bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 101 ayat (4), Pasal 141, Pasal 144 ayat (4), dan Pasal 179 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Aset dalam Penguasaan di Ibu Kota Nusantara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6789);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA DAN ASET DALAM PENGUASAAN DI IBU KOTA NUSANTARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset Dalam Penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat ADP adalah tanah di wilayah Ibu Kota Nusantara yang tidak terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pengelolaan kekayaan negara.
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perencanaan Kebutuhan BMN adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Rencana Kebutuhan BMN yang selanjutnya disingkat RKBMN adalah dokumen perencanaan BMN untuk periode 1 (satu) tahun.
Penggunaan BMN adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI adalah Pemanfaatan BMN melalui kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN yang selanjutnya disingkat PJPB adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pemanfaatan BMN dalam rangka penyediaan infrastruktur dalam bentuk KSPI.
Pengelola ADP adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan pengelolaan ADP.
Pengguna ADP adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan ADP.
Kuasa Pengguna ADP adalah kepala satuan kerja atau pejabat di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk oleh Pengguna ADP untuk melaksanakan sebagian kewenangan Pengguna ADP dengan sebaik- baiknya.
Pemegang ADP adalah pihak yang diberikan kewenangan untuk mengelola ADP sesuai alokasi lahan yang ditetapkan.
Mitra ADP adalah pihak yang melakukan kerja sama dengan Pengguna ADP untuk mengelola ADP berdasarkan kesepakatan yang dilakukan.
Pengelolaan ADP adalah rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pengalokasian, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, penatausahaan, serta pengawasan dan pengendalian ADP.
Penghapusan ADP adalah tindakan menghapus ADP dari daftar ADP dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna ADP dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Penatausahaan ADP adalah rangkaian kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan ADP.
Pembukuan ADP adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan ADP ke dalam Daftar Barang ADP.
Inventarisasi ADP adalah kegiatan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan ADP.
Pelaporan ADP adalah kegiatan penyusunan dan penyampaian data dan informasi ADP secara semesteran dan tahunan.
Pengawasan ADP adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan untuk memperoleh informasi secara terus menerus terhadap pelaksanaan kewajiban yang telah disepakati.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam:
pengelolaan BMN; dan
Pengelolaan ADP, di Ibu Kota Nusantara.
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk terselenggaranya tata kelola BMN dan tata kelola ADP yang tertib, terarah, adil, dan akuntabel guna mewujudkan pengelolaan BMN dan Pengelolaan ADP yang efisien, efektif, dan optimal.
BAB II
PENGELOLAAN BMN DI IBU KOTA NUSANTARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Pengelolaan BMN di Ibu Kota Nusantara meliputi:
Perencanaan Kebutuhan BMN dan penganggaran;
pengadaan;
perolehan BMN dari pengalihan BMD dan ADP;
Penggunaan;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
penilaian;
pemindahtanganan;
pemusnahan;
penghapusan;
penatausahaan; dan
pembinaan, pengawasan dan pengendalian (2) Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengamanan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Tata cara Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, perolehan BMN dari pengalihan BMD dan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Pejabat Pengelolaan BMN
Pasal 4
Menteri selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang.
Menteri bertanggung jawab dan berwenang:
meneliti dan menyetujui standar barang dan standar kebutuhan BMN di Ibu Kota Nusantara yang diusulkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara;
melakukan penetapan status Penggunaan BMN yang berada di kawasan Ibu Kota Nusantara; dan
melakukan tanggung jawab dan kewenangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengelolaan BMN.
Tanggung jawab dan kewenangan Menteri selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilimpahkan kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pelimpahan kewenangan Menteri dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pelimpahan kewenangan Menteri.
Pasal 5
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan Pengguna Barang di Ibu Kota Nusantara atas BMN yang berada dalam penguasaannya.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bertanggung jawab dan berwenang:
merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman teknis pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN;
menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan BMN;
menetapkan standar barang dan standar kebutuhan BMN di Ibu Kota Nusantara setelah berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga teknis terkait dan setelah mendapat persetujuan Menteri;
mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran BMN untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga;
melaksanakan pengadaan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menerima pengalihan BMD yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Menteri;
menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga;
mengamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya;
mengajukan usul Pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Menteri;
mengajukan usul pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Menteri;
menyerahkan BMN yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain kepada Menteri;
mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Menteri;
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan BMN yang berada dalam penguasaannya;
melakukan pencatatan dan inventarisasi BMN yang berada dalam penguasaannya;
menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Menteri; dan
melakukan wewenang dan tanggung jawab lainnya selaku Pengguna Barang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melimpahkan sebagian tanggung jawab dan kewenangan kepada Kuasa Pengguna Barang.
Tanggung jawab dan kewenangan yang dapat dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pelimpahannya diatur oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab dan berwenang:
mengajukan RKBMN untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
melakukan pencatatan dan inventarisasi BMN yang berada dalam penguasaannya;
menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan;
mengamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya;
mengajukan usul Pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
menyerahkan BMN yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan BMN yang berada dalam penguasaannya;
menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
melakukan tanggung jawab dan kewenangan lainnya selaku Kuasa Pengguna Barang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Pasal 6
Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang.
Tanggung jawab dan kewenangan menteri/pimpinan lembaga mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 7
Menteri mendelegasikan sebagian tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Tanggung jawab dan kewenangan yang didelegasikan oleh Menteri kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penelaahan dan persetujuan RKBMN yang diusulkan oleh kementerian/lembaga untuk penyelenggaraan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara;
penetapan status Penggunaan BMN pada Otorita Ibu Kota Nusantara berupa selain tanah dan/atau bangunan, kecuali alat utama sistem persenjataan;
persetujuan Pemanfaatan BMN pada Otorita Ibu Kota Nusantara dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, KSPI dan/atau kerja sama terbatas untuk pembiayaan infrastruktur;
persetujuan peniadaan pembagian kelebihan keuntungan ( clawback ) dalam KSPI di Ibu Kota Nusantara;
persetujuan pemindahtanganan dalam bentuk penjualan atas BMN pada Otorita Ibu Kota Nusantara berupa selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar) per unit/satuan; dan
persetujuan pemusnahan BMN pada Otorita Ibu Kota Nusantara berupa selain tanah dan/atau bangunan.
Tanggung jawab dan kewenangan yang didelegasikan oleh Pengelola Barang kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pejabat/pimpinan unit Otorita Ibu Kota Nusantara yang membidangi kesekretariatan.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melaporkan pelaksanaan pendelegasian kewenangan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengelola Barang secara semesteran.
Bagian Ketiga
Perencanaan Kebutuhan BMN dan Penganggaran
Pasal 8
Objek Perencanaan Kebutuhan BMN meliputi:
tanah dan/atau bangunan; dan
selain tanah dan/atau bangunan.
Perencanaan Kebutuhan BMN meliputi perencanaan:
pengadaan;
pemeliharaan;
Pemanfaatan;
pemindahtanganan; dan
penghapusan.
Perencanaan Kebutuhan BMN untuk pengadaan BMN berpedoman pada standar barang dan standar kebutuhan.
Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga teknis terkait dan setelah mendapat persetujuan Menteri.
Kewenangan Menteri selaku Pengelola Barang untuk menyetujui standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada direktur yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.
Pasal 9
Kuasa Pengguna Barang menyusun usulan RKBMN dan menyampaikannya secara berjenjang kepada kementerian/lembaga.
Kementerian/lembaga melakukan konsolidasi dan penelitian atas usulan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kementerian/lembaga menyampaikan usulan RKBMN yang telah dikonsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengelola Barang.
Pasal 10
Usulan RKBMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dilakukan penelaahan oleh Pengelola Barang.
Penelaahan usulan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang.
Berdasarkan penelaahan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang menetapkan RKBMN hasil penelaahan.
Pasal 11
RKBMN hasil penelaahan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dapat dilakukan perubahan oleh kementerian/lembaga.
Ketentuan mengenai penyusunan RKBMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan penelaahan RKBMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berlaku mutatis mutandis untuk perubahan RKBMN.
Pasal 12
RKBMN hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) digunakan sebagai dasar pengusulan penyediaan anggaran.
Pasal 13
Tata cara penyusunan dan penelaahan RKBMN serta penyusunan dan penelaahan usulan perubahan RKBMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengelolaan BMN.
Bagian Keempat
Perolehan BMN dari Pengalihan BMD dan ADP
Pasal 14
BMN dapat diperoleh dari pengalihan BMD berupa tanah dan/atau bangunan yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Perolehan BMN dari pengalihan BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui hibah untuk kepentingan umum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMD.
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 15
BMN dapat diperoleh dari pengalihan ADP.
Perolehan BMN dari pengalihan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Penghapusan ADP berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
BMN yang diperoleh dari pengalihan BMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan dari pengalihan ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan penatausahaan BMN berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Pengelolaan BMN yang diperoleh dari pengalihan BMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan dari pengalihan ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Bagian Kelima
Penggunaan BMN
Pasal 17
BMN di Ibu Kota Nusantara ditetapkan status penggunaannya kepada:
Otorita Ibu Kota Nusantara selaku Pengguna Barang, untuk BMN berupa:
tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara;
tanah dan/atau bangunan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga; dan
selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kementerian/lembaga yang terkait dengan sektor pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, kesekretariatan negara, yustisi dan fiskal selaku Pengguna Barang untuk BMN yang berada dalam penguasaannya; dan
Kementerian/lembaga selaku Pengguna Barang, untuk BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya.
Penetapan status Penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan sebagai berikut:
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menyampaikan usulan penetapan status Penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang;
Pengelola Barang meneliti usulan dari Pengguna Barang;
Dalam hal disetujui, Pengelola Barang menetapkan status Penggunaan BMN.
Pengelola Barang dapat menetapkan status Penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan tanpa didahului usulan dari kementerian/lembaga, dengan memperhatikan pertimbangan Otorita Ibu Kota Nusantara.
Penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan kepada kementerian/lembaga dengan pertimbangan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung Ibu Kota Nusantara, efektivitas pengelolaan BMN di Ibu Kota Nusantara, dan/atau melaksanakan peraturan perundang-undangan.
Penetapan status Penggunaan BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan dilakukan sebagai berikut:
Pengguna Barang menyampaikan usulan penetapan status Penggunaan BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang;
Pengelola Barang meneliti usulan dari Pengguna Barang;
Dalam hal disetujui, Pengelola Barang menetapkan status Penggunaan BMN.
Tata cara penetapan status Penggunaan BMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Pasal 18
Penetapan status Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh pihak lain, penggunaan sementara BMN, dan pengalihan status Penggunaan BMN dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Pasal 19
Pengamanan dan pemeliharaan BMN menjadi tanggung jawab Pengguna Barang yang memperoleh penetapan status Penggunaan BMN.
Pasal 20
BMN berupa rumah negara dapat dihuni oleh:
pejabat negara; dan/atau
pihak lain yang memiliki surat izin penghunian.
BMN berupa rumah susun negara dapat dihuni oleh:
pejabat negara atau pegawai negeri sipil/prajurit TNI/anggota polri; dan/atau
pihak lain yang memiliki surat izin penghunian.
Surat izin penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga.
Biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rumah susun negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi beban Otorita Ibu Kota Nusantara.
Bagian Keenam
Pemanfaatan BMN Paragraf 1 Bentuk Pemanfaatan BMN
Pasal 21
Bentuk Pemanfaatan BMN meliputi:
sewa;
pinjam pakai;
kerja sama pemanfaatan;
bangun guna serah/bangun serah guna;
KSPI; atau
kerja sama terbatas untuk pembiayaan infrastruktur.
Tata cara sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kerja sama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, bangun guna serah/bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan kerja sama terbatas untuk pembiayaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN. Paragraf 2 Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Pasal 22
Pelaksanaan KSPI di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha.
KSPI dilaksanakan dalam hal terdapat BMN yang menjadi objek kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pasal 23
KSPI dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara selaku PJPB, dengan persetujuan Pengelola Barang.
Pelaksanaan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikuasakan kepada kementerian/lembaga.
Pihak yang dapat menjadi mitra KSPI terdiri atas:
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas;
badan hukum asing;
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
anak perusahaan badan usaha milik negara yang diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai ketentuan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas; atau
koperasi.
Pasal 24
Objek KSPI meliputi BMN berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan
selain tanah dan/atau bangunan.
Objek KSPI berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
Pasal 25
Jangka waktu KSPI mengikuti jangka waktu kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Pasal 26
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mengajukan permohonan persetujuan KSPI kepada Pengelola Barang pada tahap penyiapan proyek kerja sama antara pemerintah dan badan usaha.
Dalam hal penanggung jawab proyek kerja sama antara pemerintah dan badan usaha merupakan:
kementerian/lembaga;
badan usaha milik negara; atau
pihak yang menerima delegasi sebagai penanggung jawab proyek kerja sama dari Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara atau menteri/pimpinan lembaga, permohonan persetujuan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah berkoordinasi dengan penanggung jawab proyek kerja sama bersangkutan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara tertulis paling sedikit dilampirkan:
dokumen terkait data dan informasi mengenai:
latar belakang permohonan KSPI;
BMN yang diajukan untuk dilakukan KSPI; dan
rencana peruntukan KSPI;
rancangan prastudi kelayakan untuk proyek kerja sama atas prakarsa penanggung jawab proyek kerja sama atau rancangan studi kelayakan untuk proyek kerja sama atas prakarsa badan usaha;
dokumen mengenai informasi PJPB, termasuk dasar penetapan/penunjukannya;
surat rekomendasi kesesuaian kelengkapan dokumen kerja sama pemerintah dan badan usaha dari kementerian/lembaga yang membidangi perencanaan pembangunan nasional;
asli surat pernyataan dari PJPB yang memuat:
keterangan bahwa BMN yang diajukan untuk dilakukan KSPI tidak sedang digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan atau KSPI tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan;
tanggung jawab atas kebenaran rencana pelaksanaan KSPI; dan
tanggung jawab atas kebenaran data permohonan KSPI.
Pasal 27
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan KSPI.
Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang dapat membentuk tim KSPI yang beranggotakan perwakilan dari Pengelola Barang, Otorita Ibu Kota Nusantara, dan instansi teknis.
Dalam hal permohonan KSPI dianggap layak, Pengelola Barang menerbitkan persetujuan KSPI.
Dalam hal KSPI akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga selaku kuasa dari Otorita Ibu Kota Nusantara, surat persetujuan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencantumkan ketentuan mengenai pelaksana KSPI.
Pasal 28
KSPI di Ibu Kota Nusantara dapat memperoleh fasilitas peniadaan pembagian kelebihan keuntungan ( clawback ) atas persetujuan Pengelola Barang.
Pasal 29
Pemberian fasilitas peniadaan pembagian kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilakukan atas permohonan dari penanggung jawab proyek kerja sama kepada Pengelola Barang.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pengelola Barang dilengkapi dengan:
proposal permohonan peniadaan pembagian kelebihan keuntungan ( clawback ); dan
surat pernyataan penanggung jawab proyek kerja sama yang menyatakan bertanggung jawab penuh secara formil dan materiil terhadap permohonan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ).
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan dengan mempertimbangkan:
KSPI merupakan proyek strategis nasional; dan
KSPI ditujukan untuk percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dalam hal disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback );
dalam hal tidak disetujui, Pengelola Barang menyampaikan alasannya.
Penerbitan surat persetujuan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( clawback ) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan setelah terbitnya surat persetujuan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
Pasal 30
PJPB menetapkan mitra KSPI berdasarkan hasil pengadaan badan usaha pelaksana proyek kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pasal 31
Perjanjian KSPI ditandatangani oleh PJPB dan mitra KSPI.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk akta notariil.
Penandatanganan perjanjian dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun, terhitung sejak persetujuan Pengelola Barang.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati dan perjanjian belum ditandatangani, persetujuan yang sudah diberikan oleh Pengelola Barang tidak berlaku.
Perjanjian KSPI memuat paling sedikit:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
BMN yang menjadi objek;
jangka waktu;
peruntukan;
hasil KSPI sesuai perjanjian;
kewajiban mitra untuk melakukan pengamanan dan pemeliharaan objek dan hasil pelaksanaan KSPI sampai dengan diserahterimakan kepada PJPB;
kewajiban mitra mengasuransikan objek KSPI beserta hasil pelaksanaan berupa bangunan berikut sarana dan/atau prasarana sesuai perjanjian;
hak dan kewajiban para pihak;
ketentuan mengenai berakhirnya perjanjian;
sanksi; dan
penyelesaian perselisihan.
Berdasarkan perjanjian KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPB menyerahkan BMN yang menjadi objek KSPI kepada mitra KSPI.
Penyerahan BMN yang menjadi objek KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh PJPB dan mitra KSPI.
Pasal 32
Hasil dari KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI menjadi BMN setelah diserahkan kepada PJPB.
Hasil KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
bangunan konstruksi infrastruktur beserta sarana dan fasilitasnya;
pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur; dan/atau
hasil pembangunan/pengembangan infrastruktur lainnya.
Hasil pelaksanaan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh mitra KSPI kepada PJPB sesuai jangka waktu dalam perjanjian.
Dalam hal hasil pelaksanaan KSPI telah selesai dibangun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan penyerahan kepada PJPB sebagian dan/atau seluruhnya tanpa menunggu berakhirnya jangka waktu pelaksanaan perjanjian.
Pasal 33
KSPI berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu KSPI;
pengakhiran perjanjian KSPI secara sepihak oleh PJPB;
berakhirnya perjanjian KSPI; atau
ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengakhiran secara sepihak oleh PJPB dapat dilakukan dalam hal mitra KSPI tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSPI.
Pengakhiran KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh PJPB secara tertulis tanpa melalui pengadilan.
Mitra KSPI harus melaporkan akan mengakhiri KSPI paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu perjanjian berakhir kepada PJPB.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan audit oleh auditor independen/reviu aparat pengawasan intern pemerintah atas pelaksanaan KSPI berdasarkan permintaan PJPB.
Mitra KSPI menindaklanjuti hasil audit yang disampaikan oleh auditor independen/reviu aparat pengawasan intern pemerintah dan melaporkannya kepada PJPB.
BAB III
PENGELOLAAN ADP DI IBU KOTA NUSANTARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 34
ADP meliputi tanah yang diperoleh dari:
penetapan dan pemberian hak pengelolaan lahan;
hibah/sumbangan atau yang sejenis;
hasil pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
pengalihan BMN dan/atau BMD;
pelaksanaan peraturan perundang-undangan; dan
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pasal 35
Pengelolaan ADP meliputi:
perencanaan;
pengalokasian;
penggunaan;
pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penghapusan;
Penatausahaan; dan
Pengawasan dan pengendalian.
Tata cara Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dan Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Pejabat Pengelolaan ADP
Pasal 36
Menteri adalah Pengelola ADP.
Pengelola ADP bertanggung jawab dan berwenang untuk:
menetapkan kebijakan umum Pengelolaan ADP;
melakukan penetapan status ADP atas tanah yang berada di kawasan Ibu Kota Nusantara;
melakukan penetapan status ADP yang berasal dari pengalihan BMN dan/atau BMD;
memberikan persetujuan permohonan Pengguna ADP menjadi Pemegang ADP;
memberikan persetujuan Penghapusan ADP untuk dialihkan menjadi BMN; dan
melakukan pemantauan dan Investigasi atas pelaksanaan Pengelolaan ADP.
Pasal 37
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah Pengguna ADP.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bertanggung jawab dan berwenang:
mengatur Pengelolaan ADP berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Pengelola ADP;
mengusulkan penetapan ADP atas tanah yang berada di kawasan Ibu Kota Nusantara kepada Pengelola ADP;
menerima BMN dan/atau BMD yang dialihkan/dihapuskan/dilepaskan menjadi ADP;
menyusun perencanaan ADP;
melakukan penggunaan ADP;
memberikan persetujuan permohonan pengalokasian ADP kepada Pemegang ADP;
menetapkan pengalokasian untuk penggunaan ADP berdasarkan persetujuan Pengelola ADP;
memberikan persetujuan permohonan pemanfaatan ADP kepada Mitra ADP;
menandatangani perjanjian dalam rangka pengalokasian, penggunaan, dan pemanfaatan ADP;
mengamankan dan memelihara ADP;
mengajukan usul Penghapusan ADP untuk dialihkan menjadi BMN;
menyerahkan ADP yang dihapuskan untuk menjadi BMN kepada Pengguna Barang;
melakukan Penatausahaan ADP;
melakukan pemantauan dan penertiban atas pelaksanaan Pengelolaan ADP;
menyusun laporan Pengawasan dan pengendalian ADP; dan
menunjuk dan/atau menetapkan Kuasa Pengguna ADP.
Pengguna ADP dapat melimpahkan tanggung jawab dan kewenangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kuasa Pengguna ADP.
Pasal 38
Kuasa Pengguna ADP ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pengguna ADP.
Kuasa Pengguna ADP bertanggung jawab dan berwenang:
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab yang dilimpahkan oleh Pengguna ADP;
melaksanakan tugas yang diberikan oleh Pengguna ADP; dan
melaporkan pelaksanaan tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan/dilimpahkan oleh Pengguna ADP.
Pasal 39
Pengelola ADP mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) kepada Pengguna ADP.
Tanggung jawab dan kewenangan yang didelegasikan oleh Pengelola ADP kepada Pengguna ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
persetujuan Penghapusan ADP karena:
pengalihan menjadi BMN;
pengalihan menjadi kawasan hutan; dan
pelaksanaan ketentuan undang-undang.
pelaksanaan investigasi atas pelaksanaan Pengelolaan ADP.
Dikecualikan dari ketentuan persetujuan Penghapusan ADP karena pelaksanaan ketentuan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3, kewenangan persetujuan Penghapusan ADP dalam rangka pemberian hak milik tanah rumah tapak dengan kriteria:
luas di atas 1.000 m2;
nilai di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau c. di dalam wilayah kawasan inti pusat pemerintahan, tetap dilakukan oleh Pengelola ADP.
Tanggung jawab dan kewenangan yang didelegasikan oleh Pengelola ADP kepada Pengguna ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh pejabat/pimpinan unit Otorita Ibu Kota Nusantara yang membidangi kesekretariatan.
Tanggung jawab dan kewenangan yang didelegasikan oleh Pengelola ADP kepada Pengguna ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh pejabat/pimpinan unit Otorita Ibu Kota Nusantara yang membidangi kepatuhan.
Pejabat/pimpinan unit Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak dapat melimpahkan pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pejabat struktural di bawahnya.
Pengguna ADP melaporkan pelaksanaan pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan Pengelola ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengelola ADP secara semesteran.
Bagian Ketiga
Penetapan Status ADP
Pasal 40
Menteri selaku Pengelola ADP melakukan penetapan status ADP.
Penetapan status ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Pengguna ADP mengajukan usulan penetapan status ADP.
Usulan penetapan status ADP oleh Pengguna ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
proposal yang menjelaskan maksud penetapan status ADP berikut detail tanah yang diusulkan penetapannya;
fotokopi dokumen perolehan tanah;
dokumen penetapan peruntukan lahan/rencana detail tata ruang (RDTR); dan
surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ).
Pasal 41
Pengelola ADP melakukan penelitian terhadap usulan penetapan status ADP yang diajukan oleh Pengguna ADP.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola ADP dapat meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna ADP dan meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada instansi terkait.
Dalam hal usulan dapat disetujui, Pengelola ADP menerbitkan surat keputusan penetapan status ADP.
Keputusan Pengelola ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
pertimbangan penetapan status ADP;
lahan yang ditetapkan statusnya sebagai ADP; dan
tindak lanjut penetapan status ADP.
Kewenangan Pengelola ADP untuk melakukan penetapan status ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilimpahkan kepada Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi dan dapat diteruslimpahkan dalam bentuk mandat kepada direktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (4).
Pasal 42
Dalam hal tanah yang diajukan penetapan statusnya menjadi ADP merupakan BMN:
penetapan status menjadi ADP merupakan alasan dilakukannya penghapusan BMN.
keputusan penetapan status ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (5) ditindaklanjuti oleh Pengguna ADP dengan penghapusan BMN dari daftar barang pengguna pada Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN.
Bagian Keempat
Pemberian Persetujuan Pengguna ADP sebagai Pemegang ADP
Pasal 43
Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara selaku Pengguna ADP bermaksud mendapatkan alokasi lahan ADP dan menyelenggarakan secara mandiri atas lahan ADP, Otorita Ibu Kota Nusantara mengajukan permohonan untuk menjadi Pemegang ADP.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
rencana penggunaan atau pemanfaatan lahan ADP; dan b. surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setiap kali Otorita Ibu Kota Nusantara bermaksud mendapatkan pengalokasian lahan ADP.
Pasal 44
Permohonan untuk menjadi Pemegang ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diajukan kepada Pengelola ADP.
Dalam hal permohonan dapat disetujui, Pengelola ADP menerbitkan surat persetujuan.
Kewenangan Pengelola ADP untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Ibu Kota Nusantara.
Pasal 45
ADP tidak dapat dihapuskan, kecuali:
dialihkan menjadi BMN;
ditetapkan menjadi kawasan hutan; atau
dalam rangka pelaksanaan undang-undang.
Penghapusan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan persetujuan Pengelola ADP atas permohonan dari Pengguna ADP.
Pasal 46
Lahan ADP yang dialihkan menjadi BMN dihapuskan statusnya sebagai ADP.
Pengguna ADP mengajukan permohonan Penghapusan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengelola ADP.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
proposal pengalihan ADP menjadi BMN;
fotokopi dokumen perolehan ADP;
dokumen penetapan peruntukan lahan/rencana detail tata ruang (RDTR); dan
surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ).
Pasal 47
Lahan ADP yang ditetapkan menjadi kawasan hutan dihapuskan statusnya sebagai ADP.
Pengguna ADP mengajukan permohonan Penghapusan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengelola ADP.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
proposal perubahan status ADP menjadi kawasan hutan;
fotokopi dokumen perolehan ADP;
surat penetapan peruntukan lahan/rencana detail tata ruang (RDTR); dan
surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ).
Pasal 48
Lahan ADP dapat dihapuskan statusnya sebagai ADP dalam rangka pelaksanaan undang-undang.
Pengguna ADP mengajukan permohonan Penghapusan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengelola ADP.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
penjelasan mengenai pelaksanaan undang-undang yang menjadi sebab Penghapusan ADP;
fotokopi dokumen perolehan ADP;
surat penetapan peruntukan lahan/rencana detail tata ruang (RDTR); dan
surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ).
Dalam hal Penghapusan ADP dilakukan dalam rangka pemberian hak milik atas tanah rumah tapak di Ibu Kota Nusantara, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan tambahan dokumen sebagai berikut:
salinan akta pelepasan hak pengelolaan (HPL) oleh Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
surat persetujuan pemberian hak milik yang dikeluarkan oleh kantor pertanahan.
Pasal 49
Pengelola ADP melakukan penelitian terhadap usulan Penghapusan ADP yang diajukan oleh Pengguna ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 48.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola ADP dapat meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna ADP dan meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada instansi terkait.
Dalam hal permohonan dapat disetujui, Pengelola ADP menerbitkan surat persetujuan Penghapusan ADP.
Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pengguna ADP menerbitkan surat keputusan Penghapusan ADP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat persetujuan.
Kewenangan Pengelola ADP untuk memberikan persetujuan Penghapusan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pelaksanaan pemberian persetujuan Penghapusan ADP yang kewenangannya didelegasikan kepada Pengguna ADP, dilakukan oleh Pengguna ADP.
Bagian Kelima
Penatausahaan ADP
Pasal 50
Pengguna ADP melakukan Penatausahaan ADP.
Penatausahaan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pencatatan dan pendaftaran;
Inventarisasi; dan
Pelaporan.
Pengguna ADP dapat mengembangkan sistem pencatatan ADP untuk keperluan manajerial Pengguna ADP.
Pasal 51
Pembukuan ADP dilakukan dengan mendaftarkan dan mencatat ADP ke dalam daftar ADP.
Dalam melakukan Pembukuan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibuat penggolongan dan kodefikasi untuk setiap klasifikasi ADP.
Pasal 52
Pengguna ADP melakukan Inventarisasi ADP yang berada dalam penguasaannya melalui pelaksanaan sensus barang paling sedikit sekali dalam 5 (lima) tahun.
Pengguna ADP melakukan pendaftaran, pencatatan, dan/atau pemutakhiran daftar ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 berdasarkan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengguna ADP bertanggung jawab penuh atas kebenaran materiil dari laporan hasil pelaksanaan Inventarisasi.
Pasal 53
Pengguna ADP menyusun laporan ADP.
Laporan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara.
Laporan keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsolidasikan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat.
Penyusunan laporan keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan standar akuntansi pemerintahan.
Pasal 54
Pengguna ADP menyampaikan laporan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ADP kepada Pengelola ADP secara semesteran dan tahunan.
Laporan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat PNBP yang bersumber dari Pengelolaan ADP.
Laporan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari laporan ADP.
Pasal 55
Laporan ADP dapat disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik.
Penyampaian dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima sebagai laporan ADP sepanjang:
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dipertanggungjawabkan; dan
disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 56
Pengguna ADP wajib menyimpan dokumen kepemilikan dan dokumen Pengelolaan ADP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pengawasan dan Pengendalian ADP
Pasal 57
Pengguna ADP melakukan Pengawasan dan pengendalian ADP.
Pengawasan dan pengendalian ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
pemantauan dan penertiban sesuai kewenangan Pengguna ADP; dan
investigasi sesuai pendelegasian kewenangan dari Pengelola ADP.
Pasal 58
Pengawasan dan pengendalian ADP dilakukan terhadap:
ADP;
pelaksanaan Pengelolaan ADP; dan
pejabat/pegawai yang melakukan Pengelolaan ADP.
Pasal 59
Pemantauan dilakukan untuk:
mengamati pelaksanaan pengalokasian, peruntukan, pemberian hak atas tanah, pembebanan hak tanggungan, pengalihan, pelepasan, penggunaan, Pemanfaatan, dan Penghapusan ADP; dan
menilai kesesuaian dari pelaksanaan pengalokasian, peruntukan, pemberian hak atas tanah, pembebanan hak tanggungan, pengalihan, pelepasan, penggunaan, pemanfaatan, dan Penghapusan ADP dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas:
pemantauan periodik; dan
pemantauan insidentil.
Pemantauan periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan 1 (satu) kali setiap semester.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sewaktu-waktu, dalam hal terdapat informasi tertulis antara lain dari masyarakat atau laporan hasil pengawasan/pemeriksaan, atau adanya inisiatif Pengguna ADP.
Pasal 61
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan dengan cara:
penelitian administrasi/dokumen; dan/atau
penelitian lapangan.
Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui penghimpunan dan penelaahan dokumen dan informasi dari berbagai sumber;
Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui peninjauan di lokasi ADP dan permintaan konfirmasi kepada pihak terkait.
Pasal 62
Penertiban oleh Pengguna ADP dilakukan dalam rangka menertibkan Pengelolaan ADP yang berada dalam penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengelolaan ADP.
Pengguna ADP melakukan penertiban sebagai tindak lanjut dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Pengguna ADP, apabila diketahui adanya ketidaksesuaian antara pelaksanaan Pengelolaan ADP dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan/pemeriksaan.
Pasal 63
Investigasi dilakukan dalam hal:
penertiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 belum dapat menertibkan Pengelolaan ADP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengelolaan ADP; atau
berdasarkan hasil pemantauan terdapat potensi penerimaan negara yang belum optimal diperoleh dari pelaksanaan Pengelolaan ADP yang perlu segera ditindaklanjuti dengan Investigasi.
Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti/informasi, yang dengan barang bukti/informasi tersebut membuat terang dan jelas mengenai suatu permasalahan dalam pelaksanaan Pengelolaan ADP guna dilakukan penertiban, permintaan audit, dan/atau penyelesaian.
Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meliputi:
pengumpulan data dan dokumen terkait;
koordinasi dengan instansi terkait; dan/atau
peninjauan lapangan.
Pasal 64
Dalam hal berdasarkan hasil pelaksanaan Investigasi ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan Pengelolaan ADP, Pengguna ADP meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan audit/pengawasan.
Pengguna ADP menindaklanjuti hasil audit/pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 65
Pengguna ADP menyusun laporan pengawasan dan pengendalian ADP.
Laporan pengawasan dan pengendalian ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan atas pelaksanaan pemantauan; dan
laporan atas pelaksanaan Investigasi.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pengelola ADP secara tahunan.
Pasal 66
Pengelola ADP melakukan monitoring dan evaluasi dalam rangka efektivitas pelaksanaan Pengawasan dan pengendalian ADP.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pengelola ADP melalui pemberian saran, masukan, atau pendapat kepada Pengguna ADP.
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas data, informasi, dan pengolahan data dan informasi pelaksanaan pemantauan dan Investigasi yang dilaksanakan oleh Pengguna ADP, termasuk tindak lanjut yang dilakukan oleh Pengguna ADP atas hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terkait Pengelolaan ADP.
Kewenangan Pengelola ADP dalam pelaksanaan Pengawasan dan pengendalian ADP dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada direktur yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 67
Ketentuan mengenai penyusunan dan penelaahan RKBMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 13 dilaksanakan mulai tahun 2027 untuk penyusunan RKBMN tahun anggaran 2029.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 68
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, keputusan terkait dengan pengelolaan BMN dan ADP yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang dan/atau Pengelola ADP sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA