bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah dalam rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 206);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENJAMINAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah yang selanjutnya disebut Penjaminan Penyelenggaraan CPP adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden mengenai penyelenggaraan cadangan pangan pemerintah.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Cadangan Pangan Pemerintah yang selanjutnya disingkat CPP adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194
Kepala Badan Pangan Nasional yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah kepala lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pemerintahan di bidang Pangan.
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri baik secara langsung atau melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Penyelenggaraan CPP.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Perusahaan Umum (Perum) BULOG yang selanjutnya disebut Perum BULOG adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, yang menyelenggarakan usaha logistik Pangan serta usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.
Badan Usaha Milik Negara di Bidang Pangan yang selanjutnya disebut BUMN Pangan adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak atau berusaha di bidang Pangan baik produksi, distribusi, pemasaran, atau lainnya.
Badan Usaha Penjaminan adalah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Penyelenggara CPP adalah Perum BULOG dan BUMN Pangan yang ditugaskan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan CPP.
Pemberi Pinjaman adalah lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan non-bank yang memberikan fasilitas Pinjaman kepada Penyelenggara CPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjamin adalah Pemerintah dan/atau Badan Usaha Penjaminan.
Pemohon Jaminan adalah Perum BULOG atau BUMN Pangan yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan Penjaminan Pemerintah.
Penerima Jaminan adalah lembaga keuangan atau lembaga keuangan non-bank yang memberikan fasilitas Pinjaman kepada Perum BULOG atau BUMN Pangan.
Terjamin adalah Perum BULOG atau BUMN Pangan yang mendapat Penjaminan Pemerintah.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Badan Usaha Penjaminan dalam rangka kegiatan penjaminan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada bendahara umum negara.
Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan untuk penerbitan penjaminan terhadap Pinjaman yang diusulkan memperoleh penjaminan pada tahun tertentu.
First Loss adalah besaran porsi penjaminan dari Badan Usaha Penjaminan yang mendapat penugasan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah.
Pasal 2
Penjaminan Penyelenggaraan CPP bertujuan untuk mendukung kemampuan Penyelenggara CPP dalam memperoleh pinjaman dalam rangka penyelenggaraan CPP ( credit enhancement ).
Pasal 3
Penjaminan Penyelenggaraan CPP diberikan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:
kebutuhan riil pendanaan penyelenggaraan CPP;
kesinambungan fiskal; dan
pengelolaan risiko fiskal (APBN).
Pasal 4
Pemerintah dapat memberikan Penjaminan Pemerintah atas Pinjaman kepada Penyelenggara CPP.
Penyelenggara CPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Perum BULOG; dan/atau
BUMN Pangan, yang menerima penugasan dari Pemerintah.
Pasal 5
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat diberikan terhadap kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan.
Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pokok Pinjaman;
bunga/imbalan; dan/atau
biaya lainnya yang timbul, sehubungan dengan perjanjian Pinjaman.
BAB II
TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Permohonan Jaminan
Pasal 6
Pemohon Jaminan mengajukan permohonan Penjaminan Pemerintah kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal sebagai berikut:
nilai pinjaman yang akan dijamin Pemerintah;
Pemberi Pinjaman telah menyatakan minatnya untuk memberikan Pinjaman kepada Pemohon Jaminan;
jenis CPP yang akan dibiayai;
alasan diperlukannya Penjaminan Pemerintah; dan
pernyataan mengenai kebenaran atas segala data, informasi, dan keterangan dalam permohonan Penjaminan Pemerintah.
Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan minimal:
surat penugasan dari Kepala Badan dan/atau dokumen penugasan yang menjadi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan kepada Perum BULOG dan/atau BUMN Pangan, yang menyatakan bahwa Pemohon Jaminan sedang menjalankan penugasan dalam rangka penyelenggaraan CPP, yang memuat:
jenis CPP yang ditugaskan;
jumlah CPP yang ditugaskan; dan
jangka waktu penugasan, b. rencana peruntukan pendanaan melalui Pinjaman yang menyertakan kajian kelayakan penggunaan Pinjaman;
dalam hal Pinjaman diperuntukkan bagi kegiatan investasi, menyertakan studi kelayakan yang disusun oleh pihak yang berkompeten dan independen;
surat pernyataan minat dari Pemberi Pinjaman kepada Pemohon Jaminan;
persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN atas rencana Pinjaman;
rancangan final perjanjian Pinjaman;
profil Pemberi Pinjaman;
harga ( pricing ) Pinjaman serta syarat dan ketentuan ( terms and conditions ) Pinjaman;
rencana sumber dana pelunasan Pinjaman;
laporan keuangan Pemohon Jaminan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen;
proyeksi keuangan selama masa Pinjaman; dan
persetujuan organ perusahaan Pemohon Jaminan sesuai dengan anggaran dasar mengenai rencana Pinjaman.
Bagian Kedua
Evaluasi Permohonan Jaminan
Pasal 7
Terhadap permohonan Penjaminan Pemerintah yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan berkoordinasi dengan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.
Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan Badan Usaha Penjaminan.
Dalam melakukan evaluasi bersama dengan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta konfirmasi kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan.
Badan Usaha Penjaminan menyampaikan konfirmasi atas kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan konfirmasi dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Evaluasi dilakukan sejak permohonan Penjaminan Pemerintah dan seluruh lampiran yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Evaluasi dilakukan dengan cara:
memeriksa kelengkapan dokumen beserta seluruh lampirannya;
memeriksa informasi terkait:
peruntukan Pinjaman; dan
kelayakan penugasan Penyelenggara CPP, c. melakukan verifikasi terhadap syarat dan ketentuan (terms and conditions ) di dalam rancangan perjanjian Pinjaman; dan
dalam hal Pinjaman diperuntukkan bagi kegiatan investasi, pemeriksaan dilakukan terhadap studi kelayakan yang terdiri atas:
aspek teknis sehubungan dengan dapat tidaknya kegiatan investasi dilaksanakan dari sisi teknis;
manfaat ekonomi dari kegiatan investasi, yang dicerminkan dari manfaat langsung maupun tidak langsung kegiatan investasi terhadap masyarakat dan/atau terhadap fiskal (APBN);
manfaat keuangan yang dicerminkan oleh penurunan biaya dan/atau peningkatan laba dari Pemohon Jaminan; dan
dokumen mengenai analisis dampak lingkungan dan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempertimbangkan Batas Maksimal Penjaminan.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari Pemohon Jaminan.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan pinjaman Pemerintah dan/atau pinjaman BUMN yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah sebagai pembanding untuk menilai kewajaran syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman yang dijamin.
Syarat dan ketentuan (terms and conditions ) yang diperbandingkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) meliputi:
harga ( pricing ) Pinjaman;
jangka waktu Pinjaman; dan
syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman lainnya.
Hasil evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah dituangkan dalam berita acara evaluasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas:
syarat dan ketentuan (terms and conditions ) perjanjian Pinjaman; dan
usulan pihak yang akan melakukan penjaminan.
Usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b terdiri atas:
Pemerintah;
Pemerintah bersama dengan Badan Usaha Penjaminan; atau
Badan Usaha Penjaminan.
Dalam hal Pinjaman yang diajukan oleh Penyelenggara CPP diberikan subsidi, tingkat suku bunga yang dikenakan oleh Pemberi Pinjaman sebelum diberikan subsidi merupakan tingkat suku bunga yang telah disetujui oleh Pemerintah berdasarkan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman.
Pasal 8
Dalam hal usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (13) huruf b dan huruf c, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan keputusan Menteri mengenai penugasan kepada Badan Usaha Penjaminan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah atau untuk melakukan penjaminan bersama dengan Pemerintah.
Penugasan kepada Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa:
penugasan kepada Badan Usaha Penjaminan untuk melakukan penjaminan dapat memberikan manfaat fiskal; dan
Badan Usaha Penjaminan memiliki kapasitas untuk memberikan porsi jaminan yang akan ditugaskan.
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat minimal sebagai berikut:
nama Pemohon Jaminan selaku Terjamin;
nama Pemberi Pinjaman yang akan menerima penjaminan;
porsi yang ditanggung oleh Badan Usaha Penjaminan sebagai First Loss ; dan
hak Badan Usaha Penjaminan untuk mendapatkan IJP yang dibayar oleh Terjamin.
Penentuan porsi yang ditanggung oleh Badan Usaha Penjaminan dilakukan berdasarkan analisis kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
Bagian Ketiga
Persetujuan Syarat dan Ketentuan Perjanjian Pinjaman
Pasal 9
Berdasarkan persetujuan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (12), Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menerbitkan persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions ) perjanjian Pinjaman.
Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions ) perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki kekuatan hukum apapun yang mengikat Menteri untuk menerbitkan Penjaminan Pemerintah, sebelum dilakukan penelaahan terhadap rancangan final perjanjian Pinjaman.
Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pemohon Jaminan untuk dilakukan penandatanganan perjanjian Pinjaman.
Bagian Keempat
Penerbitan Jaminan
Pasal 10
Pemohon Jaminan menyampaikan permohonan penerbitan surat jaminan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan melampirkan:
perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3); dan
dokumen rencana mitigasi risiko.
Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan penelaahan untuk melihat kesesuaian antara syarat dan ketentuan ( terms and conditions) perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan syarat dan ketentuan ( terms and conditions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (12) huruf a, berkoordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat melibatkan Badan Usaha Penjaminan.
Dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat ketentuan minimal mengenai:
peta risiko;
langkah-langkah mitigasi risiko baik terkait risiko korporasi maupun risiko program; dan
upaya terbaik Terjamin untuk memenuhi pembayaran Pinjaman.
Dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Terjamin mengenai kesanggupan Terjamin untuk:
melakukan pemantauan terhadap risiko gagal bayar bersama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan/atau Badan Usaha Penjaminan; dan
menandatangani perjanjian penyelesaian Regres dan membayar utang Regres kepada Badan Usaha Penjaminan dan/atau Pemerintah.
Pasal 11
Dalam hal syarat dan ketentuan (terms and conditions ) dalam perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) telah sesuai dengan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat , diterbitkan surat jaminan.
Surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
surat jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan;
surat jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko bersama dengan wakil yang sah dari Badan Usaha Penjaminan, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan, dalam hal penjaminan dilakukan oleh Menteri bersama Badan Usaha Penjaminan; atau
surat jaminan yang ditandatangani oleh wakil yang sah dari Badan Usaha Penjaminan, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan, dalam hal penjaminan dilakukan oleh Badan Usaha Penjaminan.
Surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Terjamin.
Atas penerbitan surat jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaporkan kepada Menteri.
Penjaminan Pemerintah melalui surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara penuh ( full guarantee ), tanpa syarat ( unconditional ), dan tidak dapat dicabut kembali ( irrevocable ) serta mengikat Penjamin sesuai dengan ketentuan dalam surat jaminan.
Penjaminan Penyelenggaraan CPP berlaku sejak tanggal penerbitan surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan seluruh kewajiban finansial Terjamin kepada Pemberi Pinjaman berdasarkan perjanjian Pinjaman terpenuhi.
Penjaminan Penyelenggaraan CPP serta merta berakhir atau tidak berlaku dengan berakhirnya atau tidak berlakunya perjanjian Pinjaman.
BAB III
DUKUNGAN PEMERINTAH ATAS PENUGASAN BADAN USAHA
Pasal 12
Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Pemerintah, Pemerintah dalam hal ini Menteri memberikan dukungan kepada Badan Usaha Penjaminan berupa:
meningkatkan kredibilitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan;
menjaga kecukupan modal Badan Usaha Penjaminan yang mendapat penugasan; dan/atau
memastikan penyelesaian piutang Regres sesuai dengan perjanjian penyelesaian Regres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menjaga kecukupan modal Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah dapat memberikan penyertaan modal negara.
Pasal 13
Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Penyelenggaraan CPP, Badan Usaha Penjaminan dapat mengenakan biaya atas pelaksanaan pemberian penjaminan dalam bentuk IJP kepada Terjamin sesuai dengan mekanisme korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d.
Jumlah IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhatikan:
porsi penjaminan yang ditanggung;
tingkat risiko Terjamin;
biaya yang dikeluarkan; dan
marjin yang wajar.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan telah melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) namun tidak diberikan penugasan untuk melakukan Penjaminan Penyelenggaraan CPP, Badan Usaha Penjaminan dapat mengenakan biaya jasa kepada Terjamin atas pelaksanaan evaluasi penjaminan, yang diperhitungkan terhadap biaya yang dikeluarkan dalam rangka evaluasi dan marjin yang wajar.
BAB IV
PENYELESAIAN AKIBAT PELAKSANAAN JAMINAN
Bagian Kesatu
Klaim atas Penjaminan Pemerintah
Pasal 14
Klaim Penjaminan Pemerintah dilaksanakan dalam hal Terjamin selaku penerima Pinjaman berada dalam keadaan tidak mampu untuk melaksanakan kewajibannya kepada Pemberi Pinjaman berdasarkan perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Terjamin menyampaikan pemberitahuan kepada Badan Usaha Penjaminan atas keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemberitahuan kepada Badan Usaha Penjaminan mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Penerima Jaminan atas keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah kewajiban finansial berdasarkan perjanjian Pinjaman jatuh tempo.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan pula kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko oleh Terjamin.
Pasal 15
Berdasarkan ketidakmampuan Terjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat , Penerima Jaminan menyampaikan pengajuan klaim secara tertulis kepada Badan Usaha Penjaminan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, serta direksi Terjamin.
Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal sebagai berikut:
ketidakmampuan Terjamin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian Pinjaman;
kewajiban Pemerintah selaku Penjamin untuk membayar kepada pemberi Pinjaman selaku Penerima Jaminan berdasarkan surat jaminan;
jumlah kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a;
masa tenggang pembayaran klaim penjaminan terkait klaim atas penjaminan Pinjaman; dan
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening Penerima Jaminan.
Pengajuan klaim atas penjaminan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
perjanjian Pinjaman;
salinan surat jaminan;
rincian kewajiban yang harus dipenuhi oleh Penjamin; dan
rincian Pinjaman.
Pasal 16
Badan Usaha Penjaminan melakukan verifikasi terhadap klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan baik untuk porsi Badan Usaha Penjaminan maupun Pemerintah.
Dalam rangka melaksanakan verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Penjaminan dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan pihak lain terkait.
Untuk keperluan verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Penjaminan dapat meminta Terjamin untuk menyampaikan surat pernyataan mengenai tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan apapun mengenai jumlah klaim yang diajukan.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Terjamin dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permintaan tersebut disampaikan.
Verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah kewajiban berdasarkan perjanjian pinjaman yang menjadi kewajiban Terjamin berdasarkan tagihan dari Penerima Jaminan;
tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/atau jumlah klaim yang diajukan; dan
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening yang ditujukan Penerima Jaminan.
Hasil verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam berita acara verifikasi yang ditandatangani oleh Terjamin, Penerima Jaminan, dan Badan Usaha Penjaminan.
Berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan salinannya kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan bahwa Pemerintah perlu melakukan pembayaran klaim untuk porsi Pemerintah, KPA turut menandatangani berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah.
Pasal 17
Pembayaran atas klaim dilakukan apabila hasil verifikasi menunjukkan sebagai berikut:
terdapat kesesuaian antara jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan kepada Penjamin dan jumlah kewajiban Terjamin yang terhutang berdasarkan perjanjian Pinjaman; dan
tidak adanya keberatan dari Terjamin dan/atau perselisihan apapun antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/atau jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Penjaminan membayar klaim yang menjadi porsi penjaminannya kepada Penerima Jaminan.
Atas kelebihan klaim dari porsi penjaminan Badan Usaha Penjaminan, Badan Usaha Penjaminan menyampaikan tagihan yang menjadi porsi Pemerintah kepada KPA atas kewajiban penjaminan Pemerintah.
Pelaksanaan pembayaran kelebihan klaim dari porsi penjaminan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah melalui Menteri dapat menggunakan dana yang bersumber dari dana cadangan penjaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan pembayaran klaim porsi Pemerintah kepada Penerima Jaminan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Regres
Pasal 18
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan telah melaksanakan kewajibannya selaku Penjamin kepada Penerima Jaminan berdasarkan surat jaminan, Terjamin harus memenuhi Regres.
Pemenuhan Regres oleh Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kemampuan keuangan Terjamin.
Badan Usaha Penjaminan menyampaikan surat pemberitahuan Regres kepada Terjamin pada saat atau segera setelah Regres timbul dengan tembusan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN atau Kepala Badan.
Setelah surat pemberitahuan Regres disampaikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN atau Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Usaha Penjaminan dan Terjamin menuangkan kesepakatan mengenai penyelesaian Regres dengan pembayaran secara bertahap atau sekaligus ke dalam perjanjian penyelesaian Regres yang ditandatangani oleh wakil yang sah dari kedua belah pihak.
Dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Terjamin menyatakan dan menyepakati minimal hal-hal sebagai berikut:
pengakuan berutang Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan sebagai akibat dari timbulnya Regres;
jumlah utang yang wajib dibayar Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan;
tingkat bunga;
tahapan pembayaran yang disanggupi Terjamin untuk membayar utangnya kepada Badan Usaha Penjaminan hingga lunas; dan
mekanisme pembayaran yang disetujui untuk melaksanakan tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf d.
Kesepakatan mengenai hal-hal yang perlu diatur dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana diatur pada ayat (5) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembayaran klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Badan Usaha Penjaminan dan Terjamin yang memiliki utang Regres melaporkan kesepakatan mengenai penyelesaian utang yang dituangkan dalam perjanjian penyelesaian Regres kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN atau Kepala Badan.
Menteri dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan terhadap penyelesaian Regres, dan melakukan koordinasi dengan Kementerian BUMN atau Kepala Badan untuk memastikan agar penyelesaian Regres sebagaimana tertuang dalam perjanjian penyelesaian Regres dapat diselesaikan oleh Terjamin.
Pasal 19
Dalam hal Pemerintah melakukan pembayaran klaim penjaminan kepada Penerima Jaminan atas porsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) timbul piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin.
Ketentuan mengenai penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Badan Usaha Penjaminan berlaku pula secara mutatis mutandis untuk penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Pemerintah.
Kewenangan untuk melakukan penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin didelegasikan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
BAB V
PENGELOLAAN TERHADAP RISIKO GAGAL BAYAR Bagian Kesatu Mitigasi Risiko
Pasal 20
Terjamin wajib melakukan upaya terbaik untuk melakukan pengelolaan terhadap kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar atau segala peristiwa yang mempengaruhi kemampuan Terjamin untuk memenuhi kewajiban finansial.
Kewajiban pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan masa berlaku perjanjian Pinjaman.
Terjamin harus melakukan pembaharuan dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat memberikan masukan kepada Terjamin mengenai dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Badan Usaha Penjaminan turut memberikan masukan kepada Terjamin mengenai dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b.
Dokumen rencana mitigasi risiko yang telah mendapatkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditandatangani oleh direksi Terjamin untuk disampaikan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Terjamin menyampaikan tembusan dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Badan Usaha Penjaminan.
Bagian Kedua
Pemantauan atas Pengelolaan Risiko Gagal Bayar
Pasal 21
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan Terjamin sesuai dengan dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (6).
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Badan Usaha Penjaminan turut melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan Terjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Dalam rangka pemantauan terhadap pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, Badan Usaha Penjaminan, dan Terjamin dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai pelaksanaan rencana mitigasi risiko sebagaimana tertuang dalam dokumen rencana mitigasi risiko oleh Terjamin.
Pasal 22
Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah, Terjamin wajib membuka rekening khusus untuk menampung dana yang diterima oleh Terjamin dari hasil pencairan fasilitas Pinjaman dari Pemberi Pinjaman.
Setiap pencairan fasilitas Pinjaman dari Pemberi Pinjaman untuk keperluan CPP, Terjamin harus mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Kepala Badan.
Terjamin wajib menyetorkan seluruh penerimaan yang diperoleh Terjamin dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke dalam rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penggunaan dana dari rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Terjamin untuk keperluan operasional Terjamin dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pemberi Pinjaman.
Terjamin wajib memastikan bahwa rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipergunakan untuk kepentingan dan peruntukan selain pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Terjamin wajib memberikan akses pada rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Terjamin menyampaikan pemberitahuan mengenai pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), pemberian akses terhadap rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) juga dilakukan oleh Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan.
Terjamin wajib menyediakan dana untuk pelunasan kewajiban finansial Pinjaman kepada Penerima Jaminan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal berakhirnya fasilitas Pinjaman atau tanggal pembayaran kewajiban finansial berdasarkan perjanjian Pinjaman.
Pasal 23
Terhitung sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah, Terjamin wajib menyusun laporan secara triwulanan pada periode yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember, yang terdiri atas:
laporan penggunaan dana dari penarikan atas Pinjaman;
laporan keuangan Terjamin secara triwulan dan tahunan yang belum diaudit ( unaudited );
laporan kemampuan bayar Terjamin, termasuk proyeksi kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar pada Terjamin untuk 1 (satu) tahun ke depan;
laporan arus kas pada saat diperlukan berdasarkan permintaan Pemerintah dan/atau Badan Usaha Penjaminan sebelum tanggal jatuh tempo atas pembayaran Pinjaman berdasarkan perjanjian Pinjaman;
laporan pelaksanaan rencana mitigasi risiko; dan
laporan pengadaan pembiayaan lainnya.
Terjamin menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya.
Terjamin wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak diterbitkannya laporan keuangan yang telah diaudit kepada Badan Usaha Penjaminan dengan tembusan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan Penjaminan Pemerintah, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyampaian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dilakukan oleh Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan.
BAB VI
PENGANGGARAN DANA CADANGAN PENJAMINAN
Pasal 24
Pemerintah melalui Menteri mengalokasikan anggaran kewajiban Penjaminan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
Pengelolaan dana cadangan Penjaminan Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan Penjaminan Pemerintah untuk pelaksanaan kewajiban Penjaminan Pemerintah sepanjang tidak diatur lain dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VII
PEMBUKUAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENUGASAN
Pasal 25
Dalam melaksanakan penugasan Penjaminan Pemerintah, Badan Usaha Penjaminan menyelenggarakan pembukuan berdasarkan ketentuan mengenai standar akuntansi yang berlaku.
Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disajikan sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan Badan Usaha Penjaminan.
Pasal 26
Badan Usaha Penjaminan menyampaikan laporan semesteran dan laporan tahunan atas pelaksanaan penugasan penjaminan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat minimal sebagai berikut:
perkembangan kegiatan penyelenggaraan CPP;
perkembangan Pinjaman;
informasi keuangan;
profil risiko dan mitigasi risiko; dan
informasi lain yang dianggap penting.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir.
BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 27
Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Penyelenggaraan CPP, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap:
pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin;
pelaksanaan penugasan penjaminan melalui Badan Usaha Penjaminan; dan
tingkat kelayakan kredit ( credit worthiness ) Terjamin.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadakan pertemuan secara berkala dengan Terjamin dan Badan Usaha Penjaminan untuk membahas dan memberikan masukan mengenai pelaksanaan pengelolaan risiko.
Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk bahan penyusunan laporan secara berkala dan/atau rekomendasi kepada Menteri.
Tingkat kelayakan kredit ( credit worthiness ) Terjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menjadi pertimbangan utama bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam memberikan rekomendasi kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terkait dengan kebijakan Penjaminan Pemerintah.
Kebijakan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
perubahan terhadap cakupan ( coverage ) Penjaminan Pemerintah dalam permohonan Penjaminan Pemerintah selanjutnya; dan/atau
kelanjutan Penjaminan Penyelenggaraan CPP.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kredit kepada Perusahaan Umum (Perum) BULOG dalam Menjaga Ketersediaan Pangan dan Stabilisasi Harga Pangan untuk Jenis Pangan Pokok Beras, Jagung, dan Kedelai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 15), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA