DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6883);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG OPERASIONAL PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN. BIAYA DAN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 3. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/ a tau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 4. Biaya Operasional Pemungutan yang selanjutnya disingkat BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
sektor perkebunan;
sektor perhutanan;
sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
sektor pertambangan mineral atau batubara; dan
sektor lainnya. (2) Rincian objek pajak PBB atas masing-masing sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi objek pajak PBB. Pasal 3 Penerimaan PBB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dialokasikan kepada Daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan BOP. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 4 (1) BOP sehagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sehagai herikut:
BOP PBB sektor perkehunan sehesar 5,4% (lima koma empat persen) dari penerimaan PBB sektor perkehunan;
BOP PBB sektor perhutanan sehesar 5,85% (lima koma delapan lima persen) dari penerimaan PBB sektor perhutanan;
BOP PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara; dan
BOP PBB sektor lainnya sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor lainnya. (2) Penganggaran BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lehih lanjut mengenai penggunaan BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 5 Perhitungan BOP · terhadap pemungutan PBB yang merupakan hagian dari DBH PBB, dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN peruhahan. Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai herlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Desember 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA