persetujuan dari Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama Kementerian/Lembaga; dan
surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, minimal menyatakan bahwa:
alokasi belanja pegawai operasional pada tingkat Kementerian/Lembaga telah terpenuhi sampai dengan akhir tahun; dan
dalam hal terjadi kekurangan belanja pegawai operasional akan segera dipenuhi melalui pergeseran anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 148 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 148
Revisi Anggaran terkait BA BUN dilakukan melalui:
perubahan anggaran BA BUN; dan
pergeseran anggaran BA BUN.
Perubahan anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
perubahan alokasi anggaran program subsidi;
perubahan alokasi anggaran kewajiban yang timbul dari penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih, Penarikan Pinjaman Tunai, dan/atau penerbitan surat berharga negara sebagai akibat tambahan pembiayaan;
perubahan alokasi anggaran pembayaran bunga utang;
perubahan alokasi anggaran pembayaran cicilan/pelunasan pokok utang;
perubahan alokasi anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah;
perubahan angggaran belanja yang bersumber dari hibah, termasuk hibah yang diterushibahkan;
perubahan anggaran belanja dalam rangka penanggulangan bencana;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PLN;
perubahan pagu anggaran TKD;
perubahan pembayaran investasi pada organisasi/Lembaga keuangan internasional/ badan usaha internasional sebagai akibat dari perubahan kurs;
perubahan anggaran BA BUN sebagai akibat pergeseran anggaran dari BA K/L ke sub BA BUN Belanja Lainnya;
perubahan anggaran BA BUN sebagai akibat pergeseran anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L;
perubahan anggaran BA BUN sebagai akibat penambahan alokasi pembiayaan investasi yang bersumber dari saldo kas pada BLU dan dana yang ditampung dalam rekening investasi BUN;
perubahan anggaran BA BUN sebagai akibat pengesahan atas pendapatan/belanja/ pembiayaan anggaran untuk sub BA BUN yang telah dilakukan pada tahun anggaran sebelumnya;
perubahan anggaran program transaksi khusus terkait pembayaran klaim loss limit yang bersumber dari Cadangan Penjaminan Pemerintah; dan/atau
perubahan anggaran dalam rangka penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN.
Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam rangka:
pemenuhan alokasi anggaran pada program subsidi;
pemenuhan kurang salur/kurang bayar subsidi dan TKD;
pemenuhan kekurangan alokasi anggaran untuk belanja hibah ke luar negeri sebagai akibat adanya selisih kurs;
pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang;
pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional;
penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN;
pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing dalam hal sumber dari PNBP BLU Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional tidak mencukupi;
pergeseran anggaran yang berakibat pada perubahan alokasi anggaran cadangan kompensasi dalam program belanja lainnya; dan/atau
pergeseran anggaran antarsubbagian anggaran BA BUN lainnya sepanjang telah diatur peruntukan pergeserannya.
Revisi Anggaran berupa perubahan/pergeseran anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan peruntukan dan mempertahankan persentase anggaran yang termasuk dalam mandatory spendin g sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan ayat (6) Pasal 155 diubah, dan di antara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (6a), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 155
Revisi Rumusan Informasi Kinerja dilakukan dalam basis data RKA-K/L dan/atau DIPA Kementerian/ Lembaga atau RKA-BUN dan/atau DIPA BUN.
Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal terdapat: a . perubahan struktur organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dan penambahan penugasan; b . perubahan kebijakan penganggaran yang ditetapkan Pemerintah; dan/atau c . penyempurnaan Rumusan Informasi Kinerja penganggaran dalam RKA-K/L dan/atau DIPA Kementerian/Lembaga atau RKA-BUN dan/atau DIPA BUN.
Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perubahan dan/atau penambahan: a . sasaran strategis beserta indikatornya; b . rumusan Program dan/atau sasaran Program beserta indikatornya; c . rumusan Kegiatan, sasaran Kegiatan beserta indikatornya, dan/atau fungsi/subfungsi; d . rumusan KRO beserta indikatornya, RO beserta indikatornya, dan/atau satuannya; dan/atau e . rumusan komponen untuk menghasilkan RO.
Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh pejabat eselon I Kementerian/Lembaga atau Pemimpin PPA BUN kepada Direktorat Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran.
Usulan revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang: a . tidak mengubah substansi; b . sesuai dengan kebijakan penganggaran terkini; dan/atau c . untuk melengkapi basis data RKA-K/L dan/atau DIPA Kementerian/Lembaga atau RKA BUN dan/atau DIPA BUN yang dibutuhkan untuk keperluan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan anggaran.
Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan setelah penuangan informasi Kinerja dalam perubahan Renja K/L.
(6a) Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d yang terkait prioritas nasional disepakati dalam pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga.
Revisi Rumusan Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Informasi.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 159 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 159
Revisi Anggaran DIPA Kementerian/Lembaga yang bersumber dari BA BUN dan DIPA BUN dapat dilakukan dalam hal:
RO atas kegiatan yang didanai dari SP SABA atau SPP BA BUN telah tercapai dan terdapat sisa anggaran; atau
RO atas kegiatan yang didanai dari SP SABA atau SPP BA BUN tidak tercapai sebagian atau seluruhnya, dan masih terdapat sisa anggaran yang tidak digunakan.
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
revisi sisa anggaran sepanjang menambah volume RO yang sama; dan/atau
revisi sisa anggaran untuk dikembalikan ke sub BA BUN Belanja Lainnya.
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan dengan melakukan revisi terhadap sisa anggaran yang tidak digunakan untuk dikembalikan ke BA BUN sepanjang terdapat:
faktor eksternal di luar kewenangan atau kuasa Kementerian/Lembaga yang bersangkutan;
perubahan kebijakan Pemerintah yang diputuskan minimal dalam rapat koordinasi antar-menteri; dan/atau
force majeure /keadaan kahar.
Pengembalian sisa anggaran yang tidak digunakan ke BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan dalam hal sisa anggaran yang akan dikembalikan ke BA BUN, pendanaannya bersumber dari alokasi cadangan keperluan mendesak.
Setelah Paragraf 15 ditambahkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 16, sehingga berbunyi sebagai berikut: Paragraf 16 Revisi Anggaran DIPA Kementerian/Lembaga dan DIPA BUN terkait Penanggulangan Bencana yang Diikuti dengan Penyetoran Dana Bersama Penanggulangan Bencana atau Melalui Mekanisme Pengesahan Belanja 37. Di antara Pasal 159 dan Pasal 160 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 159A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 159A
Revisi Anggaran DIPA Kementerian/Lembaga dan DIPA BUN TKD dapat dilakukan untuk keperluan penanggulangan bencana yang diikuti dengan penyetoran dana bersama penanggulangan bencana atau melalui mekanisme pengesahan belanja.
Revisi Anggaran DIPA Kementerian/Lembaga dan DIPA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perubahan anggaran yang bersifat menambah pagu anggaran.
Perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan perubahan DIPA tanpa merevisi surat Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanan Pembangunan Nasional mengenai alokasi anggaran BA K/L, dan surat Menteri Keuangan mengenai penetapan alokasi anggaran BUN.
Penyetoran dana bersama penanggulangan bencana atau mekanisme pengesahan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan pengelolaan dana bersama penanggulangan bencana.
Ketentuan ayat (1), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), ayat (11), dan ayat (12) Pasal 165 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 165
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk BA K/L dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
KPA menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
data dalam Sistem Informasi; dan
dokumen pendukung terkait lainnya;
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/ Lembaga melakukan penelitian atas usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA;
dalam hal usulan revisi berkaitan dengan:
Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran berubah;
Revisi Anggaran antar Program yang berdampak pada pengurangan volume Keluaran (RO), kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional;
Revisi Anggaran dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi Kementerian/Lembaga; dan/atau
Revisi Anggaran dalam hal terdapat Program/Kegiatan/KRO/RO baru, usulan Revisi Anggaran terlebih dahulu disampaikan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu atas kesesuaian dokumen pendukung dengan kaidah perencanaan dan penganggaran;
hasil reviu yang dilakukan oleh APIP K/L sebagaimana dimaksud dalam huruf c dituangkan dalam LHR APIP K/L;
berdasarkan hasil penelitian atas usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan/atau LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada huruf d, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui Sistem Informasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagai berikut:
data dalam Sistem Informasi;
surat pernyataan pejabat eselon I yang menyatakan bahwa: a) usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA telah disetujui oleh pejabat eselon I; b) usulan Revisi Anggaran yang disampaikan beserta dokumen persyaratannya telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumennya oleh Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga; dan c) Menteri/Pimpinan Lembaga telah menyetujui usulan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pergeseran anggaran antar-Program, kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional;
LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
rencana kebutuhan barang milik negara hasil penelaahan perubahan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pengadaan barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara berupa: a) penambahan barang milik negara baru yang belum tercantum di dalam rencana kebutuhan barang milik negara; dan/atau b) perubahan objek dan/atau spesifikasi barang milik negara yang tercantum dalam rencana kebutuhan barang milik negara;
rekomendasi ( clearance ) dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan digital dan/atau Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi;
dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait dengan akun 526 berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah dan pengalokasiannya didasarkan pada usulan proposal, usulan Revisi Anggaran dilengkapi dengan surat pernyataan dari pejabat eselon I; dan
dokumen pendukung terkait lainnya; dan
dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 2 sampai dengan angka 7 diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Revisi Anggaran yang memerlukan penelaahan, pejabat eselon III di unit terkait atas nama Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga menetapkan dan menyampaikan undangan kepada Kepala Biro Perencanaan/Keuangan/Sekretaris Direktorat Jenderal/pejabat eselon II dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ pejabat eselon I Kementerian/Lembaga, dan pimpinan unit-unit terkait dalam hal diperlukan, untuk melakukan penelaahan atas usulan Revisi Anggaran melalui komunikasi daring dan/atau luring.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan perubahan pagu anggaran PNBP, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga atau Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan - Direktorat Jenderal Anggaran untuk dimintakan konfirmasi atas batas maksimal PNBP yang dapat digunakan sebagai belanja dan/atau informasi kinerja pencapaian PNBP pada Kementerian/Lembaga pengusul.
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga dalam proses penyelesaian usulan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan pinjaman, hibah, dan/atau SBSN, termasuk RMP, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan hibah ke daerah, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan belanja K/L yang berbasis spasial/kewilayahan, maka proses penelaahannya dapat melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan RO Prioritas Nasional, proses penelaahannya melibatkan pihak Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga.
Hasil penelaahan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara penelaahan.
Dalam hal proses penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dihadiri oleh salah satu pihak terkait, maka hasil penelaahan tetap berlaku sebagai hasil kesepakatan penelaahan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil penelaahan yang dituangkan dalam berita acara penelaahan, dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya atau sebagian, Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran melakukan penetapan melalui surat pengesahan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil penelaahan yang dituangkan dalam berita acara penelaahan tidak dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya, Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan penolakan usulan Revisi Anggaran.
Dalam hal berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat dokumen pendukung yang harus dilengkapi, Kementerian/Lembaga menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lama 2 (dua) hari kerja setelah penelaahan.
Dalam hal perbaikan kelengkapan dokumen pendukung belum disampaikan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (13), Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan surat usulan Revisi Anggaran melalui Sistem Informasi.
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan surat pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Proses penetapan atau penolakan usulan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) atau ayat (12) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak penelaahan selesai dilakukan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan data dalam Sistem Informasi diterima dengan lengkap dan benar.
Dalam hal proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berupa pengesahan, diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah usulan Revisi Anggaran diterima di Sistem Informasi, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan data dalam Sistem Informasi diterima dengan lengkap dan benar.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (11) Pasal 167 diubah dan ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (13) dan ayat (14), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 167
Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk anggaran BA BUN terbagi dalam 3 (tiga) jenis:
Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran berubah;
Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran tetap yang memerlukan penelaahan; dan/atau
revisi administrasi.
Mekanisme Revisi Anggaran untuk anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
usulan Revisi Anggaran disampaikan oleh KPA BUN kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu atas kesesuaian dokumen pendukung dengan kaidah perencanaan dan penganggaran dan dituangkan dalam LHR APIP K/L;
KPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Pemimpin PPA BUN dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
data dalam Sistem Informasi;
kerangka acuan kerja dan rincian anggaran biaya usulan Revisi Anggaran;
LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada huruf a, atau LHR APIP K/L saat proses pengusulan tambahan anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf c angka 5 dan Pasal 119 ayat (2) huruf a angka 4; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan substansi Revisi Anggaran;
Pemimpin PPA BUN meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf b;
dalam proses penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf c, Pemimpin PPA BUN dapat meminta tambahan dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan; dan
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pemimpin PPA BUN menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
data dalam Sistem Informasi;
LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan substansi Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf d.
Berdasarkan surat usulan Revisi Anggaran dari Pemimpin PPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, pejabat eselon III terkait atas nama Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran menetapkan dan menyampaikan undangan penelaahan kepada Pemimpin PPA BUN .
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan atas usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e bersama-sama dengan PPA BUN melalui komunikasi secara luring maupun daring.
Dalam melakukan penelaahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Jenderal Anggaran dapat meminta tambahan dokumen pendukung.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran BA BUN terkait pinjaman dan/atau hibah, proses penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran dapat menyetujui atau tidak menyetujui usulan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e disetujui, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat pengesahan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e disetujui dan menyebabkan perubahan jumlah anggaran atau menyebabkan perubahan catatan halaman IVA DIPA BUN, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran terlebih dahulu menetapkan revisi DHP RKA-BUN sebelum menerbitkan surat pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak dapat disetujui, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran.
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf e disusun sesuai format tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Proses persetujuan atau tidak disetujuinya Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8), ayat (9), atau ayat (10) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penelaahan selesai dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan/atau ayat (5) diterima dengan lengkap dan benar dalam Sistem Informasi.
Mekanisme Revisi Anggaran untuk anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui pengesahan.
Penyelesaian revisi anggaran melalui pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak usulan Revisi Anggaran diterima pada Sistem Informasi, setelah dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diterima dengan lengkap dan benar.
Ketentuan ayat (1) Pasal 168 diubah, di antara huruf b dan huruf c ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf b1, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 168
Mekanisme Revisi Anggaran pada DIPA BUN berdasarkan SPP BA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 dan Pasal 162 atau revisi surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
Pemimpin PPA BUN menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui Sistem Informasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian berupa:
dokumen SPP BA BUN atau revisi surat Menteri Keuangan; dan
data dalam Sistem Informasi;
usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah SPP BA BUN atau revisi surat Menteri Keuangan diterbitkan ;
b1. dalam hal Revisi Anggaran pada DIPA BUN berdasarkan SPP BA BUN untuk hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, batas waktu usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana; dan
berdasarkan usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Mitra PPA BUN melakukan penelaahan bersama dengan PPA BUN, sesuai dengan substansi dan kebutuhan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat ditetapkan dan menyebabkan perubahan pada DIPA BUN, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan:
DHP RKA-BUN; dan
Surat Pengesahan Revisi Anggaran.
Ketentuan huruf a, huruf b, dan huruf c ayat (1) Pasal 171 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 171
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (2) huruf b angka 1 dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
KPA menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
data dalam Sistem Informasi;
surat persetujuan pejabat eselon I berkaitan dengan pergeseran anggaran antar-Satker dan/atau antar-Kegiatan;
rekomendasi ( clearance ) dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan digital dan/atau Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi tertentu;
surat pernyataan pejabat eselon I yang menyatakan bahwa alokasi tersebut telah berdasarkan proposal yang diterima dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait dengan akun 526 berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah dan pengalokasiannya didasarkan pada usulan proposal;
rencana kebutuhan barang milik negara hasil penelaahan perubahan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan penambahan volume barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara dalam hal penambahan volume barang milik negara melebihi jumlah volume barang milik negara yang tercantum dalam rencana kebutuhan barang milik negara; dan
dokumen pendukung lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan substansi Revisi Anggaran;
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
berdasarkan hasil penelitian atas usulan Revisi Anggaran, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/ Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui Sistem Informasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan belum dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengembalikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/ Sekretaris/ pejabat eselon I Kementerian/Lembaga melalui Sistem Informasi.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil penelitian Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan, Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil penelitian Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan, Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran.
Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterima dengan lengkap dan benar serta notifikasi dari Sistem Informasi telah tercetak.
Ketentuan ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) Pasal 174 diubah, di antara huruf a dan huruf b ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf a1, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 174
Mekanisme Revisi Anggaran pada Kementerian/ Lembaga yang menyebabkan perubahan DIPA dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
Kementerian/Lembaga dapat melakukan Revisi Anggaran dalam 1 (satu) Satker atau antar- Satker yang menyebabkan perubahan DIPA dalam rangka:
pemenuhan Belanja Operasional, termasuk penyelesaian pagu minus belanja pegawai operasional;
pemenuhan kebutuhan selisih kurs sepanjang bukan yang berasal dari sumber dana PLN atau hibah luar negeri;
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dan/atau Swakelola untuk menambah volume RO yang sama dan/atau RO yang lain, termasuk sisa RO Prioritas Nasional dan untuk pemenuhan Belanja Operasional;
ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis Sistem Informasi;
ralat kode akun dalam rangka penerapan kebijakan akuntansi;
ralat cara penarikan pinjaman/hibah luar negeri dan/atau pinjaman/hibah dalam negeri, termasuk Pemberian Pinjaman, pinjaman yang diterushibahkan, dan/atau Penerusan Hibah setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
ralat cara penarikan SBSN setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
ralat nomor register pembiayaan kegiatan/proyek SBSN setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
ralat nomor register pinjaman dan/atau hibah luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
penyelesaian Tunggakan yang sumber dananya dari rupiah murni atau PNBP BLU;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) RO Prioritas Nasional; dan/atau
pergeseran anggaran sebagai akibat pelampauan besaran SBKU dan SBKK yang telah mendapat Persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran;
a1. Revisi Anggaran pada Kementerian/Lembaga yang menyebabkan perubahan DIPA sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat disertai dengan perubahan rencana penarikan dana atau Perkiraan Penerimaan dalam Halaman III DIPA;
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan dalam 1 (satu) Satker, Revisi Anggaran dilakukan oleh KPA;
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan antar- Satker dalam 1 (satu) unit eselon I, KPA mengusulkan Revisi Anggaran dimaksud kepada pejabat eselon I Kementerian/Lembaga; dan
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan antar- Satker antarunit eselon I, KPA mengusulkan Revisi Anggaran dimaksud kepada pejabat eselon I untuk selanjutnya diusulkan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris Kementerian/Lembaga;
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mengubah data RKA- K/L dengan menggunakan Sistem Informasi setelah dokumen pendukung dipenuhi;
dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c disimpan oleh KPA;
perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf c ditetapkan dalam surat pemberitahuan perubahan RKA sesuai format yang diunduh dari Sistem Informasi tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
penetapan surat pemberitahuan perubahan RKA sebagaimana dimaksud dalam huruf e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan dalam lingkup 1 (satu) Satker, penetapan dilakukan oleh KPA;
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan antar- Satker dalam 1 (satu) unit eselon I, penetapan dilakukan oleh pejabat eselon I yang membawahi Satker berkenaan; dan
dalam hal Revisi Anggaran dilakukan antar- Satker antarunit eselon I, penetapan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Kementerian/Lembaga; dan
KPA atau Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/ Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat pemberitahuan perubahan RKA kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan memeriksa kesesuaian antara surat pemberitahuan perubahan RKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dengan daftar perubahan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, maka:
pengesahan perubahan DIPA dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk Revisi Anggaran dalam dalam 1 (satu) Satker dan antar-Satker dalam 1 (satu) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau
pengesahan perubahan DIPA dilakukan di Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk Revisi Anggaran antar-Satker antar-Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan revisi antarunit eselon I Kementerian/Lembaga.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat penolakan Revisi Anggaran.
Proses pemeriksaan, pengesahan, dan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan melalui Sistem Informasi.
Ketentuan ayat (1), ayat (4), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) Pasal 175 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 175
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran reguler ditetapkan sebagai berikut:
tanggal 31 Oktober tahun anggaran berkenaan, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran;
tanggal 30 November tahun anggaran berkenaan, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, termasuk revisi administrasi SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143; dan
tanggal 30 November tahun anggaran berkenaan, untuk Revisi Anggaran kewenangan Kementerian/Lembaga yang mengakibatkan perubahan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf a kecuali untuk penyelesaian pagu minus belanja pegawai operasional.
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran berupa revisi lanjutan RMP pada DIPA tahun anggaran sebelumnya yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari PLN oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran berkenaan.
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran berupa perubahan anggaran belanja dalam rangka lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran sebelumnya untuk kontrak tahun tunggal oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 15 Februari tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa perubahan anggaran belanja dalam rangka:
lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN tahun anggaran sebelumnya untuk kontrak tahun jamak; dan
lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek PLN dan/atau PDN tahun anggaran sebelumnya untuk kontrak tahun jamak, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Maret tahun anggaran berkenaan.
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran terkait penggunaan RO Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 7 April tahun anggaran berkenaan.
Batas akhir penerimaan usulan pengembalian anggaran ke sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 30 September tahun anggaran berkenaan.
Batas akhir penerimaan usulan pergeseran anggaran dari sub BA BUN Belanja Lainnya ke BA K/L (SP SABA) dalam rangka pemberian penghargaan kepada Kementerian/Lembaga oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Oktober tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
pergeseran anggaran dari BA K/L ke sub BA BUN Belanja Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170; dan
pengesahan atas penyediaan alokasi belanja dalam rangka kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (5) huruf e, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 30 November tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
pergeseran anggaran untuk belanja pegawai, termasuk gaji untuk pegawai non-Aparatur Sipil Negara;
berkaitan dengan kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP termasuk penggunaan dana penerimaan klaim asuransi dalam rangka asuransi barang milik negara, PLN, Hibah, dan/atau PDN;
Revisi Anggaran terkait pinjaman/hibah baru, penyesuaian kurs penarikan pinjaman/hibah, dan RMP PLN;
Berkaitan dengan kegiatan Kementerian/ Lembaga yang merupakan tindak lanjut dari hasil sidang kabinet yang ditetapkan setelah terbitnya Undang- Undang tentang perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan;
kegiatan-kegiatan yang membutuhkan data/ dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal Kementerian/Lembaga seperti persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, hasil reviu internal Pemerintah oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan/atau revisi administrasi pembukaan blokir;
pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antar-tahun anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN, pergeseran anggaran belanja dalam rangka pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual pada satu kegiatan/proyek SBSN dan/atau antar- kegiatan/proyek SBSN dalam satu unit eselon I;
revisi Rumusan Informasi Kinerja berupa perubahan referensi RKA-K/L dan/atau DIPA Kementerian/Lembaga, termasuk untuk keperluan pengendalian dan pemantauan serta evaluasi kinerja anggaran;
revisi akibat penerbitan SPP BA BUN/SP SABA;
DIPA BUN untuk selain keperluan Lembaga yang belum memiliki Bagian Anggaran; dan/atau j. perubahan anggaran yang bersifat mengurangi pagu SBSN, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 15 Desember tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
pelaksanaan kegiatan yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan;
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di atas Peraturan Menteri untuk pencairan anggaran;
pergeseran anggaran untuk penanggulangan bencana; dan/atau
pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (5) kecuali pengesahan belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara, pengesahan atas penyediaan alokasi belanja dalam rangka kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, dan revisi administrasi pembukaan blokir karena dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran telah dilengkapi, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 27 Desember tahun anggaran berkenaan.
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran terkait pengesahan belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (5) huruf a mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendanaan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara.
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran terkait pengesahan atas pendapatan/belanja/ pembiayaan anggaran untuk sub BA BUN yang telah dilakukan pada tahun anggaran sebelumnya oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat sampai batas akhir penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari penggunaan kelebihan realisasi penerimaan atas target PNBP yang dapat digunakan kembali sesuai ketentuan, yang telah direncanakan dalam APBN tahun anggaran berkenaan untuk Satker penghasil PNBP yang bersangkutan sepanjang dalam 1 (satu) Program yang sama, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 15 Desember tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk:
pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari hibah yang penarikannya tidak melalui Kuasa BUN;
pengesahan atas pengeluaran Kegiatan/RO yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri melalui mekanisme pembayaran langsung dan letter of credit ;
revisi administrasi; dan/atau
pemutakhiran data berkaitan dengan revisi POK oleh KPA yang mengakibatkan perubahan halaman III DIPA, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 27 Desember tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk penyelesaian pagu minus belanja pegawai, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan.
Dalam hal Revisi Anggaran terkait dengan penyesuaian administratif dan penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat, usulan Revisi Anggaran dapat disampaikan melewati tahun anggaran berkenaan dan penetapan batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran serta kewenangan pengesahannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pada saat penerimaan usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (16), seluruh dokumen telah diterima dengan lengkap dan benar.
Dalam hal batas akhir penyampaian usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (16) merupakan hari libur atau bagian dari kebijakan cuti bersama yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka batas akhir penyampaian usulan Revisi Anggaran dimajukan menjadi hari kerja terakhir sebelum hari libur atau cuti bersama.
Ketentuan Pasal 178 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 178
Dalam hal terdapat perbedaan data, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemutakhiran data anggaran (rekonsiliasi) berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 183 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 183
Dalam hal kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) berhalangan, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menetapkan pejabat definitif sebagai pejabat pelaksana tugas KPA dengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan pejabat pelaksana tugas kepala Satker atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dan tidak menjabat sebagai PPK;
merupakan pejabat 1 (satu) tingkat di bawah kepala Satker atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 yang mempunyai tugas dan fungsi terkait urusan keuangan/umum/rumah tangga/tata usaha/ kepegawaian/ perlengkapan dan tidak menjabat sebagai PPK; atau
merupakan pejabat 2 (dua) tingkat di bawah kepala Satker atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 yang mempunyai tugas dan fungsi terkait urusan keuangan dan tidak menjabat sebagai PPK dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf b berhalangan atau menjabat sebagai PPK.
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat yang ditetapkan sebagai KPA atau pejabat yang ditetapkan sebagai pelaksana tugas KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; dan/atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 45 (empat puluh lima) hari kalender.
Pejabat pelaksana tugas KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA.
Penetapan pelaksana tugas KPA berakhir dalam hal:
KPA telah terisi kembali oleh kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (1) atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) yang berstatus definitif; dan/atau
kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (1) atau pejabat lain selain kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA.
Ketentuan huruf e ayat (4) Pasal 196 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 196
Kuasa BUN pusat bertanggung jawab terhadap ketersediaan dana dalam rangka pencairan dana atas beban DIPA.
Kuasa BUN daerah bertanggung jawab terhadap:
kesesuaian penerima pembayaran berdasarkan perintah pembayaran dari PPSPM; dan
ketepatan waktu penerbitan SP2D.
Dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1), Kuasa BUN memiliki wewenang paling sedikit:
Kuasa BUN pusat:
melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam rangka pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran; dan
melakukan penyusunan laporan keuangan tingkat Kuasa BUN pusat; dan
Kuasa BUN daerah:
melakukan pengujian atas SPM yang diajukan oleh Satker;
melakukan penerbitan SP2D atas beban rekening Kas Negara; dan
melakukan penyusunan laporan keuangan tingkat Kuasa BUN daerah.
Untuk kelancaran pengujian atas SPM dan penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 dan angka 2, Kuasa BUN daerah memiliki tugas:
melaksanakan standar operasional prosedur pengujian SPM dan penerbitan SP2D;
memastikan Satker menggunakan sistem dan prosedur pembayaran yang telah distandardisasi oleh BUN;
memastikan Satker menyampaikan rencana penarikan dana yang tepat waktu dan akurat;
melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran dalam rangka manajemen kas; dan
memastikan terbitnya SP2D.
Ketentuan ayat (2) Pasal 215 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 215
Dalam hal UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda, KPA dapat mengajukan permohonan persetujuan TUP kepada Kepala KPPN.
Permohonan persetujuan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala KPPN disertai dengan rincian rencana penggunaan TUP dan surat pernyataan penggunaan TUP.
(2a) Rincian rencana penggunaan TUP dan surat pernyataan penggunaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keluaran dari sistem informasi.
(2b) Kepala KPPN melakukan penilaian ketersediaan alokasi dana yang dapat menggunakan UP pada program, kegiatan, dan KRO atas dasar permintaan TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Kepala KPPN dapat menyetujui atau menolak untuk keseluruhan atau sebagian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketentuan huruf a dan huruf b ayat (3) Pasal 227 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 227
Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian secara elektronik atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
Penelitian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi penelitian terhadap:
kelengkapan SPM; dan
kebenaran SPM meliputi:
kebenaran dan keabsahan Tanda Tangan Elektronik pada SPM;
kesesuaian penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
Pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM, merupakan kebenaran jumlah belanja/pengeluaran dikurangi dengan jumlah potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM;
menguji ketersediaan dana pada kegiatan/ output /jenis belanja dalam DIPA dengan jumlah belanja/pengeluaran yang dicantumkan pada SPM;
menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/Kontrak atau perubahan data pegawai yang telah disampaikan kepada KPPN; dan
menguji persyaratan pencairan dana.
Pengujian persyaratan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dapat berupa pengujian:
SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan;
SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP dengan jumlah uang yang disetujui oleh Kepala KPPN;
SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola;
SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN;
SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ayat (4) Pasal 237 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 237
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN paling kurang setiap periode semester I dan tahunan.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Laporan Realisasi Anggaran;
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
Neraca;
Laporan Operasional;
Laporan Arus Kas;
Laporan Perubahan Ekuitas; dan
Catatan Atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan konsolidasi dari Laporan Keuangan BUN dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada periode tahunan dilampiri Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara, Ikhtisar Laporan Keuangan Badan Lainnya, dan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan status belum diperiksa (unaudited) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden untuk selanjutnya disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Menteri Keuangan atas nama Pemerintah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan status belum diperiksa (unaudited) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan serta koreksi lain berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan status belum diperiksa (unaudited) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setelah penyesuaian (audited) mengungkapkan capaian kinerja.
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat didukung dengan penerapan Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi pemerintah pusat.
Ketentuan ayat (2) Pasal 238 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 238
Dalam rangka meyakinkan kehandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, perlu dilakukan reviu atas laporan keuangan.
Reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dilaksanakan oleh APIP K/L yang bersangkutan;
reviu Laporan Keuangan BUN dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN; dan
reviu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Hasil reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam pernyataan telah direviu.
Pernyataan telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bagian dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, Laporan Keuangan BUN dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat periode semesteran dan tahunan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar reviu.
Ketentuan ayat (6) Pasal 240 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 240
Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran dilakukan terhadap:
belanja Kementerian/Lembaga; dan
belanja BA BUN.
Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran terhadap belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan/atau Pengelola Fiskal; dan
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA.
Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran terhadap belanja BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan/atau Pengelola Fiskal.
Pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
berkala dan menyeluruh sesuai dengan periode aktivitasnya; dan
sepanjang proses dalam siklus pelaksanaan anggaran setelah pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran.
Hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk:
memastikan pelaksanaan Program dan Kegiatan sesuai dengan yang direncanakan;
bahan pertimbangan penyesuaian kebijakan tahun berjalan;
pengendalian belanja negara; dan/atau
peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran belanja.
Berdasarkan hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian belanja Kementerian/Lembaga melalui mekanisme perubahan RKA-K/L dan/atau penyesuaian belanja BUN melalui mekanisme perubahan RKA-BUN.
Penyesuaian belanja Kementerian/Lembaga melalui mekanisme perubahan RKA-K/L dan/atau penyesuaian belanja BUN melalui mekanisme perubahan RKA-BUN dilakukan melalui Revisi Anggaran sebagaimana diatur dalam BAB V tentang Revisi Anggaran.
Ketentuan ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) Pasal 251 diubah, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4a) dan ayat (11) dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 251
Untuk meningkatkan kinerja anggaran Kementerian/Lembaga, kepada Kementerian/ Lembaga dapat diberikan penghargaan dan/atau dikenai sanksi.
Pemberian penghargaan dan/atau pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri Keuangan pada tahun berkenaan berdasarkan hasil penilaian Kinerja tahun anggaran sebelumnya.
Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhitungkan capaian atas:
indikator Kinerja anggaran; dan
pengelolaan anggaran.
Capaian atas indikator Kinerja anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan Nilai Kinerja Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (7) dan nilai variabel sebagai berikut:
tindak lanjut Kementerian/Lembaga atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan yang dinilai oleh Badan Pemeriksa Keuangan; dan b . indeks perencanaan pembangunan nasional yang dinilai oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(4a) Capaian atas indikator Kinerja anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut:
nilai capaian atas indikator Kinerja anggaran lebih dari 90 (sembilan puluh) dikategorikan dengan sangat baik;
nilai capaian atas indikator Kinerja anggaran lebih dari 80 (delapan puluh) sampai dengan 90 (sembilan puluh) dikategorikan dengan baik;
nilai capaian atas indikator Kinerja anggaran lebih dari 60 (enam puluh) sampai dengan 80 (delapan puluh) dikategorikan dengan cukup;
nilai capaian atas indikator Kinerja anggaran lebih dari 50 (lima puluh) sampai dengan 60 (enam puluh) dikategorikan dengan kurang; dan
nilai capaian atas indikator Kinerja anggaran sampai dengan 50 (lima puluh) dikategorikan dengan sangat kurang.
Capaian atas pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan nilai kontribusi Kementerian/Lembaga terhadap sasaran/kebijakan tertentu yang menjadi fokus pemerintah, meliputi:
aspek implementasi;
aspek manfaat; dan/atau
aspek konteks.
Capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek implementasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a merupakan hasil penilaian terhadap Kementerian/Lembaga dalam mengimplementasikan kebijakan anggaran meliputi:
Nilai Kinerja pengelolaan PNBP;
inovasi yang menghasilkan efisiensi anggaran; dan/atau
variabel lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan hasil penilaian terhadap upaya Kementerian/Lembaga dalam mendorong kemanfaatan atas penggunaan anggaran, dalam hal ini peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek konteks sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c merupakan hasil penilaian terhadap upaya Kementerian/Lembaga dalam menentukan program yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Penilaian terhadap capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek implementasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan aspek konteks sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Penilaian terhadap capaian atas pengelolaan anggaran pada aspek manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Dihapus.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 254 diubah dan ayat (3) dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 254
Kementerian/Lembaga yang memperoleh:
capaian atas indikator Kinerja anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4a); dan
nilai kinerja percepatan pelaksanaan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (2), pada kategori sangat baik dapat diberikan penghargaan dalam bentuk piagam/tropi penghargaan, publikasi pada media massa nasional, dan dinominasikan untuk diberikan dalam bentuk insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 ayat (1).
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada 3 (tiga) Kementerian/Lembaga yang meraih nilai kontribusi tertinggi terhadap sasaran/kebijakan tertentu yang menjadi fokus pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 251 ayat (6), ayat (7) dan ayat (8).
Dihapus.
Ketentuan ayat (1) Pasal 255 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 255
Kementerian/Lembaga yang memperoleh nilai kinerja anggaran dan/atau kontribusi terhadap sasaran/kebijakan tertentu yang menjadi fokus Pemerintah dalam kategori kurang dan sangat kurang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (8) huruf d dan huruf e, dikenai sanksi.
Kementerian/Lembaga yang memperoleh nilai kinerja percepatan pelaksanaan berusaha dalam kategori kurang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat huruf c dapat dipertimbangkan untuk dikenai sanksi.
Pengenaan sanksi kepada Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa:
teguran tertulis;
publikasi pada media massa nasional; dan/atau
disinsentif anggaran.
Pengenaan sanksi berupa teguran tertulis kepada Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Pengenaan sanksi berupa publikasi pada media massa nasional kepada Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui publikasi pada media cetak atau media digital dalam skala nasional.
Pengenaan sanksi berupa disinsentif anggaran kepada Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dapat berupa:
pengurangan anggaran;
pemberian catatan pada DIPA ( self blocking anggaran); dan/atau __ c. penajaman/pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu ( refocusing anggaran).
Disinsentif anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat mengurangi alokasi anggaran untuk:
gaji dan tunjangan;
prioritas nasional; dan
pelayanan kepada masyarakat.
Ketentuan Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal II
1 . Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penggunaan batas maksimal pinjaman sebagai acuan besaran alokasi pada revisi anggaran yang bersumber dari PLN dan/atau PDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (5a) mulai berlaku sejak tahun anggaran 2025. 2 . Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditandatangani secara elektronik
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal Д DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA, Ѽ DHAHANA PUTRA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR Ж